Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah individu yang berada dalam rentang perubahan perkembangan yang mulai

dari bayi hingga remaja. Masa yang dilalui anak merupakan masa pertumbuhan

perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain/ toddler (1-2,5 tahun),

pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (6-12 tahun), dan hingga remaja (12-18 tahun).

Proses perkembangan anak memiliki perubahan fisik, kognitif, konsep diri, pola koping

dan perilaku sosial (Hidayat, 2011, hlm.6).

Anak memiliki rentang perubahan perkembangan dan pertumbuhan. Perubahan tersebut

berbeda antara anak satu dengan yang lain. Baik buruknya perkembangan dan

pertumbuhan anak dapat dilihat dari fisik dan psikis sesuai dengan usia mereka. Anak

yang mampu melalui tumbuh kembangnya dengan baik dapat dikatakan sebagai anak

dengan rentang tumbuh kembang baik, sedangkan anak yang mengalami tumbuh

kembang dengan lambat bisa dicurigai adanya gangguan pada anak tersebut. Profil Anak

Indonesia (2015) menyebutkan bahwa, masalah kesehatan pada anak di Indonesia

sebanyak 15,26 persen. Berdasarkan karakteristik di daerah perdesaan sebesar 15,75

persen, sementara masalah kesehatan di daerah perkotaan sebesar 14,74 persen.

Sedangkan menurut karakteristik jenis kelamin, tidak terdapat perbedaan yang signifikan

antara masalah kesehatan anak laki-laki (15,39 persen) dan anak perempuan (15,13

persen) (Profil Anak Indonesia, 2015). Saat ini masalah perkembangan yang sering
terjadi pada anak yaitu mengenai penyakit tidak menular. Menurut data yang diperoleh

dari Pusdatin (2012) menyebutkan bahwa saat ini yang mempengaruhi kematian adalah

penyakit tidak menular sebanyak 29 persen. Dalam penyakit tidak menular tersebut,

masalah kesehatan yang cukup serius salah satunya adalah kanker.

Saat ini, kanker menjadi penyakit serius yang mengancam kesehatan. Kanker sering

disebut dengan tumor atau neoplasma ganas merupakan jaringan abnormal yang

terbentuk sekumpulan sel (jaringan) yang pertumbuhannya terus menerus tidak terbatas

dan tidak terkoordinasi dibandingkan dengan jaringan normal yang ada di sekitarnya. Sel-

sel abnormal yang tumbuh secara cepat dan tidak terkendali, kemudian dapat menyerang

pada bagian sebelah tubuh dan menyebar ke ogan yang lain. Proses ini disebut sebagai

metastasis yang merupakan penyebab umum kematian akibat kanker (WHO, 2014 dalam

Firman, 2017, hlm.2).

Badan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mengatakan,

masalah kesehatan salah satunya kanker di dunia pada tahun 2012 sekitar 14,1 juta

dengan angka kematian 8,2 juta. Sebelumnya, tahun 2008 masalah kesehatan akibat

kanker 12,7 juta dengan angka kematian sebesar 7,6 juta. Data ini menunjukkan adanya

peningkatan jika dibandingkan data tahun 2008, 12,7 juta kasus baru dengan 7,6 juta

kematian. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, namun anak-anak juga

berpotensi terkena kanker. Istilah “kanker anak” adalah yang paling sering digunakan

untuk menunjuk kanker yang timbul pada anak-anak sebelum usia 15 tahun (WHO,

2009).
Menurut data Union for International Cancer Control (UICC) (2013), setiap tahun

terdapat sekitar 176.000 anak yang didiagnosis kanker, yang mayoritas berasal dari

negara berpenghasilan rendah dan menengah. Meskipun kejadian kanker pada anak di

seluruh dunia masih cukup jarang, namun kanker merupakan salah satu penyebab utama

kematian 90.000 anak setiap tahunnya. Di negara berpenghasilan tinggi, kanker

merupakan penyebab kedua terbesar kematian anak umur 5-14 tahun, setelah cedera dan

kecelakaan. Menurut National Cancer Institute atau NCI (2009) dan NCI (2010),

diperkirakan terdapat lebih dari enam juta penderita baru penyakit kanker setiap tahun.

Menurut Riskesdas (2018), prevalensi kanker anak di Indonesia naik menjadi 1,8 persen

dari prevalensi tahun 2013 yang awalnya hanya 1,4 persen. Saat ini kanker menjadi

sepuluh besar penyakit utama yang menyebabkan kematian anak di Indonesia (Depkes

RI, 2011). Prevalensi kanker tertinggi terdapat di Yogyakarta (4,1%), diikuti Jawa

Tengah (2,1%), dan Bali (2%). Pada penyakit kanker, prevalensi cenderung lebih tinggi

pada pendidikan tinggi dan pada kelompok dengan indeks kepemilikan teratas.

Berdasarkan karakteristik usia <1 tahun (0,3%), usia 1-4 (0,1%), usia 5-14 (0,1%), dan

usia 15-24 (0,6%). Karakteristik jenis kelamin, laki-laki sebanyak (0,6%) dan perempuan

(2,2%). Pada karakteristik pendidikan prevalensi kanker rata-rata pasien tamat SD dan

SMA sebanyak (1,8%), tidak tamat SD dan tamat SMP sebanyak (1,1%), tertinggi adalah

tamat perguruan tinggi sebanyak (3,1%). Berdasarkan data yang saya dapatkan di RSUD

Dr.Moewardi Surakarta pada tahun 2016 sebanyak 116 anak dengan kanker, pada tahun

2017 sebanyak 121 anak dengan kanker, dan pada tahun 2018 sebanyak 134 anak dengan

kanker.
Sehingga dapat disimpulkan pada tiga tahun terakhir terjadi peningkatan anak dengan

kanker. Pada masalah tersebut dapat dilakukan penanganan untuk mengurangi angka

kesakitan.

Anak dengan kanker dapat dilakukan penanganan meliputi kemoterapi, terapi biologi,

terapi radiasi, transplantasi sumsum tulang, dan transplantasi sel darah perifer (peripheral

blood stem cell). Namun yang paling banyak dilakukan pada anak adalah

kemoradioterapi. Pengobatan kemoterapi yang berkelanjutan pada anak dengan kanker,

selain memiliki efek terapeutik, agen tersebut juga menyebabkan berbagai efek samping.

Efek samping tersebut diantaranya masalah fisik, seperti anak mudah mengalami infeksi,

mudah mengalami perdarahan, lemah (fatigue), lesu, rambut rontok, mukositis, mual,

muntah, diare, konstipasi, nafsu makan menurun, neuropati, sistitis hemoragika, retensi

urin, wajah yang menjadi bulat dan tembam (moonface), gangguan tidur, serta

berpengaruh terhadap kesuburan pasien dewasa. Selain masalah fisik, anak yang

menjalani kemoterapi juga dapat mengalami masalah psikososial, seperti gangguan

mood, kecemasan, kehilangan kepercayaan diri, penurunan persepsi diri, depresi, dan

perubahan perilaku yang berdampak anak tidak dapat bersekolah. Mengenai efek tentang

kemoterapi pada anak kanker, merupakan salah satu hal yang dapat membuat anak

menjadi cemas. Anak dengan kanker yang mengalami kecemasan cenderung berdiam diri

atau lebih mengurungkan diri dirumah dan tidak mau berinteraksi dengan teman-

temannya (Nurhidayah, 2016).


Cemas atau ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan

dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek

yang spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara

interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual

terhadap bahaya (Stuart, 2013, hlm.144). Efek yang dapat ditimbulkan apabila anak

mengalami cemas yaitu anak akan mudah marah, berdiam diri, takut untuk bersosialisasi,

dan merasa pesimis. Hal tersebut harus segera ditangani.

Penanganan menyeluruh dari segi fisik dan psikologis sangat penting dalam penanganan

pada kecemasan anak. Pertama yang harus dilakukan berhubungan dengan pasien kanker

adalah membantu pasien mengenali gejala-gejala psikologisnya. Hal ini dilakukan karena

pasien sering kali menyangkal adanya masalah tersebut dalam dirinya. Pengenalan gejala

yang baik akan membantu proses terapi psikologis selanjutnya. Pentingnya melibatkan

keluarga terdekat sebagai sistem dukungan untuk pasien. Hal ini perlu dilakukan untuk

membuat pasien merasa mempunyai dukungan yang bisa menemaninya dalam perjalanan

penyakitnya.

Dukungan orang tua yang baik dalam kehidupan pasien akan meningkatkan harapan

hidup dan berkualitas pada pasien kanker. Peneliti mendapatkan beberapa intervensi

untuk mengatasi kecemasan pada anak yaitu terapi bermain, terapi musik, dan filial

therapy. Filial therapy adalah suatu terapi yang diawali dengan mementori orang tua

terlebih dahulu untuk menentukan jenis permainan yang cocok untuk anak sesuai dengan

usianya sehingga terapi ini akan dilakukan langsung oleh orang tua dalam mengajak
anaknya bermain. Peneliti tertarik menggunakan Filial therapy, karena berpengaruh

terhadap psikologi anak untuk mengatasi masalah kecemasan pada anak. Karena hal ini

sangat berpengaruh positif dan adanya dukungan dari keluarga.

Filial therapy ini sudah pernah dilakukan oleh Marziyeh Alivandi Vafa, dkk pada tahun

2009 menyatakan bahwa kualitas hubungan ibu dan anak berubah positif. Hasil

efektivitas filial therapy yang didapat tidak hanya pengamatan pasca bermain ibu dan

anak, tetapi juga dalam wawancara terapis ibu selama sesi penilaian akhir yaitu adanya

peningkatan peran asuh orang tua yang dapat lebih memahami anaknya dan anak lebih

patuh dan terbuka terhadap orang tua. Perbedaan penelitian Marziyeh Alivandi Vafa

berfokus pada perubahan tingkah laku anak, sedangkan penelitian peneliti berfokus pada

perubahan tingkat kecemasan. Dengan menggunakan Filial therapy apakah akan

berpengaruh pada tingkat kecemasan atau tidak.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti mengambil fenomena mengenai tingkat

kecemasan pada anak dengan kanker. Intervensi yang akan digunakan oleh peneliti yaitu

Filial Therapy yang bertujuan untuk menjadikan anak dapat terbuka tentang apa yang dia

rasakan dan anak dapt merasakan adanya dukungan positif dari orang tua. Salah satu

tempat untuk pengambilan data awal penelitian yang akan diteliti yaitu RSUD Dr.

Moewardi Surakarta. Berdasarkan latar belakang diatas mendorong peneliti untuk

melakukan penelitian tentang “Pengaruh filial therapy terhadap tingkat kecemasan anak

dengan kanker”.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang sering terjadi saat ini adalah anak tampak berdiam diri, tidak

mau bersosialisasi saat mengetahui penyakitnya sehingga anak merasa cemas karena

penyakit maupun pengobatan yang akan dilakukan pada dirinya. Hal tersebut dapat

mengakibatkan biologis, psikologis, cultural, dan spiritual anak menjadi terganggu

terutama pada psikologis anak. Saya mendapatkan beberapa intervensi untuk mengatasi

kecemasan pada anak yaitu terapi bermain, terapi musik, dan filial therapy. Peneliti

tertarik untuk memilih filial therapy karena didalam terapi tersebut terdapat intervensi

bermain dengan melibatkan orang tua yang diharapkan anak bisa terbuka dan mau

bercerita dengan orang tuanya tentang apa yang dia rasakan. Sesuai kesimpulan di atas

dapat dirumuskan masalah yang merupakan faktor dalam penelitian ini adalah “Adakah

pengaruh Filial therapy terhadap tingkat kecemasan anak dengan kanker?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh filial therapy terhadap tingkat

kecemasan anak dengan kanker.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat kecemasan anak dengan kanker sebelum dilakukan filial

therapy.

b. Mengetahui tingkat kecemasan anak dengan kanker sesudah dilakukan filial

therapy.
c. Menganalisis tingkat kecemasan anak dengan kanker sebelum dan sesudah

dilakukan filial therapy.

d. Menganalisis pengaruh pemberian filial therapy terhadap tingkat kecemasan anak

dengan kanker.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Responden

Diharapkan mampu mengatasi tingkat kecemasan pada anak dengan menggunakan

filial therapy.

2. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat diterapkan oleh para petugas kesehatan

untuk anak dengan kanker di rumah sakit agar mereka dapat mengatasi tingkat

kecemasan anak dengan kanker melalui intervensi filial therapy.

3. Bagi Peneliti

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan informasi baru dan dapat

menambah wawasan dan pengetahuan tentang penerapan pengaruh filial therapy

terhadap tingkat kecemasan anak penderita kanker.


E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1
Keaslian Penelitian

Penelitian Judul Metode Hasil


Marziyeh Alivandi Reaching out to single Jenis penelitian ini Pada intervensi filial
Vafa, Khaidzir Hj. parent children adalah pre-post therapy, kualitas
Ismail. 2009. through filial therapy intervensi observation.. hubungan ibu dan anak
berubah positif. Hasil
efektivitas filial therapy
yang didapat tidak hanya
pengamatan pasca
bermain ibu dan anak,
tetapi juga dalam
wawancara terapis ibu
selama sesi penilaian
akhir yaitu adanya
peningkatan peran asuh
orang tua yang dapat
lebih memahami
anaknya dan anak lebih
patuh dan terbuka
terhadap orang tua.

Ikeu Nurhidayah, Sri Kualitas hidup pada Penelitian ini mixed Hasil penelitian
Hendrawati, Henny S. anak dengan kanker di method dengan startegi menunjukkan 32 orang
Mediani, Fanny RSUP Dr. Hasan eksplanatoris (53,3%) anak kanker
Adistie. 2016. Sadikin Bandung sekuensial. Sampel memiliki kualitas hidup
penelitian kuantitatif buruk dengan nilai
dengan 60 responden. terendah pada fungsi
sekolah dan
kekhawatiran anak
dalam menghadapi
pengobatan dan
penyakit.
Penelitian Judul Metode Hasil
Dewi Umu Kulsum, Pengaruh Swedish Jenis penelitian yang Berdasarkan penelitian
Henny Suzana massage terhadap digunakan dalam Swedish massage
Mediana, Argi Virgona tingkat kualitas hidup penelitian ini adalah therapy hasil penelitian
Bangun. 2017. penderita leukemia quasi experiment ini menunjukkan adanya
usia sekolah dengan nonequivalent perbedaan kualitas hidup
control group design pada kelompok
with pretest and intervensi sebelum dan
posttest. Sampel dalam sesudah dilakukan
penelitian ini intervensi (p=0,000 α=5)
menggunakan penelitian ini
consecutive sampling merekomendasikan
pada anak usia sekolah bahwa Swedish massage
yang berjumlah 34 therapy bisa dipakai
orang, terdiri dari 17 sebagai metode
kelompok control dan alternative dalam
17 kelompok intervensi. meningkatkan kualitas
hidup penderita leukemia
usia sekolah.
Dwi Susilawati. 2012. Hubungan Antara
Dukungan Keluarga Penelitian ini adalah Hasil dari penelitian ini
Dengan Tingkat deskriptif korelatif yaitu terdapat hubungan
Kecemasan Penderita dengan rancangan yang kuat antara
Kanker Serviks Paliatif crossectional. Data dukungan keluarga
Di RSUP Dr Sardjito diperoleh dengan cara dengan tingkat
Yogyakarta responden mengisi kecemasan penderita
kuesioner. Sampel kanker serviks paliatif (r)
penelitian yaitu -1,000. Perawat
penderita kanker senantiasa meningkatkan
serviks paliatif di pelayanan kepada
Poliklinik Penyakit penderita kanker serviks
Kandungan dan IRNA dengan memperhatikan
(Anggrek I) RSUP Dr kebutuhan bio-psiko-
Sardjito dan memenuhi sosio dan spiritual
kriteria inklusi. Data melalui pendidikan
hubungan dianalisis kesehatan dan konseling
dengan menggunakan kepada penderita
Gamma Corelation. maupun keluarga.
Variabel yang
digunakan adalah
kuantitatif.
F. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Peneliti
Tabel 1.2
Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Peneliti

Penelitian Judul Analisa Penelitian Terkait Penelitian Peneliti


Marziyeh Reaching out to Persamaan Jurnal
Alivandi Vafa, single parent 1. Intervensi Filial Therapy (Marziyeh Filial Therapy
Khaidzir Hj. children through Alivandi Vafa, Khaidzir Hj.
Ismail. 2009. filial therapy Ismail. 2009)
2. Responde Anak (Marziyeh Alivandi Anak dengan
n Vafa, Khaidzir Hj. Ismail. kanker
2009)
Alivandi Vafa, Khaidzir Hj.
Ismail. 2009)

Perbedaan Jurnal Kuesioner tingkat kepuasan Kuesioner


1. Alat Ukur anak (Marziyeh Alivandi berdasarkan teori
Vafa, Khaidzir Hj. Ismail. Dona L Wong
2009) (2009)

Perubahan tingkah laku anak


2. Fokus (Marziyeh Alivandi Vafa, Perubahan tingkat
Intervensi Khaidzir Hj. Ismail. 2009) kecemasan
Pre-post intervensi
observation (Marziyeh Pre Eksperiment
3. Jenis
Penelitian

Dewi Umu Pengaruh Persamaan Jurnal


Kulsum, Swedish massage 1. Jenis Quasi experiment (Dewi Pre Eksperiment
Henny Suzana terhadap tingkat penelitian Umu Kulsum, Henny Suzana
Mediana, Argi kualitas hidup Mediana, Argi Virgona
Virgona penderita Bangun. 2017)
Bangun. 2017. leukemia usia
sekolah Perbedaan Jurnal Swedish massage therapy Filial Therapy
1. Intervensi PedsQL 3.0 (Dewi Umu Kuesioner
2. Alat ukur Kulsum, Henny Suzana berdasarkan teori
Mediana, Argi Virgona Dona L Wong
Bangun. 2017) (2009)

Dwi Hubungan Persamaan Jurnal


Susilawati. Antara 1. Fokus Perubahan tingkat Perubahan tingkat
2012. Dukungan Intervensi kecemasan (Dwi Susilawati. kecemasan
Keluarga Dengan 2012)
Tingkat Perbedaan Jurnal
Kecemasan 2. Alat Ukur Kuesioner tingkat kepuasan Kuesioner
Penderita Kanker (Dwi Susilawati. 2012) berdasarkan teori
Serviks Paliatif Dona L Wong
Di RSUP Dr (2009)
Sardjito 3. Responde Penderita kanker serviks Anak dengan
Yogyakarta n (Dwi Susilawati. 2012) kanker

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak

1. Definisi

Menurut Supartini (2014, hlm.5) anak adalah individu yang unik dan bukan orang

mini. Anak juga bukan merupakan harta atau kekayaan orang tua yang dapat dinilai

secara sosial ekonomi, melainkan masa depan bangsa yang berhak atas pelayanan

kesehatan secara individual. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang

dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat

memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri.

Lingkungan yang dimaksud bisa berupa keluarga (orang tua), pengurus panti (bila

anak berada di panti asuhan), atau bahkan tanpa orang tua bagi mereka yang hidupnya

menggelandang. Semua individu tersebut menjadi klien dari keperawatan anak.

2. Pertumbuhan Dan Perkembangan

Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu, yaitu secara

bertahap berat dan tinggi anak akan semakin bertambah dan secara simultan

mengalami peningkatan kemampuan untuk berfungsi baik secara kognitif,

psikososial, spiritual (Supartini, 2014, hlm.66). Pertumbuhan dan perkembangan atau

tumbang pada dasarnya merupakan dua peristiwa yang berbeda, akan tetapi saling

berkaitan. Pertumbuhan adalah masalah perubahan dalam ukuran besar, jumlah,


ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun ukuran individuyang dapat diukur

dengan satuan ukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan

dapat diramalkan, sebagi hasil proses pematangan. Dari kesimpulan diatas

pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan

berkaitan dengan pematangan fungsi sel atau organ tubuh individu (Riyadi, 2009,

hlm.2).

Dalam penelitian Thomas Ari Wibowo (2010) mengatakan, tahap tumbuh kembang

yang optimal dapat tercapai bila kebutuhan anak baik fisik maupun psikis terpenuhi

sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Riyadi (2009). Jadi, seorang anak

dikatakan sehat apabila dalam keadaan sejahtera sempurna secara fisik, mental, dan

sosial yang harus dicapai sepanjang kehidupan anak dalam rangka mencapai tingkat

pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sesuai dengan usianya.

B. Kanker

1. Definisi

Kanker sering disebut dengan tumor atau neoplasma ganas merupakan jaringan

abnormal yang terbentuk sekumpulan sel (jaringan) yang pertumbuhannya terus

menerus tidak terbatas dan tidak terkoordinasi dibandingkan dengan jaringan normal

yang ada di sekitarnya. Sel-sel abnormal yang tumbuh secara cepat dan tidak

terkendali, kemudian dapat menyerang pada bagian sebelah tubuh dan menyebar ke

organ yang lain. Proses ini disebut sebagai metastasis yang merupakan penyebab
umum kematian akibat kanker (WHO, 2014 dalam Firman, 2017, hlm.2). Menurut

American Cancer Society (2008), kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai

oleh pertumbuhan dan perkembangan sel-sel abnormal yang tidak terkontrol. Kanker

dapat dicetuskan oleh faktor eksternal maupun faktorinternal yang memicu akan

terjadinya karsinogenesis (proses pembentukansel kanker) (Riksani, 2016, hlm.10).

2. Etiologi

Kategori agen atau faktor tertentu telah memberikan implikasi pada karsinogenik,

agen tersebut antara lain: virus, agen fisik, agen kimia, faktor keturunan, faktor

makanan, dan agen hormonal (Smeltzer, 2002 dalam Adriani, 2018, hlm.22). Kanker

merupakan refleksi faktor lingkungan dan genetic. Faktor lingkungan berperan

penting pada karsinogenesis (proses pembentukan neoplasma atau tumor ganas) yang

telah dibuktikan dengan berbagai penelitian. Faktor lingkungan yang dimaksud dari

berbagai jenis virus, bahan kimia dan radiasi pengion (radiasi yang menimbulkan

ionisasi dan eksitasi pada materi yang ditembus) dan ultraviolet. Sebagian faktor

lingkungan tersebut bersifat biologis yang sama dan dapat mengakibatkan kerusakan

pada DNA. Kesamaan sifat ini menjadi dugaan bahwa DNA sel merupakan sasaran

utama semua bahan karsinogenik dan kanker dapat disebabkan dari perubahan DNA

sel (FKUI, 2012, hlm.2-3).


Menurut Junaidi (2014, hlm.16) penyebab kanker terdiri dari:

a. Faktor keturunan

Beberapa keluarga memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker tertentu

dibandingkan dengan keluarga lainnya.

b. Kelainan kromosom

Peningkatan kromosom juga memicu terjadinya kanker.

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan seperti gaya hidup dan pola makan selain mendorong

meningkatnya faktor gen muncul, juga mampu memicu kanker sekalipun tanpa

faktor keturunan.

d. Makanan

Makanan juga dapat menjadi faktor risiko penting lainnya untuk kanker, terutama

kanker pada saluran pencernaan. Diet yang banyak mengandung makanan yang

diasap atau diasam meningkatkan risiko terjadinya kanker lambung.

3. Tanda Gejala

Gejala yang muncul menurut Kresno (2012, hlm.4) pada kanker tergantung

Dari jenis jaringan atau organ tubuh yang merasakan sakit, seperti:

a. Nyeri
Nyeri dapat terjadi akibat tumor yang melebar sehingga menekan saraf dan

pembuluh darah disekitarnya. Nyeri juga merupakan reaksi kekebalan dan

peradangan terhadap kanker yang sedang tumbuh. Nyeri akan semakin bertambah

jika mendaapatkan stressor eksternal seperti ketakutan dan cemas.

b. Anemia

Anemia terjadi karena sebagian besar klien mengalami kanker metatastik. Anemia

secara dini terjadi pada mereka yang menderita kanker sel-sel pembentukan

darah, atau kanker yang menyebabkan perdarahan menahun, seperti kanker rahim,

usus besar.

c. Adanya benjolan atau tumor pada bagian tubuh.

d. Perubahan jaringan abnormal secara cepat dan progresif.

e. Perdarahan atau pengeluaran yang berlebihan, seperti darah berwarna hitam dan

pus.

f. Perubahan kebiasaan saat buang air besar, seperti padafrekuensi, warna dan

teksturnya.

g. Luka yang tidak sembuh-sembuh.

4. Patofisiologi

Penyakit kanker diakibatkan oleh akumulasi kerusakan-kerusakan tertentu yang ada

didalam tubuh. Perkembangan kanker terjadi melalui proses suatu rangkaian proses

karsinogenesis. Proses tersebut merupakan sekumpulan dari perubahan pada sejumlah

gen yang memiliki peranan penting dan keterlibatan dalam transformasi sel sel

normal ke sel kanker yang terkait dengan pertumbuhan sel, siklus sel, diferensiasi,
dan perbaikan deoxyribonucleic acid (DNA). Perubahan yang terjadi dapat berupa

mutase gen yang mengakibatkan perubahan fungsi dari setiap gen tersebut.

Terbentuknya sel kanker menurut Schneider (2011) diawali dengan terjadinya

kerusakan DNA akibat interaksi faktor genetic dengan agen perusak. Yang disebut

agen perusak yaitu:

a. Karsinogen fisik, seperti radiasi yang bersifat mutagenic dari ultraviolet, sinar-X,

sinar gamma, dan sinar lainnya yang mempunyai daya ionisasi.

b. Karsinogen kimia, pestisida, asbes, komponen asap tembakau, aflaktoksin

(kontaminan makanan), dan arsen (kontaminan minuman).

c. Karsinogen biologis, seperti infeksi kronis dan jenis Human Papilloma Virus

(HPV), Hepatitis B Virus (HBV), Hepatitis C Virus (HVC), bakteri, dan parasit

lainnya.

DNA yang rusak mengalami kegagalan dalam proses perbaikan. Hal ini disebabkan

oleh adanya mutase atau transformasi seel yang menghasilkan klon bersifat ganas

yang tidak merespon pada mekanisme pengaturan secara normal dan proliferasi tanpa

melihat kebutuhan tubuh. Mutasi diturunkan kedalam golongan gen yang berperan

penting dalam mekanisme pertumbuhan dan pembelahan sel dalam siklus sel.

Golongan gen tersebut yaitu protoonkogen, gen supresi tumor, gen pengatur

apoptosis, dan gen memperbaiki DNA.

Pada dasarnya keempat golongan gen tersebut memiliki peranannya masing-masing.

Protoonkogen merupakan gen selular yang berperan dalam meningkatkan

pertumbuhan, perkembangan, dan pembelahan sel secara normal. Gen supresi tumor

sebagai gen protektif yang berperan untuk menghambat pertumbuhan sel dengan
melakukan evaluasi pada tingkat pembelahan sel. Gen pengatur apoptosis memiliki

peranan memprogram kematian sel secara normal. Sementara gen yang memperbaiki

kesalahan yang terjadi pada saat sel menduplikasi DNA sebelum melakukan proses

pembelahan.

Bentuk mutase dari protoonkogen disebut dengan onkogen yang dapat berkembang

menjadi ganas (onkogen karsinogenik). Onkogen karsinogenik mempengaruhi

keaktifan protoonkogen normal yang menyebabkan terjadinyaa multiplikasi keaktifan

protoonkogen normal yang menyebabkan terjadinya multiplikasi sel yang berlebihan.

Onkogen selanjutnya memproduksi onkoprotein abnormal yang menyerupai produk

yang dihasilkan oleh oonkogen normal yang tidak mengalami ketergantungan pada

faktor pertumbuhan. Hal ini menyebabkan produk yang dihasilkan dari faktor

pertumbuhan secara berlebihan, banyaknya sinyal replikasi, tidak terkontrolnya

stimulasi, tidak terkendalinya faktor pertumbuhan dengan kadar actor transkripsi yang

meningkat. Efek karsinogenik sebagai predisposisi kanker dapat dihasilkan oleh satu

salinan aktif yang cukup. Mutasi protoonkogen dapat ditemukan pada kanker serviks,

limfoma hepar, dan nasofaringeal.

Terjadinya mutase pada gen supresi tumor menyebabkan hilangnya fungsi dari gen

tersebut, yaitu untuk menghambat pertumbuhan sel secara normal dan mencegah

pembentukan tumor. Sel tidak merespon atau mengabaikan terhadap jaringan sinyal

penghambat yang mengakibatkan terjadinya pertumbuhan sel tidak terkontrol. Mutasi

gen supresi tumor dapat ditemukan pada kanker: retinoblastoma, payudara, paru,

kolon, kulit, kandung kemih.


Mutase pada gen yang mengatur apoptosis akan mempengaruhi terhadap terjadinya

kegagalan pada sel-sel yang mengalami kerusakan DNA untuk mati secara

terprogram. Sementara jika terjadinya mutase pada gen perbaikan DNA akan

mengalami kegagalan dalam perbaikan kesalahan pada replikasi DNA. Apabila

kerusakan tersebut tidak sempat untuk diperbaiki oleh gen perbaikan DNA, dapat

mengarah terbentuknya sel kanker.

Pada dasarnya proses terbentuknya kanker terbagi dalam tiga tahap, yaitu inisiasi,

promosi, dan progresi yang dapat dikatakan sebagai model klasik dari

karsinogenesis.

a. Tahapan inisiasi

Dimulai ketika pertama kali kontak dengan karsinogen (radaisi, kimia, virus, dan

matahari) yang menyebabkan terjadinya perubahan pada genetic sel yang

mempengaruhi sel normal kearah keganasan (kanker). Akan tetapi, semua sel

tidak mempunyai kesamaan dalam kepekaan terhadap suatu karsinogen. Sel

menjadi lebih rentan atau peka pada karsinogen sebagai akibat kelainan genetic

pada sel.

b. Tahap promosi

Tahap ini sebagai pekembangan sel dari tahapan inisiasi dengan membentuk klon

melalui proliferasi dan mutase yang pada akhirnya terbentuk sel yang abnormal

dan mengarah pada kanker.

c. Tahap progresi
Suatu tahapan ketika klon sel mutan memperoleh satu atau lebih karakteristik

tumor ganas dengan seiringnya perkembangan tumor tersebut. Sel lebih

heterogen, lebih agresif atau memiliki kemampuan yang lebih dalam menghindari

tekanan dari sistem imun, dan lebih banyak mengalami perubahan yang

menjadikan sel mampu melakukan metastasis.

Kerusakan gen yang mengontrol pertumbuhan dan pembelahan sel yang terjadi

selama hidup seseorang juga dapat dipengaruhi oleh faktor gaya hidup. Pola

kebiasaan hidup yang tidak sehat sebagai faktor risiko kanker utama, khususnya

seperti kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol, diet yang tidak sehat,

dan kurang aktivitas fisik. (Silbernagl dan Lang, 2013).

5. Tindakan Medis

Tata laksana kebanyakan kasus kanker yang melibatkan terapi multimodal/

komprehensif berupa kombinasi pembedahan, radiasi, dan kemoterapi (Mangan,

2009, hlm.5-6) sebagai berikut:

a. Pembedahan

Peran awal pembedahan adalah diagnosis dan stadium kanker. Dari organ atau

jaringan yang telah diangkat, dibiopsi dan penetapan stadium kanker dapat

dilakukan. Pembedahan juga dapat sebagai prosedur paliatif (meringankan) juga

telah dikenal dan banyak membantu pasien kanker yang lebih lanjut. Pembedahan

juga mempunyai peranan penting dalam menangani kedaruratan onkologi.


Misalnya, mengurangi besar tumor untuk meringankan tekanan yang

menyebabkan nyeri atau obstruksi.

b. Radioterapi

Keuntungan dari terapi yang memakai high energy beams adalah kemampuan

terapi ini untuk melakukan penetrasi jaringan-jaringan dalam. Kerusakan pada

kulit minimal hanya karena 20% dari dosis yang dapat mengenai kulit. Dengan

hight energy beams, dosis yang lebih tinggi dapat diberikan dengan efek samping

yang minimal.

c. Kemoterapi

Kemoterapi adjuvant adalah kemoterapi yang diberikan bersamaan dengan

pembedahan atau terapi radiasi. Tujuannya adalah memusnahkan mikrometasis

yang ada, tetapi sangat kecil untuk dideteksi lewat teknik-teknik diagnostik yang

ada.

C. Kecemasan

1. Definisi

Kecemasan atau ansietas adalah merupakan respon emosional terhadap penilaian

individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak diketahui

secara khusus penyebabnya (Dalami, 2009, hlm.65). Ansietas merupakan istilah yang
sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari yang menggambarkan keadaan khawatir,

gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat

terjadi atau menyertai kondisi situasi kehidupan dan berbagai gangguan kesehatan.

Ansietas berbeda dengan takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap

stimulus yang mengancam dan objeknya jelas (Dalami, 2009, hlm.65-66).

Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan

perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang

spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal.

Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap

bahaya (Stuart, 2013, hlm.144). Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang

samar-samar karena ketidakmampuan atau rasa takut yang disertai suatu respons

(penyebab tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak

menentu sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan

datang dan memperkuat individu mengambil tindakan menghadapi ancaman

(Nihayati dkk, 2015, hlm.86).

Didukung oleh jurnal Ikeu Nurhidayah (2016) yang mengatakan anak dengan kanker

memiliki kecemasan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan anak sehat. Hal

ini terjadi sebagai dampak dari proses penyakitnya itu sendiri ataupun akibat dari

pengobatannya. Tingkat kecemasan yang tinggi ini berpengaruh terhadap fungsi fisik,

emosi, sosial, psikologis, sekolah, dan kognitif sehingga tumbuh kembang anakpun

terganggu.
2. Gejala Klinis Cemas

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan

kecemasan antara lain sebagai berikut:

a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

c. Takut sendirian, takut keramaian, dan banyak orang.

d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

f. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran

berdenging (tinitus), berdebar debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan

perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.

Selain keluhan-keluhan secara umum diatas, adalagi kelompok cemas yang lebih

berat yaitu gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik, gangguan phobik dan

gangguan obsesif-kompulsif (Hawari, 2013, hlm.66-67).

3. Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan menurut Gail (2009, hlm.66-69)

a. Ansietas Ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan

sehari-hari. Pada tingkat ini lapangan persepsi melebar dan individu akan

berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan

menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Adapun respon yang akan terjadi:

Respon fisiologi

a) Sesekali nafas pendek.

b) Nadi dan tekanan darah naik.

c) Gejala ringan pada lambung.

d) Muka berkerut dan bibir bergetar.

Respon kognitif

a) Lapak persepsi melebar.

b) Mampu menerima rangsangan yang kompleks.

c) Konsentrasi pada masalah.

d) Menjelaskan masalah secara efektif.

Respon perilaku dan emosi

a) Tidak dapat duduk tenang.

b) Tremor halus pada tangan.

c) Suara kadang-kadang meninggi.


b. Ansietas sedang

Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih

memfokuskan hal-hal penting saat itu dan mengenyampingkan hal lain.

Respon fisiologi

a) Sering nafas pendek.

b) Nadi (ekstra sistol) dan tekanan darah naik.

c) Mulut kering.

d) Anoreksia.

e) Diare/konstipasi.

f) Gelisah.

Respon kognitif

a) Lapang persepsi menyempit.

b) Rangsang luar tidak mampu diterima.

c) Berfokus pada apa yang menjadi perhatian.

Respon perilaku dan emosi

a) Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan).

b) Bicara banyak dan lebih cepat.

c) Susah tidur.

d) Perasaan tidak aman.


c. Ansietas Berat

Pada ansietas berat lapangan persepsi menjadi sangat sempit, individu cenderung

memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal lain. Individu tidak mampu

lagi berpikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan

perhatian pada area lain.

Respon fisiologi

a) Nafas pendek.

b) Nada dan tekanan darah naik.

c) Berkeringat dan sakit kepala.

d) Penglihatan kabur.

e) Ketegangan.

Respon kognitif

a) Lapang persepsi sangat sempit.

b) Tidak mampu menyelesaikan masalah.

Respon perilaku dan emosi

a) Perasaan ancaman meningkat.


b) Verbalisasi cepat.

c) Bloking.

d. Ansietas Sangat Berat

Pada tingkatan ini lapangan persepsi individu sudah sangat menyempit dan

terganggu sehingga tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat

melakukan apa-apa walaupun telah diberikan pengarahan.

Respon fisiologi

a) Nafas pendek.

b) Rasa tercekik dan palpitasi.

c) Sakit dada.

d) Pucat.

e) Hipotensi.

f) Koordinasi motorik rendah.

Respon kognitif

a) Lapang persepsi sangat sempit.

b) Tidak dapat berpikir logis.

Respon perilaku dan emosi

a) Agitasi, mengamuk, dan marah.

b) Ketakutan, berteriak-teriak, bloking.


c) Kehilangan kendali atau kontrol diri.

d) Persepsi kacau.

4. Proses Terjadinya Kecemasan

a. Faktor Predisposisi

Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat

menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan tersebut

dapat berupa:

1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan

dengan krisis yang dialmai individu baik krisis perkembangan atau

situasional.

2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan

baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan

dapat menimbulkan kecemasan pada individu.

3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu

berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.

4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil

keputusan yang berdampak terhadap ego.

5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman

terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.


6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga mengenai stress akan

mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami

karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari keluarga.

7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon

individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.

8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang

mengandung benzodizepin, karena benzodiazepin dapat menekan

neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol

aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

b. Faktor Presipitasi

Stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat

mencetuskan timbulnya kecemasan. Stresor presipitasi kecemasan dikelompokkan

menjadi dua bagian, yaitu:

1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas

fisik yang meliputi:

- Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis, sistem imun,

regulasi suhu tuuh, perubahan biologis normal (misalnya: hamil).

- Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,

polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya

tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal

- Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah

dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman

terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.

- Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan

status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya (Prabowo, 2014, hlm

123-124).

5. Alat Ukur Kecemasan

Alat ukur kecemasan yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecemasan pada

anak, teori tersebut dikembangkan oleh Dona L Wong (2009). Teori tersebut terdiri

dari jawaban “Ya” dan “Tidak”. Bila menjawab “Ya” maka diberikan skor 2, apabila

menjawab “Tidak” maka diberikan skor 1. Teori tersebut membagi dalam 3 tingkat

kecemasan dengan skor 7-9 = tingkat kecemasan ringan, skor 10-12 = tingkat

kecemasan sedang, skor 13-14 = tingkat kecemasan berat.

D. Filial Therapy

1. Pengertian

Filial therapy adalah suatu cara untuk mengatasi masalah pada anak, karena hal ini

sangat berpengaruh positif dan adanya dukungan dari keluarga. Terapi ini nantinya

akan dilakukan langsung oleh kedua orang tua dalam mengajak anaknya bermain,

yang diawali dengan mementori orang tua terlebih dahulu sebelum dilakukan ke anak

(Landerth, 2013, hlm.365).


2. Tujuan filial therapy

Menurut Athena (2009) ada beberapa tujuan dari dilakukannya filial therapy:

a. Panduan orang tua untuk bekerja secara langsung dalam memperdalam hubungan

keterikatan orang tua dan anak.

b. Mengubah respon emosional anak kepada orang tua mereka untuk menjadikan

orang tua sebagai sumber keamanan emosional.

c. Mengubah persepsi anak terhadap orang tua mereka pada tingkat kognitif dengan

orang tua dalam peran terapis.

d. Memodifikasi anak agar mampu mengekspresikan keinginan mereka.

3. Fungsi filial therapy

Penerapan dan pembelajaran keterampilan bermain dan kemudian memberikan

keterampilan umum kepada orang tua, nantinya akan memudahkan orang tua dalam

keterlibatan aktif pada saat melakukan filial therapy. Menurut Louise (2013, hlm.18)

pada filial therapy ada beberapa fungsi yang bertujuan untuk pencapaian tindakan

tersebut, yaitu:

a. Filial therapy menekankan bahwa orang tua dan anak akan berkolaborator aktif

dalam perubahan terapeutik.


b. Filial therapy menjadikan orang tua untuk mandiri dan melakukan sesi bermain

dirumah bersama anak.

c. Filial therapy mengubah perilaku dan sikap anak dalam tindakan maupun lisan

lebih baik.

d. Filial therapy membuat orang tua tahu cara mengasah kemampuan anak dalam

memecahkan masalah.

e. Filial therapy mengajarkan anak untuk berani mengatakan apa yang dia rasakan.

4. Prinsip filial therapy

a. Merangkul prinsip sistemik terapi keluarga.

b. Mengubah satu bagian sistem yang dapat memicu perubahan dalam sistem secara

keseluruhan.

c. Orang tua dapat menawarkan bermain atau kegiatan khusus untuk anaknya dalam

kurung waktu 1 minggu 1x.

d. Akan adanya kerja sama yang harmonis dalam peran orang tua dan anak.

5. Manfaat Filial Therapy

Menurut Athena (2009) manfaat yang akan didapatkan setelah dilakukan filial

therapy adalah

a. Dapat mengubah perilaku anak untuk menjadi lebih baik.

b. Membantu anak agar dapat lebih terbuka terhadap orang tua.

c. Membantu orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak.

d. Membantu meningkatkan hubungan antara orang tua dan anak.


e. Mengubah cara pandang anak terhadap orang tua.

E. Kerangka Teori

Skema 2.1
Kerangka Teori

Tanda Gejala Kanker:

1. Nyeri
2. Anemia
3. Adanya benjolan atau tumor pada bagian tubuh.
4. Perubahan jaringan abnormal secara cepat dan
KANKER progresif.
5. Perdarahan atau pengeluaran yang berlebihan,
seperti darah berwarna hitam dan pus.
6. Perubahan kebiasaan saat buang air besar, seperti
padafrekuensi, warna dan teksturnya.
7. Luka yang tidak sembuh-sembuh.
Tindakan Medis Yang Dapat
Dilakukan:

a. Pembedahan
b. Kemoterapi
c. Terapi Radiasi
Dampak Psikologis Yang Ditimbulkan:
1. Kecemasan
2. Depresi
3. Stress
4. Kepercayaan Diri Rendah
Dampak Fisik Yang Ditimbulkan:

1. Kerontokan rambut
2. Mual dan muntah Penatalaksaan Kecemasan:
3. Sariawan 1. Filial Therapy
4. Sakit tenggorakan
2. Terapi Bercerita
5. Kelelahan
3. Terapi Musik
4. Alternatif lainnya
Sumber: Junaidi, (2014, hlm.16-17), Kresno, (2012, hlm.3-4), Landerth, (2013, hlm.365),

Firman, (2017, hlm.2). Louise Gourney, (2013, hlm.30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Dan Variabel Peneliti

1. Kerangka konseptual dalam penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep yang lain dari masalah yang akan diteliti. Kerangka

konsep ini berguna untuk menghubungkan atau menjelaskan secara lebih luas tentang

topik yang akan dibahas. Kerangka konsep ini didapatkan dari ilmu atau teori yang

dijadikan landasan penelitian yang didapatkan pada tinjauan pustaka ataupun

ringkasan tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis sesuai dengan variabel

yang diteliti.

Variabel bebas Variabel terikat

Filial Therapy Tingkat Kecemasan Anak


Dengan Kanker
Skema 3.1

Kerangka konsep
2. Variabel Peneliti

Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2013, hlm.103).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Filial therapy sedangkan variabel terikat

dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan.

B. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan penelitian masalah yang

didasarkan atas teori yang relevan. Bentuk rumusan hipotesis sama seperti bentuk

rumusan masalah yaitu hipotesis asosiatif dan struktural (Sugiyono, 2013, hlm.59).

Hipotesis alternative (Ha) apabila Pvalue ≤/= 0,05 yang berarti ada perbedaan yang

signifikan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan filial therapy pada anak

dengan kanker.

Hipotesis nol (H0) apabila Pvalue ≥0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan

tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan filial therapy pada anak dengan

kanker.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa

sehingga dapat menuntun peneliti untuk mendapatkan jawaban dari penelitian yang akan

dilakukan (Sastroasmoro, 2014, hlm.104). Rancangan penelitian menggunakan pre


eksperiment dengan desain one group pretest – posttest, dengan bentuk rancangan

sebagai berikut:

Pretest Intervensi Posttest

1 X 2

Skema 3.2
Desain penelitian

Keterangan :

1 : Tingkat kecemasan responden sebelum diberikan perlakukan

2 : Tingkat kecemasan responden setelah dilakukan perlakuan

X : Intervensi atau perlakuan

D. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan tentang semua variabel dan istilah yang terdapat

dalam penelitian. Dalam definisi operasional ini akan dijelaskan secara padat mengenai

unsur-unsur dalam penelitian meliputi caranya untuk menentukan variabel dan mengukur

suatu variabel (Setiadi, 2013, hlm.122-123). Dalam penelitian ini peneliti akan

mengetahui pengaruh filial therapy terhadap tingkat kecemasan anak dengan kanker yang

dilakukan dengan cara pretest dan posttest yang akan diukur dengan lembar kuesioner
yang dikembangkan oleh Dona L Wong (2009) untuk mengetahui adakah perubahan

tingkat kecemasan. Definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 3.1
Definisi operasional

Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala


operasional ukur
Filial Tindakan terapi Prosedur filial therapy - Nominal
Therapy bermain dengan
mementori orang
tua terlebih dahulu
untuk memilih
permainan yang
sesuai dengan usia
anak, lalu
dilanjutkan secara
langsung dari orang
tua kepada anak
dalam waktu 1
minggu dengan
frekuensi 2 kali
Tingkat Respon individu Menggunakan lembar kuesioner Skor 7-14 Rasio
kecemasa terhadap suatu kecemasan pada teori oleh Dona L
n anak keadaan yang tidak Wong (2009)
dengan menyenangkan Apabila responden menjawab “Ya”
kanker diberikan skor 2, dan apabila
responden menjawab “Tidak” akan
diberikan skor 1
E. Populasi dan sampel penelitian

1. Populasi

Populasi bukan sekedar objek atau subjek yang akan dipelajari, namun juga termasuk

seluruh karakteristik atau sifat dimiliki objek atau subjek itu. Populasi sendiri

merupakan wilayah atau generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti

untuk dipelajari yang kemudian dapat ditarik sebuah kesimpulan (Setiadi, 2013,

hlm.100). Populasi dalam penelitian ini adalah anak dengan kanker yang berjumlah

42 anak yang dirawat di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah objek dari keseluruhan yang diteliti dan dianggap dapat

mewakili dari populasi dengan kriteria yang telah ditentukan. Dengan demikian

sampel merupakan elemen-elemen populasi yang telah dipilih sesuai dengan kriteria

yang ditentukan dan dianggap dapat mewakili populasi (Setiadi, 2013, hlm.102).

Sampel dalam penelitian ini adalah anak dengan kanker yang didapatkan dari RSUD

Dr.Moewardi Surakarta dengan kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria Sampel

1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau syarat umum yang harus dipenuhi oleh

anggota populasi untuk dapat diambil dijadikan sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2012, hlm.130).

a.) Pasien anak dengan usia 6-12 tahun.

b.) Pasien anak kanker dengan kesadaran composmentis.

c.) Terdapat orang tua wali.

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah elemen-elemen dari populasi yang tidak memenuhi

kriteria ataupun syarat yang ditentukan peneliti (Notoatmojo, 2012, hlm.130)

a.) Orang tua wali tidak bersedia anaknya menjadi responden.

b.) Pasien anak dengan kanker yang mengalami penurunan kesadaran.

c.) Pasien anak dengan kanker yang telah berada di stadium terakhir.

3. Teknik sampel

Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan sampel yang benar

benar sesuai dengan keseluruhan objek penelitian. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini adalah total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan

sampel dimana seluruh jumlah populasi digunakan sebagai sampel (Ariyani, 2014,

hlm.67). Alasan penelitian ini menggunakan total sampling dikarenakan jumlah

populasi yang kurang dari 100, sehingga seluruh populasi diambil sebagai sampel.
F. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilakukan kepada anak dengan kanker di RSUD Dr.Moewardi

Surakarta.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2019 sampai dengan bulan April

2019 mulai dari pengambilan data hingga penyusunan hasil sesuai dengan jadwal.

G. Etika penelitian

Terkait pelaksanaan sebuah penelitian terdapat etika-etika yang harus di patuhi seorang

peneliti, karena etika merupakan masalah yang sangat penting dalam sebuah penelitian.

Maka dalam penelitian etika sangat perlu diperhatikan dengan menjaga hak-hak

responden yang harus dipenuhi dan kewajiban yang yang harus dipenuhi, menurut

Hidayat (2010, hlm.93) etika yang harus dipenuhi sebagai berikut:

1. Informed consent (lembar persetujuan)

Informed consent atau lembar persetujuan merupakan lembar persetujuan yang

dilakukan antara responden dengan peneliti secara tertulis dengan informed consent

yang akan diberikan peneliti kepada responden dengan cara memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Informed consent ini bertujuan agar responden

mengerti dan memahami apa maksud dari dilakukannya penelitian ini, dan

mengetahui dampaknya. Peneliti memberikan penjelasan mengenai keikut sertaan

responden dalam penelitian, dan setelah memahami penjelasan peneliti, responden


menyetujui untuk ikut dalam penelitian yang telah ditunjukkan dengan

menandatangani informed consent yang telah disediakan sebelumnya.

2. Anonymity (tanpa nama)

Etika dalam keperawatan adalah memberikan jaminan penggunaan subjek dalam

sebuah penelitian yang akan dilakukan dengan cara tidak mencantumkan nama

responden pada lembar alat ukur dan nama tersebut dapat digantikan dengan kode

pada lembar pengumpulan data ataupun dalam hasil yang akan disajikan. Dalam

penelitian ini menjamin kerahasiaan identitas anak yang akan menjadi responden.

3. Kerahasiaan

Dalam masalah etika memberikan jaminan kerahasiaan sebuah penelitian, baik

informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang didapatkan dari

peneliti akan dijaga kerahasiaannya dan hanya kelompok data yang akan disajikan

pada hasil penelitian.

H. Alat Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer merupakan data yang didapatkan secara langsung oleh peneliti dari

responden. Data primer yang didapatkan peneliti secara langsung menggunakan

lembar kuesioner. Lembar kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

kode responden, umur, dan jenis kelamin. Data ini diambil sebelum diberikan

intervensi filial therapy dan setelah dilakukan intervensi filial therapy. Lembar

observasi yang akan digunakan yaitu dengan kuesioner yang dikembangkan oleh Dona
L Wong (2009). Kuesioner tersebut meliputi kode responden, umur, jenis kelamin

responden, dan observasi tingkat kecemasan.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung

didapatkan peneliti dari responden. Data sekunder yang didapatkan dalam penelitian

ini dari wawancara dengan orang tua dan rekam medik pasien di RSUD Dr.Moewardi

Surakarta.

3. Alat yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan lembar kuesioner

a. Lembar kuesioner tingkat kecemasan

Kuesioner yang digunakan untuk mengetahui beberapa jenis data yang diperoleh

seperti nomer responden/kode, jenis kelamin, usia, dan kecemasan anak.

Pengukuran tingkat kecemasan menggunakan kuesioner berdasarkan teori Dona L

Wong (2009).

Cara mengukur:

1. Memberikan lembar persetujuan atau informed consent (lembar persetujuan

menjadi responden).

2. Membantu mengisi kuesioner mengenai tingkat kecemasan pada anak dengan

cara menanyakan atau melihat terkait item yang terdiri dari 7 pertanyaan yang

harus dijawab dengan “Ya” atau “Tidak” dengan keterangan sebagai berikut:

Bila jawaban “Ya” =2

Bila jawaban “Tidak” =1


b. Alat bermain: peneliti memfasilitasi alat bermain

Alat bermain yang digunakan pada anak usia 6-12 tahun: papan ular tangga.

I. Validitas dan reliabilitas

a. Validitas

Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standart adalah alat

ukur yang melalui validitas data dan reliabilitas data. Peneliti tidak melakukan uji

reliabilitas, karena peneliti menggunakan instrumen yang dipakai sudah baku.

Peneliti menggunakan kuesioner tingkat kecemasan berdasarkan teori Dona L Wong

(2009).

b. Reliabilitas

Setelah mengukur validitas maka perlu mengukur reliabilitas data, apakah alat ukur

dapat digunakan atau tidak. Reliabilitas untuk menentukan persamaan hasil

pengukuran terhadap fakta atau kenyataan hidup yang diamati beberapa kali dan

dalam waktu berlainan. Peneliti tidak melakukan uji reliabilitas dikarenakan peneliti

menggunakan alat ukur yang sudah baku.

J. Prosedur pengumpulan data

Prosedur dalam pengumpulan data dapat menggunakan lembar observasi yang akan

didapatkan informasi atau data dari responden atau orang tua responden. Dalam

pengumpulan data dapat melalui prosedur sebagai berikut:

a. Pra Penelitian

1. Memperoleh surat permohonan ijin pengambilan data dari institutsi STIKES

Telogorejo Semarang.
2. Mengajukan surat ijin pengambilan data dan melakukan penelitian di RSUD

Dr. Moewardi Surakarta.

3. Memperoleh jawaban ijin penelitian di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

4. Mendapatkan sampel dan kriteria yang diharapkan dan yang sudah ditetapkan.

b. Penelitian

1. Menyeleksi responden sesuai kriteria.

2. Memberikan informed consent kepada responden, dengan cara memberikan

lembar persetujuan untuk menjadi responden yang diberikan sebelum penelitian

ini dilaksanakan.

3. Menjelaskan kepada orang tua untuk memilih jenis permainan yang cocok untuk

anak sesuai dengan usianya.

4. Menjelaskan prosedur permainan kepada orang tua agar orang tua mengerti tata

cara permainan yang akan dimainkan.

5. Responden diukur tingkat kecemasan sesuai dengan prosedur pengukuran

kecemasan menggunakan skala kecemasan penelitian membantu dalam mengisi

kuesioner dengan menanyakan pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner.

6. Memberikan intervensi filial therapy selama kurang lebih 45-60 menit sesuai

prosedur.

7. Responden diukur kembali skala tingkat kecemasan setelah dilakukan tindakan

filial therapy, peneliti membantu dalam mengisi kuesioner dengan menanyakan

pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner.


c. Pasca Penelitian

1. Mencatat atau mendokumentasikan hasil dari pretest dan posttest pada lembar

observasi yang telah didapatkan.

2. Membuat kesimpulan dari hasil yang telah didapatkan.

K. Pengolahan Data

Teknik pengolahan data

Menurut Notoatmodjo (2012, hlm.180-181) teknik pengolahan data dibagi menjadi

beberapa tahap yaitu:

a. Editing

Rencana peneliti akan dilakukan editing dari pengumpulan hasil lembar observasi.

Jika ternyata terdapat data atau informasi yang kurang atau tidak lengkap, dan tidak

memungkinkan lagi dilakukan pengambilan data secara oang. Maka kuesioner

tersebut dikeluarkan (Drop out). Hasil dari penelitian ini seperti kode responden,

umur, jenis kelamon, dan tingkat kecemasan.

b. Coding

Coding atau kode merupakan instrument yang berbentuk kolom-kolom yang berisi

kode dari nomer responden, dan nomor-nomor pertanyaan yang digunakan merekam

data secara normal. Pemberian kode yang bertujuan untuk mempermudah dalam

melakukan pengolahan data. Rencana penelitian dalam memberikan kode untuk hasil

intervensi filial therapy terhadap tingkat kecemasan, jika hasilnya tidak cemas

diberikan kode 0, jika mengalami kecemasan ringan diberikan kode 1, jika tingkat
kecemasan sedang diberi kode 2, jika tingkat kecemasan berat diberi kode 3, jika

tingkat kecemasan sangat berat diberi kode 4.

c. Data entry

Memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau database

computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat

tabel kontigensi. Dalam rencana penelitian akan memasukkan data yang meliputi

kode responden, jenis kelamin, usia, kecemasan sebelum perlakuan, dan kecemasan

setelah perlakuan.

d. Cleaning (Pembersihan data)

Pengecekan kembali data-data yang telah dimasukkan untuk melihat adanya

kemungkinan-kemungkinan, adanya kesalahan-kesalan dalam memasukkan kode,

kelengkapan, dan sebagainya dari data yang diperoleh yang kemudian dilakukan

pembetulan atau koreksi. Dalam proses cleaning pada jumlah kemoterapi belum

dimasukan dalam tabel sehingga peneliti segera memasukkannya untuk melengkapi

data tersebut.

L. Analisa data

Analisa data suatu penelitian terdapat beberapa tahap menurut Notoarmojo (2012, hlm.

182-183).

a. Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik dari setiap variabel


penelitian. Bantuk analisis univariat sendiri tergantung pada jenis data yang
diperoleh. Jika data yang didapatkan numerik maka nilai yang digunakan seperti
mean atau rata-rata, median, dan standard deviasi. Pada penelitian ini diukur tingkat
kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan filial therapy dengan menggunakan
Menggunakan lembar kuesioner yang dikembangkan oleh Dona L Wong (2009)
dengan penilaian apabila responden menjawab “Ya” maka akan diberi skor 2 dan
apabila responden menjawab “Tidak” maka akan diberi skor 1.

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh atau korelasi dari dua

variabel yang akan diteliti. Dalam penelitian ini menganalisis pengaruh dari filial

therapy terhadap tingkat kecemasan anak dengan kanker di RSUD Dr. Moewardi

Surakarta. Dengan menggunakan uji normalitas data menggunakan Shapiro wilk

dikarenakan jumlah sampel dalam penelitian kurang dari 50 responden. Apabila

dilakukan uji normalitas diperoleh nilai pvalue ≤/= 0,05 maka terdapat perbedaan

yang signifikan sebelum dan sesudah diberikan filial therapy. Sedangkan apabila

dilakukan uji normalitas diperoleh nilai pvalue ≥ 0,05 maka tidak terdapat perbedaan

yang signifikan sebelum dan sesudah diberikan filial therapy. Peneliti akan

menggunakan data numerik apabila data berdistribusi normal uji yang digunakan

adalah uji T test berpasangan, dan apabila data berdistribusi tidak normal peneliti

akan menggunakan uji wilcoxon untuk mengetahui perbedaan antara kelompok

sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. Gambaran Umum Tempat Penelitian

RSUD Dr. Moewardi Surakarta adalah salah satu rumah sakit daerah terbaik dan dipilih

untuk masyarakat dalam melakukan pengobatan, dari beberapa rumah sakit daerah

lainnya di Jawa Tengah. Rumah Sakit tersebut didirikan pada tahun 1988 dan berlokasi di

Jl. Kolonel Sutarto No.132, Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57126. Fasilitas

pelayanan yang terdapat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta adalah sebagai berikut:

instalasi rawat jalan yaitu: Rawat Jalan Paviliun Cendana, Rawat Jalan Reguler, instalasi

rawat darurat, instalasi rawat inap yaitu: ruang cendana, ruang anggrek, ruang mawar dan
ruang melati. Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta juga dilengkapi fasilitas seperti ATM

Center, Tempat Parkir yang luas, Ruang Tunggu pasien yang lebar.

A. Analisis Univariat

a. Karakteristik responden berdasarkan usia

Dalam penelitian ini terdapat 42 responden dengan usia minimal 6 tahun dan

maksimal 12 tahun pada anak dengan kanker yang dirawat di ruang Melati 2

RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dengan karakteristik sebagai berikut:

Tabel 4.1
Hasil Analisis Univariat-Usia Responden Pasien Anak Dengan Kanker RSUD Dr.Moewardi
Surakarta

Usia Frekuensi Persentasi (%)


6 th 7 16.7
7 th 5 11.9
8 th 3 7.1
9 th 5 11.9
10 th 11 26.2
11 th 6 14.3
12 th 5 11.9
Total 42 100

Berdasarkan dengan data pada tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa pada kelompok

intervensi anak dengan kanker usia 6 tahun berjumlah 7 responden (16.7%), anak

usia 7 tahun berjumlah 5 responden (11.9%), anak usia 8 tahun berjumlah 3

responden (7.1%), anak usia 9 tahun berjumlah 5 responden (11.9%), anak usia 10

tahun berjumlah 11 responden (26.2%), anak usia 11 tahun berjumlah 6

responden (14.3%), anak usia 12 tahun berjumlah 5 responden (11.9%) dan

jumlah terbanyak dalam kelompok intervensi adalah pada anak usia 10 tahun

dengan jumlah 11 responden (26.2%).

b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Responden dalam penelitian ini menjelaskan jumlah jenis kelamin responden

pada anak dengan kanker di ruang Melati 2 RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

Digambarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2
Hasil Analisis Univariat-Jenis Kelamin Responden Pasien Anak Dengan Kanker RSUD
Dr.Moewardi Surakarta

Jenis Kelamin Frekuensi Persentasi (%)


Laki-laki 17 40.5
Perempuan 25 59.5
Total 42 100.0
Berdasarkan dengan data pada tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa jenis kelamin

laki-laki berjumlah 17 responden (40.5%) dan jenis kelamin perempuan

berjumlah 25 responden (59.5%). Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin

perempuan lebih banyak yaitu 25 responden (59.5%) dibandingkan jumlah laki-

laki yaitu 17 responden (40.5%).

c. Tingkat kecemasan anak dengan kanker di RSUD Dr.Moewardi Surakarta

Responden dalam penelitian ini terdiri dari 1 kelompok yaitu kelompok intervensi

yang dilakukan perlakuan filial therapy untuk mengurangi tingkat kecemasan

anak dengan kanker sebanyak 42 responden. Digambarkan dalam bentuk tabel

sebagai berikut:

Tabel 4.3
Tingkat kecemasan anak dengan kanker di RSUD Dr.Moewardi Surakarta sebelum dilakukan
intervensi Filial Therapy pada bulan April 2019

Pre

Nilai Tingkat Frekuensi Persentasi (%)


Kecemasan
11 6 14.3
12 19 45.2
13 17 40.5
Total 42 100.0
Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh hasil sebelum dilakukan perlakuan dengan nilai

tingkat kecemasan sedang terdapat 6 responden dengan nilai 11 (14.3%), terdapat

19 responden dengan nilai 12 (45.2%), sedangkan nilai tingkat kecemasan tinggi

terdapat 17 responden dengan nilai 13 (40.5%).

Tabel 4.4
Tingkat kecemasan anak dengan kanker di RSUD Dr.Moewardi Surakarta setelah dilakukan
intervensi Filial Therapy pada bulan April 2019

Post

Nilai Tingkat Frekuensi Persentasi (%)


Kecemasan
7 24 57.1
8 18 42.9
Total 42 100.0

Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh hasil setelah dilakukan perlakuan dengan tingkat

kecemasan rendah dengan nilai 7 terdapat 24 responden (57.1%) dan nilai 8

dengan 18 responden (42.9%).

Tabel 4.5
Tingkat kecemasan anak dengan kanker di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sebelum dan setelah
dilakukan intervensi Filial Therapy pada bulan April 2019

Jumlah Minimal Maksimal Mean Std.Deviasi


Pre 42 11 13 12.3 0.7
Post 42 7 8 7.4 0.5

Pada tabel 4.5 didapatkan nilai hasil tingkat kecemasan sebelum dilakukan filial

therapy dengan nilai minimal 11 dan nilai maksimal 13, sedangkan nilai rata-rata
yaitu 12.3 dan standar deviasi yaitu 0.7. Setelah dilakukan filial therapy

didapatkan nilai minimal 7 dan nilai maksimal 8, sedangkan nilai rata-rata yaitu

7.4 dan standar deviasi 0.5. Tingkat kecemasan tersebut dikategorikan menurut

teori yang dikembangkan oleh Dona L Wong (2009). Teori tersebut membagi

dalam 3 tingkat kecemasan dengan skor 7-9 = tingkat kecemasan ringan, skor 10-

12 = tingkat kecemasan sedang, skor 13-14 = tingkat kecemasan berat.

B. Analisis Bivariat

a. Uji Normalitas dan Uji Analisa

Langkah yang dilakukan peneliti sebelum dilakukan analisis bivariat adalah

melakukan uji normalitas, uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan

Shapiro Wilk karena data kurang dari 50. Hasil uji normalitas diuraikan dalam

tabel tabel 4.6 maka didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 4.6
Uji normalitas Tingkat kecemasan responden sebelum dan sesudah diberikan intervensi filial
therapy pada pasien anak dengan kanker di RSUD Dr.Moewardi Surakarta pada Bulan April 2019

Test of Normality

Shapiro Wilk
Pre Post
P-value Interpretasi P-value Interpretasi
0.0001 Tidak normal 0.0001 Tidak normal

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa p-value sebelum dan setelah diberikan

tindakan filial therapy pada kelompok intervensi adalah 0.0001 dan 0.0001 maka

data berdistribusi tidak normal. Hal itu dikarenakan p-value <0.05.

Tabel 4.7

Analisis Perbedaan Pengaruh Filial Therapy Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Dengan Kanker
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Bulan April 2019

Pre-Post Jumlah Mean Rank Sum of Ranks


Negative Ranks 42 21.5 903.0
Positive Ranks 0 0.0 0.0
Berdasarkan hasil tabel 4.7 analisis dengan menggunakan metode Wilcoxon

diketahui pada kelompok intervensi nilai mean rank 21,5 negative rank 42,

positive rank 0 dan p-value 0.0001. Hasil ini menunjukkan bahwa terjadi

penurunan tingkat kecemasan terhadap 42 responden. Maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini diterima, yang berarti ada pengaruh filial therapy

terhadap tingkat kecemasan anak dengan kanker.

Tabel 4.8

Analisa Penurunan Tingkat Kecemasan Anak Dengan Kanker di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Setelah dilakukan Filial Therapy Bulan April 2019

Rata-rata Pre Rata-rata Post Penurunan P-value


12.3 7.4 4.9 0.0001

Hasil dari analisa tabel 4.8 didapatkan tingkat kecemasan rata-rata sebelum

dilakukan filial therapy yaitu 12.3 dan rata-rata setelah dilakukan filial therapy

7.4. Sehingga terjadi penurunan tingkat kecemasan sebanyak 4.9. Didapatkan pula

p-value 0.0001 yang artinya Ha diterima atau terdapat penurunan tingkat

kecemasan.

C. Interpretasi dan Pembahasan Hasil

1. Analisa Univariat

a. Jenis kelamin

Pada penelitian ini didapatkan hasil responden kelompok intervensi yang

berjenis laki-laki sebanyak 17 responden (40.5%) dan perempuan sebanyak 25

responden (59.5%). Pada penelitian ini responden terbanyak yang dilakukan


filial therapy adalah anak perempuan sebanyak 25 responden (59.5%) jika

dihitung dari populasi.

Penelitian ini selaras dengan hasil Riskesdas (2018) yang menyatakan bahwa

anak dengan kanker berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada anak

laki-laki. Dengan perbandingan 2.9% atau sekitar 995 ribu anak perempuan

dan 0.7% sekitar 251 ribu anak laki-laki.

Selain itu penelitian ini didukung oleh teori Delphie (2009, hlm.134) bermain

merupakan suatu kegiatan yang melekat pada anak. Dimana dengan melakukan

permainan dapat mengembangkan pola pikir anak, emosi anak, imajinasi anak,

sosial anak,dan kreatifitas anak. Dalam aktifitas bermain tidak membedakan

jenis kelamin laki-laki atau perempuan, dikarenakan pada masa anak-anak

sangat dibutuhkan adanya kerjasama tim dalam membentuk sosialisasi agar

anak tidak membedakan anatara laki-laki dan perempuan.

Penelitian ini juga selaras dengan penelitian Febriana Sartika Sari (2012) yang

berjudul Hubungan Kecemasan Ibu Dengan Kecemasan Anak Saat

Hospitalisasi Anak yang menyatakan bahwa anak perempuan lebih cemas

daripada anak laki-laki karena anak perempuan lebih sensitif dan mendapat

stressor lebih intensif daripada anak laki-laki yang eksploratif.

b. Usia
Pada penelitian ini didapatkan hasil usia responden yang diberikan filial

therapy yaitu anak usia 6 tahun berjumlah 7 responden (16.7%), anak usia 7

tahun berjumlah 5 responden (11.9%), anak usia 8 tahun berjumlah 3

responden (7.1%), anak usia 9 tahun berjumlah 5 responden (11.9%), anak usia

10 tahun berjumlah 11 responden (26.2%), anak usia 11 tahun berjumlah 6

responden (14.3%), anak usia 12 tahun berjumlah 5 responden (11.9%) dan

jumlah terbanyak dalam kelompok intervensi adalah pada anak usia 10 tahun

dengan jumlah 11 responden (26.2%).

Penelitan ini didukung data dari Riskesdas (2018) yang menyatakan bahwa

banyak anak-anak yang terdiagnosis kanker. Terutama pada anak usia sekolah

dengan persentasi 0.31% atau sekitar 142 ribu anak dengan kanker.

Menurut Wong et al (2009), anak usia sekolah secara fisik memiliki

keseimbangan badan yang relative berkembang baik, memiliki kecakapan

motorik yang cukup, dan jiwa sosial yang cukup baik. Secara sosial anak usia

sekolah memiliki hubungan yang baik dengan teman sebaya maupun dengan

orang lain disekitarnya, namun perlu adaptasi untuk mampu beradaptasi sosial

dengan lebih baik. Keadaan sakit menjadikan anak tampak berkurang

perhatiannya kepada lingkungan sekitar, walaupun demikian anak pada usia

sekolah mampu menyesuaikan diri.


Penelitian ini juga selaras dengan penelitan Amatus Yudi Ismanto (2015) yang

berjudul Pengaruh Penerapan Atraumatic Care Terhadap Respon Kecemasan

Anak Yang Mengalami Hospitalisasi DI RSU Pancaran Kasih Manado Dan

RSUP Prof. Dr. R. D. Kandao Manado yang menyatakan bahwa anak yang

umumnya mengalami sakit tidak hanya terganggu tumbuh kembangnya tetapi

juga pendidikan anak tersebut sesuai dengan usianya.

c. Tingkat kecemasan sebelum dan setelah dilakukan intervensi

Tingkat kecemasan sebelum dilakukan filial therapy nilai tingkat kecemasan

tinggi terdapat 17 responden dengan nilai 13 (40.5%). Hal tersebut dikarenakan

beberapa faktor predisposisi berupa medikasi atau pengobatan. Pengobatan

dapat memicu kecemasan yang dipengaruhi oleh hormon benzodiazepin,

karena benzodiazepin dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric

acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung

jawab menghasilkan kecemasan. Seperti anak tampak menangis, menjerit, dan

sering kali pasien menolak saat akan diberikan tindakan oleh perawat atau saat

didatangi dokter. Responden awalnya juga merasa takut atau menutup diri saat

pertama kali akan dilakukan intervensi filial therapy, namun setelah

berjalannya intervensi yang dilakukan langsung dari orang tua kepada anak,

ekspresi dan tingkah laku anak menjadi berubah. Hasil perubahan tingkah laku

anak setelah diberikan filial therapy, anak tampak tidak menangis dan tidak

lagi takut saat bertemu dengan perawat dan dokter, walaupun ada beberapa

pasien yang masih tampak gelisah pada saat akan dilakukan tindakan.
Setelah dilakukan filial therapy didapatkan nilai hasil tingkat kecemasan

rendah dengan nilai 7 pada 24 responden (57.1%), sedangkan nilai hasil tingkat

kecemasan rendah terdapat 18 responden dengan nilai 8 (42.9%). Hal ini

menunjukkan adanya pengaruh tingkat kecemasan anak dengan kanker

sebelum dan sesudah diberikan filial therapy.

Filial therapy itu sendiri adalah suatu terapi bermain yang dilakukan secara

langsung terhadap orang tua kepada anak (Landerth, 2013, hlm. 25). Maka dari

itu dengan adanya peran orang tua yang bertindak langsung untuk mengatasi

masalah tingkat kecemasan anak dengan cara melakukan terapi bermain,

menjadikan anak lebih merasa nyaman dan terbuka mengenai apa yang dia

rasakan saat ada dirumah sakit.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marziyeh (2013), pada

filial therapy dapat mengubah tingkah laku yang disebabkan oleh stress dan

kecemasan dengan menempatkan anak dalam situasi bermain, sehingga anak

bisa merasa lebih santai dan mengekspresikan segala perasaan dengan bebas,

terlebih lagi dengan adanya orang tua yang mendampingi, sehingga dapat

diketahui permasalahan anak dan sekaligus bagaimana mengatasinya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Froeschle (2016) yang berjudul

Utilizing Filial with Deployed of Military Families yang membuktikan bahwa

dari 10 responden anak dengan stress dan kecemasan yang tinggi yang
dilakukan dengan filial therapy, hari kedua setelah dilakukan terapi 7 anak

menunjukkan adanya perubahan tingkah laku dan anak 3 anak tidak

menunjukkan adanya perubahan tingkah laku. Pada usia anak biasanya cukup

mudah untuk membimbing untuk mengembangkan daya imajinasi dengan cara

mengikuti instruktur, amka dari itu dengan dilakukannya terapi bermain

memudahkan anak untuk memanipulasi daya ingat untuk tidak merasa cemas.

Penelitian ini juga selaras dengan penelitian Sa’idah Hardiani (2014) yang

berjudul Pengaruh Filial Therapy Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Dengan

Retardasi di Sekolah SLB Gorontalo yang menyatakan bahwa terdapat

pengaruh filial therapy terhadap tingkat kecemasan pada anak retardasi mental

dengan p-value (0,001). Bahwa penelitian ini tidak hanya berpengaruh untuk

anak normal dengan tingkat kecemasan tinggi, namun juga berpengaruh

terhadap anak retardasi mental yang memiliki perubahan tingkah laku.

Penelitian tersebut dilakukan dengan cara sebelum dilakukan filial therapy

anak tersebut berperilaku arrogant mudah marah dan tidak menurut pada

perintah orang tua, yang tentunya setelah dilakukan terapi selama tiga sesi

dalam satu minggu yang secara langsung dilakukan terhadap orang tua

menjadikan anak menjadi lebih tenang dan cukup penurut.

Peneliti menganalisa setelah dilihat dari hasil dan didukung oleh jurnal terkait

seperti penelitian Marziyeh (2013) yang berjudul Reaching out to single parent

children through filial therapy, penelitian Froeschle (2016) yang berjudul


Utilizing Filial with Deployed of Military Families, penelitian Sa’idah Hardiani

(2014) yang berjudul Pengaruh Filial Therapy Terhadap Tingkat Kecemasan

Anak Dengan Retardasi di Sekolah SLB Gorontalo. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa filial therapy dapat menurunkan tingkat kecemasan pada

anak. Sesudah dilakukan filial therapy sebagian besar responden mengalami

penurunan tingkat kecemasan.

2. Analisa bivariat

a. Perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pada kelompok intervensi

dilakukan filial therapy.

Dalam penelitian ini didapatkan hasil tingkat kecemasan sebelum dilakukan

filial therapy nilai tingkat kecemasan tinggi terdapat 17 responden dengan nilai

13 (40.5%). Kemudian setelah dilakukan filial therapy didapatkan nilai hasil

tingkat kecemasan rendah dengan nilai 7 pada 24 responden (57.1%),

sedangkan nilai hasil tingkat kecemasan rendah dengan nilai 8 terdapat 18

responden (42.9%). Setelah dilakukan pengukuran data didapatkan rata-rata

tingkat kecemasan sebelum dilakukan filial therapy 12.3 dan rata-rata setelah

dilakukan filial therapy 7.4. Maka terdapat penurunan tingkat kecemasan

sebanyak 4.9. Hasil Analisa menggunakan uji Wilcoxon didapatkan hasil p-

value (0.0001) sehingga kesimpulannya adalah ada pengaruh yang signifikan

setelah diberikan filial therapy. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada

anak sebelum dilakukan filial therapy mengalami tingkat kecemasan tinggi

ataupun sedang, dikarenakan beberapa faktor predisposisi berupa medikasi atau


pengobatan. Pengobatan dapat memicu kecemasan yang dipengaruhi oleh

hormon benzodiazepin, karena benzodiazepin dapat menekan neurotransmiter

gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak

yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

Hal ini yang menyebabkan anak merasakan cemas yang berlebihan selama

anak menjalani pengobatan. Untuk mengatasi hal tersebut peneliti melakukan

filial therapy sebagai alternative non farmakologi untuk menurunkan tingkat

kecemasan pada anak. Maka dari itu sesudah dilakukan filial therapy ada

pengaruh pada tingkat kecemasan pada anak yang akan mengalamai

pengobatan, dimana anak yang awalnya menunjukkan respon menangis,

menunjukkan tingkah laku agresif, dan juga kadang memberontak menjadi

lebih tenang, mau terbuka atau menjadi tidak menangis dan serta mau

dilakukan tindakan meskipun ada beberapa yang masih merasakan gelisah

(Pieter, 2011, hlm.236).

Penelitian ini selaras dengan teori Supartini (2014, hlm.90) yang menyatakan

bahwa kegiatan bermain dirumah sakit sangat efektif dilakukan untuk

memantau tingkat perkembangan anak,selain itu untuk meningkatkan

kemampuan sosial anak dengan bermain akan dapat menjalin hubungan

interpersonal antara anak dengan orang tua, anak dengan perawat, atau anak

dengan lingkungan Rumah Sakit. Menurut Athena (2009) tujuan dilakukan


filial therapy diantaranya adalah untuk untuk memperdalam hubungan antara

orang tua dan anak, selain itu dapat mengubah respon emosional anak, dengan

bermain dapat pula mengungkapkan pikiran, mengubah mood, serta dapat

meningkatkan kreatifitas maupun fantasinya.

Penelitian ini juga selaras dengan penelitian Marziyeh (2010) yang berjudul

Parent As Agents Of Change: What Filial Therapy Has Offer, yang

menyatakan bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah

dilakukan filial therapy dengan p-value <0.05 dari tingkat kecemasan tinggi

menjadi tingkat kecemasan rendah pada saat anak menjalani pengobatan.

Penelitian ini juga selaras dengan penelitian M. F. T. Amy Wickstrom (2009)

yang berjudul The Process of Systemic Change in Filial Therapy: A

Phenomenological Study of Parent Experience yang menyatakan bahwa filial

therapy adalah orang tua yang melakukan pendekatan atau saat perawatan

anak yang sedang sakit dengan melakukan terapi bermain selama tiga puluh

menit. Dengan hasil yang menunjukkan perubahan relational yang terjadi

dalam keluarga dalam bersosialisasi maupun anak lebih patuh saat menjalani

perawatan.

Penelitian ini juga selaras dengan penelitian Nick Cornett (2012) yang berjudul

A Filial Therapy Model Through a Family Therapy Lens: See the Possibilities
yang menyatakan bahwa saat anak menjalani pengobatan bukan hanya terapi

obat saja yang harus diberikan tetapi terapi dengan keluarga juga harus

diikutsertakan saat anak menjalani pengobatan. Keluarga sangat berperan

penting dalam mengatasi psikologis anak saat menjalani pengobatan. Saat anak

merasa takut, merasa cemas dan gelisah, hanya keluarga yang mampu

mengatasi hal tersebut. Sehingga dalam penelitian tersebut mengatakan

terdapat penurunan kecemasan pada anak yang didampingi oleh keluarganya.

Sehingga Nick Cornett menyebutkan bahwa filial therapy sebagai “pendekatan

keluarga yang sangat kuat”.

Peneliti menganalisa dilihat dari hasil dan jurnal terkait dari penelitian

Marziyeh (2010) yang berjudul Parent As Agents Of Change: What Filial

Therapy Has Offer, penelitian M. F. T. Amy Wickstrom (2009) yang berjudul

The Process of Systemic Change in Filial Therapy: A Phenomenological

Study of Parent Experience, penelitian Nick Cornett (2012) yang berjudul A

Filial Therapy Model Through a Family Therapy Lens: See the Possibilities,

sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh tingkat kecemasan

sebelum dan setelah dilakukan filial therapy pada anak dengan kanker.

b. Keunggulan penelitian

Intervensi penelitian ini baru pertama kali dilakukan kepada responden anak

dengan kanker. Walaupun begitu penelitian ini berjalan dengan baik dan

mendapatkan hasil SPSS p-value <0.05.


c. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari bahwa masih banyak keterbatasan dalam melakukan

penelitian ini, dimana filial therapy seharusnya dipakai untuk semua usia anak,

tetapi peneliti hanya memakai anak usia sekolah saja dengan jenis permainan

yang sama.

BAB V
PENUTUP

Bab V ini peneliti menyampaikan kesimpulan dan saran yang disusun berdasarkan uraian pada

bab I-IV yang telah dibahas sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

A. Kesimpulan
a. Tingkat kecemasan yang berdasarkan usia pada penelitian ini didapatkan hasil anak

anak usia 8 tahun merupakan usia paling sedikit yaitu berjumlah 3 responden (7.1%),

sedangkan anak usia 10 tahun usia terbanyak yaitu berjumlah 11 responden (26.2%).

b. Hasil tingkat kecemasan sebelum dilakukan filial therapy dengan nilai tingkat

kecemasan sedang dengan nilai 11 terdapat 6 responden (14.3%), dengan nilai 12

terdapat 19 responden (45.2%), sedangkan nilai tingkat kecemasan tinggi terdapat 17

responden (40.5%).

c. Hasil tingkat kecemasan setelah dilakukan filial therapy pada 42 responden

didapatkan nilai hasil tingkat kecemasan rendah dengan nilai 7 pada 24 responden

(57.1%), sedangkan nilai hasil tingkat kecemasan rendah dengan nilai 8 pada 18

responden (42.9%).

d. Dalam penelitian filial therapy sebelum dan setelah dilakukan intervensi, didapatkan

bahwa hasil uji normalitas menggunakan Shapiro Wilk dikarenakan responden

kurang dari 50 dengan p-value (0.0001) sebelum dilakukan filial therapy dan p-value

(0.0001) setelah dilakukan filial therapy. Dikarenakan hasil berdistribusi tidak

normal, peneliti menggunakan uji non parametrik Wilcoxon untuk mengetahui

pengaruh intervensi tersebut.

e. Penelitian ini menggunakan analisa uji Wilcoxon, dimana pada kelompok intervensi

didapatkan hasil p-value (0.0001) atau <0.05. Sehingga pada intervensi filial therapy

ini Ha diterima yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan setelah diberikan

filial therapy yang mengalami perubahan tingkat kecemasan.

B. Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh ada beberapa saran yang perlu dijadikan

pertimbangan bagi peneliti dalam penelitian anatara lain:

1. Bagi pelayanan kesehatan

Hail penelitian ini dihaarapkan dapat menggunakan filial therapy sebagai alternative

dalam melakukan tindakan dalam penurunan tingkat kecemasan anak dengan kanker.

2. Bagi institusi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan refrensi bagi institusi dalam

Pendidikan Kesehatan.

3. Bagi peneliti

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat dijadikan dasar untuk peneliti selanjutnya

yang akan meneliti variabel yang berbeda, sehingga akan mendapatkan analisa mana

lebih mempengaruhi untuk menurunkan tingkat kecemasan anak dengan kanker.

Anda mungkin juga menyukai