Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


DENGAN FRAKTUR TIBIA DI RUANG IGD
RSU MUHAMMADIYAH METRO

Oleh :
WAKIAH
2022207209068

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TA 2022/2023
1. Konsep Fraktur Tibia
A. Definisi
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar
tulang akan akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Nurarif, 2015)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk dan kontraksi
otot ekstrem. Saat tulng patah, jaringan disekitar akan terpengaruh, yang dapat
mengakibatkan edema pada jaringan lunak, dislokasi sendi, kerusakan saraf. Organ
tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat
fragmen tulang (Brunner & Suddart, 2013).

B. Etiologi
Penyebab fraktur terdiri dari :
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah.
2) Kekerasan Tidak Langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vector kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otor sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan penarika
(Carpenito, 2013).

C. Klasifikasi, antara lain :


1) Fraktur komplet : fraktur/patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran dan posisi normal.
2) Fraktur tidak komplet : fraktur/patah yang hanya terjadi pada sebagian garis
tengah tulang.
3) Fraktur tertutup : fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi
fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit.
4) Fraktur terbuka : fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur
(fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan
infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing).
a. Grade 1 dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya.
b. Grade II luka lebih besar, luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
c. Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif, merupakan yang paling kuat (Mansjoer, Arif, 2015).

D. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), tanda dan gejala dari fraktur antara lain :
1) Tidak dapat menggunakan anggota gerak
2) Nyeri pembengkakan
3) Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar
mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma,
dan olahraga).
4) Gangguan fisik anggota gerak.
5) Deformitas mengalami perubahan bentuk pada daerah fraktur.
6) Kelainan gerak.
7) Pembengkakan pada perubahan warna lokasi pada daerah fraktur.
8) Krepitasi atau dating dengan gejala-gejala lain.
E. Pathway

Kerangka masalah fraktur (Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan Nanda Nic-Noc, 2015).

F. Pemeriksaan Penunjang (Lab dan diagnostik)


Pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1) X-ray menentukan lokasi/luas fraktur
2) Scan tulang memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
3) Arteogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4) Hitung darah lengkap : Hemokosentrasi mungkin mengingkat, menurun pada
perdarahan, peningkatan lekosit sebagai respon terhadap perdarahan.
5) Kretinin : trauma otot meningkat beban kretinin untuk klirens ginjal.
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse atau
cedera hati (Nurarif & Kusuma, 2015).
G. Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Komplikasi Dini
a. Nekrosis kulit
b. Osteomyelitis
c. Kompartement sindrom
d. Emboli lemak
e. Tetanus
2) Komplikasi Lanjut
a. Kekakuan sendi
b. Penyebaran fraktur yang abnormal :
- Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
- Delayed union, adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
- Nonumion, patah tulang tidak menyambung kembali.
c. Ostemielitis kronis
d. Osteoporosis pasca trauma
e. Rupture tendon (Mansjoer, Arif, 2015).

H. Penatalaksanaan medis dan keperawatan


1) Penatalaksanaan Medis
- Pemasangan bidai
- Pemasangan gips
- Pemasangan Implant
- Traksi kontin
- Pemasangan Pin
2) Penatalaksanaan Keperawatan
- Pemasangan balutan
- Reduksi fraktur (seting tulang) berarti mengembalikan fregmen tulang pada
kesejajaran dan rotasi anatomis.
- Imobilisasi fraktur : setelah fraktur direduksi, fregmen tulang haeus dimobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan.
- Rehabilitas : proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara
melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan
klien.
- Pantau status neurovaskuler, latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk
berpatisipasi dalam memperbaiki kemandirian dan harga diri (Brunner &
Suddarth, 2015).

2. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1) Identitas klien
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, tanggal masuk, no register, dan diagnose
medik.
2) Keluhan utama/masuk RS
Terdiri dari PQRST
3) Pengkajian Primer
Terdiri dari airway (control servikal), breathing (cedera dan oksigen), circulation
(control pendarahan), disability
4) Pengkajian sekunder
Terdiri dari pengkajian :
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan lalu
c. Riwayat kesehatan keluarga
5) Anamnesa singkat (AMPLE)
a. Allergies
b. Medikasi
c. Nyeri
d. Terakhir makan
e. Event of injury/penyebab injury
6) Pemeriksaan head to toe
a. Ektermitas Atas
- Kepala : Kesimetrisan wajah
- Rambut : Warna, distribusi, tekstur, tengkorak/kulit kepala
- Sensori : Mata inspeksi bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sclera, pupil,
reaksi pupil terhadap cahaya, lensa, tes singkat visus
- Telinga : Letak, bentuk, serumen, kemampuan pendengaran (tes singkat
dengan arloji/bisikan)
- Hidung : Deviasi septum nasi, kepanitiaan jalan napas lewat hidung
- Mulut : Bibir sumbing, mukosa mulut, tonsil, gigi, gusi, lidah, bau mulut
b. Leher
Deviasi/simetris, cedera servical, kelenjar tiroid, kelenjar limfe, trakea, JVP
c. Dada
I : Kesimetrisan, penggunaan otot bantu napas, ictus cordis
P : taktil fremitus, ada/tidaknya masa, ictus cordis teraba/tidak
P : adanya cairan di paru, suara perkusi paru normal, abnormal
A : suara paru, suara jantung
d. Abdomen : IAPP
Terdiri dari pengkajian : lastic, kembung, Lembek, asites, auskultasi (bising usus),
Palpasi (posisi hepar, limpa, ginjal, kandung kemih, perhatikan adanya nyeri),
perkusi abdomen (timpani, redup).
e. Ekstremitas/Musculoskeletal
Terdiri dari pengkajian : rentang gerak, kekuatan otot, deformitas, kontraktur, edema,
nyeri, krepitus.
f. Kulit / Integumen:
Terdiri dari pemeriksaan : turgor (Baik/Buruk/Sedang), mukosa (Lembab/Kering),
kulit (Bintik Merah/Lesi), suhu: … 0C

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik, trauma jaringan, post operative fraktur.
2. Hambatan/gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular (nyeri)
3. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d kelembapan, penurunan mobilitas.
C. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan (SLKI) Intervensi (SLKI)


(SDKI)

1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I. 08238).
agen keperawatan selama 1 x 24 jam Observasi :
pencedera diharapkan nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi,
fisik, trauma (L.08066) dengan kriteria hasil karakteristik, durasi, frekuensi,
jaringan, post : kualitas, intensitas nyeri, skala
operative 1. Keluhan nyeri menurun nyeri.
fraktur (D. 2. Gelisah menurun 2. Identifikasi respon nyeri non
0077) 3. Kesulitan tidur menurun verbal.
4. Pola tidur membaik 3. Identifikasi faktor yang
5. Frekuensi nadi membaik memperberat dan
6. Pola napas membaik memperingan nyeri.
7. Tekanan darah membaik 4. Monitor efek samping
penggunaan analgetik.
Teraupetik :
5. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
6. Fasilitasi istirahat dan tidur.
Edukasi :
7. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri.
8. Jelaskan strategi meredaan
nyeri
9. Anjurkan memonitor nyeri
sendiri.
10. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian
analgetik.

2 Hambatan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi (I.05173)


/gangguan keperawatan selama 1 x 24 jam Observasi :
mobilitas fisik diharapkan mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya nyeri atau
b.d gangguan meningkat (L.05042) dengan keluhan fisik lainnya
neuromuscular kriteria hasil : 2. Identifikasi tolerasansi fisik
nyeri (D. 1. Pergerakan ekstermitas melakukan pergerakan
0054) meningkat 3. Moitor TTV sebelum
2. Nyeri menurun melakukan mobilisasi
3. Kecemasan menurun Teraupetik :
4. Gerakan terbatas menurun 4. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
5. Kelelahan fisik menurun dengan alat bantu (mis. Pagar
tempat tidur)
5. Fasilitasi melakukan
pergerakan
6. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
7. Jelaskan dan tujuan prosedur
mobilisasi
8. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini.

3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (I. 14564)


integritas keperawatan selama 1 x 24 jam Observasi :
kulit / jaringan diharapkan integritas kulit dan 1. Monitor karakteristik luka
b.d jaringan meningkat (L.14125) (warna, ukuran bau)
kelembapan, dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda-tanda infeksi
penurunan 1. Nyeri menurun Teraupetik :
mobilitas 2. Elastisitas meningkat 3. Lepaskan balutan dan plester
3. Hidrasi meningkat secara perlahan
4. Perfusi jaringan meningkat 4. Bersihkan dengan NaCl, sesuai
5. Kemerahan menurun kebutuhan
6. Hematoma menurun 5. Berikan salep yang sesuai
kekulit/lesi
6. Pasang balutan sesuai jenis
luka
7. Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
Edukasi :
8. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
9. Anjurkan makan tinggi kalori
dan protein
10. Ajarkan prosedur perawatan
luka secara mandiri
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA

Burnner & Suddart. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Carpenito, LJ. (2013). Buku Saku Diagnose Keperawatan Edisi 6. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Areif. (2015). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : FKUI.
Nurarif, A. H. Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
Dan Nanda Nic Noc Jilid 2, Yogyakarta : Mediaction Publishing.
Smeltzer, S. C. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Burnner And Suddarth. Ed. 8.
Vol.3. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnosis Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai