Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL SEMINAR KEPERAWATAN JIWA

PERILAKU KEKERASAN

DISUSUN OLEH:
1. ADELLIA MEIDITA DARMASARI (2020.04.001)
2. LINTANG SINTA SASANTI T (2020.04.008)
3. SULFA NUR JANAH (2020.04.012)
4. VERONICA LAURA YOSKY T (2020.04.014)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WILLIAM BOOTH
SURABAYA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Laraia (1998),
perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri,
peningkatan mobilitas tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung,
dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral).
Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia
akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba dkk, 2008), Perilaku kekerasan
merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. Berdasarkan UU No 18 tahun 2014
tentang kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi untuk komunitas. Orang Dengan Masalah
Kejiwaan (ODMK), adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial,
pertumbuhan dan perkembangan, dan kualitas hidup sehingga memiliki resiko
mengalami gangguan jiwa. Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), adalah orang
yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang
bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi orang sebagai manusia.
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO (2013)
menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah
mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami
gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 – 0,8 % penderita
skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira
2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004 dalam
Carolina, 2008). Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk
Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan
data Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia
mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2016).
Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan
kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat
serius. Pada tahun 2011 WHO menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang
di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar
450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Azrul Azwar
(Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan, 2011) mengatakan
bahwa jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi,
yaitu : satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa rasa cemas,
depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Di Era
Globalisasi gangguan kejiwaan meningkat sebagai contoh penderita tidak hanya
dari kalangan ke atas dan ke bawah, sekarang kalangan pejabat dan masyarakat
lapisan menengah ke atas juga terkena gangguan jiwa (Yosep, 2009).
Peran perawat dalam membantu pasien perilaku kekerasan adalah dengan
memberikan asuhan keperawatan perilaku kekerasan. Pemberian asuhan
keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama
antara perawat dengan pasien, keluarga dan atau masyarakat untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal (Keliat dkk, 1999) dan salah satu strategi yang
sering digunakan dirumah sakit adalah restrain. Restrain adalah tindakan langsung
dengan menggunakan kekuatan fisik pada individu yang bertujuan untuk
membatasi kebebasan dalam bergerak. Kekuatan fisik ini dapat menggunakan
tenaga manusia, alat mekanis atau kombinasi keduanya. Restrain dengan tenaga
manusia terjadi ketika perawat secara fisik mengendalikan klien. Kemudian,
restrain dengan alat mekanis menggunakan peralatan yang biasanya dipasang pada
pergelangan tangan dan kaki untuk mengurangi agresif fisik klien, seperti
memukul, dan menendang. Terdapat dua tindakan yang sering di lakukan kepada
pasien perilaku kekerasan, yaitu restrain dan isolasi. (Videbeck & Sheila, 2009).
Peran perawat adalah memberikan asuhan keperawatan yang di berikan meliputi
pelayanan kesehatan secara holistic dan komunikasi terapeutik yang bertujuan
untuk mencegah resiko menciderai diri sendiri, serta meningkatkan kesejahteraan
untuk mencapai tujuan yang di harapkan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang perilaku kekerasan pada klien yang
mengalami gangguan perilaku kekerasan Di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.
1.2.2     Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang gangguan pertukaran gas.
3. Mahasiswa mampu melakukan intervensi.
4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi.
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Skizofrenia
2.1.1 Pengertian
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik (kegilaan) dengan gangguan
dasar kepribadian, distorsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan
bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang
kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, efek abnormal yang tidak terpadu
dengan situasi biasanya (Ayub, 2011)
Menurut Maslim (2013) dalam buku Panduan Pedoman Diagnosis Gangguan
Jiwa (PPDGJ) III skizofrenia merupakan sindrom dengan variasi penyebab dan
perjalanan penyakit yang luas serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Skizofrenia merupakan
gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambuh ditandai dengan terdapatnya
perpecahan (schism) antara pikiran,emosi dan perilaku pasien yang terkena.
Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau
primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi,
khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan
afektif, autisme, dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya adalah waham
dan halusinasi (Stuart, 2013).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa skizofrenia merupakan
sindrom dengan berbagai macam penyebab dan perjalanan yang banyak dan
beragam, dimana kepribadian mengalami keretakan, alam pikir, perasaan, dan
perbuatan individu terganggu. Pada orang normal, alam pikiran,
perasaan, dan perbuatan ada kaitannya atau searah, tetapi pada klien
skizofrenia ketiga alam itu terputus, baik satu maupun semuanya
(Simanjutak, 2008).

2.1.2 Etiologi
Etiologi skizofrenia diuraikan menjadi dua kelompok yaitu:
1. Teori somafogenik, merupakan teori yang menganggap bahwa penyebab
skizofrenia karena kelainan organic atau badaniah.
2. Teori Psikogenic, merupakan teori yang menganggap bahwa skizofrenia
disebabkan oleh suatu gang guan pada fungsional dan penyebab utama
adalah konflik, stres psikologik dan hubungan antar manusia yang
mengecewakan.

2.1.3 Tanda Dan Gejala


Gejala-gejala skizofrenia adalah sebagai berikut:
a. Gejala positif
1) Waham : keyakinan yang salah, tidak sesuai dengan kenyatan, dipertahankan
dan disampaikan berulang-ulang (waham kejar, waham curiga, waham
kebesaran).
2) Halusinasi: gangguan penerimaan pencaindra tanpa stimulus eksternal
(halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman dan
perabaan)
3) Perubahan arus pikir :
a) Arus pikir terputus: dalam pembicaran tiba-tiba tidak dapat melanjutkan isi
pembicaran.
b) Inkoheren: berbicara tidak selaras dengan lawan bicara (bicara kacau)
c) Neologisme: menggunakan kata-katayang hanya dimengerti oleh diri sendiri,
tetapi tidak dimengerti oleh orang lain.
4) Perubahan perilaku
a) Hiperaktif : perilaku motorik yang berlebihan
b) Agitasi : perilaku yang menunjukan kegelisahan
c) Iritabilitas : mudah tersinggung (Keliat, 2011)

b. Gejala negatif
Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita skizofreniaadalah
sebagai berikut:
1) Pendataran afektif (ekspresi afektif atau hidup emosi) merupakan ekspresi
perasaan yang tampil sesaat dari perasaan seseorang pada waktu
pemeriksaan dan merupakan penyelarasan yang langsung dari pada hidup
mental dan instingual, penderita skizofrenia respon emosional yang tidak
sesuai, alam perasaan yang datar tanpa ekspresiserta tidak serasi, maupun
afek klien dangkal (Ibrahim, 2011).
2) Sikap masa bodoh
3) Pembicaraan berhenti tiba-tiba
4) Menarik diri dari pergaulan sosial
5) Menurunnya kinerja atau aktivitas sosial sehari-hari (Keliat, 2011)

2.1.4 Penatalaksaan
Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis sehingga untuk
pengobatannya memerlukan waktu yang panjang. Ada berbagai macam terapi
yang bisa kita berikan pada skizofrenia. Hal ini diberikan dengan kombinasi satu
sama lain dan dengan jangka waktu yang relative cukup lama. Terapi skizofrenia
terdiri dari pemberian obat-obatan, psikoterapi, dan rehabilitasi. Terapi
psikososial pada skizofrenia meliputi: terapi individu, terapi kelompok, terapi
keluarga, rehabilitasi psikiatri, latihan ketrampilan sosial dan manajemen kasus
(Hawari, 2009).
a) Rawat inap
Rawat inap diindikasikan terutama untuk tujuan diagnostik untuk
stabilisasi pengobatan, untuk keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri atau
pembunuhan, termasuk ketidakmampuan dalam mengurus kebutuhan dasar seperti
pangan, sandang, dan papan. Rawat inap mengurangi stres pasien dan
membantunya menyusun aktivitas harian. Keparahan penyakit pasien serta
ketersediaan fasilitas rawat jalan menentukan lamanya rawat inap. Rencana
perawatan dirumah sakit seharusnya berorientasi ke masalah praktis perawatan
diri, kualitas hidup, pekerjaan dan hubungan sosial. Perawatan dirumah sakit
harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk
keluarga pasien. Pusat perawatan dan kujungan keluarga pasien kadang membantu
pasien dalam memperbaiki kualitas hidup (Sadock, 2010).
b) Terapi biologis
1) Farmakologi
Dua kelompok utama obat digunakan untuk mengatasi gangguan skizofrenia,
yaitu tipikal dan atipikal. Agens tipikal adalah neuroleptik sangat poten, seperti
flufenazin (prolixin), haloperidol (haldol), dan trifluoperazin (stelazin). Agen
inefektif memblok reaksi dopamin diarea reseptor. Agens tipikal dianggap penting
dalam menahan gejala positif.
Agens atipikal adalah antagonis serotonergik-dopamin. Agens ini termasuk
risperidone (risperdal), olanzapine (zypreza), dan kuetiapin (seroquel), memblok
area serotonin dan dopamin tertentu. Obat ini dimetabolisme dihati dan diekskresi
oleh ginjal, sehingga fungsi hati dan fungsi ginjal harus dipantau secara ketat.
Agens atipikal digunakan untuk mengatasi gejala positif dan negatif (G.O’Brien,
2008).
2) Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Efektif pada sebagian pasien skizofrenia, khususnya sub tipe katatonik.
Pasien dengan lama penyakit kurang dari satu tahun merupakan jenis skizofrenia
yang paling responsif dengan pemberian terapi elektrokonvulsif (Sani, 2011).
Terapi elektrokonvulsif (ECT) menginduksi kejang grand malsecara buatan
dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau
kedua pelipis. Jumlah terapi yang diberikan dalam satu rangkaian bervariasi
sesuai dengan masalah awal pasien dan respon terapeutik yang dikaji selama
terapi. Untuk pasien skizofrenia jumlah terapinya 20-30 kali terapi. ECT
biasanya diberikan dua sampai tiga kali dalam seminggu dengan hari yang
bergantian walaupun terapi ini dapat diberikan lebih sering atau lebih jarang (Puri,
2011).

Indikasi ECT adalah:


(1) Pasien dengan penyakit depresif mayor yang tidak berespon terhadap
antidepresan atau yang tidak dapat meminum obat.
(2) Pasien dengan gangguan bipolar yang tidak berespon terhadap obat.
(3) Pasien bunuh diri akut yang cukup lama tidak dapat menerima
pengobatan untuk mencapai efek terapeutik.
(4) Ketika efek samping ECT yang diantisipasi kurang dari efek samping yang
berhubungan dengan terapi obat, seperti pada pasien lansia, pasien dengan
blok jantung, dan selama kehamilan.
Kontraindikasi ECT adalah :
(1) Tumor intracranial
(2) Kehamilan
(3) Osteoporosis
(4) Infark miokardium
(5) Asma bronchial

c) Terapi psikososial
Terapi psikososial mencakup berbagai metode untuk meningkatkan
kemampuan sosial, kecukupan diri, ketrampilan praktis, dan komunikasi
interpersonal pada pasien skizofrenia. Tujuannya adalah memungkinkan
seseorang yang sakit parah untuk membangun keterampilan sosial dan
keterampilan pekerjaan untuk hidup yang mandiri (Sadock, 2010). Secara umum
tujuan psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur kepribadian, mematangkan
kepribadian (maturing personality), memperkuat ego (ego strength),
meningkatkan citra diri (self confidence), yang kesemuanya itu untuk mencapai
kehidupan yang berarti dan bermanfaat (meaning fullness oflife) (Hawari,2014).
(1) Psikoterapi supportif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat
dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya
(flighting spirit) dalam menghadapi hidup tidak kendur dan menurun.
(2) Psikoterapi re-edukatif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang
maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan diwaktu lalu, dan pendidikan ini
juga dimaksudkan mengubah pendidikan lama dengan yang baru sehingga
penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.
(3) Psikoterapi kognitif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif
(daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan
nilai-nilai moral etika mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak,
mana yang halal dan haram dan lain sebagainya (discriminative judgement).
(4) Psikoterapi psiko-dinamik
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk menganalisis dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan
upaya untuk mencari jalan keluarnya. Dengan psikoterapi ini diharapkan penderita
dapat memahami kelebihan dan kelemahan dirinya dan mampu menggunakan
mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) dengan baik.
(5) Psikoterapi perilaku
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang
terganggu (maladaptif) menjadi perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan
diri).
(6) Psikoterapi keluarga
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan hubungan penderita
dengan keluarganya. Dengan psikoterapi ini diharapkan keluarga dapat
memahami mengenai gangguan jiwa skizofrenia dan dapat membantu
mempercepat penyembuhan pederita.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan


2.2.1 Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut
maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri,orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua
bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan terdahulu. (Yosep,
2010).

2.2.2 Etiologi
Menurut Sujuono Riyadi (2009), faktor-faktor yang dapat mencetuskan
perilaku kekerasan yaitu:
1.2.1 Faktor predisposisi
1) Faktor biologis
(1) Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
(2) Psycomatic theory (teori psikomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maaupun lingkungan. Dalaam hal ini sistem limbik berperan
sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.
2) Faktor psikologis
(1) Frustasion aggression theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi frustasi
terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau terhambat.
Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan
frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.

(2) Behaviororal theory (teori perilaku).


Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang diterima pada saat
melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau luar rumah.
Semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
(3) Existentinal theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar manusia apabila kebutuhan
tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku konstruktif maka individu akan
memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
3) Faktor social kultural
(1) Social environment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam menekspresikan
marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptaakan seolah-
olah perilaku kekerasan diterima.
(2) Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses
sosialisasi.
1.2.2 Faktor prespitasi
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan seringkali berkaitan dengan:
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal
dan sebagainya.
2) Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan
alcoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.

2.2.3 Tanda Dan Gelaja


Menurut yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda
dan gejala perilaku kekerasan:
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot atau pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Wajah memerah dan tegang
6) Postur tubuh kaku
7) Pandangan tajam
8) Mengatupkan rahang dengan kuat
9) Mengepalkan tangan
10) Jalan mondar-mandir

2.2.4 Pengkajian Keperawatan


Menurut Fitria (2009) data yang perlu dikaji pada pasien dengan perilaku
kekerasan yaitu pada data subyektif klien mengancam, mengumpat dengan kata-
kata kotor, mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga menyalahkan dan
menuntut. Sedangkan pada data obyektif klien menunjukkan tanda-tanda mata
melotot dan pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, postur tubuh kaku dan suara keras.
2.2.5 Diagnosa Keperawatan
Menurut Damayanti (2010), adapun diagnose keperawatan pasien yang muncul
pasien dengan gangguan risiko perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Risiko perilaku kekerasan.
b. Harga diri rendah kronik
c. Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)
Masalah keperawatan
a. Risiko Perilaku Kekerasan, (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal)
b. Perilaku kekerasan
c. Harga diri rendah kronik
2.2.6 Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan pada risiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk
susunan perencanaan tindakan keperawatan untuk mengatasi dengan risiko
perilaku kekerasan. Tindakan keperawatan diantaranya adalah strategi
pelaksanaan tindakan keperawatan, Tindakan tindakan ini dapat ditujukan pada
tindakan keperawatan untuk individu dan keluarga (Sutejo,2017). Adapun rencana
tindakan strategi pelaksanaan individu dan keluarga risiko perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
a. Tujuan umum:pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan.
(1) Strategi pelaksana tindakan keperawatan untuk individu pada risiko perilaku
kekerasan:
a. Tujuan khusus: Pasien mampu mengenal perilaku kekerasan yang dialami dan
mengontrol dengan cara fisik.
1) Bina hubungan saling percaya
2) Identifikasi penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan,
dan akibat perilaku kekerasan.
3) Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas dalam
dan pukul bantal.
4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik.
b. Tujuan khusus: pasien mampu menggunakan obat sesuai program yang
telah ditetapkan untuk mengontrol perilaku kekerasan
1) Evaluasi kegiatan latihan fisik. Beri pujian
2) Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan obat (jelaskan 6 benar :
jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat).
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik dan minum obat.
c. Tujuan khusus : pasien mampu mengontrol dengan cara verbal/sosial.
1) Evaluasi kegiatan latihan fisik dan minum obat. Beri pujian.
2) Latih cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal (3 cara, yaitu :
mengungkapkan, meminta, dan menolak dengan benar).
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, dan
verbal.
d. Tujuan khusus : pasien mampu mengontrol dengan cara spiritual .
1) Evaluasi kegiatan latihan fisik, minum obat, dan verbal. Beri pujian.
2) Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual.
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, verbal,
dan spiritual.

(2) Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk keluarga pada dengan


risikoperilaku kekerasan:
a. Tujuan khusus : pasien mendapat dukungan untuk mengontrol perilaku
kekerasan : keluarga mampu mengenal masalah RPK dan melatih cara
fisik.
(1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat
(2) Jelaskan pengertian, tanda gejala, dan proses terjadinya perilaku kekerasan
(3) Jelaskan cara merawat perilaku kekerasan
(4) Latih satu cara merawat perilaku kekerasan : latihan fisik
(5) Anjurkan membantu sesuai jadwal dan member pujian.
b. Tujuan khusus : pasien mendapatkan dukungan untuk mengontrol perilaku
kekerasan : keluarga mampu membimbing minum obat
(1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih dengan latihan fisik. Beri
pujian
(2) Jelaskan 6 benar cara minum obat
(3) Latih cara memberikan/membimbing minum obat
(4) Anjurkan untuk membantu sesuai jadwal dan member pujian.
c. Tujuan khusus : Mendapatkan dukungan untuk mengontrol perilaku
kekerasan: keluarga mampu membimbing minum obat
(1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih dengan latihan fisik dan
memberikan obat. Beri pujian.
(2) Latih carabimbing verbal/bicara.
(3) Latih cara membimbing kegiatan spiritual.
(4) Anjurkan membantu sesuai jadwal dan memberikan pujian.
d. Tujuan khusus : keluarga mampu melakukan follow up ke pusat kesehatan
masyarakat (PMK), mengenali tanda kambuh, melakukan rujukan.
(1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih dengan latihan fisik,
memberikan obat, verbal dan spiritual dan follow up. Beri pujian
(2) Jelaskan follow up ke Pusat Kesehatan Masyarakat (PKM), tanda
kambuh, rujukan.
(3) Anjurkan membantu sesuai jadwal dan memberikan pujian.
Diatas adalah strategi pelaksanaan untuk masalah keperawatan risiko
perilaku kekerasan, dan rencana tindakan keperawat.
2.2.7 Implementasi
Proses implementasi adalah melaksanaan rencana tindakan yang sudah
disusun dan disesuaikan dengan kondisi saat itu. Pelaksanaan tindakan
keperawatan bisa lebih dari apa yang telah direncanakan atau lebih sedikit dari
apa yang sudah direncanakan bahkan mampu memodifikasi dari perencanaan
yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pada saat asuhan keperawatan
diberikan.
Dalam mengimplementasikan intervensi, perawat kesehatan jiwa
menggunakan intervensi yang luas yang dirancang untuk mencegah penyakit
meningkat, mempertahankan, dan memulihkan kesehatan fisik dan mental
(Damayanti, 2012)
2.2.8 Evaluasi
Pada evaluasi perawat mengevaluasi respon berdasarkan kemampuan yang
sudah diajarkan pada, berupa evaluasi yang dapat dilakukan untuk menilai respon
verbal dan non verbal yang dapat diobservasi oleh perawat berdasarkan respon
yang ditunjukkan oleh klien.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekataan SOAP:
1) S: Respon subyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
2) O: Respon Obyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
3) A: Analisa terhadap data subjektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah
masalah manis ada atau telah teratasi atau muncul masalah baru
4) P: Perencanaan tindakah lanjut berdasarkan hasil analisis respon pasien (Yusuf,
2015)
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
- Pasien dirawat di Ruang Gelatik Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya
- Pasien dirawat mulai Tanggal 14 September 2020
3.1.1 Identitas klien
- Inisial klien : Tn.A (Laki-laki)
- Umur : 30 Tahun
- Tanggal pengkajian : 15 September 2020
- RM No. :-
- Informan : Pasien, Keluarga dan Rekam medis
3.1.2. Alasan masuk
Pasien dibawa ke IGD Rumah Sakit Jiwa Menur oleh keluarganya tanggal
14 September 2020 karena klien marah-marah tanpa sebab, memecahkan semua
kaca jendela rumah dan memukul ayahnya. Pada saat dikaji pada tanggal 15
September 2020 pasien terlihat sering mengambil barang milik orang lain, jika
bicara matanya melotot dan dengan nada yang keras.
3.1.3. Faktor predisposisi
- Keluarga pasien mengatakan pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu dan sudah berada di rumah sakit sejak kemarin, keluarga pasien
mengatakan berobat di poli RSJ Menur, pasien jarang dan sulit minum obat,
dan pasien tidak pernah kontrol dan putus obat. Pasien pernah memukul
ayahnya pada usia 30 tahun. Masalah keperawatan yang muncul adalah
perilaku kekerasan dan penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
- Tidak ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pasien mengatakan
keluarga nya tidak ada yang sering marah-marah seperti pasien. Masalah
keperawatan yang muncul tidak ada.
- Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, Pasien mengatakan
pernah ditolak di lingkungan rumahnya karena baru keluar dari RSJ Menur.
Masyarakat sekitar takut dengan pasien. Pasien juga mentaksir tetangganya
tetapi oleh tetangganya malah dihina dan di ejek. Masalah keperawatan
yang muncul adalah mekanisme koping individu inefektif.
3.1.4. Fisik
- Tanda-tanda vital: TD: 110/80mmHg, N: 80x/menit, S: 36,5oC, P:
18x/menit
- Ukur: TB: 157cm BB: 57kg
Pasien tidak ada keluhan pusing atau demam. Masalah keperawatan yang
muncul tidak ada.
3.1.5. Psikososial
- Genogram: Pasien Tn.A 30 tahun, pasien mengatakan sudah sejak kemaren
pasien dirawat di RSJ menur, asal tinggal pasien di Nganjuk Jawa Timur,
pasien mengatakan anak ke2 dari 3 bersaudara kandung, pasien satu-
satunya anak laki-laki, kakak dan adik pasien perempuan, pasien tinggal
bersama orang tua nya di Nganjuk Jawa Timur. Pasien sulit berkomunikasi
dengan orang lain dan keluarga, pasien diasuh oleh orang tua nya. Pasien
sulit mengambil keputusan. Pasien hanya menurut dengan ayahnya.
Masalah keperawatan yang muncul adalah ketidakefektifan koping keluarga
ketidakmampuan.
- Konsep diri: Gambaran diri, pasien mengatakan bahwa bagian tubuh yang
disukai yaitu matanya karena bagi pasien matanya dapat melihat sesuatu
yang dia suka. Identitas, pasien mengatakan pasien adalah laki-laki berumur
30 tahun pasien merasa cukup puas dengan dirinya sendiri. Peran, pasien
mengatakan saat ini dirinya mesara sebagai pasien rumah sakit jiwa menur.
Ideal diri , pasien mengatakan dia ingin pulang. Harga diri, pasien
merasa putus asa karena selau berada di rumah sakit jiwa. Masalah
keperawatan yang muncul adalah gangguan konsep diri harga diri rendah.
- Hubungan sosial: Orang yang berarti, Pasien mengatakan orang yang berarti
buat dia saat ini adalah keluarga karena keluarga dapat melindunginya dari
ejekan tetangganya. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat,
Pasien mengatakan tidak suka mengikuti kegiatan dengan masyarakat yang
lain, pada saat dikaji di RS pasien juga terlihat berdiam diri tidak mau
mengikuti aktivitas senam rutin maupun menonton tv. Hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain, Pasien mengatakan sering digoda oleh
pasien lain dan pasien mudah marah dan merebut barang milik orang.
Masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan interaksi sosial/isolasi
sosial menarik diri.
- Spiritual: Nilai dan keyakinan, Rumah: Pasien mengatakan jika dirumah
jarang melakukan sholat karena malas, tetapi pasien takut akan dosa dan
percaya Allah SWT adalah TuhanNya, RS: Pasien mengatakan beragama
islam dan pasien takut akan dosa, pasien percaya akan adanya Allah SWT.
Kegiatan ibadah, Rumah: Pasien mengatakan jika dirumah jarang
melakukan sholat karena malas, RS: Pasien mengatakan tidak pernah sholat
karena malas, selama di rumah sakit pasien tidak pernah beribadah karena
selalu difiksasi jika pasien mengamuk. Masalah keperawatan yang muncul
adalah distress spiritual.
3.1.6. Status mental
- Penampilan: pasien terlihat rapi, memkai baju yang sesuai dengan
penggunaannya. Masalah keperawatan yang muncul tidak ada.
- Pembicaraan: Pasien tampak berbicara keras saat diajak berbicara dan
tampak malas jika diajak untuk bercerita, tidak mau diganggu dan pasien
mudah tersinggung. Masalah keperawatan yang muncul adalah kerusakan
komunikasi verbal.
- Aktivitas motorik: Pasien tampak gelisah dan tegang terlihat dari saat diajak
bicara selalu mengalihkan dan malas untuk menjawab, dan berusaha
menghindar, selalu mondar-mandir. Masalah keperawatan yang muncul
adalah resiko tinggi terhadap cidera.
- Alam perasaan: Saat dikaji pasien mengatakan khawatir, namun saat ditanya
khawatir terhadap apa pasien tidak mengerti dan bingung. Masalah
keperawatan yang muncul adalah ansietas.
- Afek: Afek pasien tampak datar terlihat dari ekspresi wajah saat diajak
berbicara biasa saja tidak ada ekspresi tersenyum dan mengalihkan. Masalah
keperawatan yang muncul adalah kerusakan kounikasi verbal.
- Interaksi selama wawancara: Pasien tampak mudah tersinggung saat diajak
bicara terlihat pasien tempak tidak suka dan ingin marah, malas diajak
bicara. Masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan interaksi
sosial/isolasi sosial menarik diri
- Persepsi: Saat dikaji pasien mengatakan tidak pernah mendengar, melihat,
membau sesuatu yang aneh, tidak ada tanda-tanda halusinasi. Masalah
keperawatan yang muncul tidak ada.
- Proses pikir: pasien tampak tiba-tiba diam pada saat dikaji. Masalah
keperawatan yang muncul adalah gangguan proses pikir.
- Isi pikir dan waham: pasien tidak memiliki masalah isi pikir. Masalah
keperawatan yang muncul tidak ada.
- Tingkat kesadaran: Pasien tampak binggung saat ditanya tentang
perasaannya dan cenderung mengalihkan pendangannya, pasien tidak
mengalami gangguan disorientasi waktu kerana pasien dapat mengetahui
siang/malam, pasien mengetahui saat ini dia berada di RSJ, pasien dapat
membedakan mana pasien dan mana perawat. Masalah keperawatan yang
muncul adalah gangguan proses pikir.
- Memori: Pasien mengatakan lupa tentang masa lalunya saat di tanya atau
bercerita tentang pengalaman masa lalunya dan pasien mengatakan tidak
mau mengingat lagi, gangguan daya ingat jangka pendek tidak terganggu
karena pasien masih mampu menceritakan kenapa pasien dibawa kesini dan
bersama dengan siapa. Masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan
proses pikir.
- Tingkat konsentrasi dan berhitung: pasien dapat berhitung dengan baik dari
0 sampai 10. Masalah keperawatan yang muncul tidak ada.
- Kemampuan penilaian: Pasien masih mampu mengangap bahwa perbuatan
yang dilakukan adalah perbuatan yang tidak baik namun pasien belum bisa
mengontrol emosi nya. Masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan
proses pikir.
- Daya tilik diri: Saat ditanya pasien mangatakan bahwa dia tidak sedang sakit
apa-apa dan ingin pulang. Masalah keperawatan yang muncul adalah
gangguan proses pikir.
3.1.7. Kebutuhan persiapan pulang
- Kemampuan klien memenuhi/menyediakan kebutuhan: Pasien dan keluarga
mampu menyediakan kebutuhan secara mendiri tampak terlihat dari pasien
mampu makan, berpakaian secara mandiri. Masalah keperawatan yang
muncul tidak ada.
- Kegiatan hidup sehari-hari: pasien mengatakan dalam melakukan perawatan
diri semua dilakukan secara mandiri. Pasien tidak memiliki masalah nutrisi.
pasien mengatakan tidak ada gangguan pada saat tidur. Masalah
keperawatan yang muncul tidak ada.
- Kemampuan klien: pada saat dikaji pasien mengatakan belum mampu
membuat keputusan sendiri karena pasien masih ragu-ragu, pasien juga
mengatakan belum bis a mengatur penggunaan obat karena itu pasien jarang
sekali minum obat, pasien juga mengatakan tidak dapat melakukan
pemeriksaan kesehatan secara rutin. Masalah keperawatan yang muncul
adalah resiko penatalaksanaan rejimen terapeutik inefektif.
- Klien memiliki sistem pendukung: pasien mengatakan didukung oleh
keluarga teman sejawat terapis dan kelompok sosial. Masalah keperawatan
yang muncul tidak ada.
- Apakah klien menkmati saat bekerja, kegiatan yang menghasilkan atau
hobi: pasien mengatakan tidak tahu. Masalah keperawatan belum di
temukan.
3.1.8. Mekanisme koping
- Adaptif: bicara dengan orang lain.
- Maladaptif: reaksi lambat/berlebih, menghindar, mencederai diri.
Masalah keperawatan yang muncul adalah mekanisme koping individu
inefektif.
3.1.9. Masalah psikossial dan lingkungan
- Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik: pasien tampak apatis dan
cuek dan pasien merebut barang milik orang lain
- Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik: pasien tampak apatis
cuek dengan lingkungan sekitarnya.
- Masalah dengan pendidikan, spesifik: pasien menyatakan pendidikan
terakhirnya STM.
- Masalah dengan pekerjaan, spesifik: pasien tidak bekerja, karena pasien
tidak dapat mengontrol emosi nya.
- Masalah dengan perumahan, spesifik: pasien mengatakan tinggal satu rumah
dengan keluarganya, pasien juga sering di ejek di lingkungan rumah.
- Masalah ekonomi, spesifik: pasien tidak dapat menjawab, kelihatan seperti
mau marah.
- Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik: tidak ada masalah.
- Masalah lainnya, spesifik: tidak ada masalah.
Masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan interaksi sosial/isolasi
sosial menarik diri.
3.1.10. Pengetahuan kurang tentang
Penyakit jiwa, faktor presipitasi, koping, sistem pendukung, dan obat-
obatan. Masalah keperawatan yang muncul adalah defisit kurang pengetahuan
terhadap penyakit jiwa, faktor presipitasi, koping, sistem pendukung, dan obat-
obatan.
3.1.11. Aspek medis
- Diagnosa: F.20.1 (Skizofrenia paranoid)
- Terapi medik:
No Nama Obat Dosis Golongan Kegunaan
.
1. Chlorpromazine 3x Antipsikotik - Mengatasi
100mg gejala psikosis
- Menangani
mual, muntah, dan
cegukan
2. Haloperidol 2 x 5mg Antipsikotik - Mengatasi
gejala psikosis pada
gangguan mental,
seperti skizofrenia.
- Mengatasi
gejala sindrom
Tourette.
- Mengatasi
gangguan perilaku,
seperti gelisah atau
perilaku agresif.
Tidak ada masalah kolaboratif.
3.1.12. Daftar masalah keperawatan
- Perilaku kekerasan
- Penatalaksaan rejimen terapeutik inefektif
- Mekanisme koping individu inefektif
- Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan
- Gangguan konsep diri: harga diri rendah
- Gangguan interaksi sosial/Isolasi sosial: menarik diri
- Distress spiritual
- Kerusakan komunikasi verbal
- Resiko tinggi terhadap cidera
- Ansietas
- Gangguan proses pikir
- Resiko penatalaksanaan rejimen terapeutik inefektif
- Defisit kurangnya pengetahuan terhadap penyakit jiwa, faktor presipitasi,
koping, sistem pendukung, dan obat-obatan
3.1.13. Diagnosa keperawatan
Perilaku kekerasan

3.2. Analisa data


- Data
DS: keluarga pasien mengatakan, pasien marah-marah tanpa sebab,
memecahkan semua kaca jendela rumah dan memukul ayahnya
DO: Pasien marah-marah dan merebut barang milik orang lain, jika bicara
sering melotot, bicara kacau, nada suara tinggi dan cepat.
- Etiologi
Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep: Harga diri rendah


- Masalah
Perilaku kekerasan
3.3. Pohon masalah
(Affect)
Resiko mencederai diri
sendiri dan lingkungan

Penatalaksaan rejimen (Core problem)


terapeutik inefektif Perilaku kekerasan
Kerusakan komunkasi verbal
Gangguan interaksi (Causa)
sosial/Isolasi sosial: Gangguan konsep diri: Gangguan proses pikir
menarik diri Harga diri rendah

Mekanisme koping Ansietas Distress spiritual


individu inefektif
Defisit kurangnya pengetahuan
terhadap penyakit jiwa, faktor
Ketidakefektifan
koping keluarga: presipitasi, koping, sistem
ketidakmampuan pendukung, dan obat-obatan

3.4. Diagnosa keperawatan


Perilaku kekerasan
3.5. Rencana keperawatan
No. Tangga Diagnosa Perencanaan
l keperawatan Tujuan Kriteria hasil Tindakan keperawatan Rasional
1. 15-09- Perilaku Setelah dilakukan Klien menunjukan tanda- Bina hubungan saling Kepercayan dari
2020 kekerasan asuhan keperawatan tanda kepada perawat percaya dengan klien merupakan hal
selama 1 minggu melalui : mengemukakan prinsip yang akan
diharapkan pasien 1. Ekspresi wajah cerah, komunikasi terapeutik: memudahkan
dapat: tersenyum 1. Mengucapkan salam perawat dalam
TUM: Klien dan 2. Mau berkenalan terapeutik, sapa klien melakukan
keluarga 3. Ada kontak mata dengan ramah, baik, pendekatan
Mampu mengatasi atau 4. Bersedia menceritakan verbal maupun keperawatan atau
memberikan resiko perasaannya nonverbal intervensi selanjutnya
perilaku kekerasan 5. Bersedia 2. Berjabatan tangan terhadap klien
mengungkapkan dengan klien
TUK 1: masalah 3. Perkenalkan diri
Klien dapat membina dengan sopan
hubungan saling 4. Tanyakan nama
percaya lengkap klien dan
nama panggilan yang
di sukai klien
5. Jelaskan tujuan
pertemuan
6. Membuat kontrak
topik, waktu dan
tempat setiap kali
bertemu klien
7. Tunjukan sikap
empati dan menerima
pasien apa adanya
8. Beri perhatian
kebutuhan dasar klien
TUK 2: 1. Menceritakan perilaku Bantu klien
Klien dapat kekerasan yang mengungkapkan perasaan
mengidentifikasi dilakukannya marahnya :
penyebab perilaku 2. Menceritakan perasaan 1. Diskusikan bersama
kekerasan yang jengkel/kesal, baik dari klien menceritan
dilakukannya diri sendiri maupun penyebab rasa kesal
lingkungan atau rasa jengkel
2. Dengarkan penjelasan
klien tanpa menyela
atau memberi
penilaian pada setiap
ungkapan perasaan
klien
TUK 3: 1. Fisik : Membantu klien Deteksi dini dapat
Klien dapat a. Mata merah mengungkapkan tanda- mencegah tindakana
mengidentifikasi tanda- b. Tangan mengepal tanda kekerasan yang yang bisa
tanda perilaku c. Ekspresi tenang dan dialaminya : diskusi dan membahayakan klien
kekerasan lain-lain motivasi klien untuk dan lingkungan
2. Emosional : menceritakan kondisi sekitar
a. Perasaan marah fisik saat perilaku
b. Jengkel kekerasan terjadi.
c. Bicara kasar 1. Diskusikan dan
3. Sosial : motivasi klien untuk
a. Bermusuhan yang menceritakan kondisi
dialami saat terjadi fisik saat perilaku
perilaku kekerasan kekerasan terjadi
2. Diskusi dan motivasi
klien untuk
menceritakan kondisi
emosi nya saat terjadi
perilaku kekerasan
3. Diskusikan dan
motivasi klien uintuk
menceritakan kondisi
psikologfios saat
terjadi
perilakukekerasan
4. Diskusikan dan
motivasi klien untuk
kondisi hubungan
dengan orang lain saat
terjadi perilaku
kekerasan.
TUK 4: 1. Jenis-jenis ekspresi Diskusikan dengan klien Melihat mekanisme
Klien dapat kemerahan yang selama seputar perilaku koping klien dalam
mengidentifikasi jenis ini dilakukan kekerasan yang menyelesaikan
perilaku kekerasan 2. Perasaan saat dilakukan selama ini : masalah yang di
yang pernah dilakukan melakukan kekerasan 1. Diskusikan dengan hadapinya
3. Aktifitas cara yang klien seputar perilaku
dipakai dalam kekersan yang
menyelesaikan masalah dilakukan selama ini
2. Motivasi klien
menceritakan jenis-
jenis tindakan
kekkerasan yang
selama ini pernah
dilakukannya
3. diskusikan apakah
dsengan kekerasan
yang dilakukan nya
masalah yang dialami.
TUK 5: 1. Diri sendiri dilukai, Diskusikan dengan klien Membantu klien
Klien dapat dijauhi, teman, dan akibat negatif atau melihat dampak yang
mengidentifikasi akibat lingkungan kerugian dari cara atau ditimbulkan akibat
dari perilaku kekerasan 2. Orang lain/keluarga tindakan kekerasan yang perilaku kekerasan
luka, tersinggung, dilakukan pada: yang dilakukan
ketakutan - Diri sendiri
3. Benda-benda dirumah - Orang lain/keluarga
- Lingkungan
TUK 6: 1. Dapat menjelaskan Diskusikan dengan klien Menurunkan perilaku
Klien dapat cara-cara sehat dalam seputar : yang yang deskruktif
mengidentifikasi cara mengungkapkan - Apakah klien mau yang berpotensi
kontruktif atau cara- marah. mempelajari cara baru mencederai klien dan
cara sehat dalam mengungkapkan cara lingkungan sekitar
mengungkapkan marah yang sehat
kemarahan - Jelaskan berbagai
alternatif pilihan
untuk
mengungkapkan
kemarahan selain
perilaku kekerasan
yang diketahui
- Jelaskan cara-cara
sehat untuk
mengungkapkan
kemarahn :
- Cara fisik : Napas
dalam ,pukul kasur,
olahraga
1. Verbal
Mengungkapkan bahwa
dirinya sedang kesal
kepada orang lain
2. Sosial
Latihan asertif dengan
orang lain
3. Spritual :
Sembah yang, meditasi,
sesuai dengan keyakinan
agama nya masing-
masing.
TUK 7: 1.Fisik 1. Diskusi cara yang 1. Keinginan
Klien dapat Tarik napas dalam, mungkin dipilih serta marahnya tidak
mendemonstrasikan memukul bantal anjurkan klien bisa diprediksi
cara mengontrol 2. Verbal memilih cara yang waktunya serta
perilaku kekerasan Mengunkapkan mungkin diterapkan siapa yang
perasaan rasa untuk memicunya
kesal/jengkel kepada mengungkapkan 2. Meningkatkan
orang lain tanpa kemarahannya kepercayaan diri
menyakiti. 2. Latih klien klien serta asertif
3. Spritual memperagakan cara (ketegasan) saat
Doa, meditasi sesuai yang dipilih dengan mareah atau
agamanya melaksanakan cara jengkel
yang dipilihnya
3. Jelaskan cara manfaat
tersebut
4. Anjurkan klien
menirukan peragaan
yang sudah dilakukan
5. Beri penguatan pada
pasien
TUK 8: 1. Dapat menjelaskan 1. Diskusikan Keluarga merupakan
Klien mendapat cara merawat klien pentingnya peran sistem pendukung
dukungan keluarga dengan perilaku serta keluarga utama bagi klien dan
untuk mengontrol risiko kekerasan sebagai pendukung merupakan bagian
perilaku kekerasan klien dalam penting dari
mengatasi risiko rehabilitas klien
perilaku kekerasan
2. Diskusikan potensi
keluarga untuk
membantu klien
mengatasi perilaku
kekerasan
3. Jelaskan pengertian
penyebab, akibat dan
cara merawat klien
risiko perilaku
kekerasan yang dapat
dilaksanakan oleh
keluarga
4. Peragakan cara
merawat klien
menangani PK
5. Beri kesempatan
untuk memperagakan
ulang cara perawatan
terhadap klien
6. Beri pujian terhadap
keluarga setelah
peragaan
7. Tanya perasaan
keluarga setelah
mencoba cara yang
dilatihkan.
TUK 9: 1. Kerugian tidak minum 1. Jelaskan manfaat Membantu
Klien menggunakan obat menggunakan obat penyembuhan klien
obat sesuai program 2. Nama obatbentuk dan secara teratur dan mengontrol kegiatan
yang telah ditetapkan warna obat kerugian jika tidak klien minum obat dan
3. Dosis yang diberikan tidak menggunakan mencegah klien putus
kepadanya obat obat
4. Waktu pemakain 2. Jelaskan kepada klien
5. Efek disamping 3. Jenis obat, nama,
6. Klien menggunakan warna, dan bentuk
obat sesuai program 4. Dosis yang tepat
untuk klien
5. Waktu pemakain
6. Cara pemakaian
7. Efek yang akan
dirasakan klien
8. Anjurkan klien untuk
minta obat tepat
waktu
9. Lapor perawat atau
dokter jika mengalami
efek yang tidak biasa
10. Beri pujian terhadap
kedisplinan klien
menggunakan obat
3.6. Implementasi dan Evaluasi
Tanggal Dx Kep Implementasi Evaluasi
15-09- Perilaku SP1 pasien: S: pasien belum mau
2020 kekerasan 1. Membina hubungan mengatakan namanya
saling percaya O: pasien tidak
antara perawat dan kooperatif, kontak
klien mata (-)
2. Mengidentifikasi A: SP1 belum
penyebab perilaku berhasil
kekerasan P: lanjutkan SP1
3. Mengidentifikasi
perilaku kekerasan
4. Mengidentifikasi
akibat perilaku
kekerasan
5. Menyebutkan cara
mengontrol perilaku
kekerasan
6. Membantu pasien
mempraktekan
latihan cara
mengontrol perilaku
kekerasan secara
fisik 1 : latihan
napas dalam
7. Menganjurkan
pasien memasukan
dalam kegiatan
harian
16-09- SP1 pasien: S: pasien mengatakan
2020 1. Membina hubungan pasien tidak tau
saling percaya penyebab marahnya,
antara perawat dan jika pasien marah
klien pasien suka memukul
2. Mengidentifikasi jendela, pasien
penyebab perilaku mampu melakukan
kekerasan tarik nafas dalam
3. Mengidentifikasi O: pasien kooperatif,
perilaku kekerasan kontak mata (+)
4. Mengidentifikasi A: SP 1 tercapai
akibat perilaku P: lanjutkan SP 2
kekerasan
5. Menyebutkan cara
mengontrol perilaku
kekerasan
6. Membantu pasien
mempraktekan
latihan cara
mengontrol perilaku
kekerasan secara
fisik 1 : latihan
napas dalam
7. Menganjurkan
pasien memasukan
dalam kegiatan
harian
17-09- SP 2 pasien: S: -
2020 1. Mengevaluasi O: Pasien tampak
jadwal kegiatan gelisah, pembicaraan
harian pasien cepat dan agak
2. Melatih pasien bingung, kontak mata
mengontrol perilaku seperlunya, kurang
kekerasan dengan kooperatif, wwajah
cara fisik 2 : pukul kaku, saat ditanya
kasue dan bantal hanya menjawab “iya
3. Menganjurkan dan tidak, saya lupa”.
pasien memasukan A: SP 2 belum
ke dalam kegiatan tercapai
harian P: lanjutkan SP 2
18-09- SP 2 pasien: S: pasien mengatakan
2020 1. Mengevaluasi mau melakukan
jadwal kegiatan teknik kontrol marah
harian pasien yang ke 2
2. Melatih pasien O: pasien kooperatif,
mengontrol perilaku kontak mata (+)
kekerasan dengan A: SP 2 tercapai
cara fisik 2 : pukul P: lanjutkan SP 3
kasue dan bantal
3. Menganjurkan
pasien memasukan
ke dalam kegiatan
harian
19-09- SP 3 pasien: S: pasien mengatakan
2020 1. Mengevaluasi tidak mau mengobrol
jadwal kegiatan O: Pasien tampak
harian pasien tenang, topic
2. Melatih pasien pembicraan
mengontrol kadang beralih ke
perilaku kekerasan topic semula,
dengan cara sosial kontak mata baik
atau verbal A: SP 3 belum
3. Menganjurkan tercapai
pasien memasukan P: lanjutkan SP 3
ke dalam jadwal
kegiatan harian
21-09- SP 3 pasien: S: pasien mengatakan
2020 1. Mengevaluasi jadwal mau mengontrol
kegiatan harian marah nya dengan
pasien bicara yang baik
2. Melatih pasien O: pasien kooperatif,
mengontrol perilaku kontak mata (+),
kekerasan dengan pasien mampu bicara
cara sosial atau dengan baik
verbal A: SP 3 tercapai
3. Menganjurkan pasien P: pertahankan
memasukan ke dalam kondisi pasien
jadwal

Anda mungkin juga menyukai