Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN TYPHOID FEVER

1. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut (Inawati, 2009). Definisi
lain dari demam tifoid atau Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut
yang biasaya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih
dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran
(Ngastiyah, 2005).
Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya
menginfeksi manusia yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan
Salmonella typhi, yaitu penderita demam tifoid dan karier. Seseorang yang
karier adalah orang yang pernah menderita demam tifoid dan terus membawa
penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya (Nadyah, 2014)

2. Etiologi
Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan
Salmonella yaitu Salmonella thypi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S
paratyphi C. Bakteri tersebut memasuki tubuh penderita melalui saluran
pencernaan (Inawati, 2009). Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia
yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit tersebut, baik
ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan. Pada masa
penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella spp di dalam
kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5 persen penderita demam
tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedangkan 2 persen yang lain
akan menjadi karier yang menahun. Sebagian besar dari karier tersebut
merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk
urinary type.

3. Manifestasi klinis
3.1. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya
adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit
tidaklah khas, berupa :
- anoreksia
- rasa malas
- sakit kepala bagian depan
- nyeri otot
- lidah kotor
- gangguan perut (perut kembung dan sakit)
3.2. Gejala Khas
3.2.1. Minggu Pertama
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu
pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti
demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc,
sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk,
dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan
semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung
dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti.
Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah
pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
bergetar atau tremor.
3.2.2. Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat
setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian
meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu
kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi
(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada
pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.
Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan
suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan
suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan
keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan
pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah
mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun,
sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang
berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
3.2.3. Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir
minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati.
Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan
temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi,
akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin
memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-
tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus,
inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
3.2.4. Minggu Keempat
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan untuk demam
tifoid.

4. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella
paratyphi A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke
dalam tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar.
Selanjutnya akan ke dinding usus halus melalui aliran limfe ke kelenjar
mesentrium menggandakan/multiplikasi (bacterium). Biasanya pasien belum
tampak adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti mual, muntah, tidak enak
badan, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo endosetual. Tetapi
kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke dalam
peredaran darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk
mengeluarkan sel piogon akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon
inilah yang mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus sehingga
timbul gejala demam dan apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka
dapat terjadi gangguan kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah dari
peredaran darah, kuman menuju ke organ-oragan tubuh (hati, limfa, empedu)
sehingga timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya organ tersebut
dan nyeri tekan, terutama pada folikel limfosid berangsur-angsur mengalami
perbaikan dan apabila tidak dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ
sehingga timbul komplikasi dan dapat memperburuk kondisi pasien
(Juwono,1999).
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses (tinja). Feses dan muntah
pada penderita demam tifoid dapat menularkan salmonella thypi kepada
orang lain. Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman
ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya
masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
5. Pathway

Minuman dan makanan


yang terkontaminasi

Mulut

Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Peningkatan asam lambung Usus

Proses infeksi Limfoid plaque penyeri di


Perasaan tidak enak pada
perut, mual, muntah ileum terminalis
Merangsang peningkatan
(anorexia)
peristaltic usus Perdarahan dan
perforasi intestinal
Diare
Kuman masuk aliran
Ketidakseimbangan limfe mesentrial
nutrisi: Kurang dari
kebutuhan tubuh Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

Kekurangan
volume cairan Jaringan tubuh (limfa) Hipertrofi
(hepatosplenomegali)

Peradangan Penekanan pada saraf di hati


Kurang intake cairan

Pelepasan zat pyrogen Nyeri ulu hati Nyeri Akut

Pusat termogulasi tubuh

Hipertermia
6. Penatalaksanaan
6.1. Tirah baring absolut minimal 7-14 hari sampai bebas demam
6.2. Terapi suportif misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi
gangguan keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan
oleh tubuh dan kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.
6.3. Obat
6.3.1. Kloramfenikol
6.3.2. Tiamfenikol
6.3.3. Ko-trimoksazol
6.3.4. Ampisilin dan Amoksisilin
6.3.5. Sefalosporin
6.3.6. Fluorokinolon
6.3.7. Furazolidon

7. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan serologi yang masih dikerjakan pada pasien yang dirawat
dengan demam typhoid di Rumah Sakit adalah tes Widal. Nilai diagnostik tes
Widal adalah melihat adanya kenaikan titer antibodi yang bermakna dalam
darah terhadap antigen O (somatik) dan/atau antigen H (flagellar) Salmonella
enterica serotype typhi pada 2 kali pengambilan spesimen serum dengan
interval waktu 10-14 hari.
Interpretasi hasil tes widal yaitu terjadinya aglutinasi menandakan tes
Widal positif dan jika reaksi positif diobservasi dalam 20ul sampel tes, hal ini
mengindikasikan adanya level klinis yang signifikan dari respon antibodi
pada serum pasien. Tidak terjadinya aglutinasi menandakan hasil tes Widal
negatif dan mengindikasikan tidak adanya level klinis yang signifikan dari
respon antibody (Wardana, 2014)

8. Rencana Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul
Hipertermia b.d. Penyakit/Peningkatan metabolism tubuh
Diare b.d. Inflamasi gastrointestinal
Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan
Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan aktif
Nyeri akut b.d. Agen cidera fisik
Rencana asuhan keperawatan keperawatan

No Dx keperawatan Tujuan Intervensi

1 Hipertermia b.d. NOC : Thermoregulation NIC :Fever Treatment


Penyakit/
Peningkatan a. Monitor suhu sesering
metabolism tubuh mungkin
b. Monitor IWL
c. Monitor watna dan suhu
tubuh
d. Monitor TTV
e. Monitor Wbc, Hb, Hct
f. Monitor intake dan output
cairan
g. Kolaborasi pemberian
antipuretik
h. Kolaborasi pemberian
cairan IV
i. Kompres pasien dengan
air hangat
j. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab
demam
2 Diare b.d. Inflamasi NOC : Bowel Elimination NIC : Diarhea Management
gastrointestinal a. Instruksikan kepada
keluarga untuk mencatat
warna, jumlah, frekuensi
dan konsistensi dari feses
b. Evaluasi intake makanan
yang masuk
c. Observasi turgot kulit
secara rutin
d. Instrusikan kepada
keluarga untuk makan
makanan rendah serat,
tinggi protein, dan tinggi
kalori jika memungkinkan
e. Kolaborasi pemberian
cairan IV
f. Kolaborasi pemberian
obat diare
3 Kekurangan NOC : Fluid Balance, NIC : Fluid Management
Kekurangan volume Hydration
cairan b.d. a. Monitor status hidrasi
kehilangan cairan pasien
aktif b. Pertahankan catatan intake
dan output cairan
c. Monitor TTV
d. Monitor masukan
makanan dan cairan dan
hitung intake kalori harian
e. Kolaborasi pemberian
cairan IV
4 Nyeri akut b.d. agen NOC : Pain Control NIC : Pain Management
cedera fisik
Setelah dilakukan asuhan a. Melakukan pengkajian
keperawatan selama 2x24 nyeri secara komprehensif
jam diharapkan nyeri klien termasuk lokasi,
akan menurun dengan karakteristik, kapan
kriteria hasil: dimulain atau durasi,
frekuensi, kualitas,
Indikator A T intensitas dan faktor
1. Mengetahui 3 4 pencetus
kapan nyeri b. Observasi reaksi
dimulai nonverbal dari
2. Mendiskrip 3 4 ketidaknyamanan
sikan faktor c. Gunakan teknik
sebab dan komunikasi terapeutik
akibat 3 4 untuk mengetahui
3. Menggunak pengalaman nyeri klien
an tindakan d. Kaji budaya yang
pencegahan 3 5 mempengaruhi respon
4. Menggunak nyeri klien
an e. Eksplore pengetahuan dan
analgesik kepercayaan klien tentang
yang nyeri
dianjurkan 3 5 f. Evaluasi bersama klien
5. Menggunak dan tenaga kesehatan
an sumber tentang ketidakefektifan
yang kontrol nyeri di masa lalu
tersedia 2 4 g. Kontrol lingkungan yang
6. Mengenali dapat memperburuk nyeri
gejala nyeri misalnya suhu ruangan
atau kebisingan
Keterangan : h. Pilih dan lakukan
1 : Tidak Pernah penanganan nyeri
mendemonstrasikan (farmakologi,
2 : Jarang nonfarmakologi dan
3 : Kadang-kadang interpersonal)
4 : Sering i. Ajarkan tentang teknik
5 : Konsisten non farmakologi
j. Gunakan kontrol nyeri
sebelum nyeri bertambah
berat
5 Ketidakseimbangan NOC : Nutritional Status NIC : Nutritional
nutrisi : kurang dari Management
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan perawatan
selama 3 x 24 jam status
a. Kaji adanya alergi
nutrisi klien akan membaik
dengan indicator : makanan
b. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
Indikator A T
nutrisi yang dibutuhkan
1. Intakae 3 4
nutrisi c. Berikan sustansi gula
2. Intake 3 4 d. Berikan diet tinggi serat
cairan untuk mencegah
3. Energy 3 4 konstipasi
4. Hidrasi 3 4 e. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
Keterangan :
f. Kaji kemampuan pasien
1. severe deviation from
normal range untuk mendapatkan nutrisi
2. substantial yang dibutuhkan
3. moderate g. Makan sedikit-sedikit
4. mild namun sering untuk
5. none mencegah muntah

Nutrition Monitoring

a. Monitor turgor kulit


b. Monitor mual dan muntah
DAFTAR PUSTAKA

Inawati. (2009). Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi
Khusus. Hal 31-36.
Nadyah. (2014). Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit
demam tifoid di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten
Gowa 2013. Jurnal Kesehatan, Vol VII, No 1, 305-321.
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC
Wardana, I. M. T. L., et al. (2014). Diagnosis demam thypoid dengan
pemeriksaan widal. Bali: Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

Anda mungkin juga menyukai