Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KOLIK URETER

I. KONSEP MEDIS
A. DEFINISI

Batu yang terjebak di ureter menyebabkan keluhannyeri luar biasa yang disebut
nyeri kolik dan menyebar ke paha dan genetalia. Pasienmerasa ingin berkemih
namun hanya sedikit urine yang keluar dan biasanyamengandung darah akibat
adanya abrasif batu. Keluhan ini yang disebut dengan kolikureter (Muttaqin dan Sari,
2011).

Kolik ureter merupakan kondisi yang sering terjadi dalam keadaan emergencynon
trauma. Sebagian besar diakibatkan oleh obstruksi pada saluran pencernaan olehkalkuli.
Antara 50% populasi akan menunjukkan adanya batu di saluran perkemihan (Masarani
dan Dinneen, 2007)

Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil berfungsi mengalirkan urinedari
pielum ginjal ke dalam bladder. Pada orang dewasa panjangnya sekitar 20
cm.Dindingnya terdiri dari mukosa ynag dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot
polossirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik mengeluarkan
urine ke buli-buli (Purnomo, 2003).

Jika karena sumbatan pada aliran urine, maka akan terjadi kontraksi otot polos yang
berlebihan yang bertujuan mendorong atau mengeluarkan sumbatan itu dari
saluran kemih (Purnomo, 2003).

B. ETIOLOGI

Nyeri pada kolik ureter sering digambarkan sebagai nyeri paling hebat yangpernah
dialami pasien. Kolik ureter terjadi karena obstruksi pada saluran urine olehkalkuli;
pelviureteric junction (PUJ), berdekatan dengan pelvis yang pada tepipembuluh
darah iliaka dan penyempitan area dan vesicoureteric junction (VUJ).Lokasi
dari nyeri dapat berhubungan namun tidak dapat menjadi prediksi akut posisibatu di
saluran urine. Jika melalui vesioreteric junction, gejala iritabilitas
kandungkemih dapat terjadi (Masarani dan Dinneen, 2007).

Penyebab sumbatan pada umumnya adalah batu, bekuan darah atau debrisyang
berasal dari ginjal yang turun ke ureter. Ada beberapa faktor yang
memungkinkanterbentuknya batu pada saluran kemih, yaitu sebagai berikut (Muttaqin
dan Sari, 2011)

1. Hiperkalsiuria adalah kelainan metabolik paling umum. Beberapa


kasusuhiperkalsiuria berhubungan dengan gangguan usus meningkatkan
penyerapankalsium (dikaitkan dengan diet kalsium dan atau mekanisme
penyerapankalsium terlalu aktif), beberapa kelebihan terkait dengan resopsi
kalsium daritulang (yaitu hiperparatiroidisme) dan beberapa berhubungan
denganketidakmampuan dari tubulus ginjal untuk merebut kembali kalsium dalam
filtratglomerulus (ginjal kebocoran hiperkalsiuria)
2. Pelepasan ADH yang menurun dan peningkatan konsentrasi, kelarutan dan
pHurine
3. Lamanya kristal terbentuk di dalam urine dan dipengaruhi mobilisasi rutin
4. Gangguan reabsorpsi ginjal dan gangguan aliran urine
5. Infek
diet yang tinggi mengandung zat penghasil batu
6. Idiopatik

C. PATOFISIOLOGI

Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot pelvikalises
danturun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba
untukmengeluarkan batu hingga turun ke kandung kemih. Batu yang ukurannya
kecil (<5mm) pada umumnya dapat keluar spontan, sedangkan yang lebih besar
menimbulkanobstruksi kronis berupa hidronefrosis dan hidroureter (Muttaqin dan Sari,
2011).

Batu yang terletak pada ureter maupum sistem pelvikalises


mampumenimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan
struktur salurankemih sebelah atas. Obstruksi ureter dapat menimbulkan hidroureter
dan hidronefrosis,batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis dan batu
di kaliks mayor dapatmenimbulkan kaliektasis pada kaliks yang bersangkutan
(Muttaqin dan Sari, 2011).

D. MANIFESTASI KLINIS

Kolik ureter berasal dari ginjal namun menghasilkan nyeri pada lokasi ureter.Nyeri
pada kolik ureter berjalan secara intensif dan pasien kemungkinan
akanmengalami rasa nyeri sehingga mengubah posisi ke fetal (Masarani dan
Dinneen,2007). Batu kecil yang turun ke pertengahan ureter padaumumnya
menyebabkan penjalaran nyeri ke pinggang sebelah lateral dan seluruh perut.
Jika batu turunmendekati bladder biasanya disertai dengan keluhan lain berupa sering
kencing danurgensi (Purnomo, 2003).

Nyeri kolik terjadi akibat spasmus otot polos ureter karena


gerakanperistaltiknya terhambat oleh batu, bekuan darah atau benda asing. Nyeri ini
dirasakansangat sakit, hilang-timbul sesuai dengan gerakan peristaltik ureter.
Pertama-tamadirasakan di daerah sudut kosto-vertebra kemudian menjalar ke
dinding depanabdomen, ke regio inguinal hingga ke daerah kemaluan (Purnomo,
2003).

Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai keluhan nyeri di seluruh


areakostovertebral dan keluhan gastrointestinal seperti mual dan muntah. Diare
danketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal dapat
menyebabkanrefleks retrointestinal dan proksimitas anatomik ureter ke lambung,
pankreas dan ususbesar (Muttaqin dan Sari, 2011).

Respon dari nyeri biasanya didapatkan keluhan gastrointestinal


meliputikeluhan anoreksia, mual dan muntah yang memberikan manifestasi penurunan
asupannutrisi. Kemudian pada kondisi psikososial secara umum akan
didapatkan adanya kecemasan dan perlunya memberikan informasi tentang
keperluan intervensiselanjutnya dan informatif tentang praoperatif (Muttaqin dan Sari,
2011).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisik

Fokus Pada pemeriksaan fisik diadaptkan adanya perubuhan TTV sekunder


dari nyeri kolik. Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin, nyeri ketuk pada
daerah kosto vertebra dan pada beberapa kasusu bisa teraba ureter padasisi sakit
akibat hidronefrosis. Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat
adanya hematuria, retensi urine dan sering miksi. Adanya nyeri kolik
menyebabkan pasien mual dan muntah.

2. Pemeriksaan sedimen urine

Sedimen urine dapat menunjukkan adanya leukosituria, hematuria dan


dijumpainya kristal-kristal pembentuk batu

3. Pemeriksaan Fungsi Ureter

Digunakan untuk memonitor fungsi ureter tentang adanya penurunan fungsi.

4. Pemeriksaan elektrolit

Memungkinkan menunjukkan adanya pertumbuhan dan kumanpemecah


urea

5. Pemeriksaan foto polos abdomen.

Pielografi Intra Vena (PIV), urogram dan USG untuk menilaiposisi, besar dan
bentuk batu pada saluran kemih

F. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa

Serangan kolik ureter harus segera diatasi dengan medikamentosa danterapi


lainnya. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi serangan kolikureter
adalah antispasmodik, aminofilin, anti inflamasi non steroid, meperin ataumorfin
(Purnono, 2003).
2. DJ Stent

Jika pasien mengalami episode kolik yang sulit ditangani


makaditawarkan untuk pemasangan kateter ureter double J (DJ stent).
DJ stentadalah suatu kateter yang ditinggalkan mulai dari pelvis renalis, ureter
hingga bladder (Purnono, 2003)

DJ stent adalah tabung halus yang dimasukkan melalui


operasipembedahan. Tabung ini memiliki lengkungan pada kedua ujungnya
yangdidesain untuk mencegah stent berpindah ke bawah menuju bladder atau
keatas menuju ginjal. Beberapa stent memiliki benang yang
menghubungkanhingga ke uretra. Stent diletakkan di ureter yang menghubungkan
ginjal dengan bladder.

Stent ditempatkan dalam ureter untuk mencegah atau


mengurangihambatan dalam ureter. Stent mendorong ureter untuk melakukan
dilatasi yangdapat mempermudah batu melewati ureter. Ketika pasien miksi
menjelangakhir, akan terasa kekakuan pada punggung. Jika seseorang terlalu kurus
ataumemiliki otot punggung yang lebar, stent dapat mendorong saraf di
belakangabdomen yang menghasilkan sensai terbakar pada daerah
punggung ataupaha atas.Minum banyak air agar menjaga warna urine tetap normal
dan tidakterjadi perdarahan.

3. Diuresis

Pasien yang menunjukkan gejala-gejala gangguan sistem saluran cerna(mual-


muntah) sebaiknya masuk rawat inap rumah sakit untuk hidrasi pasientetap terjaga.
Diuresis pasien harus diperbanyak karena peningkatan diuresisdapat mengurangi
frekuensi serangan kolik (Purnono, 2003)

G. KOMPLIKASI
1. Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,
kehilangan fungsi ginjal, kebutuhan transfusi dantambahan intervensi sekunder
yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan fungsi ginjaldan kebutuhan
transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut
dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk
komplikasi signifikanadalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma
vaskuler, hidro atau pneumotorak,emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk
kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi
luka operasi, ISK dan migrasi stent
2. Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya disebabkan
oleh intervensi,tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama yang
melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan
karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan
evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas

Secara otomatis ,tidak faktor jenis kelamin dan usia yang signifikan dalam proses
pembentukan batu. Namun, angka kejadian urolgitiasis dilapangan sering kali
terjadi pada laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini dimungkinkan karena
pola hidup, aktifitas, dan geografis.

2. Riwayat penyakit sekarang

Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri pada
saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan
besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga mengalami
gangguan gastrointestinal dan perubahan.

3. Pola psikososial

Hambatan dalam interaksi social dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri


hebat) pada pasien, sehingga focus perhatiannya hanya pada sakitnya. Isolasi
sosial tidak terjadi karena bukan merupakan penyakit menular.

4. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari


a. Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot, tetapi
dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan aktifitas relative
dibantu oleh keluarga,misalnya berpakaian, mandi makan,minum dan lain
sebagainya,terlebih jika kolik mendadak terjadi.
b. Terjadi mual mutah karena peningkatan tingkat stres pasien akibat nyeri
hebat. Anoreksia sering kali terjadi karena kondisi ph pencernaan yang asam
akibat sekresi HCL berlebihan. Pemenuhan kebutuhan cairan sbenarnya tidak
ada masalah. Namun, klien sering kali membatasi minum karena takut
urinenya semakin banyak dan memperparah nyeri yang dialami.
c. Eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola, kecuali
diikuti oleh penyakit penyerta lainnya. Klien mengalami nyeri saat kencing
(disuria, pada diagnosis uretrolithiasis). Hematuria (gross/flek), kencing
sedikit (oliguaria), disertai vesika (vesikolithiasis).
B. Pemeriksaan fisik

Anamnese tentang pola eliminasi urine akan memberikan data yang kuat. Oliguria,
disuria, gross hematuria menjadi ciri khas dari urolithiasis. Kaji TTV, biasanya tidak
perubahan yang mencolok pada urolithiasis. Takikardi akibat nyeri yang hebat, nyeri
pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika (vesikolithiasis/uretrolithiasis),
teraba massa keras/batu (uretrolthiasis).

1. Keadaan umum
Dari keadaan dapat di ketahui keadaan klien secara umum, apabila klien sakit
ringan, sedang, berat
2. Kesadaran
Untuk mengetahui seberapa besar kesadaran klien saat ini,apakah klien sedang
sadar atau koma.
3. Tanda-tanda vital
Untuk mengetahui apakah ada peningkatan atau penurunan sistem.
4. Antropometri
Untuk mengetahui tinggi dan berat badan klien
5. Kulit, rambut, dan kuku
Pengkajian keadaan rambut bersih atau kotor, turgor kulit, dan kebersihan
jari dan kuku
6. Kepada dan leher
Meliputi pengkajian kepala, mata, telinga, hidung, mulut, dan leher
7. Toraks dan paru – paru
Meliputi :
a. Pengkajian keadaan torak
b. Pengkajian keadaaan jantung
c. Pengkajian keadaan paru

8. Abdomen
9. Genitalia
10. Rectum dan anus
11. Ekstremitas
C. Diagnosa
1. Nyeri akut b.d agen cedera (biologis, fisik, psikologis)
2. Gangguan eliminasi urine b.d obstruksi pada ureter
3. Resiko infeksi b.d infasi batu pada ureter
4. Defisit volume cairan b.d out put yang berlebihan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake cairan tidak
adekuat

D. Rencana asuhan keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (biologis, fisik, psikologis)

Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan


Tujuan, Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian
agen cedera (biologis,  pain control, nyeri secara
fisik, psikologis)  comfort level komprehensif termasuk
Setelah dilakukan lokasi, karakteristik,
DS:
tindakan durasi, frekuensi,
 Laporan secara verbal
keperawatan selama …. kualitas dan faktor
DO:
Pasien tidak mengalami presipitasi
 Posisi untuk
nyeri, dengan kriteria  Observasi reaksi
menahan
hasil: nonverbal dari
Nyeri
 Mampu mengontrol ketidaknyamanan
 Tingkah laku
nyeri (tahu penyebab  Bantu pasien dan
berhati-hati
nyeri, mampu keluarga untuk mencari
 Gangguan tidur (mata
menggunakan tehnik dan menemukan
sayu, tampak capek,
nonfarmakologi untuk dukungan
sulit atau gerakan
mengurangi nyeri,  Kontrol lingkungan
kacau,
mencari bantuan) yang dapat
menyeringai)
 Melaporkan bahwa mempengaruhi nyeri
 Terfokus pada
nyeri berkurang dengan seperti suhu ruangan,
diri sendiri
menggunakan
manajemen nyeri
 Fokus menyempit  Mampu mengenali pencahayaan dan
(penurunan persepsi nyeri (skala, intensitas, kebisingan
waktu, kerusakan frekuensi dan tanda  Kurangi faktor
proses berpikir, nyeri) presipitasi nyeri
penurunan interaksi  Menyatakan rasa  Kaji tipe dan sumber
dengan orang dan nyaman setelah nyeri nyeri untuk
lingkungan) berkurang menentukan intervensi
 Tingkah laku  Tanda vital dalam  Ajarkan tentang teknik
distraksi, contoh : rentang normal non farmakologi: napas
jalan-jalan, menemui  Tidak mengalami dala, relaksasi,
orang lain dan/atau gangguan tidur distraksi, kompres
aktivitas, aktivitas hangat/ dingin
berulang-ulang)  Berikan analgetik
 Respon autonom untuk mengurangi
(seperti diaphoresis, nyeri: ……...
perubahan tekanan  Tingkatkan istirahat
darah, perubahan  Berikan informasi
nafas, nadi dan dilatasi tentang nyeri seperti
pupil) penyebab nyeri, berapa
 Perubahan autonomic lama nyeri akan
dalam tonus otot berkurang dan
(mungkin dalam antisipasi
rentang dari lemah ke ketidaknyamanan dari
kaku) prosedur
 Tingkah laku ekspresif  Monitor vital sign
(contoh : gelisah, sebelum dan sesudah
merintih, menangis, pemberian analgesik
waspada, iritabel, nafas pertama kali
panjang/berkeluh
kesah)
 Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
2. Gangguan eliminasi urine b.d obstruksi pada ureter

Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan


Tujuan, Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan eliminasi NOC : NIC :
urine berhubungan  Kontinens urine  Manajemen
dengan obstruksi pada  Eliminasi urine eliminasi urine
ureter  Manajemen cairan
Batasan karakteristik :
 Dysuria
 Retensi urine
 Inkontenensia
 Nokturia
 Urgensi

3. Resiko infeksi berhubungan dengan infasi batu pada ureter

Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan


Tujuan, Kriteria Hasil Intervensi
Resiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan dengan  Immune Status  Infection Control
infasi batu pada ureter (Kontrol infeksi)
 Knowledge :
Faktor – faktor resiko : Infection control  Bersihkan
lingkungan setelah
 Prosedur Infasif  Risk control
dipakai pasien lain
 Ketidakcukupan Kriteria Hasil :
 Pertahankan teknik
pengetahuan untuk Setelah dilakukan
isolasi
menghindari paparan tindakan
patogen keperawatan  Batasi pengunjung
selama….Pasien terhindar bila perlu
 Trauma
dari resiko infeksi
 Instruksikan pada
pengunjung untuk
 Kerusakan jaringan  Klien bebas dari mencuci tangan saat
dan peningkatan tanda dan gejala berkunjung dan
paparan lingkungan infeksi setelah berkunjung
meninggalkan
 Ruptur membran  Mendeskripsikan
pasien
amnion proses penularan
penyakit, factor yang  Gunakan sabun
 Agen farmasi
mempengaruhi antimikrobia untuk
(imunosupresan)
penularan serta cuci tangan
 Malnutrisi penatalaksanaannya,
 Cuci tangan setiap
 Peningkatan paparan  Menunjukkan sebelum dan
lingkungan patogen kemampuan untuk sesudah tindakan
mencegah timbulnya kperawtan
 Imonusupresi
infeksi
 Gunakan baju,
 Ketidakadekuatan
 Jumlah leukosit sarung tangan
imum buatan
dalam batas normal sebagai alat
 Tidak adekuat pelindung
 Menunjukkan
pertahanan sekunder
perilaku hidup sehat  Pertahankan
(penurunan Hb,
lingkungan aseptik
Leukopenia,
selama pemasangan
penekanan respon
alat
inflamasi)
 Ganti letak IV
 Tidak adekuat
perifer dan line
pertahanan tubuh
central dan dressing
primer (kulit tidak
sesuai dengan
utuh, trauma jaringan,
petunjuk umum
penurunan kerja silia,
cairan tubuh statis,  Gunakan kateter
perubahan sekresi pH, intermiten untuk
perubahan peristaltik) menurunkan infeksi
kandung kencing
 Penyakit kronik
 Tingktkan intake
nutrisi

 Berikan terapi
antibiotik bila perlu

 Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)

 Monitor tanda dan


gejala infeksi
sistemik dan lokal

 Monitor hitung
granulosit, WBC

 Monitor kerentanan
terhadap infeksi

 Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular

 Partahankan teknik
aseptik pada pasien
yang beresiko

 Pertahankan teknik
isolasi k/p

 Berikan perawatan
kulit pada area
epidema

 Inspeksi kulit dan


membran mukosa
terhadap
kemerahan, panas,
drainase

 Ispeksi kondisi luka


/ insisi bedah

 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup

 Dorong masukan
cairan

 Dorong istirahat

 Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai
resep

 Ajarkan pasien dan


keluarga tanda dan
gejala infeksi

 Ajarkan cara
menghindari infeksi

 Laporkan
kecurigaan infeksi

 Laporkan kultur
positif
DAFTAR PUSTAKA

Masarani, M dan Dinneen, M. 2007. Ureteric colic: new trends in diagnosis


andtreatment.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2600100/pdf/469.pdf.Diakses
tanggal 17 April 2013. Jam 16.10 WIB

Metro Urology. 2008. Double J Stent Instructions. http://www.metro-urology.com/wp-


content/uploads/pdf/Procedures/Double%20J%20Stent%20Instructions.pdf. Diakses tanggal
17 April 2013. Jam 16.13 WIB.

Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011, Asuhan Keperawatan Gangguan


SistemPerkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Purnomo, Basuki. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai