Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
BPS mencatat bahwa prosentase industri informal di indonesia yang
berkembang di tengah masyarakat hingga Februari 2014 mencapai 53,6 %.
Besarnya jumlah tersebut seringkali tidak diimbangi dengan perhatian terhadap
aspek keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Lemahnya pengawasan
terhadap aspek K3 di industri informal membuat kecelakaan kerja sering terjadi,
hal ini diperparah dengan sulitnya mengakses data mengenai kecelakaan kerja
yang terjadi, sehingga sulit dilakukan evaluasi.
Jamsostek menyebutkan pada tahun 2012 , kecelakaan kerja telah menembus
angka 103.000 kasus dengan rata – rata pekerja meninggal 9 orang setiap harinya.
Dana yang sudah dikeluarkan Jamsostek perkiraan mencapai 406 milyar untuk
santunan kematian dan 554 milyar untuk santunan akibat kecelakaan kerja. Pada
tahun 2012, International Labour Organization (ILO) melangsir sebuah data yang
menyatakan bahwa setiap tahun Indonesia mendapatkan 99.000 kecelakaan kerja,
70% diantaranya menyebabkan kematian dan cacat seumur hidup. Fakta tersebut
diikuti dengan buruknya sistem manajemen K3 di Indonesia, dimana satu orang
pengawas K3 harus mengawasi 110 orang pekerja.
Salah satu industri informal yang banyak ditemukan di masyarakat adalah
industri tahu. Pada umunya, pekerja di industri tahu belum mendapatkan
pelayanan atau jaminan kesehatan apabila terjadi gangguan kesehatan terkait
pekerjaannya. Potensial bahaya yang sering terjadi pada pekerja tahu adalah sikap
kerja tidak ergonomis, suhu di tempat kerja yang panas, tumpahan adonan tahu
yang panas, paparan cairan asam cuka pada kulit, sanitasi, pencahayaan dan
sirkulasi udara yang buruk. Hal tersebut dapat mengakibatkan beberapa penyakit
kerja seperti gangguan muskuloskeletal,dehidrasi, luka bakar, penyakit kulit dan
gangguan saluran pernapasan.

1
Perlindungan tenaga kerja merupakan upaya untuk mencapai suatu tingkat
produktivitas yang tinggi dimana salah satu aspek adalah upaya keselamatan kerja
termasuk lingkungan kerja. UU No. 12 tahun 2003 pada pasal 86 disebutkan
bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas keselamatan dan kesehatan kerja.
UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang dijabarkan dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.5 tahun 1996 tentang SMK3 Pasal 3
disebutkan bahwa setiap perusahaan yang memperkerjakan seratus orang pegawai
atau lebih dan atau yang mengundang potensi bahaya yang ditimbulkan
karakteristik proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja
seperti ledakan, kebakaran, pencemaran, dan penyakit akibat kerja wajib
menerapkan SMK 3
Program K3 yang merupakan sasaran utam yaitu mengelola risiko untuk
mencegah terjadinya kecelakaan kerja melalui proses identifikasi bahaya,
penilaian risiko, dan pengendaliannya. Dengan demikian, potensi bahaya dapat
diketahui sehingga kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dapat ditekan.
Industri tahu Sodika di Desa Rengasdengklok Karawang merupakan jenis
usaha informal yang setiap harinya dapat memproses hingga 300 kilogram tahu.
Waktu kerja dimulai dari pukul 08.00 – 20.00 WIB. Berdasarkan observasi yang
dilakukan pada 3 – Juli 2018 dari hasil observasi ditemukan beberapa unsafe
action dan unsafe condition yang ada di pabrik tersebut. Unsafe action yang ada
antara lain perilaku pekerja yang hanya menggunakan sepatu boot karena lantai
yang becek dan tidak menggunakan alat pelindung diri ketika kontak dengan
cairan panas dan cairan asam. Sedangkan unsafe condition yang ada antara lain
lantai yang licin, tempat kerja yang bersuhu tinggi dan pengap, dan debu yang
ditimbulkan dari hasil pembakaran tungku pemasakan. Untuk itu diperlukan
adanya analisis risiko K3 di pabrik tersebut, karena banyak sekali aspek K3 yang
belum diperhatikan. Hasil dari analisis nantinya dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk melakukan pengendalian.

2
B. Perumusan Masalah
Bagaimana analisis risiko kesehatan dan keselamayan kerja pada pekerja pabrik
tahu Sodika Rengasdengklok

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui risiko kerja yang terjadi di setiap proses pembuatan tahu di
industri tahu Sodika Rengasdengklok
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi potensi bahaya yang ada di pabrik tahu Sodika
Rengasdengklok
b. Menganalisis risiko K3 yang ada di pabrik tahu Sodika Rengasdengklok
c. Menentukan rekomendasi pengendalian yang sesuai untuk setiap proses.
d. Memenuhi salah satu tugas K3

D. Manfaat Penulisan
Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Manfaat untuk institusi home industry
Hasil penulisan ini diharapkan dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas
kesehatan pekerja dan kualitas kesehatan di pabrik tahu Sodika
Rengasdengklok
2. Manfaat untuk perawat
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam melakukan
pelayanan kesehatan keselamatan kerja
3. Manfaat untuk institusi Pendidikan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan atau referensi bagi
peserta didik dalam hal meningkatkan pembelajaran pada kesehatan
keselamatan kerja

3
4. Manfaat untuk peneliti lainya
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan acuan dan pertimbangan
untuk para peneliti dan dapat memotivasi untuk melakukan penulisan tentang
kesehatan keselamatan kerja.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohaniah tenaga
kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk
menuju masyarakat adil dan makmur.

Keselamatan dan keamanan kerja mempunyai banyak pengaruh terhadap faktor


kecelakaan, karyawan harus mematuhi standart (K3) agar tidak menjadikan hal –
hal yang negative bagi diri karyawan. Terjadinya kecelakaan banyak dikarenakan
oleh penyakit yang diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas (K3),
seharusnya pengawasan terhadap kondisi fisik diterapkan saat memasuki ruang
kerja agar mendeteksi secara dini kesehatan pekerja saat akan memulai
pekerjaannya.

Higiene industri merupakan satu ilmu dan seni yang mempelajari bagaimana
melakukan antisipasi, rekognisi, evaluasi dan pengendalian terhadap faktor-
faktor lingkungan yang muncul di tempat kerja yang dapat menyebabkan pekerja
sakit, mengalami gangguan kesehatan dan rasa ketidaknyamanan baik diantara
para pekerja maupun penduduk dalam suatu komunitas.
Sejarah mengenai higiene industri sudah ada sejak 400 tahun SM saat hiprokates
menemukan keracunan "Pb" pada pekerja tambang. higiene industri terus
berkembang seiring dengan berjalannya waktu hingga pada tahun 1920 di
Australia dibentuk "Australian Industrial Hygiene Division". Di Amerika Serikat,
pada tahun 1938 dibentuk National Conference of Governmental Industrial
Hygienist (NCGIH) yang kemudian berubah nama menjadi American
Conference of Governmental Industrial Hygienist (ACGIH) pada tahun 1946.

5
Di Indonesia sendiri sejarah mengenai higiene industri sudah ada sejak masa
kolonial belanda yaitu pada tahun 1930 dengan dikeluarkannya mijn politie
reglement dan selanjutnya setelah masa penjajahan, dibentuklah hiperkes
(Higiene pekerja dan kesehatan) pada tahun 1968 yang disusuldengan
dikeluarkannya UU No. 1 tahun 1970.

Konsep dalam higiene industri adalah bagaimana membatasi paparan hazard


yang diterima pekerja di tempat kerja.Pembatasan dilakukan melalui proses
antisipasi, rekognisi, evaluasi dan pengendalian paparan hazard yang ada di
tempat kerja. Pendekatannya melalui usaha preventive untuk melindungi
kesehatan pekerja dan mencegah timbulnya efek yang ditimbulkan oleh
bahaya(hazard).

B. Dasar Hukum dan Nilai Ambang Batas


1. Dasar Hukum
a. UUD 1945 Pasal 27 Ayat (2) : Setiap warna negara berhak atas
pekerjaan & penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
b. UU. No. 1 Tahun 19970 Tentang Keselamatan Kerja
c. UU. No. 13 Tahu 2003 Tentang Ketenagakerjaan
d. ATURAN MENTRI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
Nomor PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang
Batas, NAB kebisingan di tetapkan sebesar 85 decibel (dBA) NAB
iklim kerja di tempat kerja
e. Peraturan Mentri Perburuhan, Nomor 7 tahun 1964
Tentang penerangan di tempat kerja

6
2. Nilai Ambang Batas
a. Faktor Fisik
1) Iklim Kerja
Nilai Ambang Batas (NAB) iklim lingkungan kerja merupakan
batas pajanan iklim lingkungan kerja atau pajanan panas (heat
stress) yang tidak boleh dilampaui selama 8 jam kerja per hari
sebagaimana tercantum pada Tabel 1. NAB iklim lingkungan kerja
dinyatakan dalam derajat Celsius Indeks Suhu Basah dan Bola (oC
ISBB).

Tabel 1. Nilai Ambang Batas Iklim Lingkungan Kerja Industri


Alokasi Waktu NAB (oC
ISBB)

Kerja dan Ringan Sedang Berat Sangat Berat


Istirahat

75 – 100% 31,0 28,0 * *

50 – 75% 31,0 29,0 27,5 *

25 – 50% 32,0 30,0 29,0 28,0

0 – 25% 32,5 31,5 30,0 30,0

Catatan:
1. ISBB atau dikenal juga dengan istilah WBGT (Wet Bulb Globe
Temperature) merupakan indikator iklim lingkungan kerja

2. ISBB luar ruangan = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,2 Suhu Bola + 0,1 Suhu
Kering

3. ISBB dalam ruangan = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,3 Suhu Bola

(*) tidak diperbolehkan karena alasan dampak fisiologis NAB iklim


lingkungan kerja ditentukan berdasarkan alokasi waktu kerja dan istirahat

7
dalam satu siklus kerja (8 jam per hari) sertarata-rata laju metabolik pekerja.
Kategori laju metabolik, yang dihitung berdasarkan rata-rata laju metabolik
pekerja, tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Kategori Laju Metabolik dan Contoh Aktivitas


Kategori Laju Metabolik (W)** Contoh Aktivitas

Istirahat 115 Duduk


(100 – 125)***
Ringan 180 Duduk sambil
(125 – 235)*** melakukan pekerjaan
ringan dengan tangan,
atau dengan tangan dan
lengan, dan mengemudi.
Berdiri sambil
melakukan pekerjaan
ringan dengan lengan
dan sesekali berjalan.

Sedang 300 Melakukan pekerjaan


(235 – 360)*** sedang: dengan tangan
dan lengan, dengan
lengan dan kaki, dengan
lengan dan pinggang,
atau mendorong atau
menarik beban yang
ringan. Berjalan biasa

Berat 415 Melakukan pekerjaan


(360 – 465)*** intensif: dengan lengan
dan pinggang, membawa
benda, menggali,
menggergaji secara
manual, mendorong atau
menarik benda yang
berat, dan berjalan cepat.

Sangat Berat 520 Melakukan pekerjaan


(> 465)*** sangat intensif dengan

8
kecepatan maksimal.

Catatan:
(**) Dihitung menggunakan estimasi dengan standar berat badan 70 kg.
Untuk menghitung laju metabolik dengan berat badan yang lain, dilakukan
dengan mengalikan hasil estimasi laju metabolik dengan rasio antara berat
badan aktual pekerja dengan 70 kg.
(***) Mengacu pada ISO 8996 Tahun 2004.
Hasil pengukuran iklim lingkungan kerja harus dikoreksi dengan nilai koreksi
pakaian kerja sebagaimana tercantum pada Tabel 3. Nilai yang telah dikoreksi
dibandingkan dengan nilai NAB pada Tabel 1.

2) Kebisingan
Tabel 3. NAB Kebisingan
Satuan Durasi Pajanan Level Kebisingan
Kebisingan (dBA)
per Hari
24 80
16 82
Jam 8 85
4 88
2 91
1 94
30 97
15 100
Menit 7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
28,12 115
14,06 118
7,03 121
Detik 3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133

9
0,22 136
0,11 139

Catatan:
Pajanan bising tidak boleh melebihi level 140 dBC walaupun hanya sesaat.

Beberapa hal yang diperhatikan dalam menginterpretasikan NAB kebisingan adalah


sebagai berikut:

1) NAB kebisingan merupakan dosis efektif pajanan kebisingan dalam satuan dBA
yang diterima oleh telinga (organ pendengaran) dalam periode waktu tertentu
yang tidak boleh dilewati oleh pekerja yang tidak menggunakan alat
pelindungtelinga.

2) Apabila seorang pekerja terpajan bising di tempat kerja tanpa menggunakan alat
pelindung telinga selama 8 jam kerja per hari, maka NAB pajanan bising yang
boleh diterima oleh pekerja tersebut adalah 85 dBA.

3) Pengukuran tekanan bising lingkungan kerja industri dilakukan dengan


menggunakan sound level meter mengikuti metode yang standar.

4) Pengukuran dosis efektif pajanan bising dilakukan dengan menggunakan alat


monitoring pajanan personal (noise dosimeter). Pengukuran dosis pajanan
dilakukan sesuai dengan satu periode shift kerja (8 jam per hari). Apabila jam
kerja kurang atau lebih dari 8 jam per hari, maka durasi pengukuran dilakukan
sesuai dengan lama jam kerja.

Apabila menggunakan alat pelindung telinga (APT) untuk mengurangi dosis


pajananbising, maka perlu diperhatikan kemampuan APT dalam mereduksi
pajanan bising yang dinyatakan dalam noise reduction rate (NRR). Perhitungan
kebutuhan NRR dapat dilihat pada contoh 2 dan contoh 3.

10
3) Getaran
Tabel 4. Nilai Ambang Batas Getaran Tangan dan Lengan
Durasi Pajanan per Hari Kerja Nilai Akselerasi pada Frekuensi
Dominan (meter/detik2)

8 jam 5
4 jam 7
2 jam 10
1 jam 14

Sistem Biodinamik dan Biosentrik Tangan menunjukkan Arah Aksis Akselerasi


Getaran (Sumber: TLV-ACGIH USA 2016)
Beberapa hal yang diperhatikan dalam menginterpretasikan NAB getaran tangan dan
lengan adalah sebagai berikut.
a) Pengukuran getaran tangan dan lengan dilakukan dengan menggunakan vibrasi
meter sesuai metode yang standar.

b) NAB getaran tangan dan lengan nilai merupakan nilai rata-rata akselerasi
pajanan getaran tangan dan lengan dalam satuan meter/detik2yang diterima oleh
tangan dan lengan pekerja dalam periode waktu tertentu yang tidak boleh
dilewati.

c) Nilai Ambang Batas untuk durasi pajanan getaran tangan dan lengan selain yang
tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5. Durasi Pajanan Radiasi Ultraviolet (200 – 400 nm) yang Diperkenankan
Durasi Pajanan Per Hari Iradiasi Efektif, Ieff (mW cm2)

8 jam 0,0001
4 jam 0,0002
2 jam 0,0004
1 jam 0,0008
30 menit 0,0017
15 menit 0,0033
10 menit 0,005

11
5 menit 0,01
1 menit 0,05
30 detik 0,1
10 detik 0,3
1 detik 3
0,5 detik 6
0,1 detik 30

Beberapa sumber ultraviolet yang dicakup dalam NAB ini adalah pengelasan dan
carbon arcs, benda berpendar (fluorescent), lampu pijar dan lampu germicidal, dan
radiasi sinar matahari.

Pada individu yang fotosensitif atau individu yang secara bersamaan terpajan dengan
bahan-bahan yang dapat mengakibatkan fotosensitif, maka tidak dianjurkan untuk
terpajan dengan radiasi ultraviolet.

b. Faktor Kimia

1) NAB Bahan Kimia

NAB bahan kimia dalam ppm atau mg/m3 sebagaimana tercantum pada
Tabel 13 adalah konsentrasi rata-rata pajanan bahan kimia tertentu yang
dapat diterima oleh hampir semua pekerja tanpa mengakibatkan gangguan
kesehatan atau penyakit dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak
melebihi 8 jam perhari dan 40 jam perminggu. NAB terdiri dari TWA,
STEL dan Ceiling dengan pengertian sebagai berikut:

2) TWA (Time Weighted Average) adalah konsentrasi rata-rata tertimbang


waktu di tempat kerja yang dapat diterima oleh hampir semua pekerja
tanpa mengakibatkan gangguan kesehatan atau penyakit, dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam perhari dan 40 jam
perminggu.

3) STEL (Short Term Exposure Limit) adalah konsentrasi rata-rata tertinggi


dalam waktu 15 menit yang diperkenankan dan tidak boleh terjadi lebih

12
dari 4 kali, dengan periode antar pajanan minimal 60 menit selama
pekerja melakukan pekerjaannya dalam 8 jam kerja perhari.

4) Ceiling adalah konsentrasi bahan kimia di tempat kerja yang tidak boleh
dilampaui selama jam kerja.

c. Faktor Ergonomi
Bahaya yang termasuk bahaya ergonomi termasuk adalah design peralatan
kerja, area kerja, prosedur kerja yang tidak memadai/sesuai. Selain itu,  bahaya
ergonomi yang berpotensi menyebabkan kecelakaan atau pekerja sakit
diantaranya pengangkatan dan proses ketika menjangkau/meraih yang tidak
memadai, kondisi visual yang buruk, gerakan monoton dalam postur janggal.

d. Faktor biologi

Bahaya biologi disebabkan oleh organisme hidup atau sifat organisme tersebut
yang dapat memberikan efek/dampak kesehatan yang terhadap manusia (agen
yang menginfeksi)

e. Faktor psikologi

Perasaan aman, nyaman dan sejahtera dalam bekerja yang didapatkan oleh
pekerja. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan kerja (cahaya, ventilasi, posisi
kerja) yang tidak menimbulkan stres pada pekerja.

C. Definisi Home Industri


Home industri adalah usaha rumah tangga yang dikelola secara sederhana belum
ada izin dan masih terbatas dalam pengelolaannya. Sering kali para karyawannya
melibatkan keluarga dan saudara. Usaha rumah tangga ini kiprahnya masih
berskala kecil hanya bergerak di sekitar lingkungan rumah.
Home berarti rumah, tempat tinggal, ataupun kampung halaman. Sedang
Industry, dapat diartikan sebagai kerajinan, usaha produk barang dan ataupun

13
perusahaan. Singkatnya, Home Industry (atau biasanya ditulis/dieja dengan
“Home Industri”) adalah rumah usaha produk barang atau juga perusahaan kecil.
Dikatakan sebagai perusahaan kecil karena jenis kegiatan ekonomi ini dipusatkan
di rumah. Pengertian usaha kecil secara jelas tercantum dalam UU No. 9 Tahun
1995, yang menyebutkan bahwa usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan
bersih paling banyak Rp200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp1.000.000.000.

Kriteria lainnya dalam UU No 9 Tahun 1995 adalah: milik WNI, berdiri sendiri,
berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau besar dan
berbentuk badan usaha perorangan, baik berbadan hukum maupun tidak. Home
Industri juga dapat berarti industri rumah tangga, karena termasuk dalam kategori
usaha kecil yang dikelola keluarga.

D. Perilaku Home Industri


Pada umumnya, pelaku kegiatan ekonomi yang berbasis di rumah ini adalah
keluarga itu sendiri ataupun salah satu dari anggota keluarga yang berdomisili di
tempat tinggalnya itu dengan mengajak beberapa orang di sekitarnya sebagai
karyawannya. Meskipun dalam skala yang tidak terlalu besar, namun kegiatan
ekonomi ini secara tidak langsung membuka lapangan pekerjaan untuk sanak
saudara ataupun tetangga di kampung halamannya. Dengan begitu, usaha
perusahaan kecil ini otomatis dapat membantu program pemerintah dalam upaya
mengurangi angka pengangguran. Lagi, jumlah penduduk miskinpun akan
berangsur menurun.

E. Pusat Kegiatan Home Industri


Sebagaimana nama kegiatan ekonomi ini, Home Industri pada umumnya
memusatkan kegiatan di sebuah rumah keluarga tertentu dan biasanya para
karyawan berdomisili di tempat yang tak jauh dari rumah produksi tersebut.
Karena secara geografis dan psikologis hubungan mereka sangat dekat (pemilik

14
usaha dan karyawan), memungkinkan untuk menjalin komunikasi sangat mudah.
Dari kemudahan dalam berkomunikasi ini diharapkan dapat memicu etos kerja
yang tinggi. Karena masing-masing merasa bahwa kegiatan ekonomi ini adalah
milik keluarga, kerabat dan juga warga sekitar. Merupakan tanggung jawab
bersama dalam upaya meningkatkan perusahaan mereka

F. Home Industri Sebagai Alternatif Penghasilan Keluarga


Bertambahnya jumlah keluarga tentu saja akan menambah jumlah kebutuhan
dalam memenuhi keperluan anggota keluarga itu sendiri semakin meningkat.
Kebutuhan keluarga ini akan terasa ringan terpenuhi jika ada usaha yang
mendatangkan income atau penghasilan keluarga untuk menutupi kebutuhan
tersebut. Home Industri yang pada umumnya berawal dari usaha keluarga yang
turun menurun dan pada akhirnya meluas ini secara otomatis dapat bermanfaat
menjadi mata pencaharian penduduk kampung di sekitarnya. Kegiatan ekonomi
ini biasanya tidak begitu menyita waktu, sehingga memungkinkan pelaku usaha
membagi waktunya untuk keluarga dan pekerjaan tetap yang diembannya.

G. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Home Industri


Untuk membangun industry rumah tangga yang sukses perlu diperhatikan
beberapa factor yang mempengaruhinya. Factor-faktor ini dapat pula menjadi
acuan para keluarga yang baru saja hendak memulai membangun industry
rumahan. Factor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Modal
Bagi bentuk usaha apapun, modal merupakan factor utama yang harus
dipenuhi. Untuk industry rumah tangga modal yang dimiliki biasanya
memang tidak cukup besar karena berasal dari patungan keluarga maupun
salah satu anggota keluarga saja. Meski demikian, dengan dibukanya
peluang pinjaman modal dari pemerintah maupun bank, industry rumahan
tidak perlu menutup diri tetapi justru dapat memanfaatkan kesempatan

15
tersebut agar dapat melebarkan sayap usahanya. Asalkan pengelolaan modal
tersebut jelas dan menghasilkan.
2. Kreativitas
Industry rumahan merupakan bagian dari industry kreatif, artinya industry
ini mengandalkan kreativitas dalam mengembangkan usahanya. Tanpa
kreativitas dan ide-ide baru yang inovatif industry rumah tangga khususnya
yang menghasilkan benda-benda atau barang-barang kerajinan dapat
mengalami penurunan bahkan kebangkrutan. Hal ini dikarenakan
masyarakat atau pangsa pasar selalu menyenangi dan menantikan hal-hal
yang baru. Untuk meningkatkan kreativitas, para pelaku industry ini haruslah
terus meng-update infomasi dan melihat peluang yang ada dari fonomena
yang terjadi dalam masyarakat, misalnya saja pada saat ini sedang banyak
digemari tokoh-tokoh dlam permainan tertentu sebut saja Angry Bird, maka
industry rumahan dapat memproduksi boneka, pakaian, bantal guling,
peralatan sekolah, dan lain sebagainya dengan motif dan bentuk gambar
Angry Bird.
3. Pemasaran
Selain proses produksi, industry rumah tangga juga membutuhkan teknik
pemasaran yang tepat sasaran. Jika pemasaran tidak berjalan dengan baik
sebagus apapun kualitas barang yang dihasilkan tidak akan memerikan
keuntungan apapun jika tidak terjual dipasar. Oleh karena itu pemasaran
merupakan salah satu factor terpenting dalam industry rumahan tersebut.
Pada dasarnya pemasaran suatu barang hasil industry dapat dilakukan
dengan berbagai cara salah satunya yang sedang popular pada saat ini adalah
pemasaran melalui internet atau online shop. Kelebihan pemasaran melalui
internet atau online shop ini adalah tidak terbatas atau tidak dibatas oleh
ruang dan jarak. Siapapun dapat mengakses dimana[un dan kapanpun. Selain
itu pemasaran dengan cara seperti ini juga dapat dianggap efektif dan
memberikan kemudahan. Dibutuhkan nilai kepercayaan dalam pemasaran
dengan cara ini.

16
4. Peluang Dan Kesempatan
Peluang dan kesempatan merupakan dua hal yang sebaiknya tidak
dilewatkan begitu saja apabila ingin membangun industry rumahan yang
berhasil. Kemampuan dalam membaca peluang perlu ditingkatkan dan
diasah semakin tajam. Sebagian besar pelaku industry yang sukses adalah
mereka yang mampu melihat peluang dengan baik dan memanfaatkannya
dengan sebaik-baiknya pula. Selanjutkanya adalah kesempatan, kesempatan
dapat dilakukan memalui informasi. Misalnya saja pameran-pamera, baik
dalam maupun luar negeri dapat menjadi sebuah kesempatan yang baik guna
mengmbangkan industry rumahan yang dijalankan tersebut. Dengan
memperhatikan keempat factor diatas industry rumaha tangga merupakan
industry yang dapat dibangun menjadi industry yang emmberikan manfaat,
keuntungan, dan kemakmuran baik bagi keluarga khususnya maupun bagi
perekonomian pada umunya. Selain itu industry rumahan merupakan bentuk
wirausaha yang dapat membantu pemerintah mengatasi pengangguran.
Industry rumah tangga juga membangun kreativitas anak bangsa dalam
menghasilkan produk dalam negeri yang berkualitas sekaligus mengenalkan
sebagian kekayaan karya bangsa dan Negara. Keyakinan, potensi, keahlian,
dan kemampuan memanfaatkan peluang dan tidak takut akan mencoba dan
kegagalan merupakan hal-hal yang menjadi acuan dalam membangun
industry rumah tangga.

H. Higine Industri
1. Pengertian
Higiene industri didefinisikan sebagai ilmu dan seni dalam melakukan
antisipasi, rekognisi, evaluasi, dan pengendalianterhadap faktor-faktor
lingkungan atau stres, yang timbul di atau dari tempat kerja, yang bisa
menyebabkan sakit, gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau
ketidaknyamanan yang berarti bagi pekerja maupun warga masyarakat.

17
Higiene industri adalah Ilmu dan seni yang mencurahkan perhatian pada
pengenalan, evaluasi dan kontrol faktor lingkungan dan stress yang muncul
di tempat kerja yang mungkin menyebabkan kesakitan, gangguan kesehatan
dan kesejahteraan atau menimbulkan ketidaknyamanan pada tenaga kerja
maupun lingkungan.

2. Higiene Industri Dalam K3


Kesehatan kerja adalah ilmu dan profesi yang mempelajari keterkaitan antara
kesehatan dan pekerjan. Kesehatan yang kurang baik akan dapat
mengganggu produktivitas pekerjaan, dan pekerjaan dapat pula
menimbulkan terganggunya kesehatan. Karena peliknya permasalahan
bidang ini tidak dapat ditangani oleh satu pihak saja, misalnya oleh dokter
saja atau oleh insinyur saja. Bidang ini harus ditangani oleh berbagai disiplin
ilmu, seperti: higene industri, kedokteran kerja, ergonomi, sosial, hukum,
psikologi dan lain-lain. Paling sedikit ada tiga bidang ilmu besar yang
mencakup kesehatan kerja secara keseluruhan, yaitu: keselamatan (safety),
higene industri dan kedokteran kerja. Higene industri dapat dikatakan
sebagai juru bicara antara disiplin keselamatan dan disiplin kedokteran.
Higene industri dapat dikatakan sebagai juru bicara antara profesi
keselamatan dan kedokteran. Bahasa higene industri mencakup kedua
disiplin itu. Masalah rekayasa yang sukar dikuasai oleh para dokter dapat
dikomunikasikan dengan higenis industri yang banyak barasal dari insinyur.
Intervensi teknis akan mudah dikomunikasikan dan dilakukan oleh higenis
industri. Risk assessment umumnya dikerjakan oleh para higenis industri.

3. Ruang Lingkup Higiene Industri


Ruang lingkup hygiene industry merupakan sekuen atau urutan langkah atau
metode dalam implementasi HI,dimana urutan tidak bisa dibolak balik dan
merupakan suatu siklus yang tidak berakhir (selama aktivitas industry
berjalan).Ruang lingkup hygiene industry terdiri dari :

18
a. Antisipasi
Antisipasi  merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya dan
risiko di tempat kerja. Tahap awal dalam melakukan atau penerapan higiene
industri di tempat kerja. Adapun tujuan dari anntisipasi adalah :
1) Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul
menjadi bahaya dan risiko yang nyata
2) Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses dijalankan
atau suatu area dimasuki
3) Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu
proses dijalankan atau suatu area dimasuki.

Langkah-langkah dalam antisipasi yaitu :

a) Pengumpulan Informasi
b) Melalui studi literature
c) Mempelajari hasil penelitian
d) Dokumen-dokumen perusahaan
e) Survey lapangan
f) Analisis dan diskusi
g) Diskusi dengan pihak terkait yang kompeten
h) Pembuatan Hasil

Yang dihasilkan dari melakukan antisipasi adalah daftar potensi bahaya dan
risiko yang dapat di kelompokkan:

a) Berdasarkan lokasi atau unit


b) Berdasarkan kelompok pekerja
c) Berdasarkan jenis potensi bahaya
d) Berdasarkan tahapan proses produksi dll
b. Rekognisi

19
Rekognisis merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenali suatu bahaya
lebih detil dan lebih komprehensif dengan menggunakan suatu metode yang
sistematis sehingga dihasilkan suatu hasil yang objektif dan bias di
pertanggung jawabkan. Di mana dalam rekognisi ini kita melakukan
pengenalan dan pengukuran untuk mendapatkan informasi tentang
konsentrasi, dosis, ukuran (partikel), jenis, kandungan atau struktur, sifat,
dll.
Adapun tujuan dari rekognisi adalah :
1) Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan,
efek, severity, pola pajanan, besaran)
2) Mengetahui sumber bahaya dan area yang  berisiko
3) Mengetahui pekerja yang berisiko

c. Evaluasi
Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran,
pengambilan sampel dan analisis di laboratorium. Melalui penilaian
lingkungan dapat ditentukan kondisi lingkungan kerja secara kuantitatif dan
terinci, serta membandingkan hasil pengukuran dan standar yang berlaku,
sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya teknologi pengendalian, ada
atau tidaknya korelasi kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan
lingkungannya , serta sekaligus merupakan dokumen data di tempat kerja.

Tujuan pengukuran dalam evaluasi yaitu :


1) Untuk mengetahui tingkat risiko
2) Untuk mengetahui pajanan pada pekerja
3) Untuk memenuhi peraturan (legal aspek)
4) Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanakan
5) Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja
6) Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik

20
d. Pengontrolan
Ada 6 tingkatan Pengontrolan di Tempat Kerja yang dapat dilakukan:
1) Eliminasi : merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya
serta menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi
bahaya.
2) Substitusi : modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran debu atau
asap dan mengurangi bahaya, pengendalian bahaya kesehatan kerja
dengan mengubah beberapa peralatan proses untuk mengurangi
bahaya, mengubah kondisi fisik bahan baku yang diterima untuk
diproses lebih lanjut agar dapat menghilangkan potensi bahayanya.
3) Isolasi : Menghapus sumber paparan bahaya dari lingkungan pekerja
dengan menempatkannya di tempat lain atau menjauhkan lokasi kerja
yang berbahaya dari pekerja lainnya, dan sentralisasi kontrol kamar,
4) Engineering control : Pengendalian bahaya dengan melakukan
modifikasi pada faktor lingkungan kerja selain pekerja.
a) Menghilangkan semua bahaya-bahaya yang ditimbulkan
b) Mengurangi sumber bahaya dengan mengganti dengan bahan
yang kurang berbahaya
c) Proses kerja ditempatkan terpisah
d) Menempatan ventilasi local/umum.
5) Administrasi control: Pengendalian bahaya dengan melakukan
modifikasi pada interaksi pekerja dengan lingkungan kerja
a) Pengaturan schedule kerja atau meminimalkan kontak pekerja dengan
sumber bahaya
b) Alat Pelindung Diri (APD), Ini merupakan langkah terakhir dari
hirarki pengendalian. Jenis-jenis alat pelindung diri
Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh
yang berpotensi terkena resiko dari bahaya.
 Mata
Sumber bahaya: cipratan bahan kimia atau logam cair, debu, katalis

21
powder, proyektil, gas, uap dan radiasi.APD: safety spectacles, goggle,
faceshield, welding shield.
 Telinga
Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85
dB.APD: ear plug, ear muff, canal caps.
 Kepala
Sumber bahaya: tertimpa benda jatuh, terbentur benda keras, rambut
terlilit benda berputar.APD: helmet, bump caps.
 Pernapasan
Sumber bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen
defiency). APD: respirator, breathing apparatus
 Tubuh
Sumber bahaya: temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan kimia
atau logam cair, semburan dari tekanan yang bocor, penetrasi benda
tajam, dust terkontaminasi. APD: boiler suits, chemical suits, vest,
apron, full body suit, jacket.
 Tangan dan Lengan
Sumber bahaya: temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda
berat, sengatan listrik, bahan kimia, infeksi kulit.APD: sarung tangan
(gloves), armlets, mitts.
 Kaki
Sumber bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh,
cipratan bahan kimia dan logam cair, aberasi.APD: safety shoes, safety
boots, legging, spat.

4. Potensi  bahaya di lingkungan perusahaan/Industri


Faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan bahaya di tempat
kerja(occupational health hazards) adalah bahaya faktor fisika, bahaya faktor
kimia, bahaya faktor biologi,faktor ergonomi dan psikologi.

22
a. Bahaya Fisik :
1) Kebisingan
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan
kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil
penelitian diperoleh bukti bahwa in tensitas bunyi yang dikategorikan
bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas
60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan
intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat
pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan
pendengaran. Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu
komunikasi.Sumber Suara Skala intensitas(dB) :
a) Halilintar 120 Kantor gaduh 70
b) Meriam 110 Radio 60
c) Mesin uap 100 Kantor pd umumnya 40
d) Jalan yg ramai 90 Rumah tenang 30
e) Pluit 80 Tetesan air 10

2) Penerangan atau pencahayaan


Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan
menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan
tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan
dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang 
higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan
pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan
menghindarkan dari kesalahan kerja. Akibat dari kurangnya
penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan
mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan
mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya
kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan

23
berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk
mendekatkan matanya ke objek guna memperbesar ukuran benda.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup
dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal
sebagai berikut :
a) Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras
dengan latar belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di
sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna
objek yang dikerjakan.
b) Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan
diluar tempat kerja. Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja
perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.
c) Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-
masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur
diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.
3) Getaran
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising
seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran
terus menerus atau intermitten.Metode kerja dan ketrampilan
memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya.
Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan
gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s
phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF).
Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif
pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi
kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.
b. Bahaya Kimia
1) Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan
pada permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata

24
dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling
umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.
2) Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat
kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim
atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat
dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema (
bengkak )Contoh : Kulit ( asam, basa,pelarut, minyak),
Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen
dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.
3) Racun Sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka
pada organ atau sistem tubuh. Contoh :
a) Otak : pelarut, lead,mercury, manganese
b) Sistem syaraf peripheral : n-
hexane,lead,arsenic,carbon disulphide
c) Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol
ethers
d) Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated
hydrocarbons
e) Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara
( pneumoconiosis )

c. Faktor Biologi
1) Bakteri
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus),
lengkung dan batang (basil). Banyak bakteri penyebab
penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk,
makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik
dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi.

25
Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax,
tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
2) Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 –
300 nano meter. Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu
virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh
penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella,
hepatitis, HIV, dan sebagainya.
3) Jamur
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi
berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel.
Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati
dan hidup dari organisme atau hewan lain.

d. Ergonomi
Ergonomi berfungsi untuk menyerasikan alat, cara, proses dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan
manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang
sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-
tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif,
secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai “to fit
the Job to the Man and to fit the Man to the Job”. Adapun
beberapa posisi yang penting untuk penerapan ergonomi di
tempat kerja adalah sebagai berikut :
1) Posisi berdiri : Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi
badan berdiri, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul,
panjang lengan.
2) Posisi duduk : Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi
duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan

26
tangan, jarak lekuk lutut dan garis punggung, serta jarak
lekuk lutut dan telapak kaki.
e. Faktor Psikologi
Perasaan aman, nyaman dan sejahtera dalam bekerja yang
didapatkan oleh pekerja. Hal ini dapat terjadi karena
lingkungan kerja (cahaya, ventilasi, posisi kerja) yang
tidak menimbulkan stres pada pekerja.

27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN KERJA
A. Inti Komunitas
1. Sejarah Berdirinya Industri
Pada tahun 1982 – 1984 pak Karna bekerja sebagai karyawan pabrik tahu
di sumedang, kemudain pada tahun 1985 pak Karna memutuskan untuk
membuka lahan kerja sendiri di rumahnya dengan membuat atau
memproduksi tahu dengan di bantu oleh istrinya. Kendala saat membuka
lahan tersebut adalah modal. Pada tahun 1999 pabrik tahu berkembang
pesat dengan nama “Pabrik tahu SODIKA” dan bertambahnya juga
karyawan di pabrik tahu tersebut sampai saat ini.
2. Profil Industri
a. Nama Usaha : Pabrik Tahu SODIKA
b. Nama Pemilik : Tn.Karna
c. Jenis Usaha : Pabrik Tahu
d. Alamat : Rengasdengklok
e. Jenis Perizinan :
f. Jumlah Pekerja : 7 orang
3. Data Demografi
a. Data Dasar Pekerja

N Nama J Usi Pendidika Agam Suku Keadaa


o K a n a n
Umum
1 Tn. Yana L 23 SD Islam sunda Baik
th
2 Tn. Rusdi L 26 SD Islam Sund Baik
th a
3 Tn.Waci L 29 SD Islam Sund Baik
m th a
4 Tn. L 26th SD Islam Sund Baik
Saepul a
5 Tn. L 28 SD Islam Sund Baik
Botong th a
6 Tn. Aso L 28 SMA Islam Sund Baik
th a
7 Tn.Surjan L 30 SD Islam Sund Baik

28
a th a
8. Tn.Warsi L 60 SD Islam Sund Baik
n th a

b. Status Kesehatan Pekerja

TTV Status gizi Riwayat Alat Pola Analisis


TD N P S TB BB Konjungt penyakit bantu/ OR Tidur Mas.
iva protesa Kes
120 83 18 36 160 65 ananemis Tidak Tidak Tid 8 jam
/80 ada ada ak
110 80 20 36,2 163 68 ananemis Tidak Tidak Tid 8 jam
/70 ada ada ak
120 85 21 36,4 165 70 ananemis Tidak Tidak Tid 9 jam
/90 ada ada ak
100 84 20 36,7 158 66 ananemis Tidak Tidak Tid 8 jam
/70 ada ada ak
120 82 20 36 162 65 ananemis Tidak Tidak Tid 8 jam
/70 ada ada ak
110 84 22 36,4 167 69 ananemis Tidak Tidak Tid 8 jam
/70 ada ada ak
120 80 18 36,5 160 70 ananemis Tidak Tidak Tid 8 jam
/80 ada ada ak
130 85 20 36 160 68 ananemis Pegal- Tidak Tid 8 jam
/90 pegal ada ak

B. Subsistem
1. Fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia untuk pekerja
40 % pekerja di home industry mempunyai kartu KIS dan 60 % BPJS
2. Fasilitas kesehatan yang di manfaatkan oleh pekerja
100 % pekerja di home industry menggunakan pelayanan kesehatan di
klinik karena jarak tempuh dari rumah ke klinik dekat, 100% pekerja
mengatakan jarang memeriksakan diri ke klinik/puskesmas
3. Fasilitas pendidikan
Di pabrik tahu tidak ada papan informasi untuk mendapatkan pendidikan
kesehatan.
4. Lingkungan tempat kerja
a. Sumber air bersih

29
Sumber air di pabrik bersih, tidak berbau dan tidak keruh, sumber air
berasal dari PDAM
b. Dapur Umum
Adanya dapur umum yang sekaligus dapur pribadi pemilik, dapur
tersebut dengan keadaan kotor.
c. Sarana MCK
Adanya sarana MCK di pabrik tahu dengan keadaan kurang bersih
akibat uap dari perebusan tahu.
d. Sarana pembuangan Limbah
Pembuangan limbah dibuang ke irigasi melalui pipa yang disediakan
pemilik pabrik
e. Hazard Fisik
Saat diobservasi adanya kebisingan sehingga ketika berbicara suara
harus keras, suhu di pabrik panas,
f. Hazard Biologi
Berdasarkan hasil observasi adanya sarang laba – laba di dinding dan
atap pabrik, adanya jamur di tembok yang diakibatkan oleh uap yang
panas.
g. Hazard Kimia
Adanya uap hasil proses perebusan dan penggorengan yang
menggunakan bahan bakar gabah/sekam sehingga membuat ruangan
tempat kerja menjadi panas dan gerah.
h. Hazard Ergonomis
Berdasarkan hasil observasi pekerja mengangkat 1 ember penuh berisi
kedelai yang sudah di haluskan dengan posisi bukan kuda-kuda.
Berdasarkan hasil wawancara pekerja mengatakan berdiri selama 12
jam dan merasa pega-pegal setelah bekerja.
i. Hazard Psikologi
Berdasarkan hasil wawancara hubungan antar pekerja baik.

5. Status ekonomi
a. Jenis Pekerjaan : buruh
b. Rata – rata pendapatan : pendapatan yang dihasilkan oleh pekerja
disesuaikan dengan target produksi masing – masing.
6. Status social budaya
a. Sarana ibadah
Tidak ada sarana ibadah jika ingin beribadah para pekerja pulang
kerumah
b. Kegiatan keagamaan
Tidak adanya kegiatan keagamaan di pabrik tahu

30
c. Kepercayaan yang bertentangan penanggulangan masalah kesehatan
Tidak ada kepercayaan yang bertentangan dengan penanggulangan
masalah kesehatan
d. Kegiatan social (kerja bakti, arisan, dll)
Tidak adanya kegiatan social di pabrik tahu baik kerja bakti maupun
arisan

7. Komunikasi
Komunikasi yang dilakukan antar pekerja dan antar pekerja dengan
pemilik sangat efektif dan apabila pekerja berhalangan untuk tidak bekerja
pekerja izin menggunakan media via telpon.
8. Fasilitas rekreasi yang tersedia untuk pekrja
Di pabrik tahu SODIKA tidak ada rekreasi, jika rekreasi sendiri – sendiri.
9. Kebiasaan / prilaku dalam kelompok
Berdasarkan hasil wawancara 100% pekerja mengatakan pebrik tidak
menyediakan sarung tangan khusus hanya menyediakan sepatu booth,
berdasarkan observasi pekerja tidak memakai sarung tangan hanya
menggunakan sepatu boot.

C. Persepsi Komunitas
a. Terhadap pekerjaanya
Pekerja mempunyai persepsi bahwa home industri sodika membantu
ekonomi keluarganya

b. Terhadap kekuatan/nilai positif dari pekerja


Pemilik perusahaan tidak memiliki syarat/kriteria tertentu untuk pekerja

c. Terhadap masalah dalam pekerjaan


Pekerja mengalami pegal-pegal karena bekerja selama 12 jam dalam
sehari

D. Analisis Data

No Hasil Pengkajian Masalah Keperawatan


1. DS: Resiko peningkatan penyakit
- Pekerja mengatakan terasa panas dan akibat kerja
gerah saat di tempat kerja
- Berdasarkan hasil wawancara pekerja

31
berdiri selama 12 jam
- Berdasarkan hasil wawancara pekerja
mengatakan merasa pegal-pegal
setelah bekerja.

DO:
- Saat diobservasi adanya kebisingan
sehingga ketika berbicara suara harus
keras
- Berdasarkan hasil observasi adanya
sarang laba – laba di dinding dan atap
pabrik, adanya uap hasil proses
perebusan dan penggorengan yang
menggunakan bahan bakar
gabah/sekam
- Berdasarkan hasil observasi pekerja
mengangkat 1 ember penuh berisi
kedelai yang sudah di haluskan
dengan posisi bukan kuda-kuda

2. DS: Ketidakefektifan
Berdasarkan hasil wawancara 100 % pemeliharaan kesehatan
pekerja mengatakan pabrik tidak cenderung berisiko
menyediakan sarung tangan khusus dan
tidak menyediakan pelindung kepala,
pabrik hanya menyediakan sepatu booth

DO:
Berdasarkan observasi pekerja tidak
memakai sarung tangan dan pelindung
kepala, pekerja hanya menggunakan
sepatu boot.

E. Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas


1) Resiko peningkatan penyakit akibat kerja
2) Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan

F. Perencanaan Keperawatan

Data Diagnosa Primer


Keperawatan
- Berdasarkan hasil Resiko peningkatan - Berikan informasi mengenai
wawancara penyakit sendi bahaya berada dalam posisi

32
pekerja berdiri yang sama dengan waktu
selama 12 jam yang lama
- Berdasarkan hasil - Anjurkan untuk
wawancara mempertahankan asupan
pekerja cairan yang cukup
mengatakan - Berikan latihan peregangan
merasa pegal- (Stretching)
pegal setelah
bekerja.

- Berdasarkan Ketidakefektifan - Berikan pengetahuan


hasil wawancara pemeliharaan tentangnya APD
100 % pekerja kesehatan - Anjurkan kepada pemilik
mengatakan pabrik untuk memfasilitasi
pabrik tidak APD
menyediakan - Anjurkan para pekerja untuk
sarung tangan menggunkan fasilitas
khusus dan tidak kesehatan / yankes terdekat
menyediakan
pelindung
kepala, pabrik
hanya
menyediakan
sepatu booth
- Berdasarkan
observasi pekerja
tidak memakai
sarung tangan
dan pelindung
kepala, pekerja
hanya
menggunakan
sepatu boot
- Pekerja
mengatakan
jarang
memeriksakan
diri ke
klinik/puskesmas

G. Implementasi dan evaluasi

Diagnosa Hari/ Tindakan Evaluasi


tanggal Keperawatan

33
Resiko peningkatan Jum’at - Berikan informasi S:
penyakit akibat kerja 07 – 07 - mengenai bahaya - pekerja pabrik
2018 berada dalam posisi mengatakan
yang sama dengan sudah mengerti
waktu yang lama tentang bahaya
- Anjurkan untuk berada dalam
mempertahankan posisi yang sama
asupan cairan yang dengan waktu
cukup yang lama
- Berikan latihan - Pekerja
peregangan mengatakan akan
(Stretching) sering minum air
putih saat
bekerja
O:
- pekerja pabrik
mengatakan
tampak mengerti
tentang bahaya
berada dalam
posisi yang sama
dengan waktu
yang lama
- pekerja dapat
melakukan
latihan
peregangan
(Stretching)
A:masalah belum
teratasi
P:
- Anjurkan kepada
pemilik pabrik untuk
memfasilitasi APD

Ketidakefektifan Sabtu - Menganjurkan S : pekerja


pemeliharaan 08 – 07- pekerja untuk mengatakan akan
kesehatan 2018 menggunakan memeriksakan diri
fasilitas keesehatan ke
/yankes terdekat puskesmas/klinik
terdekat
O : pekerja pabrik
tampak mengerti
tentang kebutuhan
untuk

34
memeriksakan diri
ke yankes
A : masalah belum
teratasi
P : Anjurkan
pekerja untuk
melakukan
pemeriksaan rutin

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil Observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh kelompok kami
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. 40 % pekerja di home industry mempunyai kartu KIS dan 60 % BPJS
b. 100 % pekerja di home industry menggunakan pelayanan kesehatan di klinik
karena jarak tempuh dari rumah ke klinik dekat
c. Di pabrik tahu tidak ada papan informasi untuk mendapatkan pendidikan
kesehatan.
d. Adanya dapur umum yang sekaligus dapur pribadi pemilik, dapur tersebut
dengan keadaan kotor.
e. Adanya sarana MCK di pabrik tahu dengan keadaan kurang bersih akibat uap
dari perebusan tahu.
f. Saat diobservasi adanya kebisingan sehingga ketika berbicara suara harus
keras, suhu di pabrik panas,
g. Berdasarkan hasil observasi adanya sarang laba – laba di dinding dan atap
pabrik, adanya jamur di tembok yang diakibatkan oleh uap yang panas.
h. Adanya uap hasil proses perebusan dan penggorengan yang menggunakan
bahan bakar gabah/sekam sehingga membuat ruangan tempat kerja menjadi
panas dan gerah

35
i. Berdasarkan hasil observasi pekerja mengangkat 1 ember penuh berisi
kedelai yang sudah di haluskan dengan posisi bukan kuda-kuda. Berdasarkan
hasil wawancara pekerja mengatakan berdiri selama 12 jam dan merasa
pega-pegal setelah bekerja.

B. Saran
Pemilik perusahaan dapat menerapkan latihan peregangan atau stretching bagi
pekerjanya guna meningkatkan produktifitas kerja serta meningkatkan program
keselamatan dan kesehatan kerja.

36
DAFTAR PUSTAKA

Plog, Barbara. 2002. Fundamental of Industrial Hygiene. Natioanal Safety


Council
Aruf M. (2008). Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan. Fakultas
Kesehatan Universitas Indonesia
Depkes RI (2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (patient
safety), 2 end. Bakti Husada Jakarta

37

Anda mungkin juga menyukai