Anda di halaman 1dari 98

i

KARYA ILMIAH AKHIR

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA

AN.F DENGAN DIAGNOSA MEDIS ANEMIA APLASTIK DI RUANGAN

IGD ANAK RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO

MAKASSAR

Disusun oleh :

SULMI SOFYANG, S.Kep

18.04.005

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKESPAKAKKUKANGMAKASSAR
PRODI NERS
2020
i

KARYA ILMIAH AKHIR

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA

AN.F DENGAN DIAGNOSA MEDIS ANEMIA APLASTIK DI RUANGAN

IGD ANAK RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO

MAKASSAR

Dianjukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan

Pada STIKES Panakkukang Makassar Program Studi Ners

Disusun oleh :

SULMI SOFYANG, S.Kep

18.04.005

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKESPAKAKKUKANGMAKASSAR
PRODI NERS
2020

i
ii

ii
iii

iii
iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan segala rahmat dan hidaya-nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusun karya ilmiah akhir yang berjudul: “Manajemen Asuhan

Keperawatan Gawat Darurat Pada An.F Dengan Diagnosa Medis Anemia

Aplastik Di Ruangan Igd Anak Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassa.

Dalam melakukan penyusun karya ilmiah akhir ini, penulis telah

mendapatkan banyak masukan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak

yang sangat berguna dan bermanfaat baik secara langsung maupun tidak

langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan yang baik ini dengan kesungguhan

hati penulis menghanturkan banyak-banyak terima kasih yang sebesar-besar dan

setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes. Selaku Ketua Yayasan

Perawat Sulawesi Selatan

2. Ibu St. Syamsiah, SKp., M.Kes Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Stikes Panakukkang Makassar

3. Bapak Kens Napolion, SKp., M.Kep., Sp.Kep.J Selaku Ketua

Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Panakukkang Makassar

4. Bapak Ns.Muhammad Zukri Malik.,M.Kep selaku pembimbing yang

memberikan bimbingan selama proses penyusunan karya ilmiah

iv
v

akhir ini serta yang telah memberikan arahan, kritikan serta

penilaian demi kesempurnaan dan kesiapan penyusunan karya

ilmiah akhir ini;

5. Rumah sakit RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

khususnya kepada kepala ruangan IGD ANAK yang telah

membantu memberikan informasi data yang dibutuhkan.

6. Orang tua saya tercinta H.Sofyang dan Hj. Normaliah, adik-adikku

dan sahabatku tersayang yang memberikan banyak dukungan

serta do’a yang tiada henti-hentinya.

7. Keluarga besar Program Studi Ners baik dari tim dosen maupun

dari rekan-rekan mahasiswa Ners angkatan VIII Stikes

Panakukkang Makassa

Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam

penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

masukan baik berupa saran dan kritik yang membangun dari para

pembaca akan sangat membantu. Semoga Karya Ilmiah Akhir ini bisa

bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak yang terkait.

Makassar, ………… 2019

Sulmi Sofyang, S.Kep

v
vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii

KATA PENGANTAR ............................................................................. iv

DAFTAR ISI ..........................................................................................vii

DAFTAR TABEL .................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan ................................................................. 13

C. Manfaat penulisan ............................................................... 14

D. Sistematika penulisan ......................................................... 15

BAB II TINJAUAN KASUS KELOLAN

A. TINJAUAN TEORI ............................................................. 16

1. Konsep Dasar Medis Penyakit ...................................... 16

a. Pengertian .............................................................. 16

b. Anatomi fisiologi ...................................................... 18

c. Klasifikasi ................................................................29

d. Etiologi .................................................................... 34

e. Patofisiologi ..............................................................37

vi
vii

f. Manifestasi Klinis ......................................................39

g. Pemeriksaan penunjang ........................................ 39

h. Evaluasi .................................................................. 42

i. Penatalaksanaan Medis ......................................... 45

j. Pathway anemia ...................................................... 45

B. TINJAUAN KASUS ........................................................... 58

1. Pengkajian ................................................................... 58

2. Diagnosa Keperawatan ................................................ 64

3. Intervensi Keperawatan ............................................... 65

4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan .................... 67

5. Evaluasi keperawatan ................................................... 67

BAB III PEMBAHASAN

A. Pengkajian ....................................................................... 70

B. Diagnosa keperawatan..................................................... 73

C. Intervensi keperawatan ................................................... 75

D. Implementasi keperawatan .............................................. 77

E. Evaluasi keperawatan ...................................................... 77

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 80
B. Saran ............................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 85

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................... 98


viii

DAFTAR TABEL
vii
Halaman

Tabel 2.1 Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan EKG ............10

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan .......................................................52

Tabel 2.3 Penggkajian Primer .............................................................62

Tebel 2.4 Hasil Pemeriksaan Labolatorium ..........................................70

Tabel 2.5 Terapi Medikas ....................................................................72

Tabel 2.6 Analisa Data ........................................................................73

Tabel 2.7 Diagnosa Keperawatan ........................................................74

Tabel 2.8 Intervensi Keperawatan .......................................................76

Tabel 2.9 Implementas Dan Evaluasi Keperawatan .............................80

viii
ix

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 komposisi darah .......................................................... 20

Gambar 2.2 plasma darah .............................................................. 21

Gambar 2.3 sel darah merah (eritrosit) ........................................... 22

Gambar 24 sel darah putih ............................................................. 27

Gambar 2.5 destruksi imun pada sel hematopoeitik ........................ 38

Gambar 2.6 hapusan darah tepi ...................................................... 40

Gambar 2.7 sumsung tulang belakang ........................................... 41

ix
x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kartu Kontrol

Lampiran 2 : Riwayat Hidup Penulis

x
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Anemia aplastik merupakan penyakit yang akan diderita seumur

hidup, sehingga diperlukan kerjasama tim medis, pasien, serta keluarga dan

lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap pasien dan

keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan

sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat

membantu memperbaiki kualitas hidup pasien (Nimade,2016).

Anemia aplastik merupakan suatu sindroma kegagalan sumsum

tulang yang dikarakterisasi dengan adanya pansitopenia perifer, hipoplasia

sumsum tulang dan makrositosis oleh karena terganggunya eritropoesis dan

peningkatan jumlah fetal hemoglobin. Insiden penyakit anemia aplastik di

dunia tergolong jarang, berkisar 2-6 kasus per 1 juta penduduk pada negara-

negara Eropa. Namun di Asia dikatakan bahwa insiden penyakit ini lebih

besar yaitu berkisar 6-14 kasus per 1 juta penduduk. Anemia Aplastik dapat

terjadi pada semua golongan usia, serta dapat diturunkan secara genetik

ataupun didapat. Insiden anemia aplastik didapat mencapai puncak pada

golongan umur 20-25 tahun, sedangkan jumlah tertinggi kedua berada pada

golongan usia diatas 60 tahun. Rasio anemia aplastik pada pria dan wanita

adalah 1:1,

namun perjalanan penyakit serta manifestasi klinis pada pria lebih berat

dibandingkan wanita (Nimade,2016).


1
2

Anemia aplastik (AA) adalah gangguan perdarahan yang serius

dan sering fatal, ditan- dai oleh kegagalan sel prekursor hematopoi- etik

pada sumsum tulang untuk menghasilkan eritrosit, granulosit, dan trombosit

yang men- gakibatkan pansitopenia, dengan kejadian tahunan sekitar 1-2

kasus baru per 1.000.000 individu per tahun (Kriatina,2019).

Anemia merupakan suatu keadaan dimana komponen di dalam darah

yaitu hemoglobin (Hb) dalam darah jumlahnya kurang dari kadar normal.

Remaja putri memiliki risiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita anemia

dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri

mengalami mentruasi setiap bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan

sehingga membutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak. Penentuan

anemia juga dapat dilakukan dengan mengukur hematokrit (Ht) yang rata-rata

setara dengan tiga kali kadar hemoglobin. Batas kadar Hb remaja putri untuk

mendiagnosis anemiayaituapabila kadar Hb kurang 12 gr/dl

(Tarwoto,dkk,2015).

Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia yang

merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia,

dan trombositopenia padadarah tepi. Hal ini disebabkan karena adanya

kelainan primer pada sumsum tulang dalambentuk aplasia atau hipoplasia

tanpa adanyainfiltrasi, supresi atau pendesakan sum-sum tulang. Teori

terjadinya kegagalan sumsumtulang dalam hematopoiesis adalah terjadinya

efek pada sumsum tulang atau kerusakan sel-sel induk. Berdasarkan

etiologinya, anemia aplastic dibagi menjadi acquired aplastic anemia dan

congenital aplastic anemia. Berdasarkan derajat keparahan,anemia aplastik

diklasifikasikan menjadi derajat sedang, berat dan sangat berat. Menurut

penelitian yang dilakukan oleh UniversityTeaching Hospital selama tahun


3

2000-2014 di Brazil, komplikasi mortalitas terbanyak pada kasus anemia

aplastik berat adalah perdarahan dan infeksi. Insidensi anemia aplastik

menunjukan adanya variabilitas geografis. Insiden anemia aplastik derajat

sedang hingga berat dilaporkan pada 33,33% dan 57,14% kasus masing-

masing dari utara distrik Bengal Barat. Salah satu pusat di India juga

melaporkan bahwa anemia aplastik menyumbang 20-30% kasus dengan

pansitopenia. Frekuensi dari anemia aplastik yang terlihat di rumah sakit di

negara Asia jauh lebih tinggi dari pada yang dilaporkan dari Barat. Menurut

salah satu penelitian yang membahas terkait perbedaan insidensi Anemia

aplastik di negara-negara Asia dengan negara-negara di Barat menyebutkan

adanya perbedaan variasi kriteria diagnostik antara negara-negara Asia dan

negara-negara Barat. Hypoplastic myelodys plastic sindrom(MDS)kadang-

kadang sangat sulit untuk dipisah kandari anemia aplastik menggunakan

kriteria morfologi standar. Istilah anemia aplastik moderat lebih umum di Asia,

sedangkan Refractory Cytopenia of Childhood(RCC) yang merupakan salah

satu MDS masa kanak-kanak yang diusulkan dari European Working Group

of MDS(EWOGMDS) diterima dalam klasifikasi WHO (Hery Aprijadi, 2019)

Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang ditemukan di dunia.

Angka kejadian di Asia termasuk Cina, Jepang, Thailand dan India lebih

tinggi dibandingkan dengan Eropa dan Amenika Serikat. Insidens penyakit ini

bervariasi antara 2 sampai 6 kasus tiap 1 juta populasi. Penelitian yang

dilakukan The International Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study di

Eropa dan Israel awal tahun 1980 mendapatkan 2 kasus tiap 1 juta populasi.

Perbandingan insidens antara laki-laki dan perempuan kira-kira 1:1 meskipun

dari beberapa data menunjukkan laki-laki sedikit Iebih sering terkena anemia

aplastik. Perbedaan insidens yang mungkin terjadi di beberapa tempat


4

mungkin karena perbedaan risiko okupasional, variasi geografis dan

pengaruh lingkungan. Anemia aplastik terjadi pada semua umur, dengan

awitan klinis pertama terjadi pada usia 1,5 sampai 22 tahun, dengan rerata 6-

8 tahun. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSCM, dalam kurunsatu

tahun (Mei 2002-Mei 2003) terdapat 9 kasus anemia aplastik, 4 anak

perempuan dan 5 anak laki-laki. kerusakan sumsum tulang melalui

mekanisme imunologis (Isyanto,2015).

Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia

terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia

menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada

remaja dan ibu hamil. Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih cukup

tinggi, menurut World Health Organization(WHO) (2013), prevalensi anemia

dunia berkisar 40-88%.Jumlah penduduk usia remaja(10-19 tahun)di

Indonesiasebesar 26,2% yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan49,1%

perempuan (KemenkesRI, 2013).

Mekanisme primer terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui

kerusakan pada sel induk (seed theory), kerusakan lingkungan mikro (soil

theory) dan melalui mekanisme imunologi (immune suppression). Mekanisme

ini terjadi melalui berbagai faktor (multi faktorial) yaitu: familial (herediter),

idiopatik (penyebabnya tidak dapat ditemukan) dan didapat yang disebabkan

oleh obato batan, bahan kimia, radiasi ion, infeksi, dan kelainan imunologis.

Anemia aplastik merupakan kegagalan hematopoiesis yang relatif jarang

dijumpai namun berpotensi mengancam nyawa (Nimade,2016).

Anemia aplastik ditandai dengan gejala kele- lahan, pendarahan

karena trombositopenia dan terjadinya infeksi berulang akibat neutro-


5

penia. Neutropenia merupakan kondisi yang terjadi saat jumlah total

neutrofil lebih rendah dari 2000 x 106 liter. Manifestasi neutrope- nia

dalam rongga mulut berupa ulser nekrotik dengan dasar putih atau keabu-

abuan tanpa adanya tanda-tanda inflamasi. Trombositope- nia didefinisikan

sebagai kondisi dengan jum- lah trombosit dibawah 150.000/mm Man-

ifestasi oral yang sering terjadi pada kondisi trombositopenia yaitu adanya

satu atau lebih petekie hemoragik serta perdarahan spontan pada gingival

(Kriatina,2019).

Tatalaksana AA pada dasarnya terdiri dari 3 yaitu: transplantasi

sel punca, terapi imun- osupresif (IST) dan perawatan suportif. IST

menjadi pengobatan standar untuk AA khu- susnya pada pasien yang

tidak dapat dilaku- kan SCT, dengan antithmyocyte globulin (ATG),

antilymphocyte globulin (ALG) dan cyclosporine (CsA) merupakan pilihan

yang sering digunakan dengan keberhasilan seki- tar 50-60%. Namun CsA

mempunyai efek samping pada rongga mulut yaitu terjadinya hiperplasia

gingiva, dengan insidensi sebe- sar 8-81%. CsA menginduksi terjadinya

hiperplasia gingiva melalui efek stimulasinya terhadap munculnya

transforming growth fac- tor-beta1 (TGF-β1) dan kolagen,12 sehingga

mengakibatkan infiltrasi sel plasma, peningka- tan jumlah sel inflamasi

(makrofag) dan pen- ingkatan derajat vaskularisasi (Kriatina,2019).

Menurut European Society for Medical Oncology (ESMO),febril

neutropeni (FN) didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana temperatur

oral 3 , atau dua pembacaan berturut-turut suhu 3 ,0 selama 2 jam

dan Absolute Neutrophil Count(ANC) <0,5x109/L,atau diperkirakan

turun<0,5x109/L. Febrilneutropeni merupakan komplikasi umum padapasien


6

yang menerima terapi imunosupresif untuk berbagai sebab seperti dengan

leukemia akut dan hematologi lainnya,keganasan, posttrans plantasi sumsum

tulang dan anemia aplastik. Efek buruk dari pengobatan mielosupresif adalah

pengurangan ANC danpredis posisi terhadap infeksi dari bakteri danjamur.

Insiden FN bervariasi antara 10%dan50% pada tumor padat dan

dilaporkanmeningkat≥ 0% pada keganasan hematologi.Mortalitas dan

komorbiditas yang terkaitdengan FN membutuhkan rawat inap segeradan

pengobatan dengan agen antimikroba. Kelompok pasien FN bersifat

heterogen, oleh karena itu perjalanan infeksi dan hasil akhir tergantung pada

faktor individu pasien seperti Menurut European Society for Medica Oncology

(ESMO),febril neutropeni (FN) didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana

temperatur oral 3 , atau dua pembacaan berturut-turut suhu 3 ,0

selama 2 jam dan Absolute Neutrophil Count (ANC) <0,5x109/L,atau

diperkirakan turun <0,5x109/L. Febril neutropeni merupakan komplikasi

umum pada pasien yang menerima terapi imunosupresif untuk berbagai

sebab seperti dengan leukemia akut dan hematologi lainnya,keganasan,

posttrans plantasi sumsum tulang dan anemia aplastik. Efek buruk dari

pengobatan mielosupresif adalah pengurangan ANC dan predisposisi

terhadap infeksi dari bakteri dan jamur. Insiden FN bervariasi antara 10% dan

50% pada tumor padat dan dilaporkan meningkat ≥ 0% pada keganasan

hematologi (Hery Aprijadi, 2019)

Mortalitas dan komorbiditas yang terkait dengan FN membutuhkan

rawat inap segeradan pengobatan dengan agen anti mikroba. Kelompok

pasien FN bersifat heterogen, oleh karena itu perjalanan infeksi dan hasil

akhir tergantung pada faktor individu pasien seperti usia, jenis kelamin,

stadium tumor dan riwayat rawat inap sebelumnya (Hery Aprijadi, 2019).
7

Limfosit T sitotoksik aktif, memegang peran yang besar dalam

kerusakan jaringan sumsum tulang melalui pelepasan limfokin seperti

interferon-a (IFN-γ) dan tumor necrosis factor ß (TNF-ß). Peningkatan

produksi interleukin-2 mengawali terjadinya ekspansi poliklonal sel T. Aktivasi

reseptor Fas melalui fas-ligand menyebabkan terjadinya apoptosis sel target.

Efek IFNγ melalui interferon regulatory factor 1 (IRF-1), adalah menghambat

transkripsi gen dan masuk ke dalam siklus sel. IFN-γ juga menginduksi

pembentukan nitric oxide synthase (NOS), dan produksi gas toksik nitric

oxide (NO) yang mungkin menyebabkan efek toksiknya menyebar

(Isyanto,2015).

Anemia aplastik (AA) adalah suatu kelainan yang ditandai oleh

pansitopenia pada darah tepi dan penurunan jumlah selularitas sumsum

tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak

memadai. Sehingga penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan

dimana terjadinya kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan

trombosit (ketut suega,2014).

Anemia aplastik paling sering terjadi pada usia 15 dan 25 tahun dan

ada puncak kedua yang lebih kecil pada kasus anemia aplastik setelah umur

60 tahun. Dimana usia rerata dalam penelitian Park Bum Yong antara lain

38,0 ± 15,6 tahun pada pasien dewasa dengan anemia aplastik. Sebagian

besar penyebab kasus dari anemia aplastik ini bersifat idiopatik dan dari

beberapa kasus yang ada penyakit anemia aplastik bisa berhubungan

dengan infeksi, obat-obatan, racun, radiasi, atau kehamilan.

Insiden anemia aplastik di asia timur adalah 4-6 per juta, yang lebih

tinggi dari 2 per juta di negara-negara barat. Tingkat kejadian anemia aplastik
8

di negara Amerika dan Eropa sekitar 0,23 per 100.000 penduduk, per tahun.

Tingkat kejadian di Asia adalah 0,39 - 0,5 per 100.000. Yang kira-kira dua

sampai tiga kali lipat lebih tinggi (ketut suega,2014).

Menurut tingkat sitopenia, anemia aplastik (AA) dapat diklasifikasikan

ke dalam tiga kategori, yaitu non-severe aplastic anemia (NSAA), severe

aplastic anemia (SAA) dan very severe aplastic anemia (VSAA). Dimana

tingkat kategori yang sangat berpotensi dapat mengancam jiwa adalah

severe aplastic anemia (SAA) dan very severe aplastic anemia (VSAA).3

Untuk mengetahui apakah pasien mengalami anemia aplastik non-berat atau

berat dapat dilihat berdasarkan tingkat pansitopenia darah perifer. Dimana

pasien dengan jumlah selularitas sumsum tulang kurang dari 25% dan nilai-

nilai yang sangat rendah untuk setidaknya dua dari tiga garis keturunan

hematopoietik (menghitung jumlah neutrofil < 0,5 x 100/mm 3, trombosit <

20.000/mm3, dan retikulosit absolut < 60.000/mm 3 atau dikumpulkan

retikulosit < 1%) yang didefinisikan memiliki anemia aplastik berat (ketut

suega,2014).

Pada penderita anemia aplastik dapat ditemukan tiga gejala utama

yaitu: anemia, trombositopenia, dan leukopenia. Ketiga gejala ini dapat

disertai dengan gejala-gejala lain yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut

yaitu, anemia biasanya ditandai dengan pucat, mudah lelah, dan lemah.

Trombositopenia, misalnya perdarahan pada gusi, epistaksis, petekia,

ekimosa dan lain-lain. Dan leukopenia ataupun granulositopenia, misalnya

infeksi. Selain itu, hepatosplenomegali dan limfadenopati juga dapat

ditemukan pada penderita anemia aplastik ini meski sangat jarang terjadi

(ketut suega,2014).
9

Pengobatan pada anemia aplastik (AA) dapat dilakukan dengan

menggunakan terapi imunosupresif (IST) dengan antithymocyte globulin

(ATG) dan siklosporin A (CsA) untuk menghasilkan hasil yang sangat baik

pada anemia aplastik. Dimana severe aplastic anemia (SAA) atau non-severe

aplastic anemia (NSAA), masing-masing memiliki strategi pengobatannya

masing-masing. Sebelum penekan immuno secara luas digunakan, severe

aplastic anemia (SAA) dikaitkan dengan tingkat kematian yang tinggi, dengan

sebagian besar pasien meninggal karena perdarahan dan infeksi. Dengan

penggunaan imunosupresan, efek terapi pada severe aplastic anemia (SAA)

telah sangat meningkat. Tingkat efektif untuk antithymocyte globulin (ATG)

dalam kombinasi dengan siklosporin A (CsA) telah mencapai lebih dari 60%.

dengan tingkat kelangsungan hidup 11 tahun dari 58%. Ada juga laporan

serupa untuk di China. Misalnya, efek terapi yang sangat baik telah dicapai di

Tianjintapi. Tidak ada hasil terapi yang sama telah dilaporkan untuk di

Shanghai (ketut suega,2014).

Dengan demikian, anemia aplastik ini merupakan penyakit yang

berbahaya dan tidak diketahui penyebabnya secara pasti, dengan melihat

kasus dari tahun ke tahun khususnya di daerah Bali. Maka dari itu, perlu

adanya studi perbandingan tingkat kejadian anemia aplastik dimana

penelitian ini mencoba melihat perbandingan tingkat kejadian kasus anemia

aplastik dari tahun 2014 di RS Sanglah, dimana esensinya agar dapat

dilakukan upaya penanganan yang lebih maksimal lagi ditahun berikutnya

(ketut suega,2014).

Anemia merupakan salah satu faktor penyebab tidak langsung

kematian ibu hamil. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah tertinggi
10

bila dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Perempuan yang

meninggal karena komplikasi selama kehamilan dan persalinan mengalami

penurunan pada tahun 2013 sebesar 289.000 orang. Target penurunan

angka kematian ibu sebesar 75% antara tahun 1990 dan 2015 (WHO, 2015).

Jika perempuan mengalami anemia akan sangat berbahaya pada waktu

hamil dan melahirkan. Perempuan yang menderita anemia akan berpotensi

melahirkan bayi dengan berat badan rendah (kurang dari 2,5 kg). Selain itu,

anemia dapat mengakibatkan kematian baik pada ibu maupun bayi pada

waktu proses persalinan(Rajab, 2015).

Menurut data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di

Indonesia yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar

26,4% dan 18,4% penderita berumur 15-24 tahun (KemenkesRI, 2014). Data

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012menyatakan bahwa

prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar 50,5%, ibu

nifas sebesar 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia

19-45 tahun sebesar 39,5%. Wanita mempunyai risiko terkena anemia paling

tinggi terutamapada remaja putri (KemenkesRI, 2013).Angka kejadian

anemia di Jawa Tengah pada tahun 2013 mencapai 57,1%. Anemia pada

remaja putri di Kabupaten Sukoharjo masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat karena prevalensinya lebih dari 15%.Angka kejadian anemia di

Kabupaten Sukoharjo didapatkan anemia pada balita umur 0-5 tahun sebesar

40,5%, usia sekolah sebesar 26,5%, Wanita Usia Subur (WUS) sebesar

39,5%, pada ibu hamil sebesar 43,5% (Dinkes Prov. Jateng, 2014).

Berdasarkan hasil survei pemeriksaan anemia pada tahun 2014 yang

dilaksanakan oleh Bidang PromiziDinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo

terhadap 1200 remaja putri (siswi) di 12 sekolah yang ada di Kabupaten


11

Sukoharjo menunjukkan 559 orang (46,58%) remaja putri mengalami anemia.

SMA Negeri 1 Polokarto Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satunya

potensi kejadian anemia terbesar di Kabupaten Sukoharjo yang pada

pemeriksaan anemia didapatkan 68siswi mengalami anemia dari 100 siswi

yang diperiksadibandingkan dengan SMA N 2 Sukoharjo sebanyak 62 siswi

mengalami anemia dari 100 siswi yang diperiksa (Tarwoto,dkk,2015).

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung dalam

mengaplikasikan teori asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada

gangguan system Hematologi dengan kasus anemia aplastik.

2. Tujuan khusus

a. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan

pengkajian keperawatan kegawatdaruratan pada An.”F” Anemia

aplastik di ruangan IGD ANAK Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

Makassar.

b. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan

perumusan diagnosa keperawatan kegawatdaruratan pada An.”F”

dengan Anemia aplastik di ruangan IGD ANAK Rumah Sakit Wahidin

Sudirohusodo Makassar berdasarkan prioritas masalah.

c. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan

penyusunan intervensi keperawatan kegawatdaruratan pada An.”F”

dengan Anemia aplastik di ruangan IGD ANAK Rumah Sakit Wahidin

Sudirohusodo Makassar.
12

d. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan

implementasi keperawatan kegawatdaruratan pada An.”F” dengan

Anemia aplastik di ruangan IGD ANAK Rumah Sakit Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

e. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan

evaluasi keperawatan kegawatdaruratan pada An.”F” dengan Anemia

aplastik di ruangan IGD Anak Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

Makassar Manfaat penulisan.

C. Manfaat penulisan

a. Bagi pendidikan

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya

pengembangan pengetahuan khususnya tentang pemberian asuhan

keperawatan kritis pada pasien dengan gangguan system hematologi

dengan kasus Anemia Aplastik.

b. Bagi tenaga kesehatan

Memberikan informasi mengenai konsep medis dan pemberian

asuhan keperawatan kritis pada pasien dengan gangguan system

kardiovaskuler dengan kasus Anemia Aplastik.

c. Bagi pasien/keluarga pasien

Dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menambah

penetahuan tentang Anemia Aplastik dan menambah pengalaman dalam

menangani Anemia.

d. Bagi penulis

Memberikan manfaat melalui pengalaman bagi penulis untuk

mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dari pendidikan kepada


13

pasien-pasien dengan gangguan system hematologi khususnya pasien

dengan kasus Anemia Aplastik.

D. Sistematika penulisan

Untuk mendapatkan gambaran secara singkat dan menyeluruh mengenai

isi laporan, maka penulis memberikan sistematika uraian sebagai berikut :

1. Tempat,waktu pelaksanaan pengambilan kasus

a. Tempat

Tempat pengambilan kasus di ruang instalasi gawat darurat

(IGD) anak rumah sakit DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Sulawesi Selatan.

b. Waktu

Waktu pelaksanaan pengambilan kasus dimulai dari tanggal 08

Oktober 2019

c. Tehnik pengumpulan data


14

Tehnik pengumpulan data untuk manajemen asuhan

keperawatan di ruang gawat darurat dilakukan dengan melakukan

pengkajian mulai dengan wawancara kepada pasien maupun

keluarga pasien secara langsung. Pengkajian primer dengan

menggunakan pengkajian ( airway), ( Breathing ),

(Circulation),( Disability ), dan ( exposure). Dan pengkajian

sekunder menggunakan metode head to toe, dan untuk data

penunjang pengumpulan data dilihat dari hasil pemeriksaan

laboratorium.
15

BAB II

TINJAUAN KASUS KELOLAAN

I. TINJAUAN TEORI

A. Konsep dasar medis

1. Definisi Anemia Aplastik

Anemia aplastik adalah suatu kelainan yang ditandai oleh

pansitopenia pada darah tepi dan penurunan selularitas

sumsum tulang. Anemia aplastik merupakan keadaan yang

disebabkan berkurangnya sel darah dalam tepi, akibat

terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sum-sum

tulang (Ani, 2016).

Sistem limfoetik dan RES sebenarnya dalam keadaan

aplastik juga tetapi relatif lebih ringan dibandingkan dengan

ketiga sistem hemopoetik lainnya. Aplasia ini dapat terjadi

hanya satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik,

granulopoetik, trombopoetik) (Robbins, 2015).

Aplasia hanya mengenai sistem eritropoetik disebut

eritroblastopenia (anemia hipoplastik) yang hanya mengenai

sistem granulopoetik saja disebut agranulositosis (penyakit

Schultz), sedangkan yang mengenai sistem trombopoetik

disebut amegakariositik trombositoponik purpura (ATP)

(Robbins, 2015).

15
16

Anemia aplastik merupakan salah satu jenis anemia yang

ditandai dengan adanya pansitopenia (defisit sel darah pada

jaringan tubuh). Defisit sel darah pada sumsum tulang ini

disebabkan karena kurangnya sel induk pluripoten sehingga

sumsum tulang gagal membentuk sel-sel darah. Kegagalan

sumsum tulang ini disebabkan banyak faktor. Mulai dari induksi

obat, virus, sampai paparan bahan kimia (Ani, 2016).

Istilah-istilah lain dari anemia aplastik yang sering

digunakan antara lain anemia hipoplastik, anemia refrakter,

hipositemia progresif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika,

panmielofisis dan anemia paralitik toksik.

Kasus anemia aplastik ini sangat rendah pertahunnya. Kira-kira

2 – 5 kasus/juta penduduk/tahun. Dan umumnya penyakit ini

bisa diderita semua umur. Meski termasuk jarang, tetapi

penyakit ini tergolong penyakit yang berpotensi mengancam

jiwa dan biasanya dapat menyebabkan kematian. Pada pria

penyakit anemia aplastik ini lebih berat dibanding wanita

walaupun sebenarnya perbandingan jumlah antara pria dan

wanita hampir sama. Siapa saja berpeluang mendapat anemia

aplastik ini (Ani, 2016).


17

2. Anatomi Dan Fisiologi

a) Anatomi darah

Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk

hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi

mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan

tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan

juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri.

Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata

hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa Yunani haima

yang berarti darah. Darah memiliki warna merah yang berasal

dari kandungan oksigen dan karbon dioksida di dalamnya.

Adanya oksigen dalam darah diambil dengan jalan bernafas,

dan zat ini sangat berguna pada peristiwa

pembakaran/metabolisme di dalam tubuh. Viskositas/kekentalan

darah lebih kental daripada air yang mempunyai BJ 1,041-

1,067, temperature 38°C, dan pH 7,37-7,45 (Dwi Arista,2014).

Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah

tua kebiruan, tergantung pada kadar oksigen yang di bawa sel

darah merah. Darah pada tubuh manusia mengandung 55%

plasma darah (cairan darah) dan 45% sel-sel darah (darah

padat). Jumlah darah pada tubuh orang dewasa sebanyak kira-

kira 1/13 dari berat badan atau sekitar 4-5 liter. Jumlah darah

tersebut pada setiap orang berbeda-beda. Tergantung kepada


18

umur, ukuran tubuh, dan berbanding terbalik dengan jumlah

jaringan adiposa pada tubuh (Dwi Arista,2014).

Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi

utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh

sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh

dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan

mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang

bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.

Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui

darah (Dwi Arista,2014).

b) Fungsi Darah

Fungsi Darah Pada Tubuh Manusia menurut (Dwi Arista,2014):

1) Alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh tubuh

2) Alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh

tubuh

3) Alat pengangkut sari makanan dan menyebarkannya ke

seluruh tubuh

4) Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui alat

ekskresi

5) Alat pengangkut getah hormon dari kelenjar buntu

6) Menjaga suhu temperatur tubuh

7) Mencegah infeksi dengan sel darah putih, antibodi dan sel

darah beku8. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh, dll.


19

c) Komposisi Darah

2.1 Gambar komposisi darah

1) Air : 91%

2) Protein : 3% (albumin, globulin, protombin, dan fibrinogen)

3) Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat,

magnesium, kalsium, dan zat besi)

4) Bahan organic :0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin,

kolesterol dan asam amino)

d) Bagian-bagian Darah

1. Plasma Darah

2. Macam-macam Sel Darah

- Sel Darah Merah (eritrosit)

- Sel Darah Putih (leukosit)


20

- Sel Pembeku Darah (trombosit)/ Platelet

3. Plasma + Sel Darah : Whole Blood

e) Plasma Darah

1. Pengertian Plasma Darah (Cairan Darah)

Plasma darah adalah

cairan darah berbentuk

butiran-butiran darah yang

tidak berwarna dalam darah

Di dalamnya terkandung

benang-benang fibrin /

fibrinogen yang berguna

2.2 Gambar plasma darah untuk menutup luka yang

terbuka. Plasma darah juga mengandung berbagai macam zat

organik, anorganik, dan air.

2. Komponen Penyusun Plasma Darah

a. Air : 91%

b. Protein plasma darah : 7%

c. Komponen lainya

d. Asam amino, lemak, glukosa, urea, garam,0,9%

e. Hormon, Antibody.0,1%
21

f) Macam-macam Sel Darah

1. Sel Darah Merah (Eritrosit)

Berupa cakram

kecil bikonkaf, cekung

pada kedua sisinya,

sehingga dilihat dari

samping namapak seperti

dua buah bulan sabit yang

2.3 Gambar Sel Darah Merah saling bertolak

belakang. Berd iameter 8 mikron, dan mempunyai ukuran ketebalan

sebagai berikut: pada bagian yang paling tebal, tebalnya 2 mikron,

sedangkan pada bagian tengah tebalnya 1 mikron atau kurang.

Volume rata-rata sel darah merah adalah sebesar 83 mikron

kubik. Dalam setiap millimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah.

Strukturnya terdiri atas pembungkus luar atau stroma, berisi massa

hemoglobin. Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya

terbentuk dari asam amino. Mereka juga memerlukan zat besi, sehingga

untuk membentuk penggantinya diperlukan diet seimbang yang berisi

zat besi.

Pembentukan sel darah merah. Sel darah merah di bentuk di

dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih dan tak

beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa dan dari

sumsum dalam batang iga-iga dan dari sternum. Di dalam sumsum


22

tulang terdapat banyak sel pluripoten hemopoietik stem yang dapat

membentuk berbagai jenis sel darah. Sel-sel ini akan terus menerus

direproduksikan selama hidup manusia, walaupun jumlahnya akan

semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia.

Sel pertama yang akan dapat diketahui termasuk ke dalam

rangkaian sel-sel darah merah dapat disebut sebagai proeritroblas.

Dengan rangsangan yang sesuai maka dari sel-sel stem ini dapat

dibentuk banyak sekali sel-sel. Sekali proeritroblas ini terbentuk, maka ia

akan membelah beberapa kali sampai akhirnya akan terbentuk 8 sampai

16 sel-sel darah merah yang matur. Sel-sel baru dari generasi pertama ini

disebut sebagai basofil eritroblas sebab dapat di cat dengan zat warna

basa; dan sel-sel ini pada saat ini akan mengumpulkan sedikit sekali

hemoglobin. Tetapi pada generasi berikutnya yang disebut sebagai

polikromatofil eritroblas akan mulai terbentuk cukup hemoglobin sehingga

sel-sel ini mempunyai gambaran polikromatofil. Sesudah terjadi

pembelahan lainnya atau selebihnya, maka akan terbentuk lebih banyak

lagi hemoglobin dan sel-sel ini lalu disebut sebagai ortokromatik eritroblas

dimana warnanya sekarang dapat menjadi merah oleh karena adanya

hemoglobin. Akhirnya, bila sitoplasma dari sel-sel ini sudah dipenuhi oleh

hemoglobin sehingga mencapai konsentrasi ±34%, maka nukleus akan

memadat sampai ukurannya menjadi kecil dan terdorong dari sel. Pada

saat yang sama retikulum endoplasma akan mereabsorbsi. Dimana pada

tahap ini sel tersebut disebut sebagai retikulosit oleh karena masih
23

mengandung sedikit bahan-bahan basofilik mengandung sisa-sisa Golgi,

mitokondria dan sedikit organela sitoplamik yang lain. Pada tahap

retikulosit ini sel-sel tersebut akan berjalan masuk ke dalam darah kapiler

dengan cara diapedesis (terperas melalui pori-pori membran). Bahan-

bahan basofilik yang tesisa di dalam retikulosit tada dalam keadaan

normalnya akan menghilang dalam waktu satu sampai dua hari dan sel

ini lalu disebut sebagai eritrosit matur. Oleh karena waktu hidup eritrosit

ini pendek, maka pada umumnya konsentrasi seluruh sel-sel darah

merah dalam darah itu pada keadaan normal jumlahnya kurang dari 1%.

Konsentrasi sel-sel darah merah di dalam darah, pada pria normal

jumlah rata-rata sel-sel darah merah per millimeter kubik adalah 5.200.000

(± 300.000) dan pada wanita normal jumlahnya 4.700.000 (±300.000).

Jumlah sel-sel darah merah ini bervariasi pada kedua jenis kelamin dan

pada perbedaan umur, pada ketinggian tempat seseorang itu tinggal akan

mempengaruhi jumlah sel darah merah.

Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang

berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh

jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru

paru.
24

Kadar normal hemoglobin

Kadar hemoglobin menggunakan

satuan gram/dl. Yang artinya banyaknya

gram hemoglobin dalam 100 mililiter

darah.

Nilai normal hemoglobin

tergantung dari umur pasien :

a. Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl

b. Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl

c. Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl

d. Anak anak : 11-13 gram/dl

2.4 Gambar hemoglobin normal

a. Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl

b. Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl

c. Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl

d. Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl

Eritroposis

Pembentukan sel darah merah (eritroposis) adalah subyek

pengaturan “feedback”. Eritroposis diatur oleh suatu hormone

glikoprotein yang beredar yang dinamakan eritropoeitin yang dibentuk

oleh kerja dari faktor ginjal pada globulin plasma. Hormone ini
25

mempermudah diferensiasi sistem sel menjadi proeritroblast.

Kerapuhan sel darah merah.

Faktor penghambat pembentukan eritroposis adalah kenaikan

sel darah merah dalam sirkulasi yang mencapai nilai diatas normal

sedangkan pembentukan eritroposis dirangsang oleh anemia,

hipoksia, dan kenaikan jumlah sel darah merah yang beredar adalah

gambaran yang menonjol dari aklimanisasi pada dataran tinggi.

Sel-sel darah merah, seperti sel-sel lainnya , mengkerut dalam

larutan dengan tekanan osmotic yang lebih tinggi dari tekanan osmotik

plasma. Pada larutan yang tekanan osmotiknya lebih rendah sel darah

merah akan membengkak, menjadi cembung dan kemudian

kehilangan hemoglobinnya (hemolisis). Haemoglobin eritrosit yang

hemolisis larut dalam plasma, member warna merah pada plasma. Bila

kerapuhan osmotiknya normal, sel darah merah mulai hemolisis bila

dimasukkan dalam larutan NaCl 0,48% dan pada larutan NaCl 0,33%

hemolisis adalah sempurna. Pada sferositosis herediterb(ikterus

hemolitik congenital) sel-sel adalah sferositik dalam plasma normal dan

lebih banyak terjadi hemolisis daripada sel-sel normal pada larutan

natrium khlorida hipotonik (kerapuhan sel darah merah abnormal)

Sel darah merah juga dapat dilisiskan oleh obat-obatan dan infeksi.

Mudahnya hemolisis sel darah merah terhadap zat-zat ini

meningkat pada defisiensi enzim glukosa 6-fosfat dehidrogenase


26

(G6PD) , yaitu enzim yang mengkatalisis langkah permulaan oksidasi

glukosa melalui heksosa monofosfat shunt. Jalan ini menghasilkan

NAPDH, yang diperlukan pada beberapa jalan untuk memperahankan

kerapuhan sel darah merah. Defisiensi aktivasi G6DP congenital dalam

sel darah merah disebabkan adanya variant-variant enzim sering

terjadi. Sebenarnya defisiensi G6DP adalah abnormalitas enzim yang

secara genetik paling sering ditemukan pada manusia. Lebih dari 80

variant genetik G6DP telah ditemukan, 40 diantaranya tidak

menyebabkan penurunan aktivitas enzim yang banyak, tetapi lainnya

menyebabkan penurunan aktivitas dan peningkatan sensitivitas

terhadap zat-zat hemolitik dan anemia hemolitik. Defisiensi G6DP yang

berat juga menghambat daya bunuh granulosit terhadap bakteri dan

merupakan predisposial terhadap infeksi berat.

2. Sel Darah Putih (Leukosit)

2.5 Gambar Sel Darah Putih

2.6 Rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari

sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Leukosit merupakan


27

unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Sistem

perthanan ini sebagian dibentuk di dalam sumsum tulang

(granulosit dan monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di

salam jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma), tapi setelah

dibentuk sel-sel ini kana diangkut didalam darah menuju ke

bermacam-macam bagian tubuh untuk dipergunakan. Granulosit

atau sel polimorfonuklear merupakan hampir 75% dari seluruh

jumlah sel darah putih. Mereka terbentuk dalam sumsum merah

tulang. Sel ini berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan

protoplasmanya berbulir. Karena itu disebut sel berbulir atau

granulosit. Kekurangan granulosit disebut granulositopenia.

Sedangkan tidak adanya granulosit disebut agranulositosis yang

timbul setelah makan obat tertentu, termasuk juga beberapa

antibiotika.

Fungsi sel darah putih , granulosit dan monosit mempunyai

peranan penting dalam perlindungan badan terhadap mikroorganisme.

Dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago-saya makan), mereka

memakan bakteri-bakteri hidup yang masuk ke peredaran darah.

Dengan kekuatan gerakan amuboidnya ia dapat bergerak bebas di

dalam dan dapat keluar pembuluh darah dan berjalan mengitari

seluruh bagian tubuh. Dengan demikian sel darah putih mempunyai

fungsi :

1. Mengepung daerah yang terkena infeksi atau cedera


28

2. Menangkap organisme hidup dan menghancurkannya

3. Menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran, serpihan

kayu, benang jahitan (catgut), dll dengan cara yang sama.

Sebagai tambahan granulosit memiliki enzim yang dapat

memecah protein, yang memungkinkan merusak jaringan tubuh,

menghancurkan dan membuangnya. Dengan ini jaringan yang sakit

atau terluka dapat dibuang dan dimungkinkan sembuh.

Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan

dapat dihentikan sama sekali. Bila kegiatannya tidak dapat berhasil

dengan sempurna, maka dapat terbentuk nanah. Nanah berisi

“jenazah” dari kawan dan lawan. Fagosit yang terbunuh dalam

perjuangannya melawan kuman yang menyerbu masuk disebut sel

nanah.

Klasifikasi leukosit. Ada lima jenis leukosit dalam sirkulasi darah,

yang di bedakan berdasarkan ukuran, bentuk nukleus, dan ada

tidaknya granula sitoplasma. Sel yang mempunyai granula sitoplasma

disebut granulosit, dan sel yang tidak mempunyai granula disebut

agranulosit.

3. Klasifikasi anemia

Adapun Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis

menurut (Ani, 2016) :

a. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah

merah disebabkan oleh defek produksi sel darah merah,

meliputi:
29

1. Anemia aplastic

Penyebab:

a) agen neoplastik/sitoplastik

b) terapi radiasi

c) antibiotic tertentu

d) obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas,

fenilbutason

e) benzene

f) infeksi virus (khususnya hepatitis)

Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum

tulang

Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi,

deferensiasi)

Hambatan humoral/seluler

Gangguan sel induk di sumsum tulang

Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai

Pansitopenia

Anemia aplastik
30

Adapun Gejala-gejala anemia aplastik menurut (Ani,

2016) sebagai berikiut :

a) Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)

b) Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis,

perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih,

perdarahan susunan saraf pusat.

c) Morfologis: anemia normositik normokromik

2. Anemia pada penyakit ginjal

Adapun Gejala-gejala menurut (Ani, 2016) sebagai

berikiut :

a) Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl

b) Hematokrit turun 20-30%

c) Sel darah merah tampak normal pada apusan darah

tepi. Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup

sel darah merah maupun defisiensi eritopoitin

3. Anemia pada penyakit kronis

Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan

dengan anemia jenis normositik normokromik (sel darah

merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini

meliputi artristis rematoid, abses paru, osteomilitis,

tuberkolosis dan berbagai keganasan (Ani, 2016)

4. Anemia defisiensi besi

Penyebab:
31

a) Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama

hamil, menstruasi

b) Gangguan absorbsi (post gastrektomi)

c) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip,

gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.) (Ani, 2016)

gangguan eritropoesis

Absorbsi besi dari usus kurang

sel darah merah sedikit (jumlah kurang)

sel darah merah miskin hemoglobin

Anemia defisiensi besi

Gejala-gejalanya:

a) Atropi papilla lidah

b) Lidah pucat, merah, meradang

c) Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut

d) Morfologi: anemia mikrositik hipokromik

5. Anemia megaloblastik
32

Penyebab:

a) Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat

b) Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor

c) Infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen

kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar

yang terinfeksi, pecandu alkohol (Ani, 2016).

Sintesis DNA terganggu

Gangguan maturasi inti sel darah merah

Megaloblas (eritroblas yang besar)

Eritrosit immatur dan hipofungsi

6. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah

merah disebabkan oleh destruksi sel darah merah menurut

(Ani, 2016) :

a) Pengaruh obat-obatan tertentu

b) Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple,

leukemia limfositik kronik

c) Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase


33

d) Proses autoimun

e) Reaksi transfusi

f) Malaria

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis

Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCI (National

Cancer Institute) (2014)

DERAJAT WHO NCI

Derajat 0 (nilai normal) > 11.0 g/dL Perempuan 12.0 - 16.0

g/dL
34

Derajat 1 (ringan) 9.5 - 10.9 g/dL Laki-laki 14.0 - 18.0 g/dL

Derajat 2 (sedang) 8.0 - 9.4 g/dL 10.0 g/dL - nilai normal

Derajat 3 (berat) 6.5 - 7.9 g/dL 8.0 - 10.0 g/dL

Derajat 4 (mengancam < 6.5 g/dL 6.5 - 7.9 g/dL

jiwa)
< 6.5 g/dL

3. Etiologi

Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik

bersifat idiopatik dimana penyebabnya masih belum dapat dipastikan.

Namun ada faktor-faktor yang diduga dapat memicu terjadinya

penyakit anemia aplastik ini. Faktor-faktor penyebab yang dimaksud

antara lain (Ani.2016) :


35

a. Faktor genetik

Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan

sebagian besar diturunkan menurut hukum Mendel meliputi :

1) Anemia fanconi

2) Diskeratosis bawaan

3) Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit atau tulang

4) Sindrom aplastik parsial

5) Sindrom Pearson

6) Sindrom Dubowitz dan lain-lain.

Diduga penyakit-penyakit ini memiliki kaitan dengan

kegagalan sumsum tulang yang mengakibatkan terjadinya

pansitopenia (defisit sel darah). Menurut sumber referensi yang

lain, penyakit-penyakit yang baru saja disebutkan merupakan

bentuk lain dari anemia.

b. Zat Kimia

Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas

atau dosis obat berlebihan. Zat-zat kimia yang sering menjadi

penyebab anemia aplastik misalnya benzen, arsen, insektisida, dan

lain-lain. Zat-zat kimia tersebut biasanya terhirup ataupun terkena

(secara kontak kulit) pada seseorang (Ani, 2016)

c. Obat-obatan

Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan

anemia aplastik. Misalnya pemberian kloramfenikol pada bayi sejak


36

berumur 2 – 3 bulan akan menyebabkan anemia aplastik setelah

berumur 6 tahun. America Medical Association juga telah

membuat daftar obat-obat yang dapat menimbulkan anemia

aplastik. Obat-obat yang dimaksud antara lain: Azathioprine,

Karbamazepine, Inhibitor carbonic anhydrase, Kloramfenikol,

Ethosuksimide, Indomethasin, Imunoglobulin limfosit, Penisilamine,

Probenesid, Quinacrine, Obat-obat sulfonamide, Sulfonilurea, Obat-

obat thiazide, Trimethadione. Pengaruh obat-obat pada sumsum

tulang diduga sebagai berikut (Ani, 2016):

1) Penekanan bergantung dosis obat, reversible dan dapat

diduga sebelumnya (obat-obat anti tumor)

2) Penekanan bergantung dosis, reversible, tetapi tidak dapat

diduga sebelumnya.

3) Penekanan tidak bergantung dosis obat (idiosinkrasi)

d. Infeksi

Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau

permanen. Infeksi virus temasuk EBV, sitomegalovirus, herpes

varisela zoster dan virus hepatitis (Ani, 2016)

e. Radiasi

Radiasi juga dianggap sebagai penyebab anemia aplastik ini

karena dapat mengakibatkan kerusakan pada sel induk ataupun

menyebabkan kerusakan pada lingkungan sel induk. Contoh radiasi

yang dimaksud antara lain pajanan sinar X yang berlebihan


37

ataupun jatuhan radioaktif (misalnya dari ledakan bom nuklir).

Paparan oleh radiasi berenergi tinggi ataupun sedang yang

berlangsung lama dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang

akut dan kronis maupun anemia aplastik (Ani, 2016)

f. Kelainan imunologik

Zat anti terhadap sel-sel hemopoetik dan lingkungan mikro

dapat menyebabkan anemia aplastik (Ani, 2016)

g. Anemia aplastik pada keadaan / penyakit lain

h. Kelompok idiopatik

Besarnya tergantung pada usaha mencari faktor etiologi (Ani, 2016)

4. Patofisiologi

Tiga faktor penting untuk terjadinya anemia aplastik menurut (Ni

Made,2016) adalah sebagai berikut :

a. Gangguan sel induk hemopoeitik

b. Gangguan lingkungan mikro sumsum tulang

c. proses imunologik

Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak

langsung melalui keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada

penderita anemia aplastik, yang berarti bahwa penggantian sel induk

dapat memperbaiki proses patologik yang terjadi. Teori kerusakan

lingkungan mikro dibuktikan melalui tikus percobaan yang diberikan


38

radiasi, sedangkan teori imunologik dibuktikan secara tidak langsung

melalui keberhasilan pengobataimunosupresif. Kelainan imunologik

diperkirakan menjadi penyebab dasadari kerusakan sel induk atau

lingkungan mikro sumsum tulang.

Gambar 2.6 . Destruksi imun pada sel hematopoeitik

Proses tersebut dapat diterangkan sebagai berikut: sel target

hematopoeitik dipengaruhi oleh interaksi ligan-reseptor, sinyal

intrasesuler dan aktivasi gen. Aktivasi sitotoksik T-limfosit berperan

penting dalam kerusakan jaringan melalui sekresi IFN-γ dan TNF.

Keduanya dapat saling meregulasi selular reseptor masing-masing dan

Fas reseptor. Aktivasi tersebut menyebabkan terjadinya apoptosis

pada sel target. Beberapa efek dari IFN-γ dimediasi melalui IRF-1 yang

menghambat transkripsi selular gen dan proses siklus sel sehingga

regulasi sel-sel darah tidak dapat terjadi. IFN-γ juga memicu produksi

gas NO yang bersifat toksik terhadap sel-sel lain. Selain itu,

peningkatan IL-2 menyebabkan meningkatnya jumlah T sel sehingga

semakin mempercepat terjadinya kerusakan jaringan pada sel


39

5. Manifestasi klinis

anemia aplastik biasanya khas yaitu bertahap ditandai oleh

kelemahan, pucat, sesak napas pada saat latihan, dan manifestasi

anemia lainnya. Apabila granulosit juga terlibat, pasien biasanya

mengalami demam, faringitis akut, atau berbagai bentuk lain sepsis

dan perdarahan. Tanda fisik selain pucat dan perdarahan kulit,

biasanya tidak jelas. Pemeriksaan hitung darah menunjukkan adanya

defisiensi berbagai jenis sel darah (pansitopenia). Sel darah merah

normositik dan normokromik artinya ukuran dan warnanya normal.

Sering, pasien tidak mempunyai temuan fisik yang khas : adenopati

(pembesaran kelenjar) dan hepatosplenomegali (pembesaran hati dan

limpa) (Bakta.2015).

6. Pemeriksaan Penunjang

Kelainan laboratorik yang dapat dijumpai pada anemia aplastik

adalah :

a. Anemia normokromik normositer disertai retikusitopenia

b. Anemia sering berat dengan kadar Hb<7 g/d

c. Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda

dalam darah tepi

d. Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat

e. Sumsum tulang: hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar

secara merata pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum

tulang yang normal dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat


40

menyingkirkan diagnosis anemia aplastik, harus diulangi pada

tempat-tempat yang lain.

f. Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, HbF meningkat.

g. Darah Lengkap: Jumlah masing-masing sel darah (eritrosit,

leukosit, trombosit)

h. Hapusan Darah Tepi: Ditemukan normokromik normositer

Gambar 2.7 Gambaran hapusan darah tepi

i. Pemeriksaan Sumsum Tulang: Aspirasi sumsum tulang biasanya

mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang kosong,

dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel

plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini

lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain daripada

menunjukkan peningkatan elemenelemen ini. Pada kebanyakan

kasus gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah

hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat

ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi


41

megakariosit rendah. International Aplastic Study Group

mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum

tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari

30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.

Gambar 2.8. Gambaran sumsum tulang belakang pada orang

normal (kiri) dan pada anemia aplastik (kanan)

j. Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluorescence In Situ

Hybridization) Sel darah akan diambil dari sumsum tulang,

tujuannya untuk mengetahui jumlah dan jenis sel-sel yang terdapat

di sumsum tulang. Serta untuk mengetahui apakah terdapat

kelainan genetik atau tidak.

k. Tes Fungsi Hati dan Virus Anemia aplastik dapat terjadi pada 2-3

bulan setelah episode akut hepatitis. Tes ini juga dinilai jika

mempertimbangkan dilakukannya bone marrow transplantasion

l. Level Vitamin B-12 dan Folat menyingkirkan anemia megaloblastik

m. Pemeriksaan Radiologis
42

Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk

menegakkan diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya

berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan,

karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal.

Pada pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging)

memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran elemen

seluler dan digantikan oleh jaringan lemak (Ni Made,2016).

7. Evaluasi diagnostik

Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sum-sum tulang,

aspirasi sum-sum tulang sering hanya menghasilkan beberapa tetes

darah. Maka perlu dilakukan biopsi untuk menentukan beratnya

penurunan elemen sum-sum normal dan penggantian oleh lemak.

Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekursor granulosit,

eritrosit, dan trombosit, akibatnya terjadi pansitopenia (defisiensi

semua elemen sel darah) (Betz, 2016).

Kriteria anemia aplastik yang berat

Darah tepi :

a. Granulosit < 500/mm3

b. Trombosit < 20.000/mm3

c. Retikulosit < 1,0%

Sumsum tulang :

a. Hiposeluler < 25
43

8. Penatalaksanaan pengobatan

Adapun Dua metode penanganan yang saat ini sering dilakukan

yaitu (Bakta, 2015) :

a. Transplantasi sum – sum tulang

Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada

pasien anemia aplastik jika memiliki donor yang cocok HLA-nya

(misalnya saudara kembar ataupun saudara kandung). Terapi ini

sangat baik pada pasien yang masih anak-anak. Transplantasi

sumsum tulang ini dapat mencapai angka keberhasilan lebih dari

80% jika memiliki donor yang HLA-nya cocok. Namun angka ini

dapat menurun bila pasien yang mendapat terapi semakin tua.

Artinya, semakin meningkat umur, makin meningkat pula reaksi

penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD

atau graft-versus-host disease. Kondisi pasien akan semakin

memburuk. Dilakukan untuk memberikan persediaan jaringan

hematopoesis yang masih dapat berfungsi. Agar transplantasi

dapat berhasil, diperlukan kemampuan menyesuaikan sel donor

dan resipien serta mencegah komplikasi selama masa

penyembuhan (Bakta, 2015)

b. Terapi imuunosupresif

Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang

menderita anemia aplastik. Terapi ini dilakukan dengan konsumsi

obat-obatan. Obat-obat yang termasuk terapi imunosupresif ini


44

antara lain antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte

globulin (ALG), siklosporin A (CsA) dan Oxymethalone.

Oxymethalon juga memiliki efek samping diantaranya, retensi

garam dan kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak mungkin lagi

melakukan terapi transplantasi sumsum tulang, dapat melakukan

terapi imunosupresif ini. Dengan ATG diberikan untuk

menghentikan fungsi imunologis yang memperpanjang aplasia

sehingga memungkinkan sum – sum tulang mengalami

penyembuhan. ATG diberikan setiap hari melalui kateter vena

sentral selama 7 sampai 10 hari. Pasien yang berespon terhadap

terapi biasanya akan sembuh dalam beberapa minggu sampai 3

bulan, tetapi respon dapat lambat sampai 6 bulan setelah

penanganan. Pasien yang mengalami anemia berat dan ditangani

secara awal selama perjalanan penyakitnya mempunyai

kesempatan terbaik berespon terhadap ATG (Bakta, 2015)

c. Terapi suportif

Berperan sangat penting dalam penatalaksanaan anemia

aplastik. Setiap bahan penyebab harus dihentikan. Pasien disokong

dengan transfusi sel darah merah dan trombosit secukupnya untuk

mengatasi gejala. Selanjutnya pasien tersebut akan

mengembangkan antibodi terhadap antigen sel darah merah minor

dan antigen trombosit, sehingga transfusi tidak lagi mampu

menaikkan jumlah sel. Kematian biasanya disebabkan oleh


45

perdarahan atau infeksi, meskipun antibiotik khusunya yang aktif

terhadap basil gram negatif, telah mengalami kemajuan besar pada

pasien ini (Bakta, 2015)

Pasien dengan lekopenia yang jelas ( penurunan abnormal sel

darah putih) harus dilindungi terhadap kontak dengan orang lain

yang mengalami infeksi. Antibiotik tidak boleh diberikan secara

profilaksis pada pasien dengan kadar netrofil rendah dan abnormal

( netropenia ) karena antibiotik dapat mengakibatkan kegawatan

akibat resistensi bakteri dan jamur (Bakta, 2015).

9. Penatalaksanaan pencegahan

Pencegahan pengobatan yang mengakibatkan anemia aplastik

sangat penting. Karena tidak mungkin meramalkan pasien mana yang

akan mengalami reaksi samping terhadap bahan tertentu, obat yang

potensial toksik hanya boleh digunakan apabila terapi alternatif tidak

tersedia. Pasien yang minum obat toksik dalam jangka waktu lama

harus memahami pentingnya pemeriksaan darah secara periodik dan

mengerti gejala apa yang harus dilaporkan (Bakta, 2015).

Tindakan pencegahan dapat mencakup linkungan yang

dilindungi dan higiene yang baik. Pada perdarahan dan / atau infeksi

perlu dilakukan terapi komponen darah yaitu sel darah merah,

granulosit, trombosit dan antibiotik. Agen – agen perangsang sum-sum

tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoesis. Penderita

anemia aplastik kronik dapat menyesuaikan diri dengan baik dan dapat
46

dipertahankan pada Hb antara 8 dan 9 g dengan transfusi darah yang

periodik (Ani, 2016).

2. Pengkajian sekunder

a. Pemeriksaan fisik

Data dasar pengkajian menurut (Ersila, 2016) :

1. Aktifitas / istirahat

Gejala : letih, lemah, malas, toleransi terhadap latihan

rendah, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih

banyak

Tanda : tachicardia, tachipnea, dispnea jika istirahat atau

bekerja, apatis, lesu, kelemahan otot dan penurunan kekuatan,

atakna, tubuh tidak tegak.

2. Sirkulasi

Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, endokarditis,

palpitasi

Tanda : hipotensi postural, disritmia, abnormalitas EKG,

bunyi jantung murmur, Ekstremitas pucat, dingin,

pucat dan membran mukosa konjunctiva, mulut,

faring, bibir, dan dasar kuku ), pengisian kapilre

lambat, rambut keras (Ersila, 2016)


47

3. Eliminasi

Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal, hematemesis,

feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi,

penurunan haluaran urine.

Tanda : distensi abdomen

4. Makanan dan cairan

Gejala : penurunan masukan, nyeri menelan, mual, muntah,

anoreksia, penurunan berat badan

Tanda : lidah merah, membran mukosa kering, pucat, tangan

kulit kering, stomatitis.

5. Higiene

Tanda & gejala : kurang bertenaga, penampilan tidak rapi

6. Neurosensori

Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinitus,

insomnia, penurunan penglihatan, keseimbangan buruk,

parestesia tangan / kaki, sensasi dingin.

Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur,

apatis, respon lambat dan dangkal, hemoragik retina, epitaksis,

perdarahan dari lubang – lubang koordinasi, ataksia,

penurunan rasa getar (Ersila, 2016)


48

7. Keamanan

Gejala : riwayat pekerjaan terpajang terhadap bahan kimia,

tidak toleran terhadap dingin dan atau, panas penyembuhan

luka buruk, sering infeksi

Tanda : demam, keringat malam, limpadenopati,

petekie, ekhimosis

8. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : kecendrungan keluarga untuk anemia, penggunaan

antikonvulsan, antibiotik, agen kemoterapi, aspirin, obat anti

inflamasi

b. Diagnosa & Intervensi keperawatan (Robbins, 2015)

1) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler

untuk pengiriman oksigen / nutrien ke sel

Tujuan : menunjukkan perfusi adekuat mis : tanda vital stabil,

membran mukosa warna merah jambu, pengisian kapiler baik,

haluaran urine adekuat

Intervensi :

a) Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna

kulit/membran mukosa, dasar kuku R/ memberikan

informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan

dan membantu menentukan kebutuhan intervensi

b) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi


49

R/ meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan

oksigen untuk kebutuhan seluler

c) Selidiki keluhan nyeri dada

R/ iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial /

potensial resiko infark

d) Kaji respon verbal lambat, mudah terangsang, agitasi,

gangguan memori, bingung

R/ dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral

karena hipoksia atau defisiensi vitamin B12

e) Catat keluhan rasa dingin, tubuh hangat sesuai indikasi

R/ vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifer.

Kenyamanan pasien / kebutuhan rasa hangat harus

seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas

berlebihan pencetus vasodilatasi

f) Awasi pemeriksaan laboratorium mis Hb, Ht dan jumlah

SDM, GDA

R/ mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan

/ respon terhadap terapi

g) Berikan SDM darah lengkap/packed, produk darah

sesuai indikasi

R/ meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen,

memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko

perdarahan
50

2) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum, ketidakseimbangan

antara suplai oksigen dan kebutuhan jaringan (Robbins,

2015).

Tujuan : melaporkan peningkatan toleransi aktifitas

Intervensi :

a. Observasi adanya tanda kerja fisik ( takikardi, palpitasi,

takipnea, dispnea, nafas pendek, sesak nafas, pusing,

kunang-kunang, berkeringat )

R/ untuk merencanakan istirahat yang tepat

b. Bantu dalam aktifitas sehari-hari yang memungkinkan

diluar batas toleransi anak

R/ untuk mencegah kelelahan

c. Beri aktifitas bermain pengalihan

R/ meningkatkan istirahat dan tenang tetapi mencegah

kebosanan dan menarik diri

d. Rencanakan aktifitas keperawatan

R/ untuk memberikan istirahat yang cukup

e. Gunakan teknik penghematan energi mis mandi dengan

duduk

R/ mendorong pasien melakukan banyak dengan

membatasi penyimpangan energi dan mencegah

kelemahan
51

f. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila

palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan, atau

pusing

R/ regangan atau stres kardiopulmonal berlebihan/stres

dapat menimbulkan dekompensasi / kegagalan

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d

ketidakadekuatan masukan besi, kegagalan atau

ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrien yang

diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal

(Robbins, 2015).

Tujuan : menunjukkan berat badan stabil dengan nilai

laboratorium normal

Intervensi :

a) Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai

R/ mengidentifikasi defisiensi, nebduga kemungkinan

intervensi

b) Observasi dan catat masukan makanan pasien

R/ mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan

konsumsi makanan

c) Timbang berat badan setiap hari

R/ mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas

intervensi nutrisi

d) Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan/atau

makan diantara waktu makan


52

R/ makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan

meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster

e) Observasi/catat adanya mual/muntah

R/ gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia)

pada organ

f) Berikan dan bantu higiene mulut yang baik sebelum dan

sesudah makan

R/ meningkatkan napsu makan dan pemasukan oral,

menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan

kemungkinan infeksi

g) Berikan obat sesuai indikasi mis vitamin dan suplemen

mineral (vitamin B/C)

R/ kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan

/ atau adanya masukan oral yang buruk dan defisiensi yang

diidentifikasi

4) Resiko infeksi b/d pertahanan sekunder tidak adekuat (

penurunan hemoglobin atau penurunan granulosit ), prosedur

invasif (Robbins, 2015).

Tujuan : mencegah / menurunkan resiko infeksi

Intervensi :

a) Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan

dan pasien

R/ mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bakterial

b) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur/perawatan luka


53

R/ menurunkan resiko kolonisasi/infeksi bakteri

c) Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat

R/ menurunkan resiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi

d) Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardi

dengan atau tanpa demam

R/ adanya proses inflamasi / infeksi membutuhkan

evaluasi/pengobatan

e) Amati eritema/cairan luka

R/ indikator infeksi lokal

f) Berikan antiseptik topikal, antibiotik sistemik

R/ mungkin digunakan secara profilaksis untuk

menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses

infeksi lokal
54

II. TINJAUAN KASUS KELOLAAN

A. Pengkajian keperawata

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG


Jl. Adyaksa No. 5 Telp. (0411) 444133-449574-5058660 Fax. (0411) 4662561-430614
Makassar 90231
e-mail: stikes pnk@yahoo.com. Website:http:/stikespanakkukang.ac.id.

FORMAT IGD

1. Ruangan : IRD BEDAH ANAKTgl : 08/10/2019 jam : 14.08 wita


2. Identitas Pasien
No.RM : 886628
Nama pasien :An. “F”
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl lahir/Umur : 23-04-2015/4 tahun
Alamat : Makassar
Diagnosa Medik: Anemia Aplastik
Cara Datang
√ Datang Sendiri Rujukan Diantar Keluarga
Jika Rujukan : Ya, dari RS Maumere
Transportasi waktu datang :
Ambulance √ Kendaraan Sendiri Kendaraan Umum

PENGKAJIAN PRIMER

Rimary Survey Trauma Score

A. Airway A. Frekuensi Pernapasan


1. Pengkajian jalan napas √ 10-25 4
√ Bebas 25-35 3
Tersumbat >35 2
55

1
Palatum Mole jatuh 0
Sputum (lendir) B. Usaha Bernapas
Darah Normal 1

Benda asing Dangkal 0
a. Resusitasi : Tidak dilakukan C. Tekanan Darah Sistolik
resusitasi >89 mmHg 4

b. Re-evaluasi : Tidak dilakukan 70-89 mmHg 3
resusitasi 50-69 mmHg 2
2. Assement : 1-49 mmHg 1
3. Masalah Keperawatan: 0 0
4. Intervensi/Implementasi : D. Pengisisan Kapiler
5. Evaluasi : --- <2 detik 2

B. Breathing >2 detik 1
Fungsi Pernapasan Tidak ada 0
a. Dada simetris : √ Ya Tidak E. Glasgow Coma Scale (GCS)
b. Sesak Napas : √ Ya 14-15 5

Tidak 11-13 4
c. Respirasi : 30 kali/menit 8-10 3
d. Krepitasi : Ya √ Tidak 5-7 2
e. Suara napas: Vesiculer 3-4 1
Kanan TRAUMA SCROE (A+B+C+D+E) = 4+1+4+2+5

Ada √ Jelas Menurun = 16

Vesikule Stridor
Wheezing Ronchi REAKSI PUPIL
Kanan Ukuran (mm)

Kiri √ Cepat

Ada √ Jelas Menurun Konstriks

Vesikuler Stridor Lambat

Wheezing Ronchi Dilatasi

f. Saturasi O2 : 98% Tak bereaksi


Kiri Ukuran (mm)

56

g. Assement : - Cepat
h. Resusitasi : Tidak dilakukan Konstriks
resusitasi Lambat
i. Re-evaluasi: Tidak dilakukan Dilatasi
resusitasi Tak bereaksi
Masalah Keperawatan : -
Intervensi/Implementasi : -
Evaluasi : -
C. Circulation
Keadaan Sirkulasi
a. Tekanan darah: 100/60mmHg
b. HR : 102 x/menit
Kuat √ Lemah
Reguler Irreguler
c. Suhu axilla : 36.5ºC
d. Temperatur Kulit
Hangat √ panas
dingin
e. Gambaran kulit
1. Sawo matang
2. Kulit lembab
f. Pengisian Kapiler
< 2 detik √ >2 detik
g. Output urine : Tidak ada (Hematuria)
h. Assesment : -
i. Resusitasi : -
j. Re-evaluasi : -
Masalah Keperawatan :ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer
Intervensi/Implementasi : -
Evaluasi : -
57

D. Disabillity
1. Penilaian fungsi neurologis
Alert : Pasien sadar penuh
GCS 15 (E4V5M6)
Verbal response : Ada respon verbal
Pain response :Terdapat respon
nyeri
Unresponsive : Tidak ada
2. Masalah Keperawatan: -
3. Intervensi Keperawatan : -
4. Evaluasi: -

E. Exposure
Penilaian Hipothermia/hyperthermia
Hipothermia : Pasien tidak
hypothermia
Hiperthermia: Pasien tidak
hiperthermia
Masalah Keperawatan :-
Intervensi / Implementasi :
Evaluasi

PENILAIAN NYERI :
Nyeri : Tidak Ya , lokasi : dada kanan Intensitas (0-10) : 6 (skala sedang )
Jenis : Akut Kronis
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10

58

PENGKAJIAN SEKUNDER / SURVEY SEKUNDER

1. RIWAYAT KESEHATAN

a. S : Sign/symptoms (tanda dan gejala)

Pada saat pengkajian ibu pasien mengatakan anaknya

lemah

b. A : Allergies (alergi)

ibu pasien mengatakananaknya tidak memiliki alergi obat

maupun makanan

c. M : Medications (pengobatan)

Riwayat pengobatan pasien tidak pernah mengkonsumsi

obat

d. P : Past medical history (riwayat penyakit)

Pasien sebelumnya pernah dirawat dengan keluhan yang

sama

e. L : Last oral intake (makanan yang dikonsumsi terakhir,

sebelum sakit)

ibu pasien mengatakananaknya terakhir makan nasi dan

minum air putih

f. E : Event prior to the illnesss or injury (kejadian sebelum

injuri/sakit)

ibu pasien mengatakan Sebelum kejadian, pasien

mengalami pucat.
59

2. RIWAYAT DAN MEKANISME TRAUMA (Dikembangkan menurut

OPQRST)

P :Provokatif (penyebab)

Q :Quality (kualitas)

R :Radiation (paparan)

S :Severity ( tingkat keparahan)

T :Timing (waktu)

3. TANDA-TANDA VITAL

Frekunsi Nadi : 102x/ menit

Frekuensi Napas : 30 x/ menit

Tekanan darah : 100 /60 mmHg

Suhu tubuh : 36.5ºC

4. PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)

a. Kepala

1) Kulit kepala :

a) Inspeksi: Kulit kepala tampak bersih

b) Palpasi : Tidak teraba adanya massa dan tidak ada nyeri

tekan

2) Mata

1) Inspeksi: Konjungtiva anemis,skelera tampak jernih, tidak ada

cedera pada kornea, dan pupil isokor.


60

2) Palpasi : Tidak teraba adanya massa

3) Telinga

a) Inspeksi: Simetris kiri dan kanan, tidak tampak adanya

serumen.

b) Palpasi : Tidak teraba adanya massa dan tidak ada nyeri

tekan

4) Hidung

a) Inspeksi: Tampak bersih, tidak ada benjolanpada hidung, dan

tidak

terdapat rinorhea.

b) Palpasi : Tidak teraba adanya massa

5) Mulut dan gigi

Inspeksi : Mukosa mulut tampak lembab dan pucat,gigi

bersih dan tidak terdapat stomatitis.

6) Wajah

Inspeksi : Wajah tampak tenang

b. Leher

Inspeksi : Tidak terdapat pembesaran tonsil, ada distensi vena

jugularis

c. Dada/thoraks

a. Paru-paru ;

1) Inspeksi : Simetris antar kedua lapang paru, ada

penggunaan
61

otot bantu pernapasan, frekuensi napas : 30

x/menit.

2) Palpasi :Ada nyeri di dada kanan

3) Perkusi :Dada kiri sonor, dada kanan Redup

4) Auskultasi : Suara napas teratur (vesicular), dan tidak ada

suara

napas tambahan.

b. Jantung

1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

2) Palpasi :-

3) Perkusi :Suara pekak, batas atas intekostal 3 kiri, batas

kanan

linea paasteral kanan, batas kiri linea mid

clavicularis

kiri, batas bawah intercostals 6 kiri

4) Auskultasi :Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising tidak

ada.

d. Abdomen

a. Inspeksi : Tampak ada luka pada abdomen

b. Auskultasi : Peristalti usus 12 x/menit.

c. Palpasi : tidak ada nyeri tekan

e. Pelvis

1) Inspeksi : Simetris kiri dan kanan

2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan


62

f. Perineum dan rectum

Inspeksi :-

g. Genitalia

1) Inspeksi : Tidak dikaji

2) Palpasi : Tidak dikaji

h. Ekstremitas

a. Status sirkulasi : Pengisian kapiler pada ektermitas

1) Kanan bawah pengisian kapiler >2 detik

2) Kiri bawah pengisian kapiler >2 detik

3) Kanan atas pengisian kapiler >2 detik

4) Kiri atas pengisian kapiler >detik

i. Neurologis

Fungsi sensorik : Pasien dapat merasakan stimulus berupa

sentuhan

ringan pada anggota tubuh.

Fungsi Motorik : Pasien dapat mengangkat kedua kakinya dan

tangannya

Dan mampu menahan dorongan. Kekuatan otot

5 5

5 5
63

5. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Date 08/10/2019

Table 2.1
Jenis Hasil Nilai Rujukan Satuan
Pemeriksaan
Hematologi
WBC 39.9 4.00-10.0 10^3/uL
RBC 2.47 4.00-6.00 10^6/uL
HGB 7.2 12.0-16.0 g/dL
HCT 22 37.0-48.0 %
MCV 88 80.0-97.0 fL
MCH 29 26.5-33.5 pg
MCHC 33 31.5-35.0 g/dL
PLT 19 150–400 10^3/uL
RDW-CV 12.5 10.0-15.0 fL
PDW 30.3 10.0-18.0
MPV 9.7 6.50-11.0 fL
PCT 0.02 0.15-0.50 %
NEUT 1.00 52.0-75.0 %
LYMPH 65.8 20.0-40.0 %
MONO 27.9 20.0-8.00 10^3/Ul
EO 0.0 1.00-3.00 10^3/uL
BASO 2.11 0.00-0.10
LED I 10^3/uL
(L< 10, P<20)
LED jam II Mm
64

6. PENGOBATAN
1) IVFD dextrose 5% 16tpm

ANALISA DATA

Data Masalah Keperawatan

DS :

a. Ibu klien mengatakan anaknya

lemah Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

b. Ibu klien mengatakan berhubungan dengan penurunan

mengatakan anaknya pusing komponen seluler untuk pengiriman

DO : oksigen

a. Tampak lemah

b. Waktu pemgisian kapiler > 2

detik

c. Warna kulit pucat

Faktor resiko : Resiko perdarahan berhubungan dengan

a. PLT : 1900 penyakit (anemia aplastik), peningkatan

trombositopenia
65

DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnose keperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

komponen seluler untuk pengiriman oksigen

2. Resiko perdarahan berhubungan dengan penyakit (anemia aplastik),

peningkatan trombositopenia
66

Table 2.2 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

NO Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) INtervensi Keperawatan (NIC)

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan setelah di lakukan tindakan keperawaatan a. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler,

perifer berhubungan dengan selama 6 jam di harapkan warna kulit/membran mukosa, dasar kuku

penurunan komponen seluler untuk a. Tanda-tanda vital stabil b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai

pengiriman oksigen b. Membran mukosa berwarna merah muda toleransi

DS : c. Pengisian kapiler refil <2-3 detik c. Berikan transfusi darah lengkap/packed

a. Ibu klien mengatakan anaknya d. Tidak ada sianosis sesuai indikasi

lemah d. Observasi hasil pemeriksaan laboratorium

b. Ibu klien mengatakan mengatakan darah lengkap

anaknya pusing

DO :

1. Tampak lemah
67

2. Waktu pemgisian kapiler > 2 detik

3. Warna kulit pucat

2. Resiko perdarahan berhubungan dengan Tujuan : setelah dilakukan tindakan a. Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti

penyakit (anemia aplastik), peningkatan keperawatan selama 6 jam perawat perdarahan atau hemoragi

trombositopenia meminimalkan perdarahan dan mencegah b. Pantau hasil lab berhubungan dengan

Faktor resiko : komplikasi perdarahan, dengan kriteria hasil: perdarahan

PLT : 1900 a. Nilai Ht dan Hb berada dalam batas c. Lindungi pasien terhadap cidera dan

normal (10-11 gr %) terjatuh

b. Klien tidak mengalami episode d. Siapkan pasien secara fisik dan

perdarahan psikologis untuk menjalani bentuk terapi

c. Tanda-tanda vital berada dalam batas lain jika diperlukan

normal (RR = 12-20 x/menit, nadi =

60-100 x menit, TD dalam batas

normal 120/80 mmHg).


68

IMPLEMENTASI DAN CATATAN PERKEMBANGAN

Diagnosis Keperawatan Hari / Implementasi dan Hasil Evaluasi

Tanggal

Ketidakefektifan perfusi Selasa, a. Memantau tanda vital, kaji pengisian Selasa, 08/10/201914.20 wita

jaringan perifer 08/10/201 kapiler, warna kulit/membran S:

berhubungan dengan 9 mukosa, dasar kuku a. Ibu klien mengatakan anaknya pasien

penurunan komponen 14.20 Hasil : tampak pucat

seluler untuk pengiriman 1. Vital sign : b. Ibu klien mengatakan anaknya masih

oksigen HR : 102x/ menit pusing

DS : RR : 30 x/ menit O:

1. Ibu klien mengatakan BP : 100 /60 a) pasien masih tampak lemah

anaknya lemah S : 36.5ºC b) pasien tampak pucat


69

2. Ibu klien mengatakan 2. Membran mukosa pucat A : masalah belum teratasi

mengatakan anaknya Crt > 2 detik P : lanjutkan intervensi

pusing 3. Menggikan kepala tempat tidur a. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler,

DO : sesuai toleransi warna kulit/membran mukosa, dasar kuku

1. Tampak lemah 14.25 Hasil : paasien diberikan posisi b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai

2. Waktu pemgisian head up 30’ toleransi

kapiler > 2 detik 4. Membberikan transfusi darah c. Berikan transfusi darah lengkap/packed

3. Warna kulit pucat lengkap/packed sesuai indikasi sesuai indikasi

Hasil : pasien rencana akan d. Observasi hasil pemeriksaan laboratorium

ditransfusi darah lengkap

5. Mengobservasi hasil pemeriksaan

laboratorium darah lengkap

Resiko perdarahan 14.15 a. mengkaji pasien untuk menemukan Selasa, 08/10/2019 14.15wita

berhubungan dengan bukti-bukti perdarahan atau hemoragi S :-


70

penyakit (anemia aplastik), Hasil : terdapat ruam pada tungkai O :

peningkatan trombositopenia bawah PLT 1900

Faktor resiko : b. memantau hasil lab berhubungan A : resiko perdarahan

- PLT : 1900 14.25 dengan perdarahan a. P : Kaji pasien untuk menemukan bukti-

Hasil : PLT : 1900 bukti perdarahan atau hemoragi

c. melindungi pasien terhadap cidera b. Pantau hasil lab berhubungan dengan

14.35 dan terjatuh perdarahan

hasil : bed pasien dipasangi c. Lindungi pasien terhadap cidera dan

pengaman terjatuh

d. menyiapkan pasien secara fisik dan d. Siapkan pasien secara fisik dan psikologis

psikologis untuk menjalani bentuk untuk menjalani bentuk terapi lain jika

terapi lain jika diperluka diperlukan


71

BAB III

PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini akan di kemukakan kesenjangan yang ada

di antara teori-teori dan kasus serta penerapan asuhan keperawatan pada

klien dengan anemia aplastik di ruangan IGD Anak di RSUP Dr. wahidin

sudirohusodo. Untuk memudahkan dalam memahami kesenjangan yang

terjadi.

A. Pengkajian

Anemia aplastik adalah suatu kelainan yang ditandai oleh

pansitopenia pada darah tepi dan penurunan selularitas sumsum

tulang. Anemia aplastik merupakan keadaan yang disebabkan

berkurangnya sel darah dalam tepi, akibat terhentinya pembentukan

sel hemopoetik dalam sum-sum tulang (Ani, 2016).

menurut (ketut suega,2014) Pada penderita anemia aplastik

dapat ditemukan tiga gejala utama yaitu: anemia, trombositopenia, dan

leukopenia. Ketiga gejala ini dapat disertai dengan gejala-gejala lain

yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut yaitu, anemia biasanya

ditandai dengan pucat, mudah lelah, dan lemah. Trombositopenia,

misalnya perdarahan pada gusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan lain-

lain. Dan leukopenia ataupun granulositopenia, misalnya infeksi. Selain

itu, hepatosplenomegali dan limfadenopati juga dapat ditemukan pada

penderita anemia aplastik ini meski sangat jarang

71
72

Data yang didapat saat pengkajian adalah: data subjektif yaitu

Ibu pasien mengatakan anaknya lemas dan pusing. Data objektif yaitu

pasien tampak pucat dan lemah, pemeriksaan tanda-tanda vital (TD :

100/60 mmHg, N : 102 x/I, P : 30 x/I, S : 36,5oc). Data yang

menunjang juga dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil

HGB 7 dan PLT 1900 peningkatan jumlah trombosit tinggi dapat terjadi

karena adanya trombositemia esensial, atau kelainan atau penyakit

sumsum tulang yang merangsang pembentukan trombosit secara

berlebihan di sumsum tulang. Hal ini di dukung oleh teori yang

didapatkan yang mengatakan bahwa pasien dengan anemia aplastik

akan mengalami tanda dan gejala yaitu: pucat dan lemah yang

dirasakan terus menerus serta didukung oleh hasil pemeriksaan

penunjang yaitu hasil laboratorium akan peningkatan jumlah trombosit

tinggi dapat terjadi karena adanya trombositemia esensial, atau

kelainan atau penyakit sumsum tulang yang merangsang

pembentukan trombosit secara berlebihan di sumsum tulang

Terjadi kesamaan antara hasil pengkajian dengan kasus

dimana pada teori juga dilakukan wawancara, observasi, mengkaji,

melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Pada teori juga didapatkan pasien mengalami tanda dan gejala yaitu :

Pucat, dan lemah sedangkan pada kasus juga ditemukan pada pasien

pucat dan lemah


73

berdasarkan dari hasil pengkajian yang telah dilakukan,

didapatkan tanda dan gejala yang sesuai dengan yang tidak sesuai

pada konsep teori, diantaranya yaitu :

1. Lemah

Data ini ditemukan tidak terdapat kesenjangan pada teori

dan dalam kasus An.F, karena tubuh klien lemah. Hal ini

ditunjukkan pada saat dikaji klien tampak lemah, disebabkan

karena sel darah merah yang sangat berperang penting dalam

tubuh yakni, sebagai media atau alat pengantar zat gizi terutama

oksigen. oksigen sangat dibutuhkan untuk proses fisiologis san

biokimia pada seluruh tubuh, pasokan oksigen dan sel darah merah

yang kurang akan membuat seseorang mengalami anemia dan

timbullah respon fisiologis pada tubuh.

2. Pucat

Data ini tidak terdapat kesenjangan pada teori dan dalam

kasus An.F, karena klien pucat. Hal ini ditunjukkan pada saat dikaji

klien tampak pucat, disebabkan karena darah merupakan cairan

ekstra sel yang berfungsi mengambil O2 dari paru-paru, apabila sel

darah yang kurang akan mengakibatkan oksigen kejaringan

berkurang

3. Capillary reffil time lambat

Data ini ditemukan tidak terdapat kesenjangan pada teori

dan dalam kasus An.F karena klien Capillary reffil time lambat. Hal
74

ini ditunjukkan pada saat dikaji klien tampak Capillary reffil time

lambat lebih dari 2 detik, disebabkan karena sel darah dan oksigen

kejaringan kurang.

4. Epitaksis, petekie,ecimosis

Data ini ditemukan terdapat kesenjangan pada teori dan

dalam kasus An.F karena tidak terdapat pada saat dikaji Epitaksis,

petekie,ecimosis pada klien, hal ini disebabkan tidak terjadi

trombositopenia sehingga tidak mudah terjadi perdarahan dimana

darah kenyal dan tidak mudah rapuh.

5. Hemoglobin dan lekuosit menurun

Data ini ditemukan tidak terdapat kesenjangan pada teori

dan dalam kasus An.F, karena hasil laboratorium terdapat (Hb : 7

gr, leukosit : 2.47). Hal ini disebabkan oleh kegagalan produksi di

sumsum tulang sehingga mengakibatkan penurunan komponen

selular pada darah tepi yaitu berupa keadaan pensitopenia.

B. Diagnosa

Menurut Robbins, 2015, teori diagnosa keperawatan yang

dapat ditegakkan pada klien dengan diagnosa medik anemia aplsatik

ada 4 yaitu :

5) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler

untuk pengiriman oksigen / nutrien ke sel

6) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum, ketidakseimbangan

antara suplai oksigen dan kebutuhan jaringan


75

7) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakadekuatan

masukan besi, kegagalan atau ketidakmampuan mencerna

makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan

sel darah merah normal

8) Resiko infeksi b/d pertahanan sekunder tidak adekuat (

penurunan hemoglobin atau penurunan granulosit ), prosedur

invasif

Sedangkan diagnose keperawatan yang penulis dapatkan

pada An.F Dengan diagnose medic anemia aplastik yaitu :

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan komponen seluler untuk pengiriman oksigen

2. Resiko perdarahan berhubungan dengan penyakit (anemia

aplastik), peningkatan trombositopenia

Menurut Robbins (2015) Diagnose keperawatan yang

terdapat dalam teori tapi tidak didapat dalam kasus yaitu :

1) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum, ketidakseimbangan

antara suplai oksigen dan kebutuhan jaringan

Diagnose ini terdapat pada teori namun tidak ada pada kasus

karena tidak ada data yang menunjang dalam batas

karakteristik menurut NANDA 2018/2020 untuk mengangkat

diagnose intoleransi aktivitas

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakadekuatan

masukan besi, kegagalan atau ketidakmampuan mencerna


76

makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan

sel darah merah normal.

Diagnose ini terdapat pada teori namun tidak ada pada kasus

karena tidak ada data yang menunjang dalam batas

karakteristik menurut NANDA 2018/2020 untuk mengangkat

diagnose Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

3) Resiko infeksi b/d pertahanan sekunder tidak adekuat (

penurunan hemoglobin atau penurunan granulosit ), prosedur

invasif.

Diagnose ini terdapat pada teori namun tidak ada pada kasus

karena tidak ada data yang menunjang dalam batas

karakteristik menurut NANDA 2018/2020 untuk mengangkat

diagnose Resiko infeksi.

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN (INTERVENSI)

Dari kedua diagnose keperawatan yang ditemukan kemudian

dibuatan perencanaan keperawatan (intervensi) sebagai tindakan

pemecah masalah keperawatan dimana penulis membuat rencana

keperawatan berdasarkan diagnose keperawatan kemudian

menetapkan tujuan, selanjutnya menentukan tindakan yang tepat.

Pada pelaksanaan keperawatan pada anemia aplastik ada dua

diagnose keperawatan dengan intervensi yang dilakukan , sudah

dilaksanakan pada kasus nyata namun demikian di sesuaikan dengan

konsep teori dan masalah yang ada yaitu


77

1. perifer berhubungan dengan penurunan komponen seluler untuk

pengiriman oksigen

a. Intervensi menurut teori

- Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna

kulit/membran mukosa, dasar Tinggikan kepala tempat tidur

sesuai toleransi

- Selidiki keluhan nyeri dada

- Kaji respon verbal lambat, mudah terangsang, agitasi,

gangguan memori, bingung

- Catat keluhan rasa dingin, tubuh hangat sesuai indikasi

- Awasi pemeriksaan laboratorium mis Hb, Ht dan jumlah

SDM, GDA

- Berikan SDM darah lengkap/packed, produk darah sesuai

indikasi

b. Intervensi menurut kasus nyata

- Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna

kulit/membran mukosa, dasar kuku

- Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi

- Berikan transfusi darah lengkap/packed sesuai indikasi

- Observasi hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap

2. Resiko perdarahan berhubungan dengan penyakit (anemia

aplastik), peningkatan trombositopenia

a. Intervensi menurut teori


78

b. Intervensi menurut kasus nyata

- Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau

hemoragi

- Pantau hasil lab berhubungan dengan perdarahan

- Lindungi pasien terhadap cidera dan terjatuh

- Siapkan pasien secara fisik dan psikologis untuk

menjalani bentuk terapi lain jika diperlukan

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Implementasi yang dilakukan berdasarkan perencanaan

sebelumnya, semua yang telah direncanakan harus dilakukan

diimplmentasi .Setelah dilakukan tindakan tersebut jangan lupa melihat

respon pasien baik dari data subyektif maupun data objektif. Tindakan

semua telah dilakukan dan melihat respon atau kondisi pasien secara

umum atau biasa disebut evaluasi. Apabila masalah hanya teratasi

sebagian, intervensi bisa dilanjutkan atau dimodifikasi. Apabila

masalah sudah teratasi, intervensi dipertahankan atau dihentikan.

Implementasi Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yaitu

memantau tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran

mukosa, dasar kuku, Meniggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi,

Membberikan transfusi darah lengkap/packed sesuai indikasi,

Mengobservasi hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap,

(NANDA, 2018/2020). intervensi yang ditegakan pada kasus hanya 4


79

intervensi hal ini disebabkan karena disesuaikan dengan kondisi

pasien pada saat ini.

Implementasi diagnosa resiko perdarahan yaitu mengkaji

pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau hemoragi,

memantau hasil lab berhubungan dengan perdarahan PLT : 1900,

melindungi pasien terhadap cidera dan terjatuh, menyiapkan pasien

secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk terapi lain jika

diperlukan, memonitor TTV, , dan kolaborasi pemberian obat. Evaluasi

yang didapatkan data subjektif pasien masih lemas , data objektif

pasien Nampak pucat, dengan demikian masalah keperawatan

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer pasien belum teratasi sehingga

intervensi di lanjutkan.

Implementasi Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yaitu

melakukan pengkajian yaitu Memantau tanda vital, kaji pengisian

kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku, Meniggikan kepala

tempat tidur sesuai toleransi, Membberikan transfusi darah

lengkap/packed sesuai indikasi , Mengobservasi hasil pemeriksaan

laboratorium darah lengkap serta kolaborasi pemberian therapy

analgesic. (NANDA, 2018/2020).

Evaluasi didapatkan data subjektif ibu pasien mengatakan

anaknya masih pucat dan masih pusing. Data objektif pasien masih

tampak lemah, pasien tampak pucat, TTV :TD : 100/60 mmHg, N : 102

x/I, P : 30 x/I, S : 36,5oc, Di dapatkan hasil pengkajian pasien rencana


80

transfusi darah HGB 7 , dan hasil labolatorium PLT 1900, sehingga

masalah belum teratasi, perencanaan intervensi dilanjutkan


81

BAB IV

PENUTUP

Setelah penulis membahas tentang “ Asuhan Keperawatan

pada pasien An. F dengan Diagnosa Anemia Aplastik Diruangan IGD

ANAK RSUP Dr. Wahidin Sudiro Husodo Makassar. Maka pada bab

ini penulis mencoba menarik kesimpulan dan mengajukan saran-saran.

A. Kesimpulan .

Berdasarkan pembahasan yang telah di temukan penulis

dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

Setelah melakukan pengkajian keperawatan di dapatkan

data sebagai berikut : data subjektif yaitu ibu Ibu klien mengatakan

anaknya lemah , Ibu klien mengatakan mengatakan anaknya

pusing .Data objektif yaitu Tampak lemah, Waktu pemgisian kapiler

> 2 detik ,Warna kulit pucat pemeriksaan tanda-tanda vital (TD :

100/60 mmHg, N : 102 x/I, P : 30 x/I, S : 36,5oc). Data yang

menunjang juga dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan

hasil terjadi peningkatan sel darah putih PLT : 1900

Setelah didapatkan data melalui pengkajian keperawatan

maka di dapatkan masalah keperawatan yaitu :

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan komponen seluler untuk pengiriman oksigen

81
82

2. Resiko perdarahan berhubungan dengan penyakit (anemia

aplastik), peningkatan trombositopenia

Perencanaan keperawatan yang angkat pada An.F

dengan Anemia Aplastik yaitu : perencanaan keperawatan

diagnosa Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yaitu

memantau Tanda-tanda vital stabil, Membran mukosa berwarna

merah muda, Tidak ada sianosis. Perencanaan keperawatan

diagnosa resiko perdarahan yaitu monitor TTV, Nilai Ht dan Hb

berada dalam batas normal (10-11 gr %), Klien tidak mengalami

episode perdarahan , monitor hasil laboratorium dan kolaborasi

pemberian farmakologi Perencanaan diagnosa Ketidakefektifan

perfusi jaringan(NANDA, 2018/2020). perifer yaitu melakukan

pengkajian Tanda-tanda vital stabil, Membran mukosa berwarna

merah muda, Tidak ada sianosis, serta kolaborasi pemberian

farmakologi (NANDA, 2018/2020).

Implementasi keparawatan dilakukan selama 4 jam

dimulai dari pertama masuk rumah sakit, implementasi dapat

dilakukan dengan baik dimana hal ini didukung oleh kondisi

pasien, peran serta keluarga pasien selama dilakukan

implementasi keperawatan.

Evaluasi selama kurang lebih 6 jam implementasi yang

dilakukan dan diberikan kepada pasien, maka masalah

keperawatan belum teratasi meliputi Ketidakefektifan perfusi


83

jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen

seluler untuk pengiriman oksigen dan Resiko perdarahan.

B. SARAN

Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan maka

penulis mengemukakan saran yang mungkin bermanfaat untuk

penanganan khususnya terhadap pasien dengan gangguan system

Hematologi Anemia Aplastik sebagai berikut

1. Bagi Pendidikan

Diharapkan berperan serta dalam peningkatan kualitas

perawat dengan cara menyediakan akses yang mudah bagi

perawat untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang sesuai

dengan perkembangan untuk mengatasi masalah.

2. Bagi Rumah Sakit

Seorang perawat perlu memperhatikan kondisi pasien

secara komperhensif, tidak hanya fisik tetapi semua aspek

manusia sebagai satu kesatuan yang utuh yang meliputi bio-

psiko-sosial-kultural-spiritual.

3. Bagi Klien/Keluarga Klien

Diharapkan tetap memperhatikan pengobatan yang

dijalaninya agar tidak mengalami hal yang tidak diinginkan.Dan

tetap mencari informasi yang mendukung kesembuhannya.


84

4. Bagi Penulis

Diharapkan dapat memperluas ilmu dan pengetahuannya

tentang asuhan keperawaratan kegawatdaruratan pada

system Hematologi khususnya pada kasus Anemia Aplastik.


85
86
87

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama Lengkap : Sulmi Sofyang, S.Kep

Tempat Dan Tanggal Lahir : Tampabulu , 23 april 1995

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Pernikahan : Belum Menikah

Alamat : manuruki 12

No Hp : 085341515702

Alamat E-Mail : sulmisofyang95@gmail.com

Pendidikan :

SD : SD Negeri 104 Bombana Tahun 2002 - 2007

SLTP : SMP Negeri 13 Bombana Tahun 2007 - 2010

SLTA : SMA Negeri 1 Poleang Tahun 2010 - 2013

S.1 Keperawatan : STIKES Yapika Makassar Tahun 2015 - 2017

Makassar, 26 Januari 2019

Sulmi sofyang,S.kep

Anda mungkin juga menyukai