Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan seorang penduduk yang berumur kurang dari 18 tahun

serta yang masih ada di dalam kandungan dan untuk menjamin terpenuhinya hakhak anak diperlukan
adanya undang-undang yang mengatur tentang perlindungan

anak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh,

berkembang serta berpertisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabatnya.

Dalam Laporan Tahunan UNICEF Indonesia tahun 2015 menyebutkan bahwa

penduduk Indonesia terdiri dari 30% anak-anak, mereka semua adalah masa depan

bangsa dan layak mendapatkan perhatian kesehatan agar proses tumbuh kembang

tidak terganggu.

Tumbuh kembang merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

terjadi sejak adanya konsepsi dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan

adalah proses bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ

maupun individu sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan

(skill) struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur

sebagai hasil dari proses pematangan (Soetjiningsih. & Ranuh, 2013). Proses

tumbuh kembang sangat penting untuk anak, karena pada masa ini pertumbuhan

dasar akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya

(Adriana, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan anak anemia lebih rendah

dibandingkan dengan anak tidak anemia (Zulaekah, Purwanto, & Hidayati, 2014).

Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada

anak serta dapat memberikan dampak yang buruk pada proses tumbuh kembang

anak (Novi, Eli & Bandorsono, 2014). Anemia adalah suatu keadaan dimana
konsertrasi hemoglobin (Hb) rendah atau hematokrit berdasarkan nilai ambang

batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah

(eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit atau kehilangan darah

berlebih (Citrakesumasari, 2012). Anemia aplastik adalah anemia yang ditandai

dengan pansitopenia (penurunan jumlah sel darah) darah tepi dan menurunnya

selularitas sumsum tulang (Susilaningrum et al., 2013). Anak dengan anemia

aplastik biasanya memiliki tanda gejala seperti terlihat pucat, kelemahan otot serta

penurunan kekuatan, kelelahan dan juga keletihan (Ridha, 2014). Meskipun

demikian, anak dapat melakukan aktivitasnya sampai batas toleransi agar anak

tidak merasa jenuh dan menarik diri dari pergaulannya, dari aktivitas ini anak

dapat memperoleh stimulus untuk perkembangannya (Nursalam, 2008). Penelitian

yang dilakukan oleh Putrihantini & Erawati (2013) menyatakan bahwa anemia

yang terjadi pada anak usia sekolah dapat menurunkan kemampuan kognitif anak

sehingga dapat menurunkan prestasi belajar anak.

Salah satu masalah keperawatan yang muncul pada anak dengan anemia

aplastik adalah intoleransi aktivitas (Hidayat, 2008). Untuk mengatasi masalah

tersebut rencana yang dapat dilakukan perawat adalah mempertahankan aktivitas

anak atau memberikan istirahat yang cukup serta pengiriman oksigen ke jaringan

menjadi lancar sehingga aktivitas dapat ditoleransi, dengan harapan kondisi

pernafasan cukup normal. Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan oleh

perawat adalah membantu aktivitas dalam batas normal, meningkatkan istirahat,

memberikan aktivitas bermain untuk pengalihan dan mencegah kebosanan tetapi

masih dalam batas yang dapat ditoleransi (Hidayat, 2008). Hasil yang diharapkan

agar anak dapat bermain dan istirahat dengan tenang dan dapat melakukan

aktivitas sesuai dengan batas kemampuan serta tidak menunjukkan adanya tandatanda aktivitas fisik
seperti keletihan (Wong, 2004).

Prevalensi anemia di dunia cukup besar yaitu mencapai 40% dan

dikategorikan dalam anemia parah, kemudian di beberapa negara di dunia insiden


anemia sangat bervariasi seperti di Afrika pada anak yang berusia 6 sampai 59

bulan yaitu 94,0%, sedangkan di Asia mencapai 89,6%, Amerika 86,0% dan

Eropa 12,3% (WHO, 2011). Penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Riskesdas Tahun 2013 secara nasional,

didapatkan angka yang lumayan besar pada balita yang menderita anemia pada

usia 12 sampai 59 bulan yaitu 28,1%. Menurut Sudoyo dkk (2010), prevalensi

anemia di Indonesia pada anak pra sekolah mencapai 30% sampai 40%.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hary dkk (2014), di Poliklinik

Penyakit Dalam RSUP Sanglah Denpasar terdapat 10 orang pasien anemia

aplastik, dengan 4 orang laki-laki dan 6 orang perempuan, dari 10 orang pasien

tersebut rata-rata umur seluruh pasien sekitar 16 sampai 17 tahun.

Setelah dilakukan studi pendahuluan ke RSUP Sanglah, sepanjang tahun

2017 terdapat kasus anemia aplastik pada anak sebanyak 155 kasus, diantaranya

kasus anemia aplastik pada anak usia 0-5 tahun sebanyak 33 kasus dan kasus

anemia aplastik pada anak usia 6-17 tahun sebanyak 122 kasus. Sedangkan

sepanjang tahun 2018 terdapat kasus anemia aplastik pada anak sebanyak 162

kasus, diantaranya usia 0-5 tahun sebanyak 23 kasus dan anak usia 6-17 tahun

sebanyak 139 kasus. Dilihat dari data diatas telah terjadi peningkatan kasus

anemia aplastik pada anak di Bali.

Berdasarkan fakta-fakta diatas dan untuk mendalami asuhan keperawatan

yang diberikan pada anak anemia aplastik dengan intoleransi aktivitas, peneliti

tertarik untuk melakukan deskriptif studi kasus mengenai Gambaran Asuhan

Keperawatan pada Anak Anemia Aplastik dengan Intoleransi Aktivitas di RSUP

Sanglah Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian studi kasus ini adalah bagaimanakah

Gambaran Asuhan Keperawatan pada Anak Anemia Aplastik dengan Intoleransi

Aktivitas di RSUP Sanglah Tahun 2019?


C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan umum studi kasus

Tujuan umum penelitian studi kasus ini adalah untuk mengetahui

Gambaran Asuhan Keperawatan pada Anak Anemia Aplastik dengan Intoleransi

Aktivitas di RSUP Sanglah Tahun 2019.

2. Tujuan khusus studi kasus

a. Mengobservasi pengkajian yang dilakukan oleh perawat pada anak anemia

aplastik dengan intoleransi aktivitas.

b. Mengobservasi diagnosis keperawatan yang dirumuskan oleh perawat pada

anak anemia aplastik dengan intoleransi aktivitas.

c. Mengobservasi rencana keperawatan yang dibuat oleh perawat pada anak

anemia aplastik dengan intoleransi aktivitas.

d. Mengobservasi tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat pada anak

anemia aplastik dengan intoleransi aktivitas.

e. Mengobservasi evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan oleh

perawat pada anak anemia aplastik dengan intoleransi aktivitas.

D. Manfaat Studi Kasus

1. Manfaat teoritis

Sebagai referensi salah satu sumber bagi mahasiswa untuk melakukan

penelitian studi kasus khususnya mahasiswa jurusan keperawatan yang

berhubungan dengan gambaran asuhan keperawatan anak anemia aplastik dengan

intoleransi aktivitas.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Tenaga Kesehatan

Semoga hasil penelitian studi kasus ini dapat dipublikasikan oleh semua tenaga

kesehatan khususnya perawat dalam pemberian perawatan anak anemia

aplastik dengan intoleransi aktivitas.

b. Bagi Institusi
Semoga hasil penelitian studi kasus ini dapat dikembangkan lebih baik lagi dan

digunakan sebagai acuan untuk referensi penelitian studi kasus selanjutnya.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Intoleransi Aktivitas pada Anak Anemia Aplastik

Pada tinjauan pustaka ini, peneliti lebih banyak membahas tentang intoleransi

aktivitas pada anak anemia aplastik.

1. Pengertian

Intoleransi aktivitas merupakan ketidakcukupan energi untuk melakukan

aktivitas sehari-hari. (Tim Pokja SDKI DPP, 2016). Selain itu intoleransi aktivitas

juga didefinisikan sebagai ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis yang

digunakan untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin

dilakukan atau harus dilakukan (Wilkinson, 2016). Salah satu masalah

keperawatan yang muncul pada anak dengan anemia aplastik adalah intoleransi

aktivitas (Hidayat, 2008).

2. Etiologi

Menurut Tim Pokja SDKI DPP (2016), penyebab intoleransi aktivitas


pada anak anemia aplastik adalah :

a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

b. Tirah baring.

c. Kelemahan.

d. Imobilitas.

e. Gaya hidup monoton.

3. Patofisiologi Intoleransi Aktivitas pada Anak Anemia Aplastik

Timbulnya anemia aplastik pada anak mencerminkan adanya kegagalan

sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.

Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi karena kekurangan nutrisi, terpapar zat

toksik, invasi tumor, atau kebanyakan idiopatik. Sel darah merah dapat berkurang

melalui adanya perdarahan. Berkurangnya jumlah sel darah merah mengakibatkan

oksigen yang dikirimkan ke jaringan menjadi sedikit. Pada kasus ini dapat terjadi

hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan merupakan suatu kondisi kurangnya pasokan

oksigen di jaringan tubuh untuk menjalankan fungsi normalnya. Saat pasokan

oksigen ke jaringan sedikit maka akan terjadi mekanisme kompensasi tubuh,

diantaranya seperti adanya peningkatan curah jantung atau pernapasan,

meningkatnya pelepasan oksigen dan hemoglobin, terjadi pengembangan volume

plasma, dan redistribusi aliran darah ke organ-organ vital. Peningkatan frekuensi

jantung mengakibatkan beban kerja jantung meningkat dan terjadi hipertrofi

ventrikel. Hipertrofi ventrikel menyebabkan curah jantung menurun dan

mengakibatkan terjadinya kelemahan fisik dan terjadi intoleransi aktivitas

(Muttaqin, 2014).

4. Tanda gejala

Berikut ini merupakan tanda dan gejala intoleransi aktivitas pada anak

dengan anemia aplastik :

Tabel 1

Tanda Gejala Mayor


Subjektif Objektif

Mengeluh lelah Frekuensi jantung meningkat >20%

dari kondisi istirahat

Sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016.

Tabel 2

Tanda Gejala Minor

Subjektif Objektif

1. Dipsnea saat atau setelah aktivitas

2. Merasa tidak nyaman setelah

beraktivitas

3. Merasa lemah

1. Tekanan darah berubah >20% dari

kondisi istirahat

2. Gambaran EKG menunjukkan

aritma saat atau setelah aktivitas

3. Gambaran EKG menunjukkan

iskemia

4. Sianosis

Sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016.

5. Dampak intoleransi aktivitas

Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi untuk melakukan

aktivitas sehari-hari yang dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Anemia

menyebabkan transfer oksigen yang memperlancar metabolisme sel-sel otak

menjadi terhambat. Menurut Putrihantini & Erawati (2013), dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa anak yang mengalami anemia akan mengalami penurunan

kemampuan kognitif sehingga prestasi belajar anak akan menurun. Dalam

penelitian tersebut didapatkan bahwa anak yang tidak anemia mempunyai nilai tes
kemampuan kognitif lebih baik daripada anak yang anemia.

6. Pemeriksaan Diagnostik Anemia Aplastik

Menurut Handayani & Hariwibowo (2008), pemeriksaan diagnostik yang

dapat dilakukan pada anak anemia aplastik adalah:

a. Sel darah

1) Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.

2) Jenis dari anemia adalah anemia normokromik normositer disertai

retikulositopenia.

3) Leukopenia dengan relative limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah

tepi.

4) Trombositopenia yang bervariasi dari ringan sampai dengan sangat berat.

b. Laju endap darah

Laju endap darah selalu meningkat, sebanyak 62 dari 70 kasus mempunyai laju

endap darah lebih dari 100 mm dalam satu jam pertama.

c. Faal hemostatik

Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan menjadi buruk yan disebabkan

oleh trombositopenia.

d. Sumsum tulang

Hipoplasia sampai aplasia. Aplasia menyebar secara merata pada seluruh sumsum

tulang, sehingga sumsum tulang yang normal dalam satu kali pemeriksaan tidak

dapat menyingkirkan diagnosis anemia aplastik.

B. Asuhan Keperawatan pada Anak Anemia dengan Intoleransi Aktivitas

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan suatu proses menilai informasi yang dihasilkan dari

pengkajian skrining untuk menentukan normal atau tidak normal yang nantinya

akan dipertimbankan untuk menentukan diagnosis masalah atau risiko

(Wilkinson, 2016). Pada pengkajian perawat mengkaji adanya intoleransi aktivitas

pada pasien berdasarkan data mayor minor yang ada. Data mayor intoleransi
aktivitas adalah anak mengeluh lelah. Data minor intoleransi aktivitas adalah

10

dipsnea (sesak) saat atau setelah aktivitas, merasa tidak nyaman setelah

beraktivitas, merasa lemah, sianosis (Tim Pokja SDKI DPP, 2016)

Fokus pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien anemia aplastik

adalah (Susilaningrum et al., 2013) :

a. Biodata

Data biografi meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit,

nama penanggung jawab dan catatan kedatangan.

b. Pucat

Pucat pada anak anemia aplastik terjadi karena terhentinya pembentukan sel darah

pada sumsum tulang. Hal ini terjadi karena sumsum tulang mengalami kerusakan.

c. Mudah lelah dan lemah

Berkurangnya kadar oksigen dalam tubuh mengakibatkan keterbatasan energi

yang dihasilkan oleh tubuh, sehingga anak kelihatan lesu, kurang bergairah, dan

mudah lelah. Oksigen yang terikat dengan Hb pada sel darah merah mempunyai

salah satu fungsi untuk aktivitas tubuh.

d. Pusing kepala

Pusing kepala pada anak anemia terjadi karena persediaan atau aliran darah ke

otak berkurang.

e. Napas pendek

Rendahnya kadar Hb akan menurunkan kadar oksigen karena Hb merupakan

pembawa oksigen. Oleh karena itu sebagai kompensasi atas kekurangan oksigen

tersebut, pernapasan menjadi cepat dan pendek.

f. Nadi cepat

11

Peningkatan denyut nadi sering terjadi terutama pada perdarahan mendadak yang

merupakan kompensasi dari reflek kardiovaskuler. Kompensasi peningkatan

denyut nadi ini untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.


g. Eliminasi urine, kadang-kadang terjadi penurunan produksi urine .

Adanya perdarahan yang hebat dapat menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga

merangsang hormon rennin angiotensin aktif untuk menahan garam dan air

sebagai kompensasi untuk memperbaiki perfusi dengan manifestasi penurunan

produksi urine.

h. Gangguan pada saluran cerna

Pada anemia yang berat, sering timbul gangguan nyeri perut, mual, muntah, dan

penurunan nafsu makan (anoreksia).

i. Irritable (cengeng, rewel, mudah tersinggung)

Anak cengeng sering terjadi pada anak anemia. Walaupun anak sudah terpenuhi

kebutuhannya, seperti makan dan minum, anak tetap rewel. Bila sebelumnya

rewel, kemudian setelah diberi minum atau makan anak diam, hal ini tidak

termasuk cengeng (irritable).

j. Suhu tubuh meningkat

Suhu tubuh meningkat diduga akibat dikeluarkan leukosit dari jaringan iskemik

(jaringan yang mati karena kekurangan oksigen).

k. Pemeriksaan penunjang.

Perlu dilakukan pemeriksaan darah tepi untuk mengetahui Hb, eritrosit, dan

hematokrit.

12

2. Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis terhadap respon klien

terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan yang dialaminya baik yang

berlangsung secara aktual, potensial maupun resiko yang bertujuan untuk

memperoleh gambaran respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap

situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Intoleransi aktivitas masuk kedalam

kategori fisiologi dan sub kategori aktivitas dan istirahat (Tim Pokja SDKI DPP,

2016). Diagnosis keperawatan yang diangkat dalam masalah ini adalah

intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen (Tim Pokja SDKI DPP, 2016).

3. Perencanaan

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), setelah merumuskan diagnosis

keperawatan dilanjutkan dengan intervensi untuk mengurangi atau menghilangkan

masalah keperawatan pasien. Perencanaan merupakan langkah ketiga dari proses

keperawatan setelah perumusan diagnosis. Tahapan ini disebut dengan

perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas diagnosis

keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria hasil dan

menetapkan intervensi yang akan dilakukan. Penentuan prioritas diagnosis

keperawatan sangat penting dilakukan karena hal ini dapat memudahkan perawat

dalam menangani masalah keperawatn yang ada pada pasien serta dalam

pemberian asuhan keperawatan dan mempercepat kesembuhan pasien.

Berikut merupakan intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada anak

anemia aplastik dengan intoleransi aktivitas :

13

Tabel 3

Intervensi Keperawatan pada Anak Anemia Aplastik

dengan Intoleransi Aktivitas

Diagnosis

Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

(Nursing Outcome

Classification)

Intervensi Keperawatan

(Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia)

123

Intoleransi

aktivitas
berhubungan

dengan

ketidakseimb

angan antara

suplai dan

kebutuhan

oksigen, tirah

baring,

kelemahan,

imobilitas,

gaya hidup

monoton

dibuktikan

dengan

mengeluh

lelah,

frekuensi

jantung

meningkat

>20% dari

kondisi

istirahat,

Outcome untuk mengukur

penyelesaian dari diagnosis

adalah :

1. Toleransi Terhadap

Aktivitas merupakan

suatu respon fisiologis

tubuh terhadap adanya


pergerakan yang

memerlukan energi

dalam aktivitas seharihari.

a. Saturasi oksien ketika

beraktivitas (skala 5;

tidak terganggu)

b. Frekuensi pernafasan

ketika beraktivitas (skala

5; tidak terganggu)

c. Kemudahan bernafas

ketika beraktivitas (skala

5; tidak terganggu)

d. Warna kulit (skala 5;

tidak terganggu)

e. Kecepatan berjalan

(skala 4; sedikit

1. Manajemen Energi

a. Orientasi

1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh

2) Monitor kelelahan fisik dan emosional

3) Monitor pola dan jam tidur

4) Monitor lokasi dan ketidknyamanan

selama melakukan aktivitas

b. Terapeutik

1) Sediakan lingkungan yang nyaman dan

rendah Stimulus

2) Lakukan latihan gerak pasif atau aktif

3) Berikan aktivitas distraksi yang

menenangkan
c. Edukasi

1) Anjurkan tirah baring

2) Anjurkan melakukan aktivitas secara

bertahap Anjurkan menghubungi

perawat jika tanda dan gejala kelelahan

tidak berkurang

Ajarkan strategi koping untuk

mengurangi kelelahan

2. Manajemen medikasi

a. Orientasi

1) Identifikasi penggunaan obat

14

123

dipsnea saat

atau setelah

beraktivitas,

merasa tidak

nyaman

setelah

beraktivitas,

merasa lelah,

tekanan darah

berubah

>20% dari

kondisi

istirahat,

gambaran

EKG

menunjukkan
aritma saat

atau setelah

aktivitas,

gambaran

EKG

menunjukkan

iskemia,

sianosis.

terganggu)

f. Jarak berjalan (skala 4;

sedikit terganggu)

g. Kekuatan tubuh bagian

atas (skala 5; tidak

terganggu)

h. Kekuatan tubuh bagian

bawah (skala 5; tidak

terganggu)

2) Identifikasi pengetahuan dan

kemampuan menjalani pengobatan

3) Monitor kepatuhan menjalani program

pengobatan

b. Terapeutik

1) Sediakan informasi program

pengobatan secara visul dan tertulis

c. Edukasi

1) Ajarkan pasien dan keluarga cara

mengelola obat (dosis, penyimpanan,

rute, dan waktu pemberian)

2) Anjurkan menghubungi petugas


kesehatan jika terjadi efek samping

obat

3. Pemantauan tanda vital

a. Observasi

1) Monitor tekanan darah

2) Monitor nadi (frekuensi, kekuatan,

irama)

3) Monitor pernapasan (frekuensi,

kedalaman)

4) Identifikasi penyebab perubahan tanda

vital

b. Terapeutik

1) Dokumentasikan hasil pemantauan

c. Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur

pemantauan

2) Informasikan hasil pemantauan, jika

perlu

Sumber : Moorhead, Johnson, L.Mass, & Swanson, 2016, Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018

15

4. Implementasi

Implementasi merupakan fase saat perawat mengimplementasikan

intervensi keperawatan yang telah dibuat. Implementasi terdiri dari melakukan

dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus

yang diperlukan untuk melakukan intervensi. Perencanaan yang telah disusun

dilaksanakan oleh perawat kemudian mengakhiri tahap implementsi dengan

mencatat tindakan keperawatan dan respon pasien terhadap tindakan yang telah

diberikan (Kozier, 2010).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah aspek penting dalam proses keperawatan karena

kesimpulan yang ditarik dari evaluasi dan menentukan intervensi harus diakhiri,

dilanjutkan, atau diubah. Evaluasi merupakan aktivitas yang direncanakan,

berkelanjutan, dan terarah pada pasien dan professional kesehatan menentukan

kemajuan klien mencapai tujuan atau hasil dan keefektifan rencana asuhan

keperawatan (Kozier, 2010).


16

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep Gambaran Asuhan Keperawatan pada Anak Anemia

Aplastik dengan Intoleransi Aktivitas di RSUP Sanglah Tahun 2019

Gambar 1 Kerangka Konsep Gambaran Asuhan Keperawatan pada Anak Anemia

Aplastik dengan Intoleransi Aktivitas di RSUP Sanglah Tahun 2019

Keterangan :

: Variabel diteliti

: Variabel tidak diteliti

: Ada hubungan

Hipertrofi ventrikel Curah jantung

menurun

Kelemahan fisik

Asuhan keperawatan : Intoleransi aktivitas

1. Pengkajian keperawatan

2. Diagnosis keperawatan

3. Intervensi keperawatan

4. Implementasi keperawatan

5. Evaluasi keperawatan

Dampak :

Transfer oksigen ke otak

terhambat Penurunan

kemampuan kognitif anak.

Anemia Aplastik

menyebabkan pansitopenia

dan kegagalan sumsum tulang

Berkurannya

jumah sel darah


merah

Hipoksia jaringan

Mekanisma kompensasi tubuh :

1. Peningkatan curah jantung atau pernapasan,

2. Meningkatnya pelepasan oksigen dan hemoglobin,

3. Pengembangan volume plasma, dan

4. Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.

Frekuensi jantung

meninkat

17

B. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel penelitian

Variabel penelitian adalah suatu nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang

mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini akan

diteliti satu variabel yaitu, gambaran asuhan keperawatan pada anak anemia

aplastik dengan intoleransi aktivitas di RSUP Sanglah tahun 2019

2. Definisi operasional

Definisi operasional adalah penentuan dari sifat yang akan dipelajari

sehingga akan menjadi variabel yang dapat diukur (Sugiyono, 2014). Untuk

menghindari adanya perbedaan persepsi maka perlu disusun definisi operasional

yang merupakan penjelasan dari variabel sebagai berikut :

Tabel 4

Definisi Operasional Variabel Gambaran Asuhan Keperawatan

pada Anak Anemia Aplastik dengan Intoleransi Aktivitas

di RSUP Sanglah Tahun 2019

No Variabel Definisi operasional

1 Gambaran asuhan keperawatan

pada anak anemia aplastik dengan


intoleransi aktivitas

Asuhan keperawatan secara menyeluruh

(komprehensif) dan berkesinambungan untuk

mengatasi intoleransi aktivitas pada anak

anemia aplastik dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan.


18

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

desktiptif dengan rancangan studi kasus. Jenis penelitian deskriptif adalah

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri atau lebih

tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain

(Sugiyono, 2014). Penelitian dengan rancangan studi kasus yaitu salah satu jenis

rancangan penelitian secara intensif yang dibatasi tempat dan waktu, serta kasus

yang dipelajari berupa peristiwa, aktivitas, atau individu. Pendekatan yang

digunakan adalah pendekatan prospektif yaitu suatu metode penelitian yang

dilakukan dengan tujuan utama untuk menggambarkan suatu keadaan secara

obyektif.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian studi kasus ini dilaksanakan di RSUP Sanglah pada tanggal 23

sampai 25 Juni 2019.

C. Subyek Studi Kasus

Penelitian studi kasus tidak mengenal populasi dan sampel, namun lebih

mengarah kepada istilah subyek studi kasus. Subyek yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dua orang pasien dengan masalah yang sama yaitu anak

anemia aplastik dengan intoleransi aktivitas, perawat yang memberikan asuhan

keperawatan, serta dokumen rekam medis anak anemia aplastik. Berikut

merupakan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi :

19

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subyek penelitian dari

suatu populasi yang akan diteliti. Kritera inklusi dalam penelitian ini yaitu :
a. Rekam medis anak anemia aplastik yang telah diberikan ijin untuk dijadikan

responden.

b. Rekam medis anak anemia aplastik yang berumur 0-17 tahun.

c. Rekam medis anak anemia aplastik dengan masalah keperawatan intoleransi

aktivitas.

d. Keluarga dan perawat yang berhubungan langsung dengan pasien.

2. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang

memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena berbagai sebab. Kriteria ekslusi

dari penelitian ini adalah :

a. Rekam medis anak anemia aplastik yang tidak diperbolehkan oleh keluarga.

D. Fokus Studi Kasus

Fokus studi kasus adalah kajian utama dari masalah yang akan dijadikan

acuan studi kasus. Fokus studi kasus pada penelitian ini adalah pemberian asuhan

keperawatan pada anak anemia aplastik dengan intoleransi aktivitas.

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data

yang diperoleh dari pihak lain, badan atau instansi yang secara rutin

mengumpulkan data dan diperoleh dari rekam medik pasien (Setiadi, 2013). Data

20

yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah asuhan keperawatan pada anak

anemia aplastik dengan intoleransi aktivitas di RSUP Sanglah tahun 2019.

2. Teknik pengumpulan data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperoleh sesuai

variabel yang diteliti adalah dengan studi dokumentasi yaitu dengan melakukan

observasi dokumen pada pasien (Setiadi, 2013). Selain observasi, digunakan

teknik pengumpulan data secara wawancara dan dokumentasi.

Wawancara merupakan cara pengumpulan data penelitian melalui


pertanyaan yang diajukan secara lisan kepada responden. Narasumber yang

diwawancarai adalah keluarga dan perawat yang memberi asuhan keperawatan

pada anak anemia aplastik dengan intoleransi aktivitas.

Observasi adalah cara pengumpulan data penelitian melalui pengamatan

terhadap suatu objek atau proses, baik secara visual maupun dengan alat.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti mengamati secara

langsung dengan membawa data observasi yang telah disusun sebelumnya

untuk melakukan pemeriksaan setelah itu peristiwa yang diamati dicocokkan

dengan data observasi. Pada penelitian ini peneliti mengamati asuhan keperawatan

intoleransi aktivitas pada anak anemia aplastik dari pengkajian, diagnosis

keperawatan, rencana yang telah disusun, pelaksanaan rencana keperawatan dan

mengevaluasi tujuan yang telah ditetapkan.

Dokumentasi yaitu salah satu teknik pengumpulan data untuk memperoleh

informasi melalui fakta yang tersimpan dalam data sekunder misalnya rekam

medik, laporan bulanan, laporan tahunan, catatan pasien, surat keterangan, arsip

foto, jurnal kegiatan dan sebagaianya. Metode dokumentasi dalam penelitian ini

21

digunakan untuk mengumpulkan data pedoman pelaksanaan asuhan keperawatan

pada anak anemia aplastik dengan intoleransi aktivitas dari pengkajian, diagnosis,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.

3. Instrumen penelitian

Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan

lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan data

objektif, data subjektif, masalah keperawatan, intervensi keperawatan, tindakan

keperawatan, evaluasi asuhan keperawatan intoleransi aktivitas pada anak anemia

aplastik.

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif. Analisis deskiptif merupakan suatu usaha untuk mengumpulkan dan


menyusun data. Setelah data tersusun, maka langkah selanjutnya adalah mengolah

data dengan menggambarkan dan meringkasnya secara ilmiah (Nursalam, 2008).

Data yang ditemukan disajikan dan diuraikan dalam bentuk tulisan.

G. Etika Studi Kasus

Pada bagian ini, dicantumkan etika yang mendasari dalam penyusunan

studi kasus yang terdiri dari informed concent, anonymity, confidentiality.

1. Informed consent ( persetujuan menjadi pasien )

Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden yang menjadi pasien. Lembar persetujuan biasanya diberikan sebelum

melakukan penelitian. Informed concent adalah lembar persetujuan untuk menjadi

responden. Tujuannya agar responden mengerti dengan maksud dan tujuan

22

penelitian serta mengetahui dampak dari penelitian tersebut. Jika responden

bersedia maka mereka wajib menandatangani hak dan kewajiban menjadi

responden.

2. Anonymity ( tanpa nama )

Anonymity merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam subjek

penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden

pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan. Peneliti

hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data tersebut.

3. Confidentiality ( kerahasian )

Confidentiality atau kerahasiaan merupakan kerahasiaan hasil penelitian

yang dilaksanakan, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua

informasi yang telah dikumpulkan dari data responden dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil

penelitian.
37

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil dokumentasi dan pembahasan yang didasarkan pada

proses asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan,

intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan

pada anak anemia aplastik maka diperoleh simpulan sebagai berikut :

1. Pengkajian

Pada pengkajian terdapat persamaan hasil data mayor dan minor antara

dua subjek mengenai intoleransi aktivitas dan metode yang digunakan perawat

telah sama dengan teori, namun terdapat beberapa tanda mayor dan minor pada

teori yang tidak muncul pada subjek, hal ini dapat disebabkan oleh beberpa hal

diantaranya, pasien tidak mengalami tanda dan gejala yang ada pada teori, dan

perawat tidak melakukan pengkajian yang lebih menalam mengenai intoleransi

aktivitas pasien serta adanya waktu yang kurang mencukupi untuk melakukan

pengkajian keseluruhan data mayor minor yang ada.

2. Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan yang didokumentasikan di rekam medis pasien

adalah diagnosis keperawatan yang diprioritaskan saja yaitu problem kolaboratif

trombositopenia dan problem kolaboratif anemia. Diagnosis keperawatan

intoleransi aktivitas tidak dirumuskan meskipun terdapat tanda mayor dan minor

untuk intolernsi aktivitas tersebut. Perawat ruangan masih menggunakan

diagnosis keperawatan NANDA Internasional 2015-2017 sebagai pedoman dalam

38

merumuskan diagnosis keperawatan, sedangkan peneliti menggunakan pedoman

teori dari SDKI.

3. Intervensi keperawatan

Intervensi yang didokumentasikan adalah untuk diagnosis keperawatan


priortas saja yaitu problem kolaboratif trombositopenia dan problem kolabortif

anemia, sedangkan untuk diagnosis keperawatan intoleransi aktivitas tidak

diintervensikan. Pedoman yang digunakan di ruangan yaitu menggunakan teori

Nursing Outcome Classification (NOC) dan Nursing Intervention Classification

(NIC) sedangkan peneliti mengunakan teori Nursing Outcome Classification

(NOC) dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).

4. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan yang didokumentasikan tidak sesuai dengan

intervensi yang direncanakan. Implementasi yang dilakukan lebih ditujukan

kepada pemberian tranfusi dan mengobservasi pasien. Berdasarkan hasil validasi

bersama perawat ruangan, kegiatan mengobservasi pasien yang dituliskan di

format implementasi keperawatan merupakan kegiatan dari intervensi

keperawatan yang telah dirumuskan, seperti memantau tanda anemia, dipsnea,

memantau dan mencatat hasil lab Hb, HCT, RBC, PLT dan sebagainya, namun di

implementasi hanya dituliskan mengobservasi pasien saja.

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan yang didokumentasikan sesuai dengan kriteria hasil

pada intervensi keperawatan dengan menggunakan format SOAP, namun yang

dievaluasi hanyalah diagnosis keperawatan prioritas yaitu problem kolaboratif

39

trombositopenia dan problem kolaboratif anemia. Diagnosis keperawatan

intoleransi aktivitas tidak dilakukan evaluasi pada pasien.

B. Saran

1. Dengan adanya penelitian studi kasus ini diharapkan dalam memberikan

asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi

keperawatan, perawat menggunakan pedoman baru seperti SDKI 2016

sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif.

2. Pihak intitusi agar terus melakukan perbaikan dalam metode penelitian studi

kasus ini untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal lagi kedepannya.
40

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, D. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta:

Salemba Medika.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar.

Citrakesumasari. (2012). Anemia Gizi, Masalah dan Pencegahannya. Yogyakarta:

Kalika.

Handayani, W., & Hariwibowo, A. S. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien

dengan Ganguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Hary, I. B. K., Jaya, A., Rena, R. A., & Suega, K. (2014). Prevalensi Pasien

Anemia Aplastik Yang Di Rawat Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP

Sanglah Denpasar Tahun 2014, 4. Retrieved from

http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=411973

Hidayat, A. A. A. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba

Medika.

Kozier, B. ; et al. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses

dan Praktik. Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., L.Mass, M., & Swanson, E. (2016). Nursing

Outcomes Classification. (I. Nurjannah & R. D. Tumanggor, Eds.) (5th ed.).

Singapore: Dikerjakan oleh CV. Mocomedia dan diterbitkan dengan

pengawasan Elsevier Inc.

Muttaqin, A. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Kardiovaskuler dan Hematologi. (A. Suslia, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Novi, Eli & Bandorsono, S. (2014). Prevalensi Anemia pada Anak Usia 3 sampai

9 Tahun dan Faktor-Faktor yang Berhubungan (Studi Cross-sectional di

Pesantren Tapak Sunan , Condet , Jakarta Tahun2011).

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosis Medis dan Nanda Nic-Noc (1st ed.). Yogyakarta: MediAction

Publishing.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam, Susilaningrum, R., & Utami, S. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan

Anak (Untuk Perawat dan Bidan) (Edisi 1). Jakarta: Salemba Medika.

41

PPNI, T. P. S. D. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Edisi 1).

Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Putrihantini, P., & Erawati, M. (2013). Hubungan Antara Kejadian Anemia

Dengan Kemampuan Kognitif Anak Usia Sekolah Di Sekolah Dasar Negeri

(SDN) Susukan 04 Ungaran Timur, 1(2), 99–103.

Ridha, N. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. (S. Ruyadi, Ed.). Yogyakarta:

Pustaka Belajar.

Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penelitian Riset Keperawatan. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Soetjiningsih., & Ranuh, I. N. G. (2013). Tumbuh Kembang Anak (2nd ed.).

Jakarta: EGC.

Sudoyo, W. A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiadi, S. (Eds.).

(2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi ke 5, pp. 1110–1115).

Jakarta: InternaPublishing.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif,

Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan

Anak: untuk Perawat dan Bidan. (A. Suslia, Ed.) (Edisi 2). Jakarta: Salemba

Medika.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keprawatan Indonesia

(1st ed.). Indonesia: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.


(2014), 1–45.

UNICEF Indonesia. (2015). Laporan Tahunan Indonesia 2015.

WHO. (2011). The Global Prevalence of Anemia In 2011.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA-I, intervensi

NIC, hasil NOC (10th ed.). Jakarta: EGC.

Wong, D. L. (2004). Pedoman Klinis Keperwatan Pediatrik. Jakarta: ECG.

Zulaekah, S., Purwanto, S., & Hidayati, L. (2014). Anemia Terhadap

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Malnutrisi, 9(2), 106–114.

Anda mungkin juga menyukai