Anda di halaman 1dari 10

Nama : Andina dwi yulianda

NIK : 181711024

Definisi Lansia

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi empat

yaitu usia pertengahan (middle age) adalah 45−59 tahun, lanjut usia

(elderly) adalah 60−74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75−90 tahun dan

usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008). Usia lanjut

menurut Keliat (1999) dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada

daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU

No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah

seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam et al.,

2011). Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun

wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang

tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada

orang lain untuk menghidupi dirinya (Rosidawati, 2011).


2 Karakteristik Lansia

Menurut Bustan (2007) ada beberapa karakterisktik lansia yang perlu diketahui

untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia yaitu: 1. Jenis Kelamin

Lansia lebih banyak wanita dari pada pria.

2. Status Perkawinan

Status pasangan masih lengkap dengan tidak lengkap akan mempengaruhi

keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologi.

3 Living Arrangement

Keadaan pasangan, tinggal sendiri, bersama istri atau suami, tinggal bersama

anak atau keluarga lainnya

3 Klasifikasi lansia

Klasifikasi lansia dibagi menjadi lima yaitu pralansia, lansia, lansia resiko

tinggi, lansia potensial, lansia potensial. Pralansia (prasenelis) adalah

seseorang yang berusia antara 45−59 tahun. Lansia yaitu seseorang yang

berusia 60 tahun atau lebih untuk Lansia Resiko tinggi yaitu seseorang yang

berusia 70 tahun atau lebih dan bermasalah dengan kesehatan seperti

menderita rematik, demensia, mengalami kelemahan dan lain-lain, lansia

potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau

kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa. Lansia tidak potensial

yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah , sehingga hidupnya

bergantung pada bantuan orang lain ( Darmajo,2009)


4 Tipe-tipe lansia

Tipe lansia dibagi menjadi lima tipe yaitu tipe arif bijaksana, tipe mandiri, tipe

tidak puas, tipe pasrah dan tipe bingung.

1. Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman,

menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap

ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi

panutan.

2. Tipe mandiri, yaitu menganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif

dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

3. Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga

menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik

dan banyak menuntut.

4. Tipe pasrah, yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan

agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

5. Tipe bingung, yaitu mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak

acuh (Nugroho, 2008).


15

5 Proses dan Teori Menua

Menua didefinisikan sebagai penurunan, kelemahan, meningkatnya kerentanan

terhadap berbagai penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas

dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang terkait dengan usia (Aru et

al., 2009). Penuaan adalah suatu proses normal yang ditandai dengan

perubahan fisik, sosial, dan psikologis yang dapat terjadi pada semua orang

pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Hal

ini merupakan suatu fenomena yang kompleks dan multidimensional yang

dapat diobservasi dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem (Stanley,

2010)

Ada dua jenis teori penuaan yaitu, teori biologi, teori psikososial. Teori

biologis meliputi teori genetik dan mutasi, teori imunologis, teori stress, teori

radikal bebas, teori rantai silang, teori menua akibat metabolisme. Teori

psikososial meliputi pelepasan, teori aktivitas, teori interaksi sosial, teori

kepribadian berlanjut, teori perkembangan (Stanley, 2010).ennison, 2009)


Program Kesehatan Lansia di Indonesia

Tingginya angka harapan hidup menunjukkan semakin


baiknya kualitas kesehatan masyarakat dan menjadi salah satu indikator
keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Sejalan dengan itu,
tingginya angka harapan hidup juga menyebabkan semakin tinggi pula
jumlah populasi penduduk lanjut usia (Lansia), yang pada sisi lain
menjadi tantangan pembangunan, yang jika tidak ditangani dengan baik
akan menjadi masalah baru. BPS memprediksi bahwa persentase
penduduk Lansia pada tahun 2010 mencapai 9,77 persen dari total
penduduk, dan pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 11,34
persen atau berjumlah 28,8 juta jiwa. Pada tahun 2011, diperkirakan
jumlahnya sudah sekitar 20 juta lebih, ini berarti diantara 11 orang
penduduk Indonesia terdapat 1 orang Lansia.(BPS, 2011)

Besarnya penduduk lansia tentunya berdampak pada berbagai aspek


kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan, karena dengan semakin
bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor
alamiah maupun karena penyakit. Meningkatnya populasi penduduk Lansia
menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi mereka yang memiliki masalah secara
sosial dan ekonomi. Besarnya populasi dan masalah kesehatan Lansia belum
diikuti dengan ketersediaan fasilitas pelayanan (care services) yang memadai,
baik dalam jumlah maupun dalam mutunya.
Menurut Kementerian Kesehatan, sampai saat ini jumlah Puskesmas Santun
Lanjut Usia dan rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan geriatri juga
masih terbatas. Pelayanan geriatri di Rumah Sakit sebagian besar berada di
perkotaan, padahal 65,7% para Lansia berada di pedesaan. Dari data Kementerian
Sosial, jumlah penduduk Lansia yang terlayani melalui panti, dana
dekonsentarasi, Pusat Santunan Keluarga (Pusaka), jaminan sosial, organisasi
sosial lainnya sampai 2008 baru berjumlah 74,897 orang atau 3,09% saja dari
total Lansia terlantar. Karena keterbatasan fasilitas pelayanan, aksesibilitas Lansia
kepada pelayanan yang dibutuhkan untuk pemenuhan diri (self fullfilment), tidak
terlaksana dengan baik. (Komnas Lansia, 2010)

Puskesmas santun Lansia adalah Puskesmas yang melaksanakan pelayanan


kesehatan kepada pra lansia dan lansia yang meliputi pelayanan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif yang lebih menekankan unsur proaktif,
kemudahan proses pelayanan, santun, sesuai standar pelayanan dan kerja sama
dengan unsur lintas sektor. Dengan demikian maka program Lansia tidak terbatas
pada pelayanan kesehatan di klinik saja, tetapi juga pelayanan kesehatan luar
gedung dan pemberdayaan masyarakat
Bentuk kesantunan pada lansia misalnya:
1) Melayani lansia dengan senyum, ramah, sabar dan menghargai sebagai orang
tua.
2) Pelayanan rawat jalan gratis bagi lansia (usia 60 tahun ke atas)
3) Proaktif dan responsif terhadap permasalahan kesehatan lansia.
4) Kemudahan akses layanan bagi lansia baik prosedur layanan maupun
fasilitasnya.
Jasa layanan yang bisa diberikan:
1) Pelayanan kesehatan One stop service di ruang tersendiri. Pelayanan one stop
service adalah pelayanan kepada Lansia mulai dari pendaftaran sampai mendapat
obat dilaksanakan satu paket di satu ruang. Dengan begitu Lansia tidak perlu
berpindah tempat dan antre lagi untuk pelayanan lainnya dalam Puskesmas.
2) Konseling lansia
3) Posyandu lansiaPembinaan melalui karang weda
4) Pembinaan melalui forum karang werda kecamatan
5) Pelayanan melalui panti werda
6) Kunjungan rumah
7) Membuat event tertentu seperti talk show, lomba senam lansia, jalan sehat,
dll.
8) Pendaftaran Pemeriksaan klinis pemeriksaan laboratorium bila perlu
9) Konseling Pemberian obat, bila tidak ada ruang khusus maka lansia dilayani
di poli umum tetapi pelayanannya didahulukan.
10) Kemudahan akses
11) Ada alur pelayanan lansia yang jelas dan mudah
12) Mendahulukan lansia dari pasien umum
13) Trap atau tangga tidak terlalu curam
14) Disediakan jamban / WC duduk sehingga lansia tidak perlu jongkok
15) Pegangan rambat pada tangga dan WC
Sasaran program:
1) Lansia (umur 60 tahun keatas)
2) Pralansia ( umur 45 – 60 tahun)
3) Keluarga lansia, masyarakat, serta lembaga masyarakat dan pemerintah.
Dasar hukum:
1) Undang-Undang RI No 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Lansia
2) Undang umdang RI no 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan usia lanjut
3) Peraturan Pemerintah RI No 43 tahun 2004 tentang Kesejahteraan Usia
Lanjut
2.3 PELAYANAN KESEHATAN USIA LANJUT
2.3.1.Target Program Pelayanan Lansia
Target Program Lansia Tahun 2010-2014 berdasarkan Renstra Kemenkes
RI 2010-2014
Indikator 2011 2012 2013 2014
Cakupan pelayanan 25% 30% 35% 40%
kesehatan pra usia lanjut
Cakupan pelayanan 40% 50% 60% 70%
kesehatan usia
Sumber Renstra Kemenkes, 2010-2014
Sedangkan indikator keberhasilan dan target yang diharapkan dapat dicapai pada
tahun2014 adalah
1. Pelayanan medis
a. Skrining kesehatan pada 40% pra lansia
b. Skrining kesehatan pada 70% lanjut usia
c. Skrining kesehatan pada 100% lansia di panti werdha
d. 30% puskesmas melaksanakan konseling lanjut usia
2. Kegiatan Non Medis
a. 70% puskesmas membina kelompok usia lanjut
b. 50% desa mempunyai kelompok lanjut usia
c. 50% kelompok lanjut usia melaksanakan senam lansia
Pelayaanan Kesehatan Usia Lanjut adalah bentuk pelayanan kesehatan bagi
mereka yang berusia lebih dari 60 tahun atau lebih meliputi kesehatan jasmani,
rohani maupun sosialnya melalui seluruh upaya kesehatan terutama upaya promotif,
preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif serta pelayanan rujukan
kepada para pasien usia lanjut. Jenis pelayanan kesehatan usia lanjut yang dapat
diberikan kepada usia lanjut dikelompokkan sebagai berikut:
1) Living/ADL) meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti
makan/minum, berjalan, naik tangga, mandi, berpakaian, buang air dan sebagainya.
Dikelompokkan menjadi 3 kategori yakni : A (ketergantungan penuh), B
(ketergantungan sebagian) dan C (mandiri penuh).
2) Pemeriksaan status mental. Pemriksaan ini berhubungan dengan mental
emosional, dengan menggunakan pedoman KMS (Kuasioner Status Mental) pada
KMS.
3) Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran
tinggi badan dan dicatat dalam Indeks Massa Tubuh (IMT).
4) Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop
serta perhitungan denyut nadi selama satu menit penuh.
5) Pemeriksaan laboratorium, meliputi pemeriksaan:
a. Hemoglobin, dengan menggunakan Sahli, Talquist atau Cuprisulfat.
b. Protein Urine, untuk mendeteksi adanya zat putih telur (protein) dalam urine
sebagai indikasi adanya penyakit ginjal.
c. Reduksi Urine, untuk memeriksa adanya gula dalam air seni sebagai deteksi
awal adanya penyakit Diabetes Melitus.
Sementara itu, untuk pelayanan luar gedung diantaranya melalui Posbindu.
Posbindu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat (UKBM) yang dibentuk oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan
kebutuhan masyarakat itu sendiri, khususnya penduduk usia lanjut. Posbindu
kependekan dari Pos Pembinaan Terpadu, program ini berbeda dengan Posyandu,
karena Posbindu dikhususkan untuk pembinaan para orang tua baik yang akan
memasuki masa lansia maupun yang sudah memasuki lansia (Depkes, 2007).
Tujuan diadakannya Posbindu adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan
dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam strata
kemasyarakatan. Jadi dengan adanya Posbindu diharapkan adanya kesadaran dari
usia lanjut untuk membina kesehatannya serta meningkatkan peran serta
masyarakat termasuk keluarganya dalam mengatasi kesehatan usia lanjut. Fungsi
dan tugas pokok Posbindu yaitu membina lansia supaya tetap bisa beraktivitas,
namun sesuai kondisi usianya agar tetap sehat, produktif dan mandiri selama
mungkin serta melakukan upaya rujukan bagi yang membutuhkan (Depkes, 2007).
Pada prinsipnya pembentukan Posbindu didasarkan atas kebutuhan
masyarakat usia lanjut tersebut. Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam
pembentukan posbindu dimasyarakat sesuai dengan kondisi dan situasi masing-
masing daerah, misalnya mengambangkan kelompok-kelompok yang sudah ada
seperti kelompok pengajian, kelompok jemaat gereja, kelompok arisan usia lanjut
dan lain-lain. Pembentukan Posbindu dapat pula menggunakan pendekatan
Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD).
Pendekatan PKM merupakan suatu pendekatan yang sudah umum
dilaksanakan dan merupkan pendekatan pilihan yang dianjurkan untuk
pembentukan Posbindu baru. Langkah-langkahnya meliputi:
1) Pertemuan tingkat desa
2) Survey mawas diri
3) Musyawarah Masyarakat Desa
4) Pelatihan kader
5) Pelaksanaan upaya kesehatan oleh masyarakat
6) Pembinaan dan pelestarian kegiatan.
Beberapa hal lain yang menjadi perangkat Posbindu diantaranya:
1) Komponen
Posbindu sebagai wadah yang bernuansa pemberdayaan masyarakat, akan berjalan
dengan baik dan optimal apabila memenuhi beberapa komponen pokok, yaitu:
adanya proses kepemimpinan, terjadinya proses pengorganisasian, adanya anggota
dan kader serta tersedianya pendanaan.
2) Kepemimpinan
Posbindu merupakan kegiatan dari, oleh dan untuk masyarakat. Untuk
pelaksanaanya memerlukan orang yang mampu mengurus dan memimpin
penyelenggaraan kegiatan tersebut sehingga kegiatan yang dilaksanakan
mencapai hasil yang optimal. Pemimpin Posbindu bisanya berasal dari anggota
Posbindu itu sendiri.
3) Pengorganisasian
Ciri dari suatu proses pengorganisasian dapat dilihat dari adanya pembagian tugas,
penunjukan kader, jadwal kegiatan yang teratur dan sebagainya. Struktur
organisasi Posbindu sedikitnya terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan
beberapa seksi dan kader.
4) Anggota Kelompok
Jumlah anggota kelompok Posbindu berkisar antara 50-100 orang. Perlu
diperhatikan juga jarak antara sasaran dengan lokasi kegiatan dalam penentuan
jumlah anggota, sehingga apabila terpaksa tidak tertutup kemungkinan anggota
Posbindu kurang dari 50 orang atau lebih dari 100 orang.
5) Kader
Jumlah kader di setiap kelompok tergantung pada jumlah anggota kelompok,
volume dan jenis kegiatannya, yaitu sedikitnya 3 orang.
6) Pendanaan
Pendanaan bisa bersumber dari anggota kelompok Posbindu, berupa iuran atau
sumbangan anggota atau sumber lain seperti donatur atau sumber lain yang tidak
mengikat.
7) Pelayanan Kesehatan
Pelayaan kesehatan di Posbindu meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan mental
emosional. Kartu Menuju Sehat (KMS) Usia Lanjut sebagai alat pencatat dan
pemantau untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau
ancaman masalah kesehatan yang dihadapi dan mencatat perkembangannya dalam
Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) Usia Lanjut atau catatan kondisi
kesehatan yang lazim digunakan di Puskesmas.

Sumber:http://amiesuyanto.blogspot.com/2013/11/program-kesehatan-lansia-di-
indonesia_27.html
Top of Form

Anda mungkin juga menyukai