Capaian Pembelajaran:
Mahasiswa mampu melakukan simulasi asuhan keperawatan kepada anak dengan Anemia
serta keluarganya dengan mengembangkan pola pikir kritis, logis dan etis, menggunakan
komunikasi terapeutik dan memperhatikan aspek budaya dan menghargai sumber-sumber
etnik, agama atau faktor lain dari setiap pasien yang unik.
Tujuan Pembelajaran:
Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis,
patofisiologi, tata laksana Anemia.
Pada pembelajaran Bab 4 ini Anda akan belajar tentang definisi, etiologi, klasifikasi,
manifestasi klinis, patofisiologi, tata laksana dan asuhan keperawatan anak dengan Anemia.
Asuhan keperawatan diawali dengan pengkajian, rencana asuhan keperawatan yang terdiri
dari diagnosis keperawatan, luaran dan intervensi keperawatan.
A. Definisi
Anemia merupakan kondisi di mana seseorang tidak memiliki sel darah merah (eritrosit)
dalam jumlah yang cukup untuk mengantarkan hemoglobin, yaitu protein yang
mengirimkan oksigen ke berbagai jaringan yang terdapat di dalam tubuh.
Mengutip dari Healthy Children, saat tubuh anak tidak mendapatkan cukup oksigen maka
yang terjadi adalah organ tubuh tidak dapat bekerja secara normal.
Tak hanya itu saja, penurunan jumlah sel darah merah juga dapat memberikan tekanan
pada tubuh sehingga anak merasakan lemas, pusing, hingga sesak napas.
Anemia juga menjadi salah satu masalah kesehatan yang serius. WHO memperkirakan
bahwa sekitar 42% anak di bawah usia 5 tahun di seluruh dunia mengalaminya.
B. Etiologi
Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena :
a) Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi defisiensi Fe, Thalasemia,
dan anemi infeksi kronik.
b) Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient yang dapat menimbulkan
anemi pernisiosa dan anemi asam folat
c) Fungsi sel induk (stem sel) terganggu, sehingga dapat menimbulkan anemi
aplastik dan leukemia
d) Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma
Kehilangan darah
a) Akut karena perdarahan atau trauma/ kecelakaan yang terjadi secara mendadak.
b) Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
Meningkatrnya pmecahan eritrosit (hemolisis). Hemolisis dapat terjadi karena :
a) Faktor bawaan. Misalnya kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah kerusakan
eritrosit).
b) Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit.
Bahan baku untuk pembentuk eritrosit tidak ada. Bahan baku yang dimaksud adalah
protein, asam folat, Vitamin B12, dan minral.
C. Klasifikasi
Klasifikasi Anemia pada anak menurut World Health Organisation (WHO) berdasarkan
usia dan derajat anemia dapat dilihat pada (Tabel 1)
D. Manifestasi Klinis
Anemia bukan suatu keadaan spesifik, melainkan dapat disebabkan oleh bermacam-
macam reaksi patologis dan fisiologis. Anemia ringan hingga sedang mungkin tidak
menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut ke keadaan anemia berat dengan
gejala-gejala keletihan, takipnea, napas pendek saat beraktivitas, takikardia, dilatasi
jantung, dan gagal jantung. Anemia mungkin dihubungkan dengan pucat tetapi anemia
lebih sering merupakan “silent symptom” dan hanya terdeteksi pada skrining rutin. Pucat
dan anemia bukan merupakan diagnose. Pucat dan anemia merupakan tanda dan gejala
dari proses penyakit yang mendasari yang membutuhkan evaluasi menyeluruh oleh
dokter.
Bayi dan balita mungkin mengalami kelelahan, irritable, pucat, selalu ingin tidur, nafsu
makan buruk, dan failure to thrive. Anak-anak dan remaja yang lebih tua dapat
mengalami kelelahan, pucat, exercise intolerance, pusing, sakit kepala, sesak napas, atau
palpitasi. Namun, kebanyakan anemia ringan sampai sedang pada masa kanak-kanak
tidak bergejala karena anemia berkembang secara perlahan dari waktu ke waktu, dan
pasien biasanya dapat mengkompensasi hal tersebut dengan baik. Faktanya, pemeriksaan
fisik rutin dan pemeriksaan laboratorium rutin hanya untuk mengetahui anak dengan
anemia jarang dilakukan.
Awitan akut anemia dapat terjadi pada tingkat yang tidak terkompensasi dengan baik dan
dapat bermanifestasi berupa peningkatan laju denyut jantung, bising jantung, toleransi
yang buruk terhadap kegiatan, sakit kepala, tidur berlebihan (khususnya pada bayi) atau
kelelahan, iritabilitas, buruknya asupan makanan dam sinkop. Sebaliknya, anemia kronik
seringkali sangat ditoleransi dengan baik pada anak karena cadangan kardiovaskular
mereka. Biasanya, anak dengan anemia kronik akan mengalami takikardia dan bising
jantung. Pentingnya intervensi diagnostic dan teraupeutik terutama penggunaan transfuse
packed red cells (PRC) seharusnya lebih ditentukan oleh luasnya gangguan
kardiovaskular atau fungsional dibandingkan dengan kadar hemoglobin absolute.
Penyebab anemia seringkali dapat diduga dari anamnesis seksama sesuai usia pasien.
Anemia pada segala usia membutuhkan pencarian adanya perdarahan. Riwayat ikterus,
pucat, saudara yang mengalami hal serupa sebelumnya, obat yang dimakan oleh ibu,
atau perdarahan dalam jumlah besar pada saat kelahiran memberikan petunjuk penting
untuk diagnosis pada bayi baru lahir. Anamnesis diet secara seksama sangat penting.
Temuan penting pada pasien dengan anemia hemolitik adalah ikterus, pucat dan
splenomegali. Akibat peningkatan produksi bilirubin, batu empedu, hasil dari hemolisis
kronik adalah komplikasi yang sering terjadi. Keluhan sistemik dapat menunjukkan
penyakit akut ataupun kronik sebagai kemungkinan penyebab anemia. Pada masa kanak-
kanak lebih besar dan masa remaja adanya gejala konstitusional, diet yang tidak lazim,
ingesti obat atau perdarahan terutama dari darah menstruasi sering mengarahkan kesuatu
diagnosis.
Kelainan hemolitik congenital (defisiensi enzim dan masalah membrane) sering terjadi
pada enam bulan pertama kehidupan dan seringkali dihubungkan dengan ikterus
neonatorum, walupun kelainan-kelainan ini sering tidak terdiagnosis. Anamnesis secara
seksama perihal obat penting untuk mendeteksi masalah yang dapat dipicu oleh obat.
Defisiensi besi murni karena diet jarang terjadi kecuali pada bayi, saat intoleransi protein
susu sapi yang menyebabkan perdarahan gastrointestinal dan selanjutnya akan makin
mempersulit asupan besi yang sebelumnya inadekuat.
E. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah
merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis
(destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan
sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal
≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran
sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat
diperleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel
darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat
dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
↓
viskositas darah menurun
↓
resistensi aliran darah perifer
↓
penurunan transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia, pucat, lemah
↓
beban jantung meningkat
↓
kerja jantung meningkat
↓
payah jantung
F. Tata Laksana
Anemia (yang tidak berat)
Anak (umur < 6 tahun) menderita anemia jika kadar Hb < 9,3 g/dl (kira-kira sama dengan
nilai Ht < 27%). Jika timbul anemia, atasi - kecuali jika anak menderita gizi buruk
Beri pengobatan (di rumah) dengan zat besi (tablet besi/folat atau sirup setiap hari)
selama 14 hari.
Catatan:
jika anak sedang mendapatkan pengobatan sulfadoksin-pirimetamin, jangan diberi
zat besi yang mengandung folat sampai anak datang untuk kunjungan ulang 2
minggu berikutnya. Folat dapat mengganggu kerja obat anti malaria. Minta orang
tua anak untuk datang lagi setelah 14 hari. Jika mungkin, pengobatan harus
diberikan selama 2 bulan. Dibutuhkan waktu 2 - 4 minggu Untuk menyembuhkan
anemia dan 1-3 bulan setelah kadar Hb kembali normal untuk mengembalikan
persediaan besi tubuh.
Jika anak berumur ≥ 2 tahun dan belum mendapatkan mebendazol dalam kurun
waktu 6 bulan, berikan satu dosis mebendazol (500 mg) untuk kemungkinan
adanya infeksi cacing cambuk atau cacing pita.
Ajari ibu mengenai praktik pemberian makan yang baik.
Anemia Berat
Beri transfusi darah sesegera mungkin (lihat di bawah) untuk:
semua anak dengan kadar Ht ≤ 12% atau Hb ≤ 4 g/dl
anak dengan anemi tidak berat (haematokrit 13–18%; Hb 4–6 g/dl) dengan beberapa
tampilan klinis berikut:
o Dehidrasi yang terlihat secara klinis
o Syok
o Gangguan kesadaran
o Gagal jantung
o Pernapasan yang dalam dan berat
o Parasitemia malaria yang sangat tinggi (>10% sel merah berparasit).
Jika komponen sel darah merah (PRC) tersedia, pemberian 10 ml/kgBB selama 3–4
jam lebih baik daripada pemberian darah utuh. Jika tidak tersedia, beri darah utuh
segar (20 ml/kgBB) dalam 3–4 jam.
Periksa frekuensi napas dan denyut nadi anak setiap 15 menit. Jika salah satu di
antaranya mengalami peningkatan, lambatkan transfusi. Jika anak tampak mengalami
kelebihan cairan karena transfusi darah, berikan furosemid 1–2 mg/kgBB IV, hingga
jumlah total maksimal 20 mg.
Bila setelah transfusi, kadar Hb masih tetap sama dengan sebelumnya, ulangi
transfusi.
Pada anak dengan gizi buruk, kelebihan cairan merupakan komplikasi yang umum
terjadi dan serius. Berikan komponen sel darah merah atau darah utuh, 10 ml/kgBB
(bukan 20 ml/kgBB) hanya sekali dan jangan ulangi transfusi.2
4. Anemia Aplastik
• Prednison 2-5 mg/KgBB/hari PO
• Testosteron 1-2 mg/kgBB/hari Parenteral
• Transfusi darah bila perlu
• Pengobatan terhadap infeksi sekunder
• Transplantasi sumsum tulang
G. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian Keperawatan
a. Usia anak: Fe ↓ biasanya pada usia 6-24 bulan
b. Pucat
• pasca perdarahan
• pada difisiensi zat besi
• anemia hemolistik
• anemia aplastik
c. Mudah lelah
Kurangnya kadar oksigen dalam tubuh
d. Pusing kepala
Pasokan atau aliran darah keotak berkurang
e. Napas pendek
Rendahnya kadar Hb
f. Nadi cepat
Kompensasi dari refleks cardiovascular
g. Eliminasi urnie dan kadang-kadang terjadi penurunan produksi urine
Penurunan aliran darah keginjal sehingga hormaon renin angiotensin aktif untuk
menahan garam dan air sebagai kompensasi untuk memperbaiki perpusi dengan
manefestasi penurunan produksi urine
h. Gangguan pada sisten saraf
Anemia difisiensi B 12
i. Gangguan cerna
Pada anemia berat sering nyeri timbul nyeri perut, mual, muntah dan penurunan
nafsu makan
j. Pika
Suatu keadaan yang berkurang karena anak makan zat yang tidakbergizi, Anak
yang memakan sesuatu apa saja yang merupakan bukan makanan seharusnya
(PIKA)
k. Iritabel (cengeng, rewel atau mudah tersinggung)
l. Suhu tubuh meningkat
Karena dikeluarkanya leokosit dari jaringan iskemik
m. Pola makan
n. Pemeriksaan penunjang
• Hb
• Eritrosit
• Hematokrit
o. Program terafi, perinsipnya :
• Tergantung berat ringannya anemia
• Tidak selalu berupa transfusi darah
• Menghilangkan penyebab dan mengurangi gejala
III. RENCANA
1) Intoleransi aktivitas b/d gangguan sistem transpor oksigen sekunder akibat anemia
Rencana Tindakan:
1. Monitor Tanda-tanda vital seperti adanya takikardi, palpitasi, takipnue,
dispneu, pusing, perubahan warna kulit, dan lainya
2. Bantu aktivitas dalam batas tolerasi
3. Berikan aktivitas bermain, pengalihan untuk mencegah kebosanan dan
meningkatkan istirahat
4. Pertahankan posisi fowler dan berikan oksigen suplemen
5. Monitor tanda-tanda vital dalam keadaan istirahat
2) Kurang nutrisi dari kebutuhan b/d ketidak adekuatan masukan sekunder akibat :
kurang stimulasi emosional/sensoris atau kurang pengetahuan tentang pemberian
asuhan
Rencana Tindakan:
1. Berikan nutrisi yang kaya zat besi (fe) seperti makanan daging, kacang,
gandum, sereal kering yang diperkaya zat besi
2. Berikan susu suplemen setelah makan padat
3. Berikan preparat besi peroral seperti fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat,
fero glukonat, dan berikan antara waktu makan untuk meningkatkan absorpsi
berikan bersama jeruk
4. Ajarkan cara mencegah perubahan warna gigi akibat minum atau makan zat
besi dengan cara berkumur setelah minum obat, minum preparat dengan air
atau jus jeruk
5. Berikan multivitamin
6. Jangan berikan preparat Fe bersama susu
7. Kaji fases karena pemberian yang cukup akan mengubah fases menjadi hijau
gelap
8. Monitor kadar Hb atau tanda klinks
9. Anjurkan makan beserta air untuk mengurangi konstipasi
10. Tingkatkan asupan daging dan tambahan padi-padian serta sayuran hijau
dalam diet
N Dx NOC NIC
o Keperawatan
.
1 Intoleransi Self Care : ADLs obserrvasi adanya pembatasan
. aktifitas Toleransi aktivitas klien dalam melakukan aktivitas
berhubungan Konservasi eneergi Kaji adanya faktor yang
dengan Setelah dilakukan tindakan menyebabkan kelelahan
kelemahan keperawatan selama Monitor nutrisi dan sumber energi
menyeluruh 1x24jam Pasien bertoleransi yang adekuat
terhadap aktivitas dengan Monitor pasien akan adanya
Kriteria Hasil : kelelahan fisik dan emosi secara
Berpartisipasi dalam berlebihan
aktivitas fisik tanpa Monitor respon kardivaskuler
disertai peningkatan terhadap aktivitas (takikardi,
tekanan darah, nadi dan disritmia, sesak nafas, diaporesis,
RR pucat, perubahan hemodinamik)
Mampu melakukan Monitor pola tidur dan lamanya
aktivitas sehari hari tidur/istirahat pasie
(ADLs) secara mandiri Kolaborasikan dengan Tenaga
Keseimbangan aktivitas Rehabilitasi Medik dalam
dan istirahat merencanakan progran terapi yang
tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
antu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
N Dx NOC NIC
o Keperawatan
.
Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual
Penilaian
1. Apa penilaian saudara terhadap keadaan anak tersebut?
2. Apa yang harus segera dilakukan berdasarkan penilaian saudara?
6. Manifestasi yang spesifik pada anemia defisiensi besi yang berat adalah
a. Tidak terdapat organomegali
b. Pagophagia, koilonychia.
c. Perut membuncit.
d. Urin berwarna gelap
9. Anemia defisiensi besi dapat menimbulkan efek jangka panjang pada anak :
a. Berat badan turun.
b. Nafsu makan menurun
c. Gangguan perkembangan
d. Gangguan kognitif dan penurunan prestasi belajar
Jawaban
4. D
5. D
6. B
7. C
8. B
9. D
10. C
J. Daftar Pustaka(buku 10 tahun terakhir, jurnal 5 tahun terakhir, style APA 7 th edition)
Cahyati. dkk. (2019). Tren Pneumonia Balita di Kota Semarang Tahun
2012-2018. Higeia Journal Public Health, 3(3), 408.
Ihsaniah, H. . (2019). PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM MENIUP
BALON TERHADAP INTENSITAS NYERI ANAK USIA PRESEKOLAH
PASCA BEDAHDI RSUD Dr.H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
TAHUN 2019 [Politeknik Kesehatan Tanjungkarang].
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/id/eprint/792
NANDA-I. (2021). Nursing Diagnoses: definition and classification 2021-2023 (T.Herdman, S.
Kamitsuru, & C. . Lopes (eds.); Twelfth Ed).
Padila, P., J, H., Yanti, L., Setiawati, S., & Andri, J. (2020). Meniup Super
Bubbles dan Baling-Baling Bamboo pada Anak Penderita
Pneumonia. Jurnal Keperawatan Silampari, 4(1), 112–119.
https://doi.org/10.31539/jks.v4i1.1545