MAKASSAR
Disusun oleh :
18.04.005
MAKASSAR
Disusun oleh :
18.04.005
i
ii
ii
iii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
yang sangat berguna dan bermanfaat baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan yang baik ini dengan kesungguhan
setulus-tulusnya kepada :
2. Ibu St. Syamsiah, SKp., M.Kes Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Panakukkang Makassar
iv
v
7. Keluarga besar Program Studi Ners baik dari tim dosen maupun
Panakukkang Makassa
penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
masukan baik berupa saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca akan sangat membantu. Semoga Karya Ilmiah Akhir ini bisa
v
vi
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
a. Pengertian .............................................................. 16
c. Klasifikasi ................................................................29
d. Etiologi .................................................................... 34
e. Patofisiologi ..............................................................37
vi
vii
h. Evaluasi .................................................................. 42
1. Pengkajian ................................................................... 58
A. Pengkajian ....................................................................... 70
B. Diagnosa keperawatan..................................................... 73
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 80
B. Saran ............................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 85
DAFTAR TABEL
vii
Halaman
viii
ix
DAFTAR GAMBAR
Hal
ix
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
hidup, sehingga diperlukan kerjasama tim medis, pasien, serta keluarga dan
dunia tergolong jarang, berkisar 2-6 kasus per 1 juta penduduk pada negara-
negara Eropa. Namun di Asia dikatakan bahwa insiden penyakit ini lebih
besar yaitu berkisar 6-14 kasus per 1 juta penduduk. Anemia Aplastik dapat
terjadi pada semua golongan usia, serta dapat diturunkan secara genetik
golongan umur 20-25 tahun, sedangkan jumlah tertinggi kedua berada pada
golongan usia diatas 60 tahun. Rasio anemia aplastik pada pria dan wanita
adalah 1:1,
namun perjalanan penyakit serta manifestasi klinis pada pria lebih berat
dan sering fatal, ditan- dai oleh kegagalan sel prekursor hematopoi- etik
yaitu hemoglobin (Hb) dalam darah jumlahnya kurang dari kadar normal.
Remaja putri memiliki risiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita anemia
anemia juga dapat dilakukan dengan mengukur hematokrit (Ht) yang rata-rata
setara dengan tiga kali kadar hemoglobin. Batas kadar Hb remaja putri untuk
(Tarwoto,dkk,2015).
sedang hingga berat dilaporkan pada 33,33% dan 57,14% kasus masing-
masing dari utara distrik Bengal Barat. Salah satu pusat di India juga
negara Asia jauh lebih tinggi dari pada yang dilaporkan dari Barat. Menurut
kriteria morfologi standar. Istilah anemia aplastik moderat lebih umum di Asia,
satu MDS masa kanak-kanak yang diusulkan dari European Working Group
Angka kejadian di Asia termasuk Cina, Jepang, Thailand dan India lebih
tinggi dibandingkan dengan Eropa dan Amenika Serikat. Insidens penyakit ini
Eropa dan Israel awal tahun 1980 mendapatkan 2 kasus tiap 1 juta populasi.
dari beberapa data menunjukkan laki-laki sedikit Iebih sering terkena anemia
awitan klinis pertama terjadi pada usia 1,5 sampai 22 tahun, dengan rerata 6-
remaja dan ibu hamil. Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih cukup
kerusakan pada sel induk (seed theory), kerusakan lingkungan mikro (soil
ini terjadi melalui berbagai faktor (multi faktorial) yaitu: familial (herediter),
oleh obato batan, bahan kimia, radiasi ion, infeksi, dan kelainan imunologis.
neutrofil lebih rendah dari 2000 x 106 liter. Manifestasi neutrope- nia
dalam rongga mulut berupa ulser nekrotik dengan dasar putih atau keabu-
ifestasi oral yang sering terjadi pada kondisi trombositopenia yaitu adanya
satu atau lebih petekie hemoragik serta perdarahan spontan pada gingival
(Kriatina,2019).
sel punca, terapi imun- osupresif (IST) dan perawatan suportif. IST
yang sering digunakan dengan keberhasilan seki- tar 50-60%. Namun CsA
tulang dan anemia aplastik. Efek buruk dari pengobatan mielosupresif adalah
heterogen, oleh karena itu perjalanan infeksi dan hasil akhir tergantung pada
faktor individu pasien seperti Menurut European Society for Medica Oncology
posttrans plantasi sumsum tulang dan anemia aplastik. Efek buruk dari
terhadap infeksi dari bakteri dan jamur. Insiden FN bervariasi antara 10% dan
pasien FN bersifat heterogen, oleh karena itu perjalanan infeksi dan hasil
akhir tergantung pada faktor individu pasien seperti usia, jenis kelamin,
stadium tumor dan riwayat rawat inap sebelumnya (Hery Aprijadi, 2019).
7
transkripsi gen dan masuk ke dalam siklus sel. IFN-γ juga menginduksi
pembentukan nitric oxide synthase (NOS), dan produksi gas toksik nitric
(Isyanto,2015).
tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak
dimana terjadinya kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan
Anemia aplastik paling sering terjadi pada usia 15 dan 25 tahun dan
ada puncak kedua yang lebih kecil pada kasus anemia aplastik setelah umur
60 tahun. Dimana usia rerata dalam penelitian Park Bum Yong antara lain
38,0 ± 15,6 tahun pada pasien dewasa dengan anemia aplastik. Sebagian
besar penyebab kasus dari anemia aplastik ini bersifat idiopatik dan dari
Insiden anemia aplastik di asia timur adalah 4-6 per juta, yang lebih
tinggi dari 2 per juta di negara-negara barat. Tingkat kejadian anemia aplastik
8
di negara Amerika dan Eropa sekitar 0,23 per 100.000 penduduk, per tahun.
Tingkat kejadian di Asia adalah 0,39 - 0,5 per 100.000. Yang kira-kira dua
aplastic anemia (SAA) dan very severe aplastic anemia (VSAA). Dimana
severe aplastic anemia (SAA) dan very severe aplastic anemia (VSAA).3
pasien dengan jumlah selularitas sumsum tulang kurang dari 25% dan nilai-
nilai yang sangat rendah untuk setidaknya dua dari tiga garis keturunan
retikulosit < 1%) yang didefinisikan memiliki anemia aplastik berat (ketut
suega,2014).
yaitu, anemia biasanya ditandai dengan pucat, mudah lelah, dan lemah.
ditemukan pada penderita anemia aplastik ini meski sangat jarang terjadi
(ketut suega,2014).
9
(ATG) dan siklosporin A (CsA) untuk menghasilkan hasil yang sangat baik
pada anemia aplastik. Dimana severe aplastic anemia (SAA) atau non-severe
aplastic anemia (SAA) dikaitkan dengan tingkat kematian yang tinggi, dengan
dalam kombinasi dengan siklosporin A (CsA) telah mencapai lebih dari 60%.
dengan tingkat kelangsungan hidup 11 tahun dari 58%. Ada juga laporan
serupa untuk di China. Misalnya, efek terapi yang sangat baik telah dicapai di
Tianjintapi. Tidak ada hasil terapi yang sama telah dilaporkan untuk di
kasus dari tahun ke tahun khususnya di daerah Bali. Maka dari itu, perlu
(ketut suega,2014).
kematian ibu hamil. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah tertinggi
10
angka kematian ibu sebesar 75% antara tahun 1990 dan 2015 (WHO, 2015).
melahirkan bayi dengan berat badan rendah (kurang dari 2,5 kg). Selain itu,
anemia dapat mengakibatkan kematian baik pada ibu maupun bayi pada
Indonesia yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar
26,4% dan 18,4% penderita berumur 15-24 tahun (KemenkesRI, 2014). Data
prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar 50,5%, ibu
nifas sebesar 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia
19-45 tahun sebesar 39,5%. Wanita mempunyai risiko terkena anemia paling
anemia di Jawa Tengah pada tahun 2013 mencapai 57,1%. Anemia pada
Kabupaten Sukoharjo didapatkan anemia pada balita umur 0-5 tahun sebesar
40,5%, usia sekolah sebesar 26,5%, Wanita Usia Subur (WUS) sebesar
39,5%, pada ibu hamil sebesar 43,5% (Dinkes Prov. Jateng, 2014).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
Makassar.
Sudirohusodo Makassar.
12
Sudirohusodo Makassar.
C. Manfaat penulisan
a. Bagi pendidikan
menangani Anemia.
d. Bagi penulis
D. Sistematika penulisan
a. Tempat
Sulawesi Selatan.
b. Waktu
Oktober 2019
laboratorium.
15
BAB II
I. TINJAUAN TEORI
(Robbins, 2015).
15
16
a) Anatomi darah
kira 1/13 dari berat badan atau sekitar 4-5 liter. Jumlah darah
b) Fungsi Darah
tubuh
seluruh tubuh
ekskresi
c) Komposisi Darah
1) Air : 91%
d) Bagian-bagian Darah
1. Plasma Darah
e) Plasma Darah
Di dalamnya terkandung
benang-benang fibrin /
a. Air : 91%
c. Komponen lainya
e. Hormon, Antibody.0,1%
21
Berupa cakram
kubik. Dalam setiap millimeter kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah.
terbentuk dari asam amino. Mereka juga memerlukan zat besi, sehingga
zat besi.
dalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih dan tak
beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa dan dari
membentuk berbagai jenis sel darah. Sel-sel ini akan terus menerus
Dengan rangsangan yang sesuai maka dari sel-sel stem ini dapat
16 sel-sel darah merah yang matur. Sel-sel baru dari generasi pertama ini
disebut sebagai basofil eritroblas sebab dapat di cat dengan zat warna
basa; dan sel-sel ini pada saat ini akan mengumpulkan sedikit sekali
lagi hemoglobin dan sel-sel ini lalu disebut sebagai ortokromatik eritroblas
hemoglobin. Akhirnya, bila sitoplasma dari sel-sel ini sudah dipenuhi oleh
memadat sampai ukurannya menjadi kecil dan terdorong dari sel. Pada
tahap ini sel tersebut disebut sebagai retikulosit oleh karena masih
23
retikulosit ini sel-sel tersebut akan berjalan masuk ke dalam darah kapiler
normalnya akan menghilang dalam waktu satu sampai dua hari dan sel
ini lalu disebut sebagai eritrosit matur. Oleh karena waktu hidup eritrosit
merah dalam darah itu pada keadaan normal jumlahnya kurang dari 1%.
jumlah rata-rata sel-sel darah merah per millimeter kubik adalah 5.200.000
Jumlah sel-sel darah merah ini bervariasi pada kedua jenis kelamin dan
pada perbedaan umur, pada ketinggian tempat seseorang itu tinggal akan
paru.
24
darah.
Eritroposis
oleh kerja dari faktor ginjal pada globulin plasma. Hormone ini
25
sel darah merah dalam sirkulasi yang mencapai nilai diatas normal
hipoksia, dan kenaikan jumlah sel darah merah yang beredar adalah
larutan dengan tekanan osmotic yang lebih tinggi dari tekanan osmotik
plasma. Pada larutan yang tekanan osmotiknya lebih rendah sel darah
hemolisis larut dalam plasma, member warna merah pada plasma. Bila
dimasukkan dalam larutan NaCl 0,48% dan pada larutan NaCl 0,33%
Sel darah merah juga dapat dilisiskan oleh obat-obatan dan infeksi.
2.6 Rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari
tulang. Sel ini berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan
antibiotika.
fungsi :
nanah.
agranulosit.
3. Klasifikasi anemia
meliputi:
29
1. Anemia aplastic
Penyebab:
a) agen neoplastik/sitoplastik
b) terapi radiasi
c) antibiotic tertentu
fenilbutason
e) benzene
tulang
deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler
Pansitopenia
Anemia aplastik
30
berikiut :
Penyebab:
31
hamil, menstruasi
gangguan eritropoesis
Gejala-gejalanya:
5. Anemia megaloblastik
32
Penyebab:
(Ani, 2016) :
d) Proses autoimun
e) Reaksi transfusi
f) Malaria
Anemia hemolisis
g/dL
34
jiwa)
< 6.5 g/dL
3. Etiologi
a. Faktor genetik
1) Anemia fanconi
2) Diskeratosis bawaan
5) Sindrom Pearson
b. Zat Kimia
c. Obat-obatan
diduga sebelumnya.
d. Infeksi
e. Radiasi
f. Kelainan imunologik
h. Kelompok idiopatik
4. Patofisiologi
c. proses imunologik
pada sel target. Beberapa efek dari IFN-γ dimediasi melalui IRF-1 yang
regulasi sel-sel darah tidak dapat terjadi. IFN-γ juga memicu produksi
5. Manifestasi klinis
limpa) (Bakta.2015).
6. Pemeriksaan Penunjang
adalah :
leukosit, trombosit)
plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini
tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari
k. Tes Fungsi Hati dan Virus Anemia aplastik dapat terjadi pada 2-3
bulan setelah episode akut hepatitis. Tes ini juga dinilai jika
m. Pemeriksaan Radiologis
42
7. Evaluasi diagnostik
Darah tepi :
Sumsum tulang :
a. Hiposeluler < 25
43
8. Penatalaksanaan pengobatan
80% jika memiliki donor yang HLA-nya cocok. Namun angka ini
b. Terapi imuunosupresif
garam dan kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak mungkin lagi
c. Terapi suportif
9. Penatalaksanaan pencegahan
tersedia. Pasien yang minum obat toksik dalam jangka waktu lama
dilindungi dan higiene yang baik. Pada perdarahan dan / atau infeksi
anemia aplastik kronik dapat menyesuaikan diri dengan baik dan dapat
46
2. Pengkajian sekunder
a. Pemeriksaan fisik
1. Aktifitas / istirahat
banyak
2. Sirkulasi
palpitasi
3. Eliminasi
5. Higiene
6. Neurosensori
7. Keamanan
petekie, ekhimosis
8. Penyuluhan / pembelajaran
inflamasi
Intervensi :
SDM, GDA
sesuai indikasi
perdarahan
50
2015).
Intervensi :
kunang-kunang, berkeringat )
duduk
kelemahan
51
pusing
(Robbins, 2015).
laboratorium normal
Intervensi :
intervensi
konsumsi makanan
intervensi nutrisi
pada organ
sesudah makan
kemungkinan infeksi
diidentifikasi
Intervensi :
dan pasien
evaluasi/pengobatan
infeksi lokal
54
A. Pengkajian keperawata
FORMAT IGD
PENGKAJIAN PRIMER
1
Palatum Mole jatuh 0
Sputum (lendir) B. Usaha Bernapas
Darah Normal 1
√
Benda asing Dangkal 0
a. Resusitasi : Tidak dilakukan C. Tekanan Darah Sistolik
resusitasi >89 mmHg 4
√
b. Re-evaluasi : Tidak dilakukan 70-89 mmHg 3
resusitasi 50-69 mmHg 2
2. Assement : 1-49 mmHg 1
3. Masalah Keperawatan: 0 0
4. Intervensi/Implementasi : D. Pengisisan Kapiler
5. Evaluasi : --- <2 detik 2
√
B. Breathing >2 detik 1
Fungsi Pernapasan Tidak ada 0
a. Dada simetris : √ Ya Tidak E. Glasgow Coma Scale (GCS)
b. Sesak Napas : √ Ya 14-15 5
√
Tidak 11-13 4
c. Respirasi : 30 kali/menit 8-10 3
d. Krepitasi : Ya √ Tidak 5-7 2
e. Suara napas: Vesiculer 3-4 1
Kanan TRAUMA SCROE (A+B+C+D+E) = 4+1+4+2+5
Vesikule Stridor
Wheezing Ronchi REAKSI PUPIL
Kanan Ukuran (mm)
Kiri √ Cepat
g. Assement : - Cepat
h. Resusitasi : Tidak dilakukan Konstriks
resusitasi Lambat
i. Re-evaluasi: Tidak dilakukan Dilatasi
resusitasi Tak bereaksi
Masalah Keperawatan : -
Intervensi/Implementasi : -
Evaluasi : -
C. Circulation
Keadaan Sirkulasi
a. Tekanan darah: 100/60mmHg
b. HR : 102 x/menit
Kuat √ Lemah
Reguler Irreguler
c. Suhu axilla : 36.5ºC
d. Temperatur Kulit
Hangat √ panas
dingin
e. Gambaran kulit
1. Sawo matang
2. Kulit lembab
f. Pengisian Kapiler
< 2 detik √ >2 detik
g. Output urine : Tidak ada (Hematuria)
h. Assesment : -
i. Resusitasi : -
j. Re-evaluasi : -
Masalah Keperawatan :ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer
Intervensi/Implementasi : -
Evaluasi : -
57
D. Disabillity
1. Penilaian fungsi neurologis
Alert : Pasien sadar penuh
GCS 15 (E4V5M6)
Verbal response : Ada respon verbal
Pain response :Terdapat respon
nyeri
Unresponsive : Tidak ada
2. Masalah Keperawatan: -
3. Intervensi Keperawatan : -
4. Evaluasi: -
E. Exposure
Penilaian Hipothermia/hyperthermia
Hipothermia : Pasien tidak
hypothermia
Hiperthermia: Pasien tidak
hiperthermia
Masalah Keperawatan :-
Intervensi / Implementasi :
Evaluasi
PENILAIAN NYERI :
Nyeri : Tidak Ya , lokasi : dada kanan Intensitas (0-10) : 6 (skala sedang )
Jenis : Akut Kronis
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
58
1. RIWAYAT KESEHATAN
lemah
b. A : Allergies (alergi)
maupun makanan
c. M : Medications (pengobatan)
obat
sama
sebelum sakit)
injuri/sakit)
mengalami pucat.
59
OPQRST)
P :Provokatif (penyebab)
Q :Quality (kualitas)
R :Radiation (paparan)
T :Timing (waktu)
3. TANDA-TANDA VITAL
a. Kepala
1) Kulit kepala :
tekan
2) Mata
3) Telinga
serumen.
tekan
4) Hidung
tidak
terdapat rinorhea.
6) Wajah
b. Leher
jugularis
c. Dada/thoraks
a. Paru-paru ;
penggunaan
61
x/menit.
suara
napas tambahan.
b. Jantung
2) Palpasi :-
kanan
clavicularis
ada.
d. Abdomen
e. Pelvis
Inspeksi :-
g. Genitalia
h. Ekstremitas
i. Neurologis
sentuhan
tangannya
5 5
5 5
63
Table 2.1
Jenis Hasil Nilai Rujukan Satuan
Pemeriksaan
Hematologi
WBC 39.9 4.00-10.0 10^3/uL
RBC 2.47 4.00-6.00 10^6/uL
HGB 7.2 12.0-16.0 g/dL
HCT 22 37.0-48.0 %
MCV 88 80.0-97.0 fL
MCH 29 26.5-33.5 pg
MCHC 33 31.5-35.0 g/dL
PLT 19 150–400 10^3/uL
RDW-CV 12.5 10.0-15.0 fL
PDW 30.3 10.0-18.0
MPV 9.7 6.50-11.0 fL
PCT 0.02 0.15-0.50 %
NEUT 1.00 52.0-75.0 %
LYMPH 65.8 20.0-40.0 %
MONO 27.9 20.0-8.00 10^3/Ul
EO 0.0 1.00-3.00 10^3/uL
BASO 2.11 0.00-0.10
LED I 10^3/uL
(L< 10, P<20)
LED jam II Mm
64
6. PENGOBATAN
1) IVFD dextrose 5% 16tpm
ANALISA DATA
DS :
DO : oksigen
a. Tampak lemah
detik
trombositopenia
65
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnose keperawatan
peningkatan trombositopenia
66
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan setelah di lakukan tindakan keperawaatan a. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler,
perifer berhubungan dengan selama 6 jam di harapkan warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
penurunan komponen seluler untuk a. Tanda-tanda vital stabil b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
anaknya pusing
DO :
1. Tampak lemah
67
2. Resiko perdarahan berhubungan dengan Tujuan : setelah dilakukan tindakan a. Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti
penyakit (anemia aplastik), peningkatan keperawatan selama 6 jam perawat perdarahan atau hemoragi
trombositopenia meminimalkan perdarahan dan mencegah b. Pantau hasil lab berhubungan dengan
PLT : 1900 a. Nilai Ht dan Hb berada dalam batas c. Lindungi pasien terhadap cidera dan
Tanggal
Ketidakefektifan perfusi Selasa, a. Memantau tanda vital, kaji pengisian Selasa, 08/10/201914.20 wita
berhubungan dengan 9 mukosa, dasar kuku a. Ibu klien mengatakan anaknya pasien
seluler untuk pengiriman 1. Vital sign : b. Ibu klien mengatakan anaknya masih
DS : RR : 30 x/ menit O:
pusing 3. Menggikan kepala tempat tidur a. Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler,
1. Tampak lemah 14.25 Hasil : paasien diberikan posisi b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
kapiler > 2 detik 4. Membberikan transfusi darah c. Berikan transfusi darah lengkap/packed
Resiko perdarahan 14.15 a. mengkaji pasien untuk menemukan Selasa, 08/10/2019 14.15wita
- PLT : 1900 14.25 dengan perdarahan a. P : Kaji pasien untuk menemukan bukti-
pengaman terjatuh
d. menyiapkan pasien secara fisik dan d. Siapkan pasien secara fisik dan psikologis
psikologis untuk menjalani bentuk untuk menjalani bentuk terapi lain jika
BAB III
PEMBAHASAN
klien dengan anemia aplastik di ruangan IGD Anak di RSUP Dr. wahidin
terjadi.
A. Pengkajian
71
72
Ibu pasien mengatakan anaknya lemas dan pusing. Data objektif yaitu
HGB 7 dan PLT 1900 peningkatan jumlah trombosit tinggi dapat terjadi
akan mengalami tanda dan gejala yaitu: pucat dan lemah yang
Pada teori juga didapatkan pasien mengalami tanda dan gejala yaitu :
Pucat, dan lemah sedangkan pada kasus juga ditemukan pada pasien
didapatkan tanda dan gejala yang sesuai dengan yang tidak sesuai
1. Lemah
dan dalam kasus An.F, karena tubuh klien lemah. Hal ini
tubuh yakni, sebagai media atau alat pengantar zat gizi terutama
biokimia pada seluruh tubuh, pasokan oksigen dan sel darah merah
2. Pucat
kasus An.F, karena klien pucat. Hal ini ditunjukkan pada saat dikaji
berkurang
dan dalam kasus An.F karena klien Capillary reffil time lambat. Hal
74
ini ditunjukkan pada saat dikaji klien tampak Capillary reffil time
lambat lebih dari 2 detik, disebabkan karena sel darah dan oksigen
kejaringan kurang.
4. Epitaksis, petekie,ecimosis
dalam kasus An.F karena tidak terdapat pada saat dikaji Epitaksis,
B. Diagnosa
ada 4 yaitu :
invasif
Diagnose ini terdapat pada teori namun tidak ada pada kasus
Diagnose ini terdapat pada teori namun tidak ada pada kasus
invasif.
Diagnose ini terdapat pada teori namun tidak ada pada kasus
pengiriman oksigen
sesuai toleransi
SDM, GDA
indikasi
hemoragi
respon pasien baik dari data subyektif maupun data objektif. Tindakan
semua telah dilakukan dan melihat respon atau kondisi pasien secara
secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk terapi lain jika
intervensi di lanjutkan.
anaknya masih pucat dan masih pusing. Data objektif pasien masih
tampak lemah, pasien tampak pucat, TTV :TD : 100/60 mmHg, N : 102
BAB IV
PENUTUP
ANAK RSUP Dr. Wahidin Sudiro Husodo Makassar. Maka pada bab
A. Kesimpulan .
data sebagai berikut : data subjektif yaitu ibu Ibu klien mengatakan
81
82
implementasi keperawatan.
B. SARAN
1. Bagi Pendidikan
psiko-sosial-kultural-spiritual.
4. Bagi Penulis
Agama : Islam
Alamat : manuruki 12
No Hp : 085341515702
Pendidikan :
Sulmi sofyang,S.kep