Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KONTROL MASTEKTOMI

DI RUANG POLI OBGYN RSI AISYIYAH MALANG

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN MATERNITAS

OLEH :

NAMA : INGGAR FOURUSITA

NIM : 201920461011080

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


2020

LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN KONTROL MASTEKTOMI

DI RUANG POLI OBGYN RSI AISYIYAH MALANG

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN MATERNITAS

KEOLOMPOK 12

NAMA : INGGAR FOURUSITA

NIM : 201920461011080

TGL PRAKTEK : 17-22 Agustus 2020

Malang, 22 Agustus 2020

Mahasiswa Pembimbing

(Inggar Fourusita) (Juwitasari, MS)


PENDAHULUAN

1. Definisi
Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara, dimana dilakukan
pembedahan untuk mengangkat sebagian atau seluruh peyudara yang terserang kanker
payudara. Pembedahan paling utama dilakukan pada kanker payudara stadium I dan
II. Pembedahan ini dapat bersifat kuratif (menyembuhkan) maupun paliatif
(menghilangkan gejala-gejala penyakit) (Lasari, Momen & Sarmila, 2014).
Berdasarkan tujuan terapi mastektomi, prinsip terapi bedah kuratif adalah
pengangkatan seluruh sel kanker tanpa meninggalkan sel kanker secara miskroskopik.
Terapi bedah kuratif ini dilakukan pada kanker payudara stadium dini (I dan II).
Sedangkan terapi bedah paliatif adalah untuk mengangkat sel kanker pasyudara sedara
makroskopik dan meninggalkan sel kanker secara mikroskopik. Pengobatan bedah
paliatif ini pada umumnya dilakukan untuk mengurangi keluhan-keluhan pada
penderita seperti perdarahan, patah tulang dan pengobatan ulkus, dilakukan pada
kanker payudara stadium III dan IV (Smeltzer & Brenda, 2002).
Tipe mastektomi dan penanganan kanker payudara bergantung pada beberapa
faktor meliputi usia, kesehatan secara menyeluruh, status menopause, dimensi tumor,
tahapan tumor dan seberapa luas penyebarannya, stadium tumor dan keganasannya,
status reseptor homon tumor, dan penyebaran tumor telah mencapai simpul limfe atau
belum (Kozier, 2008).
2. Klasifikasi
Menurut Suryo (2009), ada 3 jenis mastektomi yaitu:
 Simple Mastectomy (Total Mastectomy)
Pada prosedur operasi ini, keseluruhan jaringan payudara diangkat, tapi
kelenjar getah bening yang berada di bawah ketiak (axillary lymph nodes)
tidak diangkat. Kadang-kadang sentinel lymph node, yaitu kelenjar getah
bening utama, yang lags berhubungan dengan payudara, diangkat juga. Untuk
mengidentifikasi sentinel lymp node ahli bedah akan menyuntikkan suatu
cairan dan / atau radioactive tracer kedalam area sekitar puting payudara.
Cairan atau tracer tadi akan mengalir ketitik-titik kelenjar getah bening, yang
pertama akan sampai ke sentinel lymp node. Ahli bedah akan menemukan
titik-titik pada KGB (kelenjarGetah Bening) yang warnanya berbeda (apabila
digunakan cairan) atau pancaran radiasi (bila menggunakan tracer).
Cara ini biasanya mempunyai resiko rendah akan terjadinya lymphedema
(pembengkakan pada lengan) daripada axillary lymp node dissection. Bila
ternyata hasilnya sentinel node bebas dari penyebaran kanker, maka tidak ada
operasi lanjutan untuk KGB. Apabila sebaliknya, maka dilanjutkan operasi
pengangkatan KGB. Operasi ini kadang-kadang dilakukan pada kedua
payudara pada penderita yang berharap menjalani mastektomi sebagai
pertimbangan pencegahan kanker. Penderita yang menjalani simple
mastectomy biasanya dapat meninggalkan rumah sakit setelah dirawat dengan
singkat . Seringkali, saluran drainase dimasukkan selama operasi di dada
penderita dan menggunakan alat penghisap (suction) kecil untuk
memindahkan cairan subcutaneous (cairan di bawah kulit). Alat-alat ini
biasanya dipindahkan beberapa hari setelah operasi apabila drainase telah
berkurang dari 20-30 ml per hari.
 Modified Radical Mastectomy
Keseluruhan jaringan payudara diangkat bersama dengan jaringan-jaringan
yang ada di bawah ketiak (kelenjar getah bening dan jaringan lemak).
Berkebalikan dengan simple mastectomy, m. pectoralis (otot pectoralis)
ditinggalkan.
 Radical Mastectomy atau Halsted Mastectomy
Prosedur operasi ini melibatkan pengangkatan keseluruhan jaringan payudara,
kelenjar getah bening di bawah ketiak, dan m. pectoralis mayor dan minor
(yang berada di bawah payudara). Prosedur ini lebih jelek dari pada modified
radical mastectomy dan tidak memberikan keuntunganpada kebanyakan tumor
untuk bertahan. Operasi ini, saat ini lebih digunakan bagi tumor-tumor yang
melibatkan m. pectoralis mayor atau kanker payudara yang kambuh yang
melibatkan dinding dada.
Menurut KemenkesRI (2015), jenis mastektomi yaitu :
 Mastektomi
- Mastektomi Radikal Modifikasi (MRM)
MRM adalah tindakan pengangkatan tumor payudara dan seluruh payudara
termasuk kompleks puting-areola, disertai diseksi kelenjar getah bening
aksilaris level I sampai II secara en bloc dengan indikasi kanker payudara
stadium I, II, IIIA dan IIIB. Bila diperlukan pada stadium IIIB, daat dilakukam
setelah terapi neoajuvan untuk pengecilan tumor.

- Mastektomi radikal klasik


Mastektomi radikal adalah tindakan pengangkatan payudara, kompleks puting-
areola, otot pektoralis mayor dan minor, serta kelenjar getah bening aksilaris
level I, II, III secara en bloc. Jenis tindakan ini merupakan tindakan operasi
yang pertama kali dikenal oleh Halsted ntuk kanker payudara, namun dengan
makin meningkatnya pengetahuan biologis dan makin kecilnya tumor yang
ditemukan maka makin berkembang operasi-operasi yang lebih minimal
dengan indikasi:
 Kanker payudara stadium IIIb yang masih operable
 Tumor dengan infiltrasi ke muskulus pectoralis major

 Mastektomi Simple
Mastektomi simpel adalah pengangkatan seluruh payudara beserta kompleks
puting-areolar tanpa diseksi kelenjar getah bening aksila, dengan indikasi
tumor phyllodes besar, keganasan payudara stadium lanjut dengan tujuan
paliatif menghilangkan tumor, penyakit Paget tanpa massa tumor, dan DCIS.
3. Indikasi Operasi Mastektomi
Menurut Engram (2009) indikasi operasi mastektomi dilakukan pada kanker
payudara stadium 0 (insitu), kanker payudara stadium lanjut, keganasan jaringan
lunak pada payudara, dan tumor jinak payudara yang mengenai seluruh jaringan
payudara (misal: phyllodes tumor).
4. Kontra Indikasi
Kontra indikasi operasi mastektomi adalah
- Tumor melekat dinding dada,
- Edema lengan,
- Nodul satelit yang luas, dan
- Mastitis inflamatoar (Engram, 2009).
5. Persiapan Perioperatif Mastektomi
1. Fase Perioperatif mastektomi
- Menurut KemenkesRI (2015),
 Promotif: fungsi fisik dan psiko-sosio-spiritual serta kualitas hidup

 Preventif terhadap keterbatasan/ gangguan fungsi yang dapat timbul

 Penanganan terhadap keterbatasan/ gangguan fungsi yang sudah ada

Fase perioperatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi dan
diakhiri ketika pasien dikirim ke kamar operasi. Lingkup aktivitas keperawatan
selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien.
Wawancara praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan
dalam pembedahan.
- Pengkajian:
 Identitas pasien
 Tanda-tanda vital
 Riwayat penyakit : alergi, penyakit paru, penggunaan narkoba,
alkoholisme, menggunakan obat seperti kortikosteroid dan obat
jantung.
 Riwayat kesehatan Keluarga: seperti DM, hipertensi
 Status nutrisi: BB, puasa, tinggi badan
 Keseimbangan cairan dan elektrolit
Diagnosa keperawatan pre operasi mastektomi:
- Defisit pengetahuan diri tentang mastektomi b/d kurang terpapar
informasi (D.0111)
- Ansietas b/d kekhawatiran mengalami kegagalan (D.0080)
- Nyeri akut b/d agen fisiologis (D.0077)
- Gangguan mobilitas fisik b/d Nyeri (D.0054)
2. Fase Intraoperatif Mastektomi
Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah
dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Aktivitas keperawatan
yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal yaitu:
a. Safety management
b. Monitoring fisiologis
c. Monitoring psikologis
d. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
 Mengatur keamanan fisik pasien
 Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
3. Fase Post operatif Masktektomi
- Penanggulangan keluhan nyeri
 Edukasi, farmakoterapi, modalitas kedokteran fisik dan rehabilitasi
 Edukasi pasien untuk ikut serta dalam penanganan nyeri memberi efek
baik pada pengontrolan nyeri
- Masalah psikologis
Menurut Sjamsuhidajat (2010), pasien pra mastektomi akan mengalami
masalah psikologis, karena payudara merupakan alat vital seseorang ibu dan
wanita, kelainan atau kehilangan akibat operasi payudara sangat terasa oleh
pasien, haknya seperti dirampas sebagai wanita normal, ada rasa kehilangan
tentang hubungannya dengan suami, dan hilangnya daya tarikserta pengaruh
terhadap anak dari segi menyusui.
- Preventif terhadap gangguan fungsi yang dapat timbul pascatindakan-operasi
yaitu gangguan fungsi gerak lengan, sensasi, nyeri, limfedema.
- Penanganan gangguan fungsi/ disabilitas yang ada
Diagnosa keperawatan pasca operasi mastektomi:
- Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (D.0077)
- Risiko infeksi b/d efek prosedur invasif (D.0142)
- Gangguan mobilitas fisik b/d Nyeri (D.0054)
- Gangguan citra tubuh b/d perubahan struktur/bentuk tubuh (D.0083)
6. Komplikasi
Komplikasi operasi mastektomi dibedakan menjadi fase dini dan fase lambat. Fase
dinimeliputi pendarahan,lesi nodul thoracalis longus wing scapula, dan lesi nodul
thoracalis dorsalis.Fase lambat meliputi infeksi, nekrosis flap, seroma, edema lengan,
kekakuan sendi, dan bahu kontraktur (Engram, 2009).
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang sebelum dilakukan mastektomi meliputi, yaitu:
mandatory, mamografi (USG payudara), foto toraks, FNAB tumor payudara, USG
liver/abdomen, dan pemeriksaan kimia darah lengkap untuk persiapan operasi
(Engram, 2009).
8. Pathway Mastektomi

Mastektomi Simpel/ Mastektomi Radikal Mastektomi Radikal


Sederhana Modifikasi Klasik

Indikasi Kontra Indikasi


Kanker payudara stadium 0
(insitu) Tumor melekat
Kanker payudara stadium dindingdada,
lanjut
Keganasan jaringan lunak Edema lengan,
pada payudara
Nodul satelit yang luas, dan
Tumor jinak payudara yang
mengenai seluruh jaringan Mastitis inflamator
payudara (misal: phyllodes
tumor)

Fase Pra operatif Fase Intraoperatif Fase Post Operatif


Mastektomi Mastektomi Mastektomi

Promotif: fungsi fisik dan psiko- Safety management Penanggulangan keluhan nyeri
sosio-spiritual serta kualitas
hidup Monitoring fisiologis Edukasi, farmakoterapi,
Monitoring psikologis modalitas kedokteran fisik
Preventif terhadap keterbatasan/
gangguan fungsi yang dapat dan rehabilitasi
Pengaturan dan koordinasi
timbul Nursing Care Edukasi pasien untuk ikut
Penanganan terhadap serta dalam penanganan
keterbatasan/ gangguan fungsi nyeri memberi efek baik
yang sudah ada pada pengontrolan nyeri

Masalah psikologis
Defisit pengetahuan diri
tentang mastektomi Preventif terhadap gangguan
fungsi yang dapat timbul pasca
Ansietas
tindakan-operasi
Nyeri akut
Penanganan gangguan fungsi/
disabilitas yang ada
Nyeri akut

Risiko infeksi

Gangguan citra tubuh


9. Follow-Up
Hal- hal yang harus di follow up:
- Menilai secara keseluruhan dari pasien
- Pendekatan spikologis terhadap penderita sehingga penderita bisa merasakan
pentingnya arti kunjungan. Hal-hal yang harus ditanyakan adalah perasaan
umum seperti: nafsu makan, pola tidur, hambatan pekerjaan
- Menilai adanya kekambuhan
- Menilai kekambuhan scara klinis (anamnesa, pemeriksaan fisik), pemeriksaan
laboraturium, biomarker, dan pencitraan.
- Menilai dan merawat hasil dan komplikasi pembedahan (KemenkesRI, 2015).
Case study

Malpractice Leading to Secondary Lymphedema after Radical Mastectomy: Case


Report

Pasien 75 tahun ini dengan skor indeks massa tubuh (BMI) 25 kg / m 2juga didiagnosis
dengan diabetes melitus dan hipertiroidisme. Selama aplikasi kemoterapi, terjadi ekstravasasi
pada lengan di sisi mastektomi. Selanjutnya, edema progresif berkembang bersamaan dengan
nyeri dan sensitivitas. Pasien melaporkan bahwa edema mulai menyebar ke proksimal dan
dengan cepat menyebar ke seluruh lengan. Tingkat keparahan nyeri diberi skor 6,1 cm
(VAS). Nyeri direpresentasikan secara terus menerus dan menyebar ke seluruh lengan.
Peningkatan suhu kulit dan paresthesia di tangan diamati. Perbedaan lingkar antara lengan
yang terkena dan yang tidak terkena rata-rata adalah 3,7 cm. Mobilitas bahu di bawah 90
derajat pada fleksi dan abduksi. Kekuatan otot dinilai menurun karena pasien tidak dapat
menahan 1 kg berat badan selama 10 detik saat fleksi atau abduksi.
RESUME

Nama pasien :
No RM :

S O A P I E
Pasien melaporkan P: pasca mastektomi Nyeri akut b/d agen SLKI -Mengidentifikasi S: Pasien mengatakan,
nyeri secara terus- pencedera fisik d.d
Q: TT Setelah dilakukan tindakanlokasi, karakteristi, nyeri berkurang
menerus dan nyeri menyebar ke
menyebar ke seluruh R: lengan seluruh lengan keperawatan selama 1x3 jamdurasi,
lengan. (D.0077) diharapkan “Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas, O:
S: 6,1 (VAS) (L.08066)” menurun denganintensitas nyeri - Keluhan nyeri cukup
T: terus-menerus kriteria hasil : -Mengidentifikasi skala menurun (4)
-Keluhan nyeri menurun nyeri -Gelisah cukup menurun
-Gelisah menurun -Mengidentifikasi (4)
respon nyeri non verbal
SIKI -Mengidentifikasi faktor A: Masalah teratasi
yang memperberat dan sebagian
Manajemen Nyeri (I.08238) memperingan nyeri
Observasi: -Memonitor efek P: Ulangi intervensi
-Identifikasi lokasi, karakteristi, samping penggunaan nyeri hingga menurun
durasi, analgetik
frekuensi, kualitas, intensitas Terapeutik:
nyeri -Bmemberikan teknik
-Identifikasi skala nyeri nafas dalam untuk
-Identifikasi respon nyeri non mengurangi nyeri
verbal -Mengontrol lingkungan
-Identifikasi faktor yang yang memperberat rasa
nyeri
memperberat dan -Memfasilitasi istirahat
memperingan nyeri tidur
-Monitor efek samping Edukasi:
penggunaan -Menjelaskan penyebab,
analgetik periode, dan pemicu
Terapeutik: nyeri
-Berikan teknik non farmakologis -Menjelaskan strategi
untuk meredakan nyeri
menggurangi rasa nyeri -Menganjurkan
-Kontrol lingkungan yang memonitor nyeri secara
memperberat rasa mandiri
nyeri -Menganjurkan
-Fasilitasi istirahat tidur menggunakan analgetik
Edukasi: secara
-Jelaskan penyebab, periode, dan tepat
pemicu Kolaborasi:
nyeri -Mengolaborasi
-Jelaskan strategi meredakan pemberian analgetik
nyeri
-Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
-Anjurkan menggunakan
analgetik secraa
tepat
-Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk
menggurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
-Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
S O A P I E
Pasien melaporkan Efek prosedur invasif Risiko infeksi d.d efek SLKI Observasi S: Pasien mengatakan
bahwa edema mulai prosedur invasif -Memeriksa lokasi insisi masih bengkak
menyebar ke Setelah dilakukan tindakan adanya kemeraha,
proksimal dan dengan 1x3 jam, diharapkan “Tingkat bengkak, atau tanda-tanda O:
cepat menyebar ke Infeksi (L.14137)” menurun, dehisen atau eviserasi -Demam sedang (3)
seluruh lengan dengan kriteria hasil: -Mengidentifikasi -Nyeri cukup menurun
1. Demam menurun (1) karakteristik drainase (3)
2. Nyeri menurun (1) -Memonitr proses -Bengkak sedang (3)
3. Bengkak (1) penyembuhan area insisi
-Memonitor tanda dan A: Masalah belum
SIKI gejala infeksi teratasi
Perawatan Area Insisi Terapeutik
(1.14558) -Membersihkan area P: Lanjutkan intervensi
insisi dengan pembersih Perawatan area insisi
Observasi yang tepat
1. Periksa lokasi insisi adanya -Mengganti balutan yang
kemeraha, bengkak, atau sesuai
tanda-tandadehisen atau Edukasi
eviserasi -Mengajarkan
2. Identifikasi karakteristik meminmalkan tekanan
drainase pada tempat insisi
3. Monitr proses -Mengajarkan merawat
penyembuhan area insisi area insisi
4. Monitor tanda dan gejala
infeksi
Terapeutik
1. Bersihkan area insisi
dengan pembersih yang
tepat
2. Ganti balutan yang sesuai
Edukasi
1. Ajarkan meminmalkan
tekanan pada tempat insisi
2. Ajarkan merawat area
insisi
S O A P I E
Pasien mengeluh -Kekuatan otot Gangguan mobilitas SLKI Observasi S: Pasien mengatakan
nyeri menurun fisik b/d Nyeri -Mengidentifikasi adanya nyeri sedikit menurun,
-Rentang gerak (D.0054) Setelah dilakukan tindakan nyeri atau keluhan fisik sedikit bisa
menurun 1x3 jam, diharapkan lainnya menggerakkan
“Mobilitas Fisik (L/05042)” -Mengidentifikasi
meningkat, dengan kriteria toleransi fisik melakukan O:
hasil: pergerakan -Pergerakan ekstremitas
4. Pergerakan ekstremitas -Memonitor frekuensi cukup meningkat
meningkat (5) jantung dan tekanan -Kekuatan otot cukup
5. Kekuatan otot meningkat (5)darah sebelum dan meningkat
6. Rentang gerak (ROM) sesudah mobilisasi -Rentang gerak (ROM)
meningkat (5) Terapeutik cukup meningkat
7. Nyeri menurun (5) Memfasilitasi aktivitas -Nyeri menurun
8. Kecemasan menurun (5) mobilisasi dengan alat -Kecemasan menurun
bantu
SIKI Edukasi A: Masalah teratasi
Dukungan Mobilisasi -Menjelaskan tujuan dan
(1.05173) prosedur mobilisasi P: Pasien dibolehkan
-Menganjurkan pulang
Observasi mobilisasi dini
5. Identifikasi adanya nyeri -Mengajarkan mobilisasi
atau keluhan fisik lainnya sederhana yang harus
6. Identifikasi toleransi fisik dilakukan
melakukan pergerakan
7. Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah sebelum
dan sesudah mobilisasi
Terapeutik
3. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (pagar tempat tidur)
Edukasi
3. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
4. Anjurkan mobilisasi dini
5. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
Daftar Pustaka

Engram, B. (2009). Rencana asuhan keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC


KemenkesRI. (2015). Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara. Jakarta: Komite
Penanggulangan Kanker Nasional
Keser, Ilke., Selda Basar, Irem Duzgun, and Nevin A. Guzel. (2013). Malpractice Leading to
Secondary Lymphedema after Radical Mastectomy: Case Report. 8(5): 371–373.
doi: 10.1159/000354578
Kozier, B. (2008). Fundamental of Nursing, Seventh Edition, Vol.2. Jakarta: EGC.
Lasari, Momen & Sarmila. (2014). Promosi dan Pencegahan Kanker Payudara Berbasis
Media Sosial. Ponorogo: Myria Publisher
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1 Cetakan). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1 Cetakan). Jakarta: DPP PPNI.
Sjamsuhidajat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda. (2002). Buku Ajar Leperwatan Medikal Bedah: Brunner
Suddarth, Vol.2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai