1.4 Patofisiologi
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot pelvikalises
dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk
mengeluarkan batu hingga turun ke kandung kemih. Batu yang ukurannya kecil (<
5mm) pada umumnya dapat keluar spontan, sedangkan yang lebih besar
menimbulkan obstruksi kronis berupa hidronefrosis dan hidroureter (Muttaqin dan
Sari, 2011).
Batu yang terletak pada ureter maupum sistem pelvikalises mampu
menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran
kemih sebelah atas. Obstruksi ureter dapat menimbulkan hidroureter dan
hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis dan batu di kaliks
mayor dapat menimbulkan kaliektasis pada kaliks yang bersangkutan (Muttaqin
dan Sari, 2011).
1.6 Komplikasi
1. Obstruksi
2. Hidronephrosis.
3. Gagal ginjal
4. Perdarahan.
5. Pada laki-laki dapat terjadi impoten.
1.7 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Serangan kolik ureter harus segera diatasi dengan medikamentosa dan terapi
lainnya. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi serangan kolik ureter
adalah antispasmodik, aminofilin, anti inflamasi non steroid, meperin atau
morfin (Purnono, 2003).
b. DJ Stent
Jika pasien mengalami episode kolik yang sulit ditangani maka ditawarkan
untuk pemasangan kateter ureter double J (DJ stent). DJ stent adalah suatu
kateter yang ditinggalkan mulai dari pelvis renalis, ureter hingga bladder
(Purnono, 2003).
DJ stent adalah tabung halus yang dimasukkan melalui operasi pembedahan.
Tabung ini memiliki lengkungan pada kedua ujungnya yang didesain untuk
mencegah stent berpindah ke bawah menuju bladder atau ke atas menuju ginjal.
Beberapa stent memiliki benang yang menghubungkan hingga ke uretra. Stent
diletakkan di ureter yang menghubungkan ginjal dengan bladder,
Stent ditempatkan dalam ureter untuk mencegah atau mengurangi hambatan
dalam ureter. Stent mendorong ureter untuk melakukan dilatasi yang dapat
mempermudah batu melewati ureter. Ketika pasien miksi menjelang akhir, akan
terasa kekakuan pada punggung. Jika seseorang terlalu kurus atau memiliki otot
punggung yang lebar, stent dapat mendorong saraf di belakang abdomen yang
menghasilkan sensai terbakar pada daerah punggung atau paha atas.Minum
banyak air agar menjaga warna urine tetap normal dan tidak terjadi perdarahan.
c. Diuresis
Pasien yang menunjukkan gejala-gejala gangguan sistem saluran cerna (mual-
muntah) sebaiknya masuk rawat inap rumah sakit untuk hidrasi pasien tetap
terjaga. Diuresis pasien harus diperbanyak karena peningkatan diuresis dapat
mengurangi frekuensi serangan kolik (Purnono, 2003).
1.8 Pathway
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan Kolik Ureter
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.