Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

IKTERUS OBSTRUKSI
RUANG PERAWATAN INTERNA DI RS WAHIDIN SUDIROHUSODO

Nama Mahasiswa : IFAH KHARIMATUL ILMI


Nim : 1901015

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau Lupus Eritematous


Sistemik (LES) adalah suatu penyakit yang menyerang organ tubuh mulai dari ujung kaki hingga
ujung rambut, yang disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh manusia, lebih dikenal sebagai
penyakit autoimun, Penyakit ini telah dikenal sejak zaman Yuanani Kuno oleh Hopocrates,
namun pengobatan yang tepat hingga saat ini belum diketahui. Penyakit ini tidak menular, tetapi
ditemukan 80 hingga 90% penderita penyakit ini adalah perempuan. Dalam penelitian di
Amerika Serikat ditemukan pula bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada ras Asia,
Indian Amerika dan Afrika dibandingkan dengan ras Kaukasia.[ CITATION Rov13 \l 1033 ].
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit radang multisystem yang
belum diketahui penyebabnya, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminant atau kronik, disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam
tubuh [ CITATION Ari16 \l 1033 ]. SLE merupakan penyakit auto imun yang bersifat
sistemik. Selama lebih dari empat decade anka kejadian SLE meningkat tiga kali lipa
yaitu 51 per 100.000 menjadi 122-124 per 100.000 penduduk di dunia. Prevalensi SLE di
Amerika Serikat adalah 15-50 per 100.000 populasi dan di dapatkan 2.166 kasus lupus
telah terjadi di Indonesia selama tahun 2015. Setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000
penderita SLE baru di seluruh dunia. Kecenderungan perkembangan SLE terjadi pada
usia muda dan dengan komplikasi yang lebih serius [ CITATION Mah16 \l 1033 ].

Lupus adalah penyakit inflamasi kronis sistemik yang disebabkan oleh sistem
kekebalan tubuh yang keliru sehingga mulai menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri.
Inflamasi akibat lupus dapat menyerang berbagai bagian tubuh, misalnya kulit, sendi, sel
darah, paru-paru, jantung. Sistem kekebalan tubuh penderita lupus akan menyerang sel,
jaringan dan organ yang sehat (Depkes, 2017)
B. Etiologi
Ariani (2016) menjelaskan bahwa hingga saat ini penyebab SLE (Sistemik Lupus
Eritematosus belum diketahui. Namun ada beberapa faktor yang diduga menjadi faktor
yang terlibat seperti faktor genetic, lingkungn dan infeksi yang ikut berperan sebagai
pencetus SLE (Sistemik Lupus Eritematosusu). Sistem imun tubuh kehilangan
kemaampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri.
Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkan antibody secara terus
menerus. Antibodi ini juga berperan dalam kompleks imun sehingga mencetuskan
penyakit inflamasi imun sistemik dengn kerusakan multiorgan dalam pathogenesis yang
melibatkan gangguan mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktivitas sel
B. Hal ini merupakan faktor sekunder terjadinya lupus:

1. Efek herediter dalam pengaturan poliferasi sel B


2. Hiperaktivitas sel helper
3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor

Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus adalah sebagai
berikut:

1. Infeksi
2. Antibiotik
3. Sinar ultraviolet
4. Stress yang berlebihan
5. Obat-obatan tertentu
6. Hormon
Lupus seringkali disebut penyakit wanita meskipun juga bisa diderita oleh pria.
Lupus bisa menyerang seluruh kalangan usia baik itu pria maupun wanita. Namun
demikian, 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang
menyebabkan wanita lebih sering terserang penyakit lupus dibandingkan pria adalah
hormon esterogen. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi
atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormone esterogen mungkin
berperan dalam rimbulnya penyakit ini.
C. Manifestasi Klinis
Roviati (2013) menjelaskan bahwa pada awalnya, penyakit ini ditandai dengan
gejala klinis yang tak spesifik, antara lain lemah, kelelahan yang tidak bisa ditolerir, lesu
berkepanjangan, panas, demam, mual, nafsu makan menurun, dan berat badan turun.
Gejala awal yang tidak khas ini mirip dengan beberapa penyakit lain. Oleh karena itu,
gejala penyakit ini sangat luas dan tidak khas pada awalnya, jadi tidak sembarangan
untuk mengatakan seseorang terkena penyakit lupus.Akibat gejalanya mirip denan gejala
penyakit lainnya, maka lupus dijuluki sebagai penyakit peniru. Julukan lainnya adalah si
penyakit seribu wajah sehingga penderita akan berpindah-pindah dokter sebelum
diagnosis penyakitnya dapat ditegakkan.
Menurut American College of Rheumatology (1997) dalam Roviati (2013),
diagnosis SLE harus memenuhi 4 dari 11 kriteria yang ditetapkan. Adapun penjelasan
singkat dari 11 gejala tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada bentukan
kupu-kupu. Istilah kedokteran dari ruam ini adalah Malar Rash atau Butterfly Rash.
2. Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang ditandai dengan adanya
jaringan parut yang lebih tinggi dari permukaan kulit sekitarnya
3. Fotosensitive, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan sinar matahari
4. Luka dimulut dan lidah seperti sariawan (orl ucers)
5. Nyeri pada sendi-sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak. Gejala ini dijumpai
pada 90% odapus (orang dengan lupus)
6. Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya terisi cairan
7. Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein dalam urine (proteinuria)
8. Gangguan pada otak/sistem saraf yaitu mulai dari depresi, kejang, stroke dan lain-
lain.
9. Kelainan pada sistem darah dimana jumlah sel darah putih dan trombosit berkurang
sehingga biasanya terjadi anemia
10. Tes ANA (Anti Nuclear Antubody) Positif
11. Gangguan sistem kekebalan tubuh
D. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit SLE (Systemic Lupus Erithematosus) adalah sebagai
berikut:
1. Ginjal
Apabila lupus menyerang organ ginjal, maka komplikasi yang mungkin muncul
adalah:
a. Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)
b. Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)
c. Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urine).
2. Jantung dan paru
Apabila lupus menyerang organ jantung atau paru, maka komplikasi yang mungkin
muncul adalah:
a. Pleuritis
b. Pericarditis
c. Efusi pleura
d. Efusi pericard
e. Radang otot jantung atau miocardiris
f. Gagal jantung
g. Perdarahan paru (batuk darah)
3. Sistem saraf
Apabila lupus menyerang organ jantung atau paru, maka komplikasi yang mungkin
muncul adalah:
a. Sistem saraf pusat
1) Conginitive dysfunction
2) Sakit kepala pada lupus
3) Sindrom anti phospholipid
4) Sindrom otak
5) Fibtomyalgia
b. Sistem saraf tepi
Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki
c. Sistem saraf otonom
Gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak. Hal
ini dapat menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak yang sifatnya
permanen (stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh pada sistem saraf otonom
4. Kulit
a. Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung cahaya disebut
discoid
b. Ciri-ciri lesi spesifik:
1) Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitive
terhadap sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kulit subakut/cutaneus
lupus subacute. Kadang menyerupai luka psoriasis atau lesi tidak berparut
pada koin
2) Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup area
yang luas di bagian tubuh
c. Rambut rontok (alopecia)
d. Vaskulitis: berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan ujung
jari. Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat menjadi borok
e. Fotosensitivitas
5. Darah
a. Anemia
b. Trombositopenia
c. Gangguan pembekuan darah
d. Limfositopenia

E. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dean hasil
pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan disertai penurunan
berat badan. Kemungkinan terjadinya arthritis, pleuritis dan pericarditis juga termasuk.
Pemeriksaan penunjang berupa tes imunologi diagnostik yang dapat dilakukan atau yang
dianjurkan pada klien yang mengalami SLE (Systemic Lupus Erithemtosus) menurut
Ariani (2016) adalah sebagai berikut:

1. Anti.ds DNA
Batas normal : 70-200 iu/mL
Negatif : < 70 iu/mL
Positif : >200 iu/mL
Antibodi ini ditemukan pada 65-70% penderita dengan SLE aktif dan jarang pada
penderita dengan penyakit lain. Jumlah yang tinggi merupakan spesifik untuk SLE
sedangkan kadar rendah sampai sedang dapat ditemukan pada penderita dengan
penyakit reumatik, hepatitis kronik, infeksi mononucleosis, dan sirosis bilier. Jumlah
antibody ini dapat turun dengan pengobatan yang tepat dan dapat meningkat pada
penyebaran [enyakit terutama lupus glomerulonetritis. Jumlahnya mendekati negative
pada penyakit SLE yang tenang
2. Anti Nuclear Antibodies (ANA)
Batas normal: NOL
ANA sering digunakan untuk diagnose SLE dan penyakit autoimun yang lain.
ANA adalah sekelompok antibody protein yang bereaksi menyerang inti dari suatu
sel. ANA cukup sensitive untuk mendeteksi adanya SLE. Hasil yang positif terjadi
pada 95% penderita SLE, akan tetapi ANA tidak spesifik untuk SLE saja melainkan
berkaitan juga dengan kemunculan penyakit dan keaktifan penyakit tersebut. Setelah
pemberian terapi, maka penyakit tidak lagi aktif sehingga jumlah ANA diperkirakan
menurun. Jika hasil tes negative, maka pasien belum tentu negative terhadap SLE.
Data klinis dan tes laboratorium lain juga perlu dipertimbangkan dan pasien
dianjurkan untuk melakukan test serologi. Sebaliknya, jika didapatkan hasil tes
positif, maka sebaiknya dlakukan tes laboratorium yang lain.
3. Tes laboratorium lain
Tes laboratorium lain yang digunakan untuk menunjang diagnose serta untuk
monitoring pada penyakit SLE antara lain antiribosomal P, antikardiolpin, lupus
antikoagulan, urinalisis, serum kreatinin dan test fungsi hepar.

F. Penatalaksanaan
Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting untuk diperhatikan dalam
penatalaksanaan penderita SLE. Sebelum penderita SLE diberi pengobatan, perlu
diketahui apakah penderita tergolong yang memerlukan terapi konservatif, atau
imunosupresif yang agresif. Bila penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai organ-
organ mayor, maka dipertimbangkan pemberian terapi agresif seperti kortikosteroid dosis
tinggi dan umunopresan lainnya. Tidak ada pengobatan yang permanen untuk SLE. Jadi,
tujuan terapi adalah mengurangi gejala dan melindungi organ dengan mengurangi
peradangan atau tingkat aktivitas autoimun dalam tubuh. Adapun bentuk penanganan
umum pada pasien dengan SLE menurut Sukmana (2004) dalam Ariani (2016) adalah
sebagai berikut:

1. Kelelahan
Hampir setengah penderita SLE mengeluh kelelahan. Perawat harus mengetahui
apakah kelelahan ini bagian dari derajat sakitnya atau karena penyakit lain yaitu:
anemia, demam, infeksi, gangguan hormonal atau komplikasi pengobatan dan
emotional stress. Upaya mengurangi kelelahan di samping pemberian obat ialah:
cukup istirahat, batasi aktivitas, dan mampu mengubah gaya hidup. SLE dianjurkan
untuk menghindari paparan sinar matahari pada waktu-waktu tersebut
2. Kontrasepsi oral
Secara teoritis semua obat yang mengandung estrogen tinggi akan memperberat LES,
akan tetapi bila kadarnya rendah tidak akan membahayakan penyakitnya. Pada
penderita SLE yang mengeluh sakit kepala atau tromboflebitis jangan menggunakan
obat yang mengandung estrogen.
3. Terapi konservatif
Diberikan tergantung pada keluhan atau manifestasi yang muncul. Pada keluhan yang
ringan dapat diberikan analgetik sederhana atau obat antiinflamasi nonsteroid namun
tidak memperberat keadaan umum penderita. Efek samping terhadap system
gastrointestinal, hepar dan ginjal harus diperhatikan, dengan pemeriksaan kreatinin
serum secara berkala. Pemberian kortikosteroid dosis rendah 15 mg, setiap pagi.
Sunscreen digunakan pada pasien dengan fotosensivitas. Sebagian besar sunscreen
topikal berupa krem, minyak, lotion atau gel yang mengandung PABA dan esternya,
benzofenon, salisilat dan sinamat yang dapat menyerap sinar ultraviolet A dan B atau
steroid topikal berkekuatan sedang, misalnya betametason valerat dan triamsinolon
asetonid
4. Terapi agresif
Pemberian oral pada manifestasi minor seperti prednison 0,5 mg/kgBB/hari,
sedangkan pada manifestasi mayor dan serius dapat diberikan prednison 1-1,5
mg/kgBB/hari. Pemberian bolus metilprednisolon intravena 1 gram atau 15 mg/kgBB
selama 3 hari dapat dipertimbangkan sebagai pengganti glukokortikoid oral dosis
tinggi, kemudian dilanjutkan dengan prednison oral 1-1,5 mg/kgBB/ hari.
Secara ringkas penatalaksanaan SLE adalah sebagai berikut:
1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama
kortikosteroid, secara topical untuk kutaneus.
2. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE
3. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.
4. Pemberian obat anti inflamasi nonsteroid termasuk aspirin untuk mengendalikan
gejala artritis.
5. Krim topikal kortikosteroid, seperti hidrokortison, buteprat ( acticort ) atau
triamsinalon (aristocort) untuk lesi kulit yang akut.
6. Penyuntikan kortikosteroid intralesiatau pemberian obat anti malaria, seperti
hidroksikolorokuin sulfat (plaquinil ), mengatasi lesi kulit yang membandel.
7. Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gejala sistemik SLE dan mencegah
eksaserbasi akut yang menyeluruh ataupun penyakit serius yang berhubungan dengan
sistem organ yang penting, seperti pleuritis, perikarditis, nefritis lupus, vaskulitis dan
gangguan pada SSP
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala
sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan
vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah
atau sisi lateral tanga.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
5. Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal
hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura
di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral
tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi
SSP lainnya.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hambatan ekspansi dada
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imunodefisiensi
6. Keletihan berhubungan dengan anemia
7. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi informasi

C. Rencana/ Intervensi Keperawatan


RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Nyeri akut Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan (international Association for
the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi
Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
1. Bukti nyeri dengan Setelah dilakukan intervensi Manjemen
menggunakan standar selama 1x12 jam nyeri lingkungan:kenyamanan
daftar periksa nyeri berkurang atau teratasi dengan 1. Ciptakan lingkungan yang
untuk pasien yang tidak kriteria hasil: tenang dan mendukung
dapat klien dapat 2. Sesuaikan suhu lingkungan
mengungkapkannya 1. mengenali kapan terjadi yang nyaman untuk pasien
(mis., Neonatal Infant nyeri 3. Sesuaikan pencahaan ruangan
Pain Assessment 2. mengenali faktor penyebab untuk membantu klien dalam
Checklist for Senior nyeri beraktivitas
with Limited ability tu 3. melaporkan nyeri terkontrol4. Fasilitasi tindakan kebersihan
Communicate) 4. melaporkan jika mengalami untuk kenyamanan individu.
2. Ekspresi wajah nyeri nyeri 5. berikan edukasi kepada
(misalkan wajah kurang 5. mengambil tindakan untuk keluarga terkait manajemen
bercahaya, tampak mengurangi nyeri penyakit
kacau, gerakan mata 6. melakukan manajemen
berpencar atau tetap nyeri sesuai dengan Pengaturan posisi
pada satu fokus, keyakinan budaya 1. Berikan posisi yang tidak
meringis). 7. mengatasi gangguan menyebabkan nyeri
3. Fokus menyempit hubungan interpersonal bertambah
( misalkan persepsi 8. menikmati hidup 2. Tinggikan kepala tempat
waktu, proses berpikir, 9. mengatasi kekhawatiran tidur
interaksi dengan orang terkait toleransi nyeri 3. Posisikan pasien ntuk
dan lingkungan) 10. mengatasi kekhawatiran meningkatkan drainase urin
membebani orang lain 4. Meminimalisir gesekan dan
Faktor yang 11. mengatasi ketakutan cedera ketikan memposisikan
berhubungan: terhadap nyeri yang tidak atau membalikkan tubuh
bisa ditahan pasien
Agen cedera biologis 12. Mengatasi ketakutan 5. Jangan berikan posisi yang
terhadap prosedur dan alat dapat menyebabkan
13. mengatasi rasa marah penekananpada luka.
terhadap dampak nyeri
yang menyebabkan Terapi relaksasi
ketidakmampuan 1. minta klien untuk rileks
14. lesi pada kulit dan 2. gambarkan rasionalisasi dan
membran mukosa manfaat relaksasi serta jenis
berkurang relaksasi yang tersebut. (....)
15. suhu dalam batas normal 3. ajarkan teknik relaksasi napas
(36-37,5 C) dalam
16. kulit wajah tidak pucat 4. Ciptakan lingkungan yang
17. peradangan pada luka tenang
berkurang 5. Berikan waktu yang tidak
18. menunjukkan terjadi terganggu
pembentukan bekas luka Pemijatan
19. terdapat jaringan granulasi 1. Kaji keinginan klien untuk
20. eritema disekitar luka dilakukan pemijatan
2. Cuci tangan dengan air
hangat
3. Gunakan lotion, minyak
hangat, bedak kering
4. Pijat secara terus-menerus,
halus, usapan yang panjang,
meremas, atau getakan di
telapak kaki
5. Sesuaikan area pemijatan,
teknik dan tekanan sesuai
persepsi kenyamanan pasien.
6. Dorong klien melakukan
nafas dalam dan rileks selama
pemijatan.

Pemberian obat
1. Kaji adanya riwayat alergi
terhadap obat tertentu
2. Pastikan mengikuti prinsip 6
benar pemberian obat
3. Cek tanggal kadaluarsa obat
4. Monitor respon klien

Diagnosa Keperawatan: Definisi:


Konfusi dalam gambaran mental tentang diri-fisik individu
Gangguan citra tubuh
Batasan Karakteistik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
1. Berfokus pada fungsi Tujuan : Peningkatan Citra Tubuh
masa lalu Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan bimbingan antisipatif
2. Berfokus pada keperawatan ...x24 jam, pasien menyiapkan pasien terkait
kekuatan sebelumnya mampu bertoleransi terhadap dengan peribahan-perubahan
citra tubuh dengan kriteria hasil citra tubuh yang diperiksakan
3. Berfokus pada
: 2. Tentukan jika terdapat perasaan
penampilan masa lalu tidak suka terhadap
NOC : karakteristik fisik khusus yang
Faktor yang Citra Tubuh menciptakan disfungsi paralisis
berhubungan: 1. Gambaran internal diri social untuk remaja dan
2. Kesesuaian antara kelompok daengan risiko
Proses penyakit realitas tubuh dan ideal timggi lain
tubuh dengan 3. Bantu pasien untuk
penampilan tubuh mendiskusikan perubahan-
3. Sikap terhadap perubahan (bagian tubuh)
penggunaan strategi disebabkan adanya penyakit
untuk meningkatkan atau pembedahan
penampilan 4. Bantu pasien menentukan
4. Kepuasan dengan keberlanjutan dari perubahan-
penampilan tubuh perubahna actual dari tubuh
5. Sikap terhadap atau tingkat fungsinya
penggunaan strategi 5. Tentukan perubahan fisik saat
untuk meningkatkan ini apakah berkontribusi pada
fungsi tubuh citra diri pasien
6. Kepuasan dengan 6. Bantu pasien memisahkan
fungsi tubuh penampilan fisik dari perasaan
7. Penyesuaian terhadap berharga secara pribadi
perubahan tampilan 7. Bantu pasien untuk
fisik menentukan pengaruh dari peer
8. Penyesuaian terhadap group terhadap persepsi pasien
perubahan fungsi tubuh mengenai citra tubuh saat ini
9. Penyesuaian terhadap
perubahan status Peningkatan Harga Diri
kesehatan 1. Monitor pernyataan pasien
mengenai harga diri
Harga Diri 2. Tentukan lokus control pasien
1. Verbaliasasi 3. Tentukan kepercayaan diri
penerimaan diri pasien dalam hal penilaian diri
2. Penerimaan terhadap 4. Dukung pasien untuk bisa
keterbatasan diri mengidentifikasi kekuatan
3. Mempertahankan 5. Bantu pasien untuk
penampilan dan menemukan penerimaan diri
kebersihan diri 6. Dukung (melakukan) kontak
4. Tingkat kepercayaan mata pada saat berkomunikasi
diri dengan orang lain
5. Penerimaan terhadap 7. Kuatkan kekuatan pribadi yang
pujian dari orang lain diidentifikasi pasien
6. Respon yang 8. Dukung pasien untuk terlibat
diharapkan dari orang dalam memberikan afirmasi
lain positif melalui pembicaraan
7. Penerimaan terhadap pada diri sendiri dan secara
kritik yang verbal terhadap diri setiap hari
membangun 9. Berikan pengalaman yang akan
8. Keinginan untuk meningkatkan otonomi pasien
berhadapan muka 10. Bantu pasien untuk
orang lain mengidentifikasi respon positif
dari orang lain

Pengurangan Kecemasan
1. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan
terhadap perilaku klien
3. Jelskan semua prosedur
termasuk sensasi yang akan
dirasakan yang mungkin akan
dialami klien selama prosedur
4. Pahami situasi krisis yang
terjadi dari perspektif klien
5. Berikan informasi factual
terkait diagnosis, perawatan
dan prognosis
Diagnosis Keperawatan Definisi

Ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk


Penurunan curah memenuhi kebutuhan metabolic tubuh
jantung
Batasan Karakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
1. Perubahan frekuensi 1. Cardiac pump Cardiac Care
irama jantung effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada
2. Perubahan preload 2. Circulation status (intensitas, lokasi, durasi)
3. Perubahan afterload 3. Vital sign status 2. Catat adanya disritmia jantung
Kriteria Hasil 3. Catat adanya tanda dan gejala
4. Perubahan
1. Tanda vital dalam rentang penurunan kardiak output
kontraktilitas normal (tekanan darah, 4. Monitor status kardiovaskuler
5. Perilaku/emosi nadi, repsirasi dan suhu) 5. Monitor status pernapasan
2. Dapat metoleransi yang menandakan gagal
Faktor yang aktivitas jantung
berhubungan: 3. Tidak ada kelelahan 6. Monitor abdomen sebagai
4. Tidak ada edema paru dan indicator penurunan perfusi
Perubahan kontraktilitas perifer 7. Monitor balance cairan
5. Tidak ada asites 8. Monitor adanya perubahan
6. Tidak ada penurunan tekanan darah
kesadaran 9. Monitor respon pasien
terhadap efek pengobatan anti
aritmia
10. Atur periopde latihan dan
istirahat untuk mengindari
kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas
pasien
12. Monitor adanya dispneu,
fatigue, takupneu dan
ortopneru
13. Anjurkan untuk menurunkan
stress
Vital sign monitoring
1. Monitoring tekanan darah,
nadi, suhu dan respiration
rate
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor vital sign saat pasien
berbaring, duduk atau berdiri
4. Auskultasi tekanan darah pada
kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor kualiras dari nadi
6. Monitor adanya pulsus
alterans
7. Monitor bunyi jantung
8. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
9. Monitor suara paru
10. Monitor pola pernapasan
abnormal
11. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
12. Monitor sianosis perifer
13. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
14. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

Diagnosis Keperawatan: Definisi:

Ketidakefektifan pola Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tdak memberi ventilasi adekuat.
napas
Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
1. Dyspnea Setelah diberikan intervensi Manajemen jalan napas
2. Fase ekspirasi keperawatan selama …klien 1. Buka jalan napas dengan teknik
memanjang akan menunjukkan pola napas chin lift atau jaw thrust, sebagai
3. Pennggunaan otot bantu yang efektif, dibuktikan oleh mana mestinya.
pernapasan indikator sebagai berikut 2. Posisiskan pasien untuk
4. Penggunaan posisi tiga Respon penyapihan ventilasi memaksimalkan ventilasi
titik mekanik: Dewasa 3. Identifikasi kebutuhan
5. Pernapasan bibir 1. Tingkat pernapasan actual/potensial pasien untuk
6. Pola napas abnormal spontan memasukan alat membuka jalan
(mis., irama, frekuensi, 2. Irama pernapasan spontan napas
kedalaman) 3. Kedalaman pernapasan 4. Motivasi pasien untuk bernapas
7. Takipnea spontan pelan, dalam, berputar, dan
4. Apikal denyut jantung batuk
Faktor yang apikal 5. Instruksikan bagaimana agar
berhubungan: 5. Ppaco2 (tekanan parsial bisa melakukan batuk efektif
Hambatan ekspansi dada oksigen dalamm darah 6. Auskultasi suara napas, catat
arteri) area yang ventilasinya menurun
atau tidak ada dan adanya suara
Status pernapasan tambahan
6. Frekuensi pernapasan 7. Ajarkan pasien bagaimana
7. Irama pernapasan menggunakan inhaler sesuai
8. Kedalaman inspirasi resep, sebagaimana mestinya
9. Suara auskultasi nafas 8. Kelola pengobatan aerosol,
10. Kepatenan jalan napas sebagaimana mestinya
11. Volume tidal 9. Kelola nebulizer ultrasonik,
12. Pencapaian tingkatt sebagaimana mestinya
insentif spinometri 10. Regulasi asupan cairan untukk
13. Kapasitas vital mengoptimalkan keseimbangan
14. Saturasi oksigen cairan
1. 10. Tes faal paru 11. Posisikan untuk meringankan
sesak napas
12. Monitor status pernapasan dan
oksigen, sebagaimana mestinya

Monitor pernapasan
1. Monitor kecepatan, irama,
kedalaman, dan kesulitan
bernapas
2. Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan
otot-otot bantu napas, dan
retraksi pada otot
supraclaviculas dan interkosta
3. Monitor suara napas tambahan
seperti ngorok atau mengi
4. Monitor pola napas (misalnya,
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, pernapasan
kusmaul, pernapasan 1:1,
apneustik, respirasi biot, dan
pola ataxic)
5. Monitor saturasi oksigen pada
pasien yang tersedasi (seperti,
sao2, svo2, spo2) sesuai dengan
protokol yang ada
6. Pasang sensor pemantauan
oksigen non-invasif (misalnya,
pasang alat pada jari, hidung,
dan dahi) dengan mengatur
alarm pada pasien berisiko
tinggi (misalnya, pasien yang
obesitas, melaporkan pernah
mengalami apnea saat tidur,
mempunyai riwayat penyakit
dengan terapi oksigen menetap,
usia ekstrim) sesuai dengan
prosedur tetap yang ada
7. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
8. Perkusi torak anterior dan
posterior, dari apeks ke basis
paru, kanan dan kiri
9. Catat lokasi trakea
10. Auskultasi suara napas, catat
area dimana terjadi penurunan
atau tidak adanya ventilasi dan
keberadaan suara napas
tambahan
11. Kaji perlunya penyedotan, pada
jalan napas dengan auskultasi
suara napas ronki di paru
12. Auskultasi suara napas setelah
tindakan, untuk dicatat
13. Monitor nilai fungsi paru,
terutama kapasitas vital paru,
volume inspirasi maksimal,
volume ekspirasi maksimal
selama 1 detik (fevi) dan
fevi/fvc sesuai dengan data yang
tersedia
14. Monitor hasil pemeriksaan
ventilasi mekanik, catat
peningkatan kelelahan,
kecemasan, dan kekurangan
udara pada pasien
15. Catat perubahan pada saturasi
o2, volume tidal akhir co2, dan
perubahan nilai analisa gas
darah dengan tepat
16. Monitor kemampuan batuk
efektif pasien
17. Catat onset, karakteristik, dan
lamanya batuk
18. Monitor sekresi pernapasan
pasien
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Kerusakan integritas Perubahan pada dermis dan atau dermis
kulit

Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


(NOC)
1. Perubahan pada Penyembuhan Luka: Primer Perawatan Luka:
integritas kulit 1. Memperkirakan kondisi 1. Angkat balutan dan plester
2. Foreing matter piercing kulit perekat.
skin 2. Memperkirakan kondisi 2. Cukur rambut di sekitar
tepi luka daerah yang terkena, sesuai
3. Pembentukan bekas luka kebutuhan
4. Drainase purulent 3. Monitor karakteristik luka,
Faktor yang 5. Drainase serosa termasuk drainase, warna,
berhubungan: 6. Drainase sanguinis ukuran, dan bau.
7. Drainase serosanguinis 4. ukur luas luka, yang sesuai.
Imunodefisiensi 8. Drainase sanguinis dari 5. singkirkan benda-benda yang
drain tertanam [pada luka]
9. Drainase sero sanguinis (misalnya, serpihan, kutu,
dari drain kaca, kerikil, logam).
10. Eritema kulit di 6. Bersihkan dengan normal
sekitarnya saline atau pembersih yang
11. Lebab di kulit di tidak beracun, dengan tepat.
sekitarnya 7. Berikan rawatan insisi pada
12. Periwound edema luka, yang diperlukan.
13. Peningkatan suhu kulit 8. Berikan perawatan ulkus pada
14. Bau luka busuk kulit, yang diperlukan.
9. Oleskan salep yang sesuai
Penyembuhan Luka: dengan kulit/lesi.
Sekunder 10. Berikan balutan yang sesuai
1. Granulasi dengan jenis luka.
2. Pembentukan bekas luka 11. Perkuat balutan [luka], sesuai
3. Ukuran luka berkurang kebutuhan.
4. Drainase purulent 12. Pertahankkann teknik balutan
5. Drainase serosa steril ketika melakukan
6. Drainase sanguinis perawatan luka, dengan tepat.
7. Drainase serosanguinis 13. Ganti balutan sesuai
8. Eritema di kulit denganjumlah eksudat dan
sekitarnya drainase.
9. Periwound edema 14. Periksa luka setiap kali
10. Peradangan luka perubahan balutan.
11. Kulit melepuh 15. Bandingkan dan catat setiap
12. Kulit maserasi perubahan luka.
13. Nekrosis Perawatan Luka Tekan
14. Pelepasan sel (sloughing) 1. Catat karakteristik luka tekan
15. Lubang pada luka setiap hari, meliputi ukuran
16. Kantung luka (panjang x lebar x dalam),
17. Pembentukan saluran tingkatkan luka (I – IV),
sinus lokasi, eksudat, granulasi, atau
18. Bau busuk luka jaringan nekrotik, dan
epitelisasi.
2. Monitor warna, suhu, udem,
kelembaman, dan kondisi area
sekitar luka.
3. Jaga agar luka tetap lembab
untuk membantu proses
penyembuhan.
4. Berikan pelembab yang hangat
disekitar area luka untuk
meningkatkan perfusi darah
dan suplai oksigen.
5. Bersihkan kulit sekitar luka
dengan sabun yang lembut dan
air.
6. Lakukan debridement jika
diperlukan.
7. bersihkan luka dengan cairan
yang tidak berbahaya, lakukan
pembersihan dengan gerakan
sirkuler dari dalam keluar.
Pengecekan Kulit
1. Periksa kulit dan selaput lendir
terkait dengan adanya
kemerahan, kehangatan
ekstrim, edema, atau drainase.
2. Amati warna, kehangatan,
bengkak, pulsasi, tekstur,
edema, dan ulserasi pada
ekstremitas.
3. Periksa kondisi luka operasi,
dengan tepat.
4. Gunakan alat pengkajian
untuk mengidentifikasi pasien
yang berisiko mengalami
kerusakan kulit (misalnya,
skala braden)
5. Monitor warna dan suhu kulit.
6. Monitor kulit dan selaput
lendir terhadap area perubahan
warna, memar, dan pecah.
7. Monitor kulit untuk adanya
ruam dan lecet.
8. Monitor kulit untuk adanya
kekeringan yang berlebihan
dan kelembaban.
9. Monitor sumber tekanan dan
gesekan.
10. Monitor infeksi, terutama di
daerah edema.
11. Periksa pakaian yang terlalu
ketat.
12. Dokumentasikan perubahan
membrane mukosa.
Perlindungan infeksi
1. Monitor adanya tanda dan
gejala infeksi sistematik dan
lokal.
2. Monitor kerentanan terhadap
energi.
3. Tinjau riwayat dilakukannya
perjalanan internasional dan
global.
4. Monitor hitung mutlak
granulosit, WBC, dan hasil-
hasil diferensial.
5. Ikuti tindakan pencegahan
neutropenia, yang sesuai.
6. Batasi jumlah pengunjung,
yang sesuai.
7. Hindari kontak dekat dengan
hewan peliharaan dan penjamu
dengan imunitas yang
membahayakan (immune-
compromised).
8. Skrining semua pengunjung
terkait penyakit menular.
9. Pertahankan asepsis untuk
pasien berisiko.
10. Pertahankan teknik-teknik
isolasi, yang sesuai.
11. Berikan perawatan kulit yang
tepat untuk area yang
mengalami edema.
12. Periksa kulit dan selaput lendir
untuk adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim, atau
drainase.
13. Periksa kondisi setiap sayatan
bedah atau luka.
14. Dapatkan kultur yang
diperlukan.
15. tingkatkan asupan nutrisi yang
cukup.
16. Anjurkan asupan cairan,
dengan tepat.
17. Anjurkan istrahat
Diagnosa Keperawatan Definisi
Rasa letih luar biasa dan penurunan kapasitas kerja fisik dan jiwa
Keletihan pada tingkat yang biasanya secara terus menerus
Batasan Karakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi
1. Gangguan konsentrasi keperawatan selama ….. x 24 1. Kaji status fisiologis pasien
2. Penurunan performa jam, diharapkan keletihan yang menyebabkan kelelahan
3. Kurang minat terhadap pasien dapat berkurang dengan sesuai dengan konteks usia dan
kriteria hasil sebagai berikut: perkembangan
sekitar
2. Monitor tanda-tanda vital
4. Peningkatan keluhan Kelelahan: efek yang pasien
fisik mengganggu 3. Kolaborasi terapi baik
5. Mengantuk secara farmakologis maupun
6. Peningkatan kebutuhan 1. Malaise dapat berkurang non farmakologis dengan tepat
istirahat 2. Lethargi dapat berkurang untuk mengurangi kelelahan
Faktor yang 3. Peningkatan energy 4. Monitor intake nutrisi untuk
berhubungan: 4. Nafsu makan meningkat mengetahui sumber energy yang
5. Gangguan akrivitas fisik adekuat
Anemia teratasi 5. Kaji adanya kelelahan
emosional yang dialami pasien
Tingkat kelelahan 6. Monitor adanya
ketidaknyamanan yang dialami
1. Kelelahan dapat teratasi pasien
2. Kelesuan dapat teratasi 7. Tingkatkan tirah
3. Tingkat stress menurun baring/pembatasan kegiatan

Pengurangan kecemasan
1. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaannya
2. Dorong keluarga untuk
mendampingi pasien
3. Ciptakan atmosfer yang
nyaman untuk meningkatkan
kepercayaan pasien
4. Identiifkasi pada saat terjadi
perubahan tingkat kecemasan
5. Bantu klien mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
6. Kaji tanda verbal dan non
verbal kecemasan pada pasien
7. Ajarkan teknik relaksasi atau
terapi non farmakologi untuk
mengurangi kecemasan
Behavior Management
Activity Therapy
Nutrition Management

Diagnosa Keperawatan Definisi:

Defisiensi Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan


pengetahuan topic tertentu.
Batasan Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi (NIC)
Karakteristik (NOC)
1. Perilaku hiperbola 1. Knowledge : Disease Teaching : Disease Proses
2. Ketidakakuratan Process 1. Berikan penilaian tentang tingkat
mengikuti perintah 2. Knowledge : Health pengetahuan pasien tentang proses
3. Ketidakakuratan Hehavior penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologidari penyakit
melakukan tes
Kriteria Hasil : dan bagaimana hal ini
4. Perilaku tidak tepat 1. Pasien dan keluarga berhubungan dengan anatomi dan
(histeria, menyatakan pemahaman fisiologi, dengan cara yang tepat.
bermusuhan, tentang penyakit, kondisi, 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
agitasi, apatis) prognosis, dan program biasa muncul pada penyakit,
5. Pengungkapan pengobatan dengan cara yang tepat
masalah 2. Pasien dan keluarga mampu 4. Identifikasi kemungkinan
melaksakan prosedur yang penyebab, dengan cara yang tepat
Faktor yang dijelaskan secara benar 5. Sediakan informasi pada pasien
berhubungan: 3. Pasien dan keluarga mampu tentang  kondisi, dengan cara yang
Salah interpretasi menjelaskan kembali apa tepat
yang dijelaskan perawat/tim 6. Hindari jaminan yang kosong
informasi
kesehatan lainnya 7. Sediakan bagi keluarga atau SO
informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
8. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi dimasa yang
akan datang dan ata proses
pengontrolan penyakit
9. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
10. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
11. Rujuk pasien pada grup atau agensi
di komunitas local, dengan cara
yang tepat
12. Intruksikan pasien mengenal tanda
dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
BAB III
WEB OF CAUTION (WOC)
Daftar Pustaka

Ariani, N. F. (2016). Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Klen Systemaic
Lupus Eritematous. Malang: Universitas Brawijaya.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC). United States of America: Elsevier.

Depkes (2017). Situasi Lupus di Indonesia. Diakes pada tanggal 13 Mei 2018 di halaman
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin-Lupus-
2017.pdf

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda International Nursing Diagnoses: Defenitions
and Classification 2015-2017. Jakarta: EGC.

Mahendrasari, D., & Fandika, R. A. (2016). Unnes Journal of Public Health 5 (3), Hubungan
keparahan penyakit, aktivitas dan kualitas tidur terhadap kelelahan pasien systemic lupus
erythematosus.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). United States of America: Elsevier

Roviati, E. (2013). Systemic Lupus Erithematosus (SLE): Kelainan auto imun bawaan yang
langka dan mekanismme, molekulernya. Jurnal Scientiae Educatia Volume 2 Edisi 1, 20-
33.

Anda mungkin juga menyukai