Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR BULI-BULI
I. PENDAHULUAN
Tumor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli
(Kandung Kencing). Karsinoma buli-buli merupakan tumor superfisial.
Tumor ini lama kelamaan dapat mengadakan infiltrasi ke lamina phopria, otot
& lemak perivesika yang kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitar
(Basuki B. Purnomo, 2000).
Carsinoma sel skuamosa groos hematuria tanpa rasa sakit yaitu keluar
air kencing warna merah secara terus menerus (Ilmu Keperawatan, 2007.)
Penampakan carsinoma vesika urinaria dapat berupa defek pengisian
pada vesika urinaria yang terisi kontras atau pola mukosa yang tidak teratur
pada film kandung kemih pasca miksi. Tumor buli-buli adalah tumor buli-buli
yang dapat berbentuk papiler, tumor non invasif (insitur), noduler (infiltratif)
atau campuran antara bentuk papiler dan infiltratif.
Tumor buli-buli paling sering menyerang 3 kali lebih sering dari tumor
urogenital lain. Sebagian besar (atau ±90%) tumor buli-buli adalah karsinoma
sel transisional.
Tumor buli-buli terjadi 3 kali lebih besar pada lak-laki daripada
perempuan. Faktor presdiposisi yang diketahui dari tumor buli-buli adalah
karena bahan kimia betanaphytilamine dan xenylamine , infeksi schitosoma
haematobium dan merokok.
Di Indonesia berdasarkan pendataan hasil pemeriksaan jaringan yang
dilakukan selama 3 tahun diketahui bahwa tumor buli-buli menempati urutan
kesepuluh dari tumor ganas primer pada pria.

1
II. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN
A. ANATOMI SISTEM PERKEMIHAN
1. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra
lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit
lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang
besar.
a) Fungsi ginjal :
 Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis
atau racun,
 Mempertahankan suasana keseimbangan cairan, osmotic, dan
ion,
 Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari
cairan tubuh,
 Fungsi hormonal dan metabolisme,
 Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak.

2
b) Struktur ginjal.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut
kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang
berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang
berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian
medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis,
puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-
lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf
sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter
dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin
yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices
renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua
atau tiga calices renalis minores.
S
t
r
u
k
t
u
r
halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit
fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap
ginjal. Nefron terdiri dari :
a) Glomerolus
Suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari
arteriol afferent yang kemudian bersatu menuju arteriol
efferent, Berfungsi sebagai tempat filtrasi sebagian air dan zat
yang terlarut dari darah yang melewatinya.

3
b) Kapsula Bowman
Bagian dari tubulus yang melingkupi glomerolus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerolus.
c) Tubulus, terbagi menjadi 3 yaitu:
 Tubulus proksimal
Tubulus proksimal berfungsi mengadakan reabsorbsi
bahan-bahan dari cairan tubuli dan mensekresikan bahan-
bahan ke dalam cairan tubuli.
 Ansa Henle
Ansa henle membentuk lengkungan tajam berbentuk U.
Terdiri dari pars descendens yaitu bagian yang menurun
terbenam dari korteks ke medula, dan pars ascendens yaitu
bagian yang naik kembali ke korteks. Bagian bawah dari
lengkung henle mempunyai dinding yang sangat tipis
sehingga disebut segmen tipis, sedangkan bagian atas yang
lebih tebal disebut segmen tebal.
Lengkung henle berfungsi reabsorbsi bahan-bahan dari
cairan tubulus dan sekresi bahan-bahan ke dalam cairan
tubulus. Selain itu, berperan penting dalam mekanisme
konsentrasi dan dilusi urin.
 Tubulus distal
Berfungsi dalam reabsorbsi dan sekresi zat-zat tertentu.
d) Duktus pengumpul (duktus kolektifus)
Satu duktus pengumpul mungkin menerima cairan dari
delapan nefron yang berlainan. Setiap duktus pengumpul
terbenam ke dalam medula untuk mengosongkan cairan
isinya (urin) ke dalam pelvis ginjal.
c) Persarafan ginjal.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor).
Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke

4
dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah
yang masuk ke ginjal.
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke
vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm.
Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi
terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
 Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
 Lapisan tengah lapisan otot polos.
 Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
 Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic
yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
3. Vesika Urinaria (Kandung Kemih).
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk
seperti buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam
rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis
seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
 Lapisan sebelah luar (peritoneum).
 Tunika muskularis (lapisan berotot).
 Tunika submukosa.
 Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
4. Uretra.
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang
berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
1) Urethra pars Prostatica
2) Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
3) Urethra pars spongiosa.

5
Pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm
(Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara
clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
1) Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika
urinaria mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter
urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
2) Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh
darah dan saraf.
3) Lapisan mukosa.
5. Air kemih (urine).
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
1) Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari
pemasukan(intake) cairan dan faktor lainnya.
2) Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi
keruh.
3) Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan
sebagainya.
4) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau
amoniak.
5) Berat jenis 1,015-1,020.
6) Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari
pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein member
reaksi asam).
7) Komposisi air kemih, terdiri dari:
8) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
9) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea
amoniak ,Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat
dan sulfat.
10) Pagmen (bilirubin dan urobilin).
11) Toksin

6
B. FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN
Pada saat vesica urinaria tidak dapat lagi menampung urine tanpa
meningkatkan tekanannya (biasanya pada saat volume urine kira-kira 300
ml)makam reseptor pada dinding vesika urinaria akan memulai kontraksi
musculus detrussor. Pada bayi, berkemih terjadi secara involunter dan
dengan segera. Pada orang dewasa, keinginan berkemih dapat ditunda
sampai ia menemukan waktu dan tempat yang cocok. Walaupun demikian,
bila rangsangan sensoris ditunda terlalu lama, maka akan memberikan rasa
sakit.
Dengan demikian mulainya kontraksi musculus detrussor, maka
terjadi relaksasi musculus pubococcygeus dan terjadi pengurangan
topangan kekuatan urethra yang menghasilkan beberapa kejadian dengan
urutan sebagai berikut :
a. Membukanya meatus intemus
b. Perubahan sudut ureterovesical
c. Bagian atas urethra akan terisi urine
d. Urine bertindak sebagai iritan pada dinding urine
e. Musculus detrussor berkontraksi lebih kuat
f. Urine didorong ke urethra pada saat tekanan intra abdominal
meningkat
g. Pembukaan sphincter extemus
h. Urine dikeluarkan sampai vesica urinaria kosong
Penghentian aliran urine dimungkinkan karena musculus pubococcygeus
yang bekerja di bawah pengendalian secara volunteer :
a. Musculus pubococcygeus mengadakan kontraksi pada saat urine
mengalir
b. Vesica urinaria tertarik ke atas
c. Urethra memanjang
d. Musculus sprincter externus di pertahankan tetap dalam keadaan
kontraksi.

7
Apabila musculus pubococcygeus mengadakan relaksasi lahi maka siklus
kejadian seperti yang baru saja diberikan di atas akan mulai lagi secara
otomatis.
Fungsi sistem homeostatis urinaria
 Mengatur volume dan tekanan darah dengan mengatur banyaaknya
air yang hilang dalam urine, melepaskan eritropoietin dan
melepaskan rennin.
 Mengatur konsentrasi plasma dengan mengontrol jumlah natrium,
kalium, klorida, dan ion lain yang hilang dalam urin dan mengontrol
kadar ion kalsium.
 Membantu menstabilkan pH darah, dengan mengontrol kehilangan
ion hydrogen dan ion bikarbonat dalam urin.
 Menyimpan nutrient dengan mencegah pengeluaran dalam urin,
mengeluarkan produk sampah nitrogen seperti urea dan asam urat.
 Membantu dalam mendeteksi racun-racun.
 Mekanisme pembentukan urine
Dari sekitar 1200ml darah yang melalui glomerolus setiap menit terbentuk
120 – 125ml filtrat (cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap
harinyadapat terbentuk 150 – 180L filtart. Namun dari jumlah ini hanya
sekitar 1% (1,5 L) yang akhirnya keluar sebagai kemih, dan sebagian
diserap kembali.
Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan masuk ke dalam kandungan
kemih
Tahap – tahap Pembentukan Urine :
a. Proses filtrasi
Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferent
lebih besar dari permukaan aferent maka terjadi penyerapan darah,
sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai
bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat,
bikarbonat dll, diteruskan ke seluruh ginjal.

8
b. Proses reabsorpsi
Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida, fosfat dan beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadi secara
pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus
atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali
penyerapan dan sodium dan ion karbonat, bila diperlukan akan
diserap kembali kedalam tubulus bagian bawah, penyerapannya
terjadi secara aktif dikienal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada pupila renalis.
c. Augmentasi (Pengumpulan)
Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai
tubulus pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi
penyerapan ion Na+, Cl-, dan urea sehingga terbentuklah urine
sesungguhnya.
Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di
bawa ke ureter. Dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria
(kandung kemih) yang merupakan tempat penyimpanan urine
sementara. Ketika kandung kemih sudah penuh, urine dikeluarkan
dari tubuh melalui uretra.
Urin yang keluar dari kandungan kemih mempunyai komposisi
utama yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes,
tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak
mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih.

C. PENGERTIAN
Tumor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli
(kandung kemih). Tumor buli-buli adalah tumor yang dapat berbentuk
papiler, tumor non invasif (insitur), noduler (infiltrat), atau campuran
antara bentuk papiler dan infiltrat. Tumor ini merupakan tumor
superfisial. Tumor ini lama-kelamaan dapat mengadakan infiltrasi ke

9
lamina phopria, otot, dan lemak perivesika yang kemudian menyebar
langsung ke jaringan sekitar.

Gambar 1. Bentuk tumor buli-buli


Tumor buli-buli merupakan 2% dari seluruh keganasan dan
merupakan keganasan kedua terbanyak pada sistem urogenital setelah
karsinoma prostat. Tumor ini dua kali lebih sering menyerang pria
daripada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada daerah industri.

D. KLASIFIKASI
1. Staging dan klasifikasi
Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-
MARSHAL untuk menentukan operasi atau observasi :
a. T = pembesaran lokal tumor primer, ditentukan melalui :
Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy, pemeriksaan bimanual
di bawah anestesi umum dan biopsy atau transurethral reseksi.
Tis : Carsinoma insitu (pre invasive Ca)
Tx : Cara pemeriksaan untuk menetapkan penyebaran tumor,
tak dapat dilakukan
To : Tanda-tanda tumor primer tidak ada
T1 : Pada pemeriksaan bimanual didapatkan massa yang
bergerak
T2 : Pada pemeriksaan bimanual ada indurasi daripada dinding
buli-buli
T3 : Pada pemeriksaan bimanual indurasi atau massa nodular
yang bergerak bebas dapat diraba di buli-buli
T3a : invasi otot yang lebih dalam
T3b : Perluasan lewat dinding buli-buli

10
T4 : Tumor sudah melewati struktur sebelahnya
T4a : Tumor mengadakan invasi ke dalam prostat, uterus, vagina
T4b : Tumor sudah melekat pada dinding pelvis atau infiltrasi ke
dalam abdomen
b. N = Pembesaran secara klinis untuk pembesaran kelenjar limfe,
pemeriksaan klinis, lympography, urography, operatif
Nx : Minimal yang ditetapkan kelenjar limfe regional tidak
dapat ditemukan
No : Tanpa tanda-tanda pembesaran kelenjar limfe regional
N1 : Pembesaran tunggal kelenjar limfe regional yang
homolateral
N2 : Pembesaran kontralateral atau bilateral atau kelenjar linfe
regional yang multipel
N3 : Massa yang melekat pada dinding pelvis dengan rongga
yang bebas antaranya dan tumor
N4 : Pembesaran kelenjar limfe juxta regional
c. M = Metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfe yang
jauh, pemeiksaan klinis, thorax foto, dan tes biokimia
Mx : Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk
menetapkan adanya metastase jauh, tak dapat
dilaksanakan.
M1 : Adanya metastase jauh
M1a : Adanya metastase yang tersembunyi pada tes-tes
biokimia
M1b : Metastase tunggal dalam satu organ yang tunggal
M1c : Metastase multiple terdapat dalam satu organ yang
multiple
M1d : Metastase dalam organ yang multiple

11
Gambar 2. Stadium tumor

2. Tipe dan Lokasi


Tipe tumor didasarkan pada tipe selnya, tingkat anaplasia, dan invasi
a. Efidermoid Ca, kira-kira 5% neoplasma buli-buli-squamosa cell,
anaplastik, invasi yang dalam dan cepat matastasenya.
b. Adeno Ca, sangat jarang dan sering muncul pada bekas urachus.
c. Rhabdomyo sarcoma, sering terjadi pada anak laki-laki, infiltrasi,
metastase cepat, dan biasanya fatal.
d. Primary malignant lymphoma, neurofibroma, dan
pheochromacytoma, dapat menimbulkan serangan hipertensi
selama kencing.
e. Ca daripada kulit, melanoma, lambung, paru, dan mamma
mungkin mengadakan metastase ke buli-buli, invasi ke buli-buli
oleh endometriosis dapat terjadi.

12
E. ETIOLOGI
Keganasan buli-buli ini terjadi karena induksi bahan karsinogen
yang banyak terdapat disekitar kita. Beberapa faktor risiko yang yang
mempengaruhi seseorang menderita karsinoma buli-buli adalah :
1. Pekerjaan, pekerja di pabrik kimia, laboratorium (senyawa amin
aromatic)
2. Perokok, rokok mengandung amin aromatic dan nitrosamine
3. Infeksi saluran kemih, Escheria Coli dan Proteus yang menghasilkan
karsinogen
4. Kopi, pemanis buatan, dan obat-obatan untuk pemakaian jangka
panjang dapat meningkatkan risiko karsinoma buli-buli.
F. PATOFISIOLOGI
Penampakan carsinoma vesika urinaria dapat berupa defek
pengisian pada vesika urinaria yang terisi kontras atau pola mukosa yang
tidak teratur pada film kandung kemih pascamiksi. Jika urogram
intravena menunjukkan adanya obstruksi ureter, hal tersebut lebih
menekankan pada keterlibatan otot – otot di dekat orifisium ureter
dibandingkan obstruksi akibat massa neoplasma yang menekan ureter.
CT atau MRI bermanfaat dalam penilaian praoperatif terhadap penyebab
intramural dan ekstramural, invasi lokal, pembesaran kelenjar limfe, dan
deposit sekunder pada hati atau paru.
Hidronefrosis diartikan sebagai suatu kondisi dimana pelvis dan
kalises ginjal berdilatasi, sedangkan definisi hidroureter merupakan
dilatasi atau pelebaran dari ureter. Penyebab tersering dari kedua kondisi
ini sebagian besar adalah obstruksi.Kelainan lain yang dapat menjadi
penyebab adalah striktur, penyimpangan pembuluh darah dan katup,
tumor, batu, ataupun lesi di medulla spinalis. Hidronefrosis dapat
bervariasi dari yang ringan misalnya hidronefrosis akibat kehamilan
sampai yang dapat mengancam nyawa misalnya pionefrosis. Untuk dapat
membedakan kondisi akut dari kronis, secara garis besar dapat dilihat
dari gangguan anatomik parenkim ginjal yang minimal. Sementara untuk

13
lebih tepatnya, suatu hidronefrosis dapat dikatakan akut apabila terdapat
pengembalian fungsi ginjal secara utuh setelah penyebabnya dihilangkan.
Sedangkan dikatakan kronis bila setelah penyebabnya dihilangkan,
fungsi ginjal tidak kembali normal.
Patofisiologi terjadinya hidronefrosis dan hiroureter diawali dengan
adanya hambatan aliran urin secara anatomik ataupun fisiologik.
Hambatan ini dapat terjadi dimana saja sepanjang ginjal sampai meatus
uretra. Peningkatan tekanan ureter menyebabkan perubahan dalam filtrasi
glomerulus (GFR), fungsi tubulus, dan aliran darah ginjal. GFR menurun
dalam beberapa jam setelah terjadinya hambatan. Kondisi ini dapat
bertahan selama beberpa minggu. Fungsi tubulus juga terganggu. Berat
dan durasi kelainan ini tergantung pada berat dan durasi hambatan aliran.
Hambatan aliran yang singkat menyebabkan kelainan yang reversibel
sedangkan sumbatan kronis menyebabkan atrofi tubulus dan hilangnya
nefron secara permanen. Peningkatan tekanan ureter juga aliran balik
pielovena dan pielolimfatik. Dalam duktus kolektivus, dilatasi dibatasi
oleh parenkim ginjal. Namun komponen diluar ginjal dapat berdilatasi
maksimal.

14
F. MANIFESTASI KLINIK
1. Urine bercampur darah yang intermitten
2. Merasa panas waktu berkemih
3. Merasa ingin berkemih
4. Sering berkemih terutama malam hari dan pada fase selanjutnya
mengalami kesulitan untuk berkemih
5. Nyeri suprapubik yang konstan

15
6. Panas badan dan merasa lemah
7. Nyeri pinggang karena tekanan saraf
8. Nyeri pada satu sisi karena hydronefrosis
9. Keluhan akibat penyakit yang lebih lanjut berupa : gejala obstruksi
saluran kemih bagian atas atau adanya edema tungkai. Edema
tungkai ini disebabkan karena adanya penekanan aliran limfe oleh
massa tumor atau oleh kelenjar limfe yang membesar di daerah
pelvis.
G. KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder bila tumor mengalami ulserasi
2. Retensi urine bila tumor mengadakan invasi ke bladder neck
3. Hydronefrosis oleh karena ureter mengalami oklusi
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia,
gross atau micros hematuria.
b. Leukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat bakteri
dan pus dalam urine.
c. Right Finger Tapping (RFT) normal
d. Lymphopenia (N=1490-2930)
2. Radiologi
a. Excretory urogram biasanya normal, tapi mungkin dapat
menunjukkan tumornya.
b. Retrograde cystogram dapat menunjukkan tumor
c. Fractionated cystogram adanya invasi tumor dalam dinding buli-
buli
d. Angiography untuk mengetahui adanya metastase lewat
pembuluh lymphe
3. Cystocopy dan biopsy
a. Cystoscopy hampir selalu menghasilkan tumor
b. Biopsi dari lesi selalu dikerjakan secara rutin

16
4. Cystology
Pengecatan pada sediment urine terdapat transionil cel dari tumor
I. PENATALAKSANAAN
1. Operasi
a. Reseksi transuretral
1) Dilakukan pada tumor yang posisinya superfisial, tumor
papiler, inoperable tumor sebagai tindakan palliatif.
2) Bladder diakses melalui cystoscope yang dimasukkan
melalui urethra.
3) Diikuti oleh kemoterapi untuk mencegah tumbuhnya
kembali sel kanker yang tidak terangkat
4) Hematuria  keluhan yang umum timbul setelah prosedur
reseksi transurethra, dikontrol dengan kateter tiga cabang
dan irigasi kandung kemih
b. Cystectomy dan urine diversion
1) Prosedur pilihan untuk tumor stage B yang tidak bisa diatasi
melalui tindakan reseksi transurethra atau kemoterapi
intravesika
2) Prosedur dilakukan jika tumor menginvasi dinding vesika,
termasuk trigone, atau saat tumor tidak dapat diatasi dengan
metode pembedahan yang lebih sederhana
3) Radical cystectomy  pengangkatan kandung kemih,
urethra, uterus, tuba falopii, ovarium, segmen anterior
vagina(wanita); kandung kemih, urethra, dan prostat (pria).
Hingga lemak perivesikal dan nodus limfe pelvis.
c. Cystectomy partial
1) Dilakukan jika klien tidak dapat mentoleransi prosedur
cystectomy radical atau jika ada tumor yang tidak dapat
diangkat melalui transurethral cystectomy
2) Hingga setengah bagian dari kandung kemih diangkat
3) Kemungkinan sel kanker tumbuh kembali sangat tinggi

17
4) Setelah prosedur pembedahan kapasitas kandung kemih
berkurang hingga > 60 ml dan bertambah hingga 400 ml
pada beberapa bulan post pembedahan

2. Radioterapi
a. Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti
undifferentiated pada grade III-IV dan stage B2-C
b. Radiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu , dosis
3000-4000 Rads. Penderita dievaluasi selama 2-4 minggu
dengan interval cystoscopy, foto toraks, dan IVP, kemudian 6
minggu setelah radiasi direncanakan operasi. Post operasi
radiasi tambahan 2000-3000 Rads selama 2-3 minggu.
3. Kemoterapi
Obat-obat anti kanker :
a. Citral, 5 fluoro urasil
b. Topical chemotherapy yaitu thic-TEPA, chemoteraphy
merupakan paliatif. 5-fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin
(adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai.
Thiotepa dapat dimasukkan ke dalam buli-buli sebagai
pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita dehidrasi 8-12
jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat dibiarkan
dalam buli-buli selama 2 jam.

18
III. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, tanggal
masuk rumah sakit, alamat, suku dan bangsa yang digunakan, nomor
register, diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Keluhan penderita yang utama adalah mengeluh kencing darah yang
intermitten, merasa panas waktu kencing. Merasa ingin kencing,
sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar
kencing, nyeri suprapubik yang konstan, panas badan dan merasa
lemah, nyeri pinggang karena tekanan saraf, dan nyeri pada satu sisi
karena hydronephrosis
3. Riwayat penyakit sekarang.
Bagaimana serangan itu timbul, lokasi, kualitas dan factor yang
mempengaruhi atau memperberat keluhan sehingga dibawa ke
rumah sakit.
4. Riwayat penyakit dahulu
Yang perlu dikaji pasien pernah menderita penyakit batu buli – buli
sebelumnya dan penyakit yang pernah diderita pasien.
5. Riwayat penyakit keluarga.
Dalam pengkajian ini dalam keluarga ada yang menderita penyakit
batu buli – buli atau tidak, ada penyakit menurun atau menular.
6. Pemeriksaan Fisik
1) (B1) Breath
Pada Inspeksi pernapasan berapa kali dalam satu menit, apa ada
rektraksi otot – otot bantu pernapasan, pada Auskultasi adakah
suara nafas tambahan ronchi atau wheezing.
2) (B2) Blood
Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi, uremia, gros
atau micros hematuria, Lukositosis bila terjadi infeksi sekunder

19
dan terdapat pus dan bakteri dalam urine. Pada auskultrasi
didapatkan suara S1 dan S2 tungggal, tidak ada murmur.
3) (B3) Brain
a. Tingkat kesadaran biasanya compos mentis
b. Kepala, leher.
Pada post operasi batu buli – buli tidak mengalami
gangguan
c. Mata.
Pada post operasi batu buli – buli tidak mengalami
gangguan.
d. Telinga, hidung, mulut dan tenggorokan
Pada post operasi batu buli – buli tidak mengalami
gangguan.
e. Motorik.
Pada pergerakan terjadi pengurangan aktivitas karena
sakitnya (nyeri).
f. Sensorik
Pada penglihatan tidak terjadi penurunan tajam penglihatan
4) (B4) Bladder
Sebelum operasi mengalami gangguan buang air kecil, kadang –
kadang hematuri dan nyeri waktu buang air kecil. Setelah
operasi mengalami gangguan miksi spontan karena terpasang
Dower Kateter.
5) (B5) Bowel
Biasanya tidak mengalami gangguan buang air besar.
6) (B6) Bone
Adanya keterbatasan aktivitas akibat nyeri yang timbul dan
tidak mengalami gangguan ekstremitas atas maupun ekstremitas
bawah.
7. Riwayat psikologis.

20
Dalam hal ini yang perlu dikaji adalah tanggapan pasien mengenai
penyakitnya stelah dilakukan operasi dan bagaimana hubungan
pasien dengan orang lain serta semangat dan keyakinan pasien
untuk sembuh.
8. Pemeriksaan fisik dan klinis
 Inspeksi , tampak warna kencing campur darah, pemebesaran
suprapubic bila tumor sudah besar.
 Palpasi, teraba tumor /msasa) suprapubic, pemeriksaan
bimanual teraba tumor pada dasar buli-buli dengan bantuan
general anestesi baik waktu VT atau RT.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan eliminasi urin b/d hematuria
2. Nyeri b/d adanya iritasi pada vesica urinaria
3. Cemas b/d diagnosis tumor
4. Resiko infeksi b/d pembedahan
5. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai penyakit
dan pengelolaannya

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan ( NOC) Intervensi ( NIC)
1. Gangguan NOC: NIC:
eliminasi urin 1. Urinary Eleimination Urinary Retention Care
b/d hematuria 2. Urinary Contiunence 1) Monitor intake dan output
Kriteria Hasil 2) Monitor penggunaan obat
 Kandung kemih kosong antikolinergik
secara penuh 3) Monitor derajat distensi bladder
 Tidak ada residu urine 4) Instruksikan kepada pasien dan
>100-200 cc keluarga untuk mencatat output
 Intake cairan dalam urine
rentang normal 5) Sediakan privasi untuk eliminasi

21
 Bebas dari ISK 6) Stimulasi reflek bladder dengan
 Tidak ada spasme bladder kompres dingin pada abdomen
 Balance cairan seimbang 7) Kateterisasi jika perlu
8) Monitor tanda dan gejala ISK
(panas,hematuria, perubahan bau
dan konsistensi urien)
2. Nyeri b/d NOC: NIC :
adanya iritasi 1. Pain Level Pain Management
pada vesica 2. Pain Control 1) Lakukan pengkajian nyeri
urinaria 3. Comfort Level secara komprehensip termasuk
Kriteria Hasil lokasi, karakteristik, durasi,
 Mampu mengontrol nyeri frekuensi, kualitas, dan faktor
(tahu penyebab nyeri presipitasI
 mampu menggunakan teknik 2) Observasi reaksi nonverbal dari
nonfarmakologi untuk ketidaknyaman
mengurangi nyeri, mencari 3) Gunakan teknik komunikasi
bantuan) terapeutik untuk mengetahui
 Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri pasien
berkurang dengan 4) Kaji kultur yang mempengaruhi
menggunakan manajemen respon nyeri
nyeri 5) Evaluasi pengalaman nyeri

 Mampu mengenali nyeri masa lampau

(skala, intensitas, frekuensi 6) Evaluasi bersama pasien dan

dan tanda nyerI tim kesehatan lain tentang

 Menyatakan rasa nyaman ketidakefektivan kontrol nyeri

setelah nyeri berkurang masa lampau


7) Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan menemukan
dukungan
8) Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti

22
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9) Kurangi faktor presipitasi nyeri
10) Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakoligi, non
farmakologi dan interpersonal)
11) Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
12) Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13) Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14) Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
15) Tingkatkan istirahat
16) Kolaborasi dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
17) Monitor penerimaan pasien
tentang managemen nyeri

Analgesic Administration
1) Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2) Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
3) Cek riwayat alergi
4) Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dsari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu

23
5) Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6) Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
7) Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kalI
8) Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebaT
9) Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)
3. Cemas b/d NOC: NIC:
diagnosis 1. Anxiety Control Anxiety Reduction (Penurunan
tumor 2. Coping Kecemasan)
3. Impulse Control 1) Gunakan pendekatan yang
Kriteria hasil menenangkan
 Klien mampu 2) Nyatakan dengan jelas harapan
mengidentifikasi dan terhadap pelaku pasien
mengungkapkan gejala 3) Jelaskan semua prosedur dan apa
cemas yang dirasakan selama prosedur
 Mengidentifikasikan,mengun 4) Pahami prespektif pasien
gkapkan,dan menunjukkan terhadap situasi stress
teknik untuk mengontrol 5) Temani pasien untuk
cemas memberikan keamanan dan
 TTV dalam batas normal mengurangi takut

 Postur tubuh, ekspresi wajah, 6) Berikan informasi faktual

bahasa tubuh, dan tingkat mengenai diagnosis, tindakan

aktivitas menunjukan prognosis


7) Dorong keluarga untuk

24
kekurangan kecemasan menemani anak
8) Lakukan back/neck rub
9) Dengarkan dengan penuh
perhatian
10) Identifiksi tingkat kecemasan
11) Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan kecemasan
12) Dorong pasien untuk
mengungkapan perasaan,
ketakutan, persepsi
13) Intruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasI
14) Berikan obat untuk mengurangi
kecemasan
4. Resiko NOC: NIC:
infeksi b/d 1. Immune Status Infection Control (Kontrol
pembedahan 2. Knowledge : Infection Infeksi)
Control 1) Bersihkan lingkungan setelah
3. Risk Control dipakai pasien lain
Kriteria Hasil : 2) Pertahankan teknik isolasi
 Klien bebas dari tanda dan 3) Batasi pengunjung bila perlu
gejala infeksi 4) Instruksikan pada pengujung
 Mendeskripsikan proses untuk mencuci tangan saat
penularan penyakit, faktor berkunjung dan setelah
yang mempengaruhi berkunjung meninggalkan pasien
penularan serta 5) Gunakan sabun antimikroba
penatalaksanaannyA untuk cuci tangan
 Meunjukan kemampuan 6) Cuci tangan setiap sebelum dan
untuk mencegah timbulnya sesudah tindakan keperawatan
infeksi 7) Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung

25
 Jumlah leokosit dalam batas 8) Pertahankan lingkungan aseptik
normal selama pemasanan alat
 Menunjukan perilaku hidup 9) Ganti letak IV perifer san line
sehat cental dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10) Gunakan katete intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung
kencing
11) Tingkatkan intake nutrisi
12) Berikan terapi antibiotik bila
perlu

Infection Protection
(Proteksi Terhadap Infeksi)
1) Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemikdan local
2) Monitor hitung granulosit, WBC
3) Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4) Batasi pengunjung
5) Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6) Pertahankan teknik aspirasi pada
pasien yang berisiko
7) Pertahankan teknik isolasi k/p
8) Berikan perawatan kulit pada
area epidema
9) Inspeksi kulit dan membran
mukossa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10) Inspeksi kondisi luka/insisi

26
bedah
11) Dorong masukan nutrisi yang
cukup
12) Dorong masukan cairan
13) Dorong istirahat
14) Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
15) Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16) Ajarkan cara menghindari
infeksi
17) Laporkan kecurigaan infekI
Laporkan kultur positif
5. Kurangnya NOC: NIC:
pengetahuan 1. Knowledge : Disease Process Teaching : disease process
berhubungan 2. Knowledge : Health 1) Berikan penilaian tentang tingkat
dengan Behavior pengetahuan pasien tentang
kurangnya proses penyakit yang spesifik
informasi Kriteria Hasil : 2) Jelaskan patofisiologi dari
menegenai  Pasien dan keluarga penyakit dan bagaimana hal ini
penyakit dan menyatakan pemahaman berhubungan dengan anatomi
pengobatanya tentang penyakit, kondisi, dan fisiologi, dengan cara yang
prognosis, dan program tepat
pengobatan 3) Gambarkan tanda dan gejala
 Pasien dan keluarga mampu yang biasa muncul pada penyakit
melaksanakan prosedur yang dengan cara yang tepat
dijelaskan secara benaR 4) Gambarkan proses penyakit,
 Pasien dan keluarga mampu dengan cara yang tepat
menjelaskan perawat/tim 5) Identifikasi kemungkinan
kesehatan lainya penyebab, dengan cara yang
tepat

27
6) Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara
yang tepat
7) Hindari harapan yang kosong
8) Sediakan bagi keluarga atau SO
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
9) Diskusikan perubahan gaya
sumber atau dukungan, dengan cara
yang tepat

28
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2002). Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2,


EGC.Jakarta.
Carpenito, Linda Juall (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
(terjemahan).PT EGC, Jakarta.
Digiulio Mary, dkk (2007). Medical Surgical Nursing Demystified. New York
Chicago.
Doenges,et al, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan),PT EGC.
Jakarta.
San Fransisco Lisbon London, (1999).Mexico City Milan New Delhi San Juan
Seoul, Singapore Sydney Toronto.
Soeparman, (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
Sylvia dan Lorraine (1999). Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi empat,
buku kedua. EGC. Jakarta.
www.laporan-pendahuluan-askep.com/

29

Anda mungkin juga menyukai