Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN HEAD INJURY DAN FRAKTUR


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah (KMB II) yang di bimbing oleh Bpk. Angga Wilandika, S.Kep., Ners.,
M.Kep.

Disusun Oleh :
- Isma Solihat (012016019)
- Ristianti Yulia. P (012016035)

PROGRAM STUDI VOKASI D-III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH


BANDUNG

Jl. K.H. Ahmad Dahlan No.6 Bandung Telp. (022) 7305 269

Maret 2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Konsep
dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Head Injury dan Fraktur”.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB II).

Dalam penulisan laporan ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan, maupun pada materi.Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat kami harapkan agar penyusunan makalah selanjutnya jauh lebih baik.

Dalam penulisan laporan ini kami ucapkan banyak terimakasih kepada


dosen yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada kelompok
kami untuk menyelesaikan laporan ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandung, Maret 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................4
TINJAUAN TEORITIS...........................................................................................4
A. Fraktur...........................................................................................................4
1. Definisi......................................................................................................4
2. Jenis – Jenis Fraktur..................................................................................4
3. Etiologi Fraktur.........................................................................................7
4. Manifestasi Klinis......................................................................................7
5. Patofisiologi Fraktur..................................................................................8
6. Proses Penyembuhan Fraktur....................................................................8
7. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................9
8. Penatalaksanaan Fraktur..........................................................................10
9. Komplikasi..............................................................................................13
B. Head Injury.................................................................................................13
1. Definisi....................................................................................................13
2. Etiologi....................................................................................................13
3. Manifestasi Klinis....................................................................................14
4. Klasifikasi Cedera Kepala.......................................................................14
5. Patofisiologi.............................................................................................18
6. Penatalaksanaan.......................................................................................18

ii
7. Pemeriksaan diagnostik...........................................................................19
BAB III..................................................................................................................26
TINJAUAN KASUS..............................................................................................26
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS
HEAD INJURY DAN FRAKTUR....................................................................27
A. Pengkajian...............................................................................................27
B. Analisa Data............................................................................................33
C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas........................................35
D. Rencana Asuhan Keperawatan................................................................36
BAB IV..................................................................................................................40
PENUTUP..............................................................................................................40
A. Kesimpulan.................................................................................................40
B. Saran............................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................43

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis = head injury =
trauma kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma mekanik
terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif,
fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen. Statistik negara-
negara yang sudah maju menunjukkan bahwa trauma kapitis mencakup 26%
dari jumlah segala macam kecelakaan, yang mengakibatkan seseorang tidak
bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama jangka panjang. Kurang lebih
33% kecelakaan yang berakhir pada kematian menyangkut trauma kapitis. Di
luar medan peperangan lebih dari 50% dari trauma kapitis terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, selebihnya dikarenakan pukulan atau jatuh.
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering
mengalami fraktur daripada lakilaki yang berhubungan dengan meningkatnya
insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada monopouse
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001).

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari fraktur dan head injury?
2. Apa saja etiologi dari fraktur dan head injury?
3. Bagaimana manifestasi klinis pada fraktur dan head injury?
4. Bagaimana patofisiologi dari fraktur dan head injury?
5. Bagaimana penatalaksanaan untuk fraktur dan head injury?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk fraktur dan head
injury?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari fraktur dan head injury.
2. Untuk mengetahui etiologi dari fraktur dan head injury.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada fraktur dan head injury.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari fraktur dan head injury.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk fraktur dan head injury.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk fraktur dan head
injury.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Fraktur

1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar
dari yang dari yang dapat diabsopsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir, mendadak dan bahkan
kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga
akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke
otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf, dan
kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat
gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat figmen tulang.

Fraktur adalah kontiunitas jaringan tulang atau tulang rawan yang


umumnya disebabkan oleh ruda paksa (R. Sjaamsuhidayat dan Wim de
jong, 1997:1138).

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang diakibatkan oleh tekanan


eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (Barbara
Engram: 346).

2. Jenis – Jenis Fraktur


Jenis – jenis Fraktur menurut Mansjoer A (2002), ada tidaknya
hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara
lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang
dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih

4
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.

5
5

2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan


jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartemen.
b. Fraktur terbuka (open/compound fracture)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit
yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman
dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka:
1) Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
2) Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen
jelas.
3) Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

Berdasarkan bentuk patahan tulang


a. Transversal Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur
semacam ini biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.
b. Spiral Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat
torsi ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
c. Oblik Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
d. Segmental Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen
tulang yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen
sentral dari suplai darah.
6

e. Kominuta Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau


terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
f. Greenstick Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak
lengkap dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga
periosterum. Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak – anak.
g. Fraktur Impaksi Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan
dua vertebra lainnya.
h. Fraktur Fissura Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang
yang berarti, fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan
reduksi.
i. Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot , kondisi-kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Batang Femur dapat
mengalami fraktur akibat trauma langsung, puntiran, atau pukulan pada
bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas
(Mansjoer, 2000).
7

3. Etiologi Fraktur
a. Kejadian terjatuh
b. Kecelakaan kendaraan bermotor
c. Olahraga
8

d. Pemakaian obat yang mengganggu kemampuan penilaian atau


mobilitas
e. Usia muda (immaturitas tulang)
f. Tumor tulang
g. Penyakit metabolik
h. Obat-obatan yang menyebabkan osteoporosis latrogenik seperti
preparasi steroid.

4. Manifestasi Klinis

a. Deformitas akibat kehilangan kelurusan yang alami


b. Pembengkakan akibat vasodilatasi
c. Spasme otot
d. Nyeri
e. Kisaran gerak yang terbatas
f. Pergerakan abnormal

5. Patofisiologi Fraktur
Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang,maka periosteum serta
pembuluh darah di dalm korteks sumsum tulang dan jaringan lunak
disekitarnya akan mengalami disrupsi. Hematoma akan terbentuk
diantara kedua ujung patahan tulang serta dibawah periosteum dan
akhirnya jaringan granulasi menggantikan hematoma tersebut.
Kerussakan jaringan tulang memicu respons inflamasi intensi yang
menyebabkan sel-sel dan jaringan lunak disekitarnya serta dari rongga
sumsum tulang akan menginvasi daerah fraktur dan aliran darah
keseluruh tulang akan mengalami peningkatan. Sel-sel osteoblast di
dalam periosteum,endosteum, dan sumsum tulang akan memproduksi
osteoid (tulang muda dari jaringan kolagen yang belum mengalami
klasifikasi, yang juga disebut kalus ). Osteoid akan mengeras
disepanjang permukaan luarkorpus tulang dan pada kedua ujung
patahan tulang sel-sel osteoblast mereabsorpsi material dan tulang
9

yang terbentuk sebelumnya dan sel-sel osteoblast membangun kembali


tulang tsb. Kemudian osteoblast mengadakan transformasi menjadi
osteosit (sel-sel tulang yang matur) (Cowalak, 2011).

6. Proses Penyembuhan Fraktur


Proses penyembuhan fraktur menurut Apley & Solomon (1995:
240), adalah sebagai berikut :
a. Tahap Pembentukan Hematom
Dimulai setelah fraktur sampai hari ke 5 (lima) terjadi
perdarahan, dalam 24 jam pertama terbentuk darah dan fibrin
yang masuk ke daerah fraktur, setelah 24 jam pertama, suplai
darah meningkat ke daerah fraktur dan terbentuk hematom.
Hematom berkembang menjadi jaringan granulasi.
b. Tahap Proliferasi Seluler
Proses ini terjadi sampai hari ke 12 (dua belas). Pada area
fraktur, periosteum endosteum dan sum-sum tulang yang
mensuplai sel, berubah menjadi fibro kartilago, kartilago hialan
dan jaringan penunjang, fibrosa terjadinya osteogenesis dengan
cepat.
c. Tahap Pembentukan Kalus
Enam sampai sepuluh hari setelah cidera, jaringan granulasi
berubah menjadi bentuk prakalus, prakalus menjadi puncak
ukuran maksimal pada 14(empat belas) – 21 (dua puluh satu)
hari setelah cidera.
d. Tahap Osifikasi Kalus
Ini terjadi sampai minggu ke 12 (dua belas). Membentuk
osifikasi dan kalus intermediate pada minggu ke 3 (tiga)
sampai 10 (sepuluh) kalus menutupi tulang.
e. Tahap Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoblas dan osteoklast, kalus mengalami
pembentukan tulang sesuai dengan bentuk aslinya.
10

7. Pemeriksaan Penunjang
a. X-ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang
yang cedera.
b. Bone scans, tomogram atau MRI scans.
c. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
d. CCT kalau banyak kerusakan otot.
e. Pemeriksaan darah lengkap
Leukosit turun/meningkat, eritrosit dan albumin turun, Hb,
Hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah
(LED) meningkat bila ada kerusakan jaringan lunak sangat luas,
pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, trauma otot
meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi :
perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple
atau cedera hati.

8. Penatalaksanaan Fraktur
Terapi tergantung dari kondisi klien, keadaan luka, lokasi fraktur,
jenis fraktur, Tujuan terapi fraktur adalah sebagai berikut:
a. Mengurangi atau mencegah fraktur lebih parah ( Reduction )
Reduction adalah mengembalikan posisi tulang ke posisi anatomi.
Metode dengan manipulasi tertutup atau terbuka. Manipulasi
tertutup dengan memberikan tekanan secara manual pada daerah
fraktur dari permukaan kulit dan dilakukan traksi. Manipulasi
terbuka atau operasi dilakukan dengan pemasangan peralatan
didalam kaki pasien misalnya pen, setelah itu dilakukan rekontruksi.
b. Imobilisasi
Imobilisasi adalah upaya untuk mencegah mobilisasi dari bagian
yang mengalami injuri, hal ini dimaksudkan untuk memberi
kesempatan bagi fragmen tulang untuk menyatu kembali.Imobilisasi
dapat dilakukan dengan pemasangan alat interna atau eksterna.
c. Penyembuhan bagian yang mengalami injuri ( Restorasi )
1) Terapi obat
11

Nyeri muskuloskeletal berhubungan dengan kerusakan


jaringan lunak, disrupsi tulang, dan spasme otot merupakan tipe
nyeri yang paling parah yang biasanya diperlihatkan oleh individu.
Klien sering merasa nyeri dalam waktu lama dan memakai
manajemen nyeri yang buruk. Analgesik narkotik dosis besar, anti
inflammatory, dan relaxan otot adalah obat-obat yang umum
diberikan. Transquilizer seperti diazepam (valium) digunakan
untuk ketenangan, meminimalkan spasme otot, dan menurunkan
ansietas. Untuk klien nyeri kronik, narkotik dan non-narkotik
diberikan bersama untuk mencegah ketergantungan obat. Perawat
harus mengobservasi efektivitas pengobatan dan efek sampingnya.
2) Terapi non-farmakologi
Untuk nyeri parah yang kronik, klien tidak bisa tergantung
terus pada obat. Biasanya perawat menggunakan kompres
hangat atau dingin tergantung penyebab nyeri. Jika
pembengkakan menyebabkan tekanan pada area luka, kompres
es mungkin digunakan. Spasme otot bisa dikendorkan dengan
kompres hangat dan massage. Selain itu digunakan juga
sentuhan terapeutik, jika terapi tersebut tidak efektif untuk
mengurangi nyeri, perawat bisa menggunakan teknik distraksi
atau terapi musik. Perawat mengajarkan pada klien teknik
relaksasi seperti nafas dalam selama periode nyeri yang parah.
3) Penanganan Intra Operatif
a) Traksi
Traksi adalah pengaplikasian kekuatan tarikan pada bagian
tubuh untuk memberikan reduksi, posisi yang lurus dan istirahat,
juga dapat menurunkan spasme otot, mengurangi nyeri, dan
mencegah atau memperbaiki bentuk tulang. Klien yang ditraksi
biasanya dirawat di RS lebih lama daripada klien dengan gips, tapi
biasanya mobilisasi lebih cepat. Traksi mekanikal dapat
dilanjutkan sebagai perawatan fraktur.
12

Traksi diklasifikasikan menjadi “running traction” atau


“balanced suspention”. Pada running traction kekuatan tarikan
langsung pada daerah yang fraktur dan daerah yang tidak ditraksi
boleh aktifitas. Pada “balanced suspention” bagian yang
countertraction diberi juga tarikan. Traksi dikelompokkan menjadi
4 tipe yaitu: kulit, skeletal, plester/gips, dan penguat.

Traksi Kulit Traksi skeletal pada tungkai bawah


Skin traction berhubungan dengan penggunaan pita traksi
(jarang digunakan karena merusak kulit), Velcro (hook and loop),
boot (buck’s traction), sabuk traksi ini digunakan untuk kulit dan
jaringan lunak.Tujuan dari tipe traksi ini untuk mengurangi nyeri
otot yang menyertai fraktur.Beban yang diberikan terbatas yaitu
antara 5-10 1b.Untuk mencegah injury kulit.
Traksi skeletal, pin, kawat, penjepit atau sekrup dimasukkan
langsung ke tulang dan traksi ini membutuhkan waktu yang
lamadan beban biasanya antara 15-30 lb. Traksi skeletal bertujuan
untuk meluruskan tulang.
Traksi plester merupakan kombinasi dari traksi skeletal dan
gip plester. Traksi jepitan digunakan untuk memperbaiki
kesalahan bentuk tulang. Circumferential traksi menggunakan
sabuk yang mengelilingi tubuh, missal fraktur pelvis untuk
masalah punggung bawah. Ketika traksi digunakan pasien,
perawat bertanggung jawab atas keseimbangan antara tarikan
traksi dan tekanan countertraksi. Beban tidak boleh diganti tanpa
izin dokter, beban harus bebas tergantung.
13

Inspeksi kulit dilakukan tiap 8 jam untuk tanda iritasi dan


inflamasi jika memungkinkan, sabuk atu boot diberikan pada skin
traksi dilepas untuk inspeksi daerah di bawah alat. Pada klien
lansia yang sering menderita penyakit vaskuler, penyakit jaringan
konektif, dan/atau DM, mereka mempunyai resiko tinggi bila
ditraksi karena ketidakadekuatan sirkulasi. Ada tipe traksi yang
tidak cocok untuk klien lansia karena memerlukan immobilisasi
pada waktu yang lama, sehingga menyebabkan komplikasi yang
serius, misalnya pneumoni dan emboli pulmoner. Perawat harus
memberikan perhatian khusus untuk pins, kawat atu skrup pada
kulit untuk tanda inflamasi/infeksi ketika traksi skeletal
digunakan.
b) Gips
Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang
dicetak sesuai kontur tubuh dimana gips ini dipasang. Tujuan dari
pemasangan gips ini adalah untuk mengimobilisasi bagian tubuh
dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan yang merata pada
jaringan lunak yang terletak di dalamnya. Dapat digunakan untuk
mengimobilisasi fraktur yang telah direduksi, mengkoreksi
deformitas, memberikan tekanan merata pada jaringan lunak di
bawahnya, atau memberikan dukungan dan stabilitas bagi sendi
yang mengalami kelemahan. Secara umum, gips memungkinkan
mobilisasi pasien sementara membatasi gerakan pada bagian tubuh
tertentu.

9. Komplikasi
a. Deformitas dan disfungsi
b. Nekrosis aseptik
c. Syok hipovolemik
d. Kontraktur otot
e. Sindrom kompartemen
f. Emboli lemak.
14

g. Nekrosis avaskular
h. Osteomyelitis
i. Perdarahan

B. Head Injury

1. Definisi
Head Injury atau cedera kepala merupakan cedera yang meliputi
trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak (Morton,2012).
Cedera kepala dapat bersifat terbuka (Menembus melalui dura
mater) atau tertutup (Trauma tumpul, tanpa melalui penetrasi melalui
dura)(Corwin, 2011).

2. Etiologi
a. Kecelakaan mobil
b. Perkelahian
c. Jatuh
d. Cedera Olahraga
e. Cedera kepala terbuka disebabkan oleh peluru atau pisau
f. Cedera akibat kekerasan.

3. Manifestasi Klinis
a. Fraktur tengkorak
Keluarnya cairan serebrospinal atau
cairan lain dari hidung ( rhinorrhoe) dan
telinga (otorhoe), kerusakan saraf kranial,
serta perdarahan di belakang membran
timpani.
b. Komosio serebri
Muntah tanpa nausea, nyeri pada lokasi cedera, ketidak mampuan
untuk berkonsentrasi.
c. Kontusio serebri
Perubahan tingkat kesadaran, lemah, sulit berbicara,kejang,
kelumpuhan pada saraf kranial.
15

d. Hematoma epidural
Hilangnya kesadaran,gangguan penglihatan.
e. Hematoma subdural akut
Sakit kepala, peningkatan TIK , otot wajah melamah.
f. Hematoma subdural kronis
Gangguan mental, sakit kepala hilang timbul, dan perubahan pola
tidur.

4. Klasifikasi Cedera Kepala


a. Trauma kepala terbuka
1) Fraktur basic cranii
Tanda-tanda klinis yang mungkin muncul pada fraktur basic cranii
adalah:
- Battle sign (warna kehitaman dibelakang telinga)
- Hemotimpanum
- Periorbitalekimosis (pembengkakan disekitar mata)
- Otorea (keluar darah dari telinga)
- Rinorea (keluar darah dari hidung)
b. Trauma kepala tertutup
1) Kromosio serebri/gegar otak
Tanda dan gejala yang terdapat pada trauma ini adalah sebagai berikut:
1) Trauma kepala ringan
2) Pingsan <10 menit
3) Pusing
4) Amnesia retrograde
5) Amnesia anterograde
2) Kortosio serebri/memar otak
Beberapa tanda dan gejala yang dapat terlihat adalah sebagai berikut:
a. Perdarahan kecil/petekie jaringan otak
b. Oedem serebri
c. TIK meningkat
16

d. Gejala klinis sama dengan komosio serebri namun lebih berat


e. Gangguan neurologis vokal
c. Cedera Kepala berdasarkan jenisnya :
1) Hematoma epidural
Hematoma epidural adalah hematoma antara durameter dan tulang,
biasanya sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningea
media, dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak daerah
inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena
arteri ini menyebabkan penekanan pada otak. Manifestasi klinis
dari hematoma epidural ini adalah biasanya menyebabkan
penurunan kesadaran .
2) Hematoma subdural
Hemaroma subdural adalah hematoma antara durameter dan otak,
dapat terjadi akut dan kronik.Terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah vena, pendarahan lambat dan sedikit.Manifestasi klinisnya
nyeri kepala, bingung, mengantuk, berpikir lambat, kejang, edema
pupil.
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologis penting
dan serius dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Gangguan
neurologis disebabkan tekanan pada jaringan otak dan herniasi
batang otak dalam foramen magnum yang selanjutnya
menyebabkan tekanan pada batang otak. Keadaan ini dengan cepat
akan menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya control
atas denyut nadi
17

Hematoma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala


minor dan terliat paling sering pada lansia.Trauma merobek salah
satu vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi pendarahan
secara lambat dalam suangan subdural, dalam 7 sampai 10 hari
terjadi pendarahan, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa.

Dengan selisih tekanan osmotic


yang mampu menarik cairan
kedalam hematoma, terjadi
kerusakan sel-sel darah dalam
hematoma, pertambahan ukuran
hematoma dapat menyebabkan
pendarahan lebih lanjut dengan
merobek membrane atau pembuluh darah disekitarnya.
3) Hemoragi subaraknoid
Hemoragi subaraknoid adalah akumulasi darah dibawah membrane
araknoid tetapi diatas pia meter.ruangan ini normalnya hanya berisi
cairan CSS, hemoragi subaraknoid biasanya terjafi akibatpecahnya
aneurisma intracranial, hipertensi berat atau cedera kepala,

darah yang berakumulasi diatas atau dibawah meningens


menyebabkan peningkatan tekanan di jaringan otak di bawahnya.
18

d. Cedera Kepala berdasarkan berat ringannya berdasarkan GCS


( Glasgown Coma Scale)
1) Cedera Kepala ringan
- GCS 14 – 15
- Dapat kehilangan kesadaran, tetapi kurang dari 30 menit
- Tidak ada fraktur tengkorak
2) Cedera kepala sedang
- GCS 9-13
- Kehilangan kesadaran lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam
- Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cedera kepala berat
- GCS 3 – 8
- Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
- Terjadi fraktur

5. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan
berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera
percepatan aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur
kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau
karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak,
19

seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi
secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak
langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi
pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada
substansi alba dan batang otak. Namun bila trauma mengenai tulang
kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera
kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan
kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf
kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam
mobilitas (Brain, 2009)

6. Penatalaksanaan
a. Observasi dan tirah baring
b. Pembedahan dan evekuasi hematoma
c. Dekompresi melalui pengeboran lubang didalam otak
d. Ventilasi mekanis (ABC) dan cairan
e. Antibiotik
f. Pemberian diuretic (furosemid) untuk menurunkan tekanan pada
intrakranial dan antiinflamasi
g. Tindakan pada peningkatan TIK (pemberian manitol)
h. Terapi untuk mempertahankan homeostatis
i. Pertahankan kepatenan jalan napas
j. Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung ,telinga dan mulut
k. Pemberian obat – obatan analgetik
l. Pembedahan bila adanya indikasi

7. Pemeriksaan diagnostik
a. Radiograf
Dapat mengidentifikasi lokasi fraktur atau perdarahan atau bekuan darah
yang terjadi.
b. Angiografi serebral
20

dapat juga digunakandanmenggambarkan adanya hematoma


supratemporial, ekstraserebral dan intraserebral.
c. Pemeriksaan MRI dan CT Scan
CT-Scan atau MRI dapat dengan tepat menentukan ketak dan luas cidera.
d. Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma
e. EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
f. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak.
g. PET (Positron Emission Tomography)
Menunjukan perubahan aktifitas metabolisme pada otak.
h. Fungsi lumbal, CSS
Dapat menduka kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid.
i. GDA (Gas Darah Artery)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.
j. Kimia /elektrolit darah
Mengetahui ketidak seimbangan yang berperan dalam peningkatan
TIK/perubahan mental.
k. Pemeriksaan toksikologi
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan
kesadaran (Doenges, 1999)
26

BAB III

TINJAUAN KASUS

Tn.A dibawa ke UGD RSHS dengan keadaan tidak sadar. Menurut


pengantarnya, Tn.A mengalami kecelakaan lalu lintas yaitu pada saat
mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi dan tidak
menggunakan helm pelindung, tiba-tiba menabrak truk bagian belakang
karena truk tersebut mengerem mendadak sehingga dahi terbentur cukup
keras. Setelah menabrak kemudian terpental dan terjatuh ke arah kiri
sehingga kepalanya kembali membentur aspal. Sebelum pingsan pasien
sempat muntah 1 kali.

Hasil pemeriksaan fisik: nilai GCS 5 (E2M2V1), dahi robek dan


berdarah sekitar 9 cm horisontal, memar disekitar kedua pelipis dan
hidung, kedua kelopak mata pasien agak memar kebiruan, pupil anisokor,
diameter pupil sebelah kanan melebar 10cm refleks cahaya (-) dan sebelah
kiri 5 mm refleks cahaya (+). Dari telinga sebelah kiri keluar darah dan
sebagian sudah mengering.

Di bagian paha kiri terdapat luka hecting dengan 4 jahitan dan pada
lutut bagian kaki kiri terdapat luka terbuka ±4 cm. Terdapat
pembengkakan pada area fraktur femur sinistra. Kaki kiri dilakukan traksi
dengan beban ±5 kg. Pada area traksi pasien merasakan nyeri, ujung area
distal masih dapat digerakkan dengan gerakan sirkular. Kekuatan otot kaki
kanan dan kiri 5/1.

Pada pemeriksaan TTV: TD 160/110 mmHg, Nadi 60x/menit,


Respirasi 30x/menit. Dilakukan manajemen: posisi tidur head up 30o,
27

terpasang catheter, dan infus NaCL 0,9%, 15 gtt/menit kemudian diberi


cairan Manitol 200 cc guyur tiap 6 jam (4x200cc).

Hasil foto rontgent kepala tampak adanya hematom sub dural sebelah
kiri dan temporal. Selanjutnya pasien dirawat di Neurosurgical Intensif
Unit.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS


HEAD INJURY DAN FRAKTUR

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Data Biografi
1) Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : Tidak terkaji
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Suku/Bangsa : Indonesia
Status Marital : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Tgl Masuk : Tidak terkaji
Tgl Pengkajian : Tidak terkaji
No. Medrec : Tidak terkaji
Diagnosa Medis : Head Injury dan Fraktur
2) Identitas Penanggung Jawab
28

Nama : Tidak terkaji


Umur : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Hub. Dengan Klien: Tidak terkaji

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Penurunan kesadaran.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Tn. A Dibawa ke UGD RSHS dengan keadaan tidak sadar.
Menurut pengantarnya, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
yaitu pada saat mengendarai sepeda motor dengan kecepatan
tinggi dan tidak menggunakan helm pelindung, tiba-tiba
menabrak truk bagian belakang karena truk tersebut mengerem
mendadak sehingga dahi terbentur cukup keras. Setelah
menabrak kemudian terpental dan terjatuh ke arah kiri sehingga
kepalanya kembali membentur aspal. Sebelum pingsan pasien
sempat muntah 1 kali.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Tidak terkaji, namun harus ada yang terkaji sebagai
berikut : penyakit yang pernah dialami, pernah dirawat, dioprasi,
imunisasi, alergi, pengobatan yang pernah dijalani, penyakit
yang dialami ketika masih kecil dan penyakit dahulu yang sama
dengan penyakit sekarang.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji riwayat penyakit hipertensi, DM, Jantung, Kanker dll.


c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Penurunan kesadaran
29

2) Tingkat kesadaran : Sopor


GCS : (E: 2 M:2 V:1) = 5
3) Tanda tanda vital :
a) TD : 160/100 mmHg
b) Nadi : 60 x/mnit
c) Respirasi : 30 x/mnit
d) Suhu : Tidak terkaji

4) Pemeriksaan fisik
a) System pernafasan
Terdapat memar disekitar hidung. Data yang harus ditambahkan: ada
cuping hidung, kebersihan hidung, bibir sianosis, kesimetrisan dada
dan punggung saat nafas, ada luka di dada, terpasang alat bantu nafas,
perkusi dada, ada nyeri tekan di dada, masa, tekstur, ada krepitasi,
suara paru, nafas ireguler/tidak.
b) System kardiovaskuler
Ujung area distal tidak pucat. Data yang harus ditambahkan: lihat
kejelasan ictus cordis, ada kebiruan pada bagian dada jantung, palpasi
dada, CRT berapa, akral hangat/diagnosis, CTR (Cardio Thorax
Ratio) berapa.
c) System pencernaan
Tidak terkaji. Data yang harus ditambahkan: kesimetrisan abdomen,
warna abdomen, asites atau tidak, luka di abdomen, ada spider
navy/tidak, tekstur, kebersihan lidah, sariawan, gigi dan mulut, mulut
kering/tidak, peristaltik usus berapa, perkusi abdomen dan hepar,
palpasi abdomen, keras/tidak, masa, ada mual/muntah.
d) System integument
Ada luka robek di dahi dan berdarah sekitar 9 cm horisontal, memar
disekitar kedua pelipis dan hidung, kedua kelopak mata pasien agak
memar kebiruan. Di bagian kaki kiri terdapat luka hecting dengan 4
jahitan dan pada lutut bagian kaki kiri terdapat luka terbuka ±4 cm.
30

e) System musculoskeletal
Terdapat pembengkakan di area fraktur femur sinistra. Kaki kiri
dilakukan traksi dengan beban ±5 kg. Pada area traksi pasien
merasakan nyeri, ujung area distal masih dapat digerakkan dengan
gerakan sirkular. Kekuatan otot kaki kanan dan kiri 5/1.
f) System perkemihan-genital
Terpasang Kateter
Pengkajian yang harus ditambahkan: ada nyeri tekan, teraba distensi
kandung kemih/tidak, palpasi ginjal di dada, masa, tekstur.
g) Sistem Sensori/persepsi
Telinga sebelah kiri keluar darah dan sebagian sudah mengering.
h) System persarafan
Klien dapat merasakan sensasi raba, tidak ada kesemutan.
- N1 (Olfaktorius)
Kaji apakah klien mampu membedakan bau minyak kayu putih atau
kopi
- N II (Optikus)
Kaji apakah klien dapat/tidak dapat melihat tulisan atau objek dari
jarak yang jauh.
- N III,IV,VI (Okulomotorius, Cochlearis, Abdusen)
Kedua kelopak mata pasien agak memar kebiruan, pupil anisokor,
diameter pupil sebelah kanan melebar 10 cm reflek cahaya (-) dan
sebeleh kiri 5cm reflek cahaya (+), Kaji apakah mata klien
mampu/tidak mampu menggerakkan bola mata kesegala arah dan sulit
mengangkat mata.
- N V (Trigeminus)
Kaji apakah klien mengedipkan matanya bila ada rangsangan.
- NVII (Fasialis) : Klien tidak memiliki tremor/kelumpuhan dimuka
- NVIII (Auditorius) : Klien dapat menjawab pertanyaan dari perawat,
yaitu perawat berbicara dengan suara dan intonasi yang jelas dan agak
keras agar dapat mendengar dengan baik.
31

- NIX (Glosofaringeus) : Kaji refleks muntah, dan menelan


- NX (Vagus) : Klien dapat menggerakan lidahnya kesegala arah dengan
bebas. menelan
- NXI (Asesorius) : Klien dapat menoleh kekanan dan kekiri dengan
normal.
- NXII (Hipoglossus) : Kaji Pergerakan Lidah Klien
d. Pola Aktivitas Sehari-hari
No Jenis Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit
1 Pola nutrisi :
 Makan :
- Frekuensi Kaji Pola Nutrisi Kaji Pola nutrisi dan
- Porsi Makan Dan Minum asupan cairan klien saat
- Jenis Klien sakit
- Keluhan
 Minum :
- Frekuesi
- Jenis
- Keluhan
2 Eliminasi Kaji pola bab dan bak Kaji pola bab dan bak klien
 BAB klien sebelum sakit saat sakit
- Frekuensi
- Kosistensi
- Warna
- Keluhan

 BAK
- Frekuensi
- Warna
- Keluhan
3 Personal Hygine Kaji personal hygine Kaji personal hygine klien
- Mandi klien sebelum sakit saat sakit
- Keramas
32

No Jenis Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit


- Gosok Gigi
- Potong Kuku
4 Istirahat dan tidur Kaji Istirahat dan tidur Kaji Istirahat dan tidur
- Siang klien sebelum sakit klien saat sakit
- Malam
- Keluhan
5 Aktivitas Kaji aktivitas klien Kaji Aktivitas klien saat
sebelum sakit sakit
- Keluhan
e. Data Psikologis

Berisi gambaran diri klien, cemas-gelisah-takut-emosi klien

f. Data Spiritual
Hubungan klien dg Allah SWT, spirit dari siapa saja, melaksankan sholat
saat sehat-sakit, sakit menurut agaman klien seperti apa.
g. Data Sosial
Berisi hubungan klien dg yang lain, keluarga, teman, kerabat dan perawat.
h. Data Penunjang
1) Hasil radiologi
Hasil foto rongent kepala tampak adanya hematom sub
dural sebelah kiri dan temporal.
2) Terapi yang diberikan
a) Posisi Kepala Head up 300.
b)

Nama Golongan Dosis Fungsi


Manitol Diuretik 200cc guyuran Menurukan tekanan dalam
tiap 6 jam kepala ketika meningkat
(4x200 cc) akibat tumor, perdarahan dan
lain-lain.
Nacl 0,9 % 15 gtt/menit Untuk mengembalikan
keseimbangan elektrolit pada
33

dehidrasi

B. Analisa Data
NO Data Etiologi Masalah
1. DS : Trauma kepala Penurunan
- Menurut penolong kapasitas adaptif
pasien di tempat Kerusakan jaringan otak tekanan intrakranial
kejadian pasien
muntah sebanyak Merobek vena subdural
1x.
DO : Hematoma subdural
- TD : 160/100
mmHg TIK
- N : 60x/mnt
- RR : 30x/mnt TD , RR , pupil anisokor,

- Hasil foto rontgent penurunan kesadaran

kepala tampak
adanya hematom
subdural sebelah Penurunan kapasitas adaptif

kiri dan kanan tekanan intrakranial

- GCS 5 (Sopor)
2. DS : - Trauma kepala Ketidakefektifan
pola nafas
DO: Kerusakan jaringan otak
- RR: 30x/menit
- Ujung area Merobek vena
distal tidak
pucat
Hematoma subdural
34

TIK

Penekanan saraf simpatis

Vasokontriksi pemb. Darah

O2

Kebutuhan O2

Ketidakefektifan pola nafas

3. DS : - Trauma Kerusakan
Intergitas kulit
DO
- Dahi robek dan
berdarah sektar 9 Terbentur
cm
- Memar disekitar
kedua pelipis dan Fraktur
hidung
- Di bagian paha
kaki kiri terdapat
luka hecting Luka terbuka dan luka hecting
dengan 4 jahitan
- Pada lutut bagian
kaki kiri terdapat
35

luka terbuka ±4cm Kerusakan integritas kulit

C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas

No Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan tekanan adaptif intrakranial b.d cedera kepala

2. Ketidakefektifan pola nafas b.d Gangguan neurologis


3. Kerusakan integritas kulit b.d cedera fisik

Diagnosa yang mungkin muncul yaitu :


1. Resiko infeksi
36

D. Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1 Penurunan kapasitas Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan klien head up 30 derajat 1. Posisi head up 30 derajat
adaptif intrakranial b.d
keperawatan selama 3x24 dapat mengurangi beban
cedera kepala
jam diharapkan tekanan tekanan intracranial
intra kranial menurun 2. Monitor tanda-tanda vital dan 2. Suatu keadaan normal bila
dengan kriteria hasil : tingkat kesadaran GCS tiap 4 jam sirkulasi serebral
- Kesadaran Somnolen terpelihara dengan baik
- Pupil memberikan atau fluktuasi ditandai
refleks saat diberi dengan tekanan darah
cahaya sistemik. Dengan
- Klien tidak muntah peningkatan darah

- TTV dalam rentang dibarengi dengan

normal peningkatan tekanan darah

TD : 120/80 mmHg intracranial. Adanya

N : 60 – 100 x/mnt peningkatan tensi,

R : 16 – 24 x/mnt bradikardi disritmia dan


dyspnea merupakan tanda
37

terjadinya peningkatan
TIK
3. Evaluasi pupil, amati ukuran, 3. Reaksi pupil dan
ketajaman, dan reaksi terhadap pergerakan kembali dari
cahaya bola mata merupakan
tanda dari gangguan saraf
jika batang otak terkoyak.
Reaksi pupil diatur oleh
saraf ketiga kranial
(okulomotorik) yang
menunjukkan keutuhan
batang otak. Ukuran pupil
menunjukkan
keseimbagan antara
parasimpatis dan simpatis.
Respon terhadap cahaya
merupakan kombinasi
fungsi dari saraf kranial II
dan III.
38

4. Berikan penjelasan pada keluarga 4. Meningkatkan kerjasama


tentang sebab akibat TIK dalam meningkatkan
meningkat. perawatan klien dan
mengurangi kecemasan
5. Lanjutkan terapi pemberian NaCl 5. Mengembalikan
0,9% (15 gtt/menit). keseimbangan elektrolit
6. Lanjutkan terapi pemberian 6. Diuretik mungkin
manitol 200cc guyur tiap 6 jam digunakan pada fase akut
(4x200) untuk mengalirkan air dari
brain cells serta
mengurangi TIK
2 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan Posisi Semi fowler. 1. Meningkatkan inspirasi
nafas b.d trauma kepala
3 x 24 jam pola nafas maksimal, meningkatkan
kembali efektif dengan ekspansi paru dan ventilasi
kriteria hasil : pada posisi yang tidak sakit
1.Memperlihatkan frekuensi 2. Observasi fungsi pernapasan, 2. Distres pernapasan dan
pernafasan yang efektif. dispnea, atau perubahan tanda- perurabahan pada tanda vital
2. RR kembali dalam batas tanda vital. dapat terjadi akibat stres
normal yaitu : 16 – 24 fisiologi dan nyeri atau dapat
39

x/menit menunjukan kejadian syok


sehubungan dengan syok.
3. Kaji Sianosis Perifer. 3. Pucat menunjukkan
terjadinya perfusi perifer
akibat kekurangan Oksigen.
4. Kolaborasi Pemberian Oksigen 4. Pemberian oksigen secara
dengan dokter. adekuat dapat mensuplai dan
memberikan cadangan
oksigen, sehingga mncegah
terjadinya hipoksia.
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Ubah posisi klien tiap 2 jam 1. mencegah terjadinya luka
. kulit b.d cedera fisik
keperawatan selama 3 x 24 2. Membantu perawatan tubuh klien dekubitus
jam diharapkan : dengan seka. 2. mempertahankan
- Tidak ada luka atau lesi 3. merawat luka klien setiap 1x 24 jam kebersihan tanpa mengiritasi
pada kulit kulit
- Tidak ada pucat 3. Luka yang terbuka dan
- Perbaikan kulit tidak dibersihkan akan

- Mempertahankan menimbulkan infeksi.

kelembaban kulit
40
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang
dari yang dapat diabsopsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung,
gaya meremuk, gerakan puntir, mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem.
Jenis Fraktur ada terbuka dan tertutup. Kemudia etiologi fraktur adalah :
• Kejadian terjatuh
• Kecelakaan kendaraan bermotor
• Olahraga
• Pemakaian obat yang mengganggu kemampuan penilaian atau mobilitas
• Usia muda (immaturitas tulang)
• Tumor tulang
• Penyakit metabolik
• Obat-obatan yang menyebabkan osteoporosis latrogenik seperti preparasi
steroid.
Penanganannnya yaitu dengan :
- Gips
- Amputasi
- Traksi
Head Injury atau cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak, dan otak bersifat terbuka dan tertutup.
Etiologi nya adalah :
 Kecelakaan mobil
 Perkelahian

41
 Jatuh
 Cedera Olahraga
 Cedera kepala terbuka disebabkan oleh peluru atau pisau

42
43

Jenis Head Injury yaitu :


 Fraktur tengkorak
 Komosio serebri
 Kontusio serebri
 Hematoma epidural
 Hematoma subdural akut
 Hematoma subdural kronis
Penatalaksanaannya yaitu :
- Observasi dan tirah baring
- Pembedahan dan evekuasi hematoma
- Dekompresi melalui pengeboran lubang didalam otak
- Ventilasi mekanis (ABC) dan cairan
- Antibiotik
- Pemberian diuretic (furosemid) untuk menurunkan tekanan pada
intrakranial dan antiinflamasi

B. Saran
Penulis memberi saran untuk lebih memperhatikan kesehatan diri dan
pola hidup yang lebih sehat, dengan makanan yang bernutrisi dan jaga
kesehatan tulang sehingga baik untuk kesehatan tulang, agar terhindar dari
berbagai gangguan sistem muskuloskeletal. Dan pada Head Injury mahasiswa
keperawatan dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
cedera kepala, dapat menilai batasan GCS, lebih teliti dalam memberikan
intervensi keperawatan kepada klien dengan cedera kepala, dapat
memberikan pendidikan kesehatan terhadap keluarga maupun klien, baik di
rumah sakit maupun di rumah dan semoga apa yang disampaikan penulis bisa
bermanfaat dan memberi pengetahuan untuk pembaca.   
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin.2008. Buku Ajar Asuhan keperawatan Klien dengan


GangguanSistem Persyarafan.Jakarta:Salemba Medika.
Barbara Engram.2009. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah.Jakarta:EGC
Corwin,Elisabeth J.2009. Buku Saku Patofisiologi.Ed, 3 Revisi. Jakarta :EGC
Doenges, Marilynn.2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC
Irawan, Budi.2003.Pengamatan Fungsi hati Pada Penderita Penyakit.
NANDA NIC NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medi Jilid 3. Yogyakarta. Mediaction
NoorHelmi, Zairin. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta :
Selemba Medika.
Nurarif, A H. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Jakarta :
EGC
Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2.
Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R.dan Wim de jong.2005Buku.Ajar Ilmu Bedah, Ed.2.
Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai