Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulit di sembuhkan dari
pada infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons
jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan
pembentukan involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling
jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis
yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan
kehilangan ekstremitas.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah)
dari fukos infeksi di tempat lain (misalnya : tonsil yang terinfeksi,
lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas). Osteomielitis akibat
penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat
trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat
traumasubklinis(takjelas).
Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan
lunak (misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler)
atau kontaminasi langsung tulang (misalnya : fraktur terbuka, cedera
traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah
mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita
diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid,
telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid
jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi
sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang
menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka
mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi
luka,atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.
Osteomielitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun
demikian seluruh usia bisa saja beresiko untuk terjadinya

1
osteomyelitis pada umumnya kasus ini banyak terjadi laki-laki dengan
perbandingan 2 : 1.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Osteomelitis ?
2. Apa klasifikasi dari Osteomelitis ?
3. Apa etiologi dari Osteomelitis ?
4. Bagaimana Pathway dari Osteomelitis ?
5. Bagaimana patofisiologi dari Osteomelitis ?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari Osteomelitis ?
7. Apa pemeriksaan penunjang dari Osteomelitis ?
8. Apa penatalaksanaan dari Osteomelitis ?
9. Apa saja komplikasi dari Osteomelitis ?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien Osteomelitis ?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus Osteomelitis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Osteomelitis.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari Osteomelitis.
3. Untuk mengetahui etiologi dari Osteomelitis.
4. Untuk mengetahui pathway dari Osteomelitis.
5. Untuk mengetahu patofisiologi dari Osteomelitis
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Osteomelitis.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Osteomelitis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Osteomelitis.
9. Untuk mengetahui komplikasi dari Osteomelitis.
10. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien
Osteomelitis.
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada kasus Osteomelitis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Osteomielitis


Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit
disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya
asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan
jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di
sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah
kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan
kehilangan ekstremitas.
Osteomilitis masih merupakan permasalahan di negara kita karena
tingkat higienis yang masih rendah, pemahaman mengenai
penatalaksanaan yang belum baik, diagnosis yang sering terlambat
sehingga biasanya berakhir dengan osteomilitis kronis, dan fasilitas
diagnostik yang belum memadai di puskesamas. Angka jejadian
osteomilitis di Indonesia saat ini masih tinggi sehingga kasus
osteomilitis tulang dan sendi juga masih tinggi. Pengobatan
ostemolitis memerlukan waktu yang cukup.
Faktor predisposisi osteomilitis hematogen akut :
1. Usia (terutama mengenai bayi dan anak- anak).
2. Jenis kelamin ( lebih sering pada pria dari pada wanita dengan
perbandingan 4 : 1) .
3. Trauma ( hematoma akibat trauma pada daerah metafisis merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya osteomimitis hematogen akut).
4. Lokasi ( oseteomilitis hematogen akut serng terjadi di daerah metafisis
karena daerah ini merupakan daera aktif tempat erjadinya pertumbuhan
tulang)
5. Nutrisi, lingkungan, dan imunitas yang birik serta adanya fokus infeksi
sebelumnya ( seperti bisul, tonsilitis).

Lama dan biaya yang tinggi. Banyak klien fraktur terbuka yang datang
terlambat dan biasanya datang dengan komplikasi osteomilitis. Osteomolitis

3
adalah infeksi pada tulang, baik karena infeksi piogenik maupun non-
piogenik, misalnya Mycrobacterium tuberculosis.

2.2 Klasifikasi Osteomielitis


Osteomielitis secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan
perjalanan klinis, yaitu osteomielitis akut, sub akut, dan kronis. Hal
tersebut tergantung dari intensitas proses infeksi dan gejala yang
terkait.
1. Osteomielitis Hematogen Akut
Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan
sumsum tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana
mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan
beredar melalui sirkulasi darah. Kelainan ini sering ditemukan
pada anak- anak dan sangat jarang pada orang dewasa.
2. Osteomielitis Hematogen Subakut
Gejala osteomielitis hematogen subakut lebih ringan oleh
karena organism penyebabnya kurang purulen dan penderita lebih
resisten. Osteomielitis hematogen subakut biasanya disebabkan
oleh Stafilokokusaureus dan umumnya berlokasi dibagian distal
femur dan proksimal tibia.
3. Osteomielitis Kronis
Osteomielitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari
osteomielitis akut yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati
dengan baik. Osteomielitis kronis juga dapat terjadi setelah fraktur
terbuka atau setelah tindakan operasi padatulang. Bakteri
penyebab osteomielitis kronis terutama oleh stafilokokus aureus (
75%), atau E.colli, Proteus atau Pseudomonas
4. Osteomielitis akibat fraktur terbuka
Merupakan osteomielitis yang paling sering ditemukan pada
orang dewasa. Terjadi kerusakan pembuluh darah, edema, dan
hubungan antara fraktur dengan dunia luar sehingga pada fraktur
terbuka umumnya terjadi infeksi. Osteomielitis akibat fraktur

4
terutaman disebabkan oleh staphylococus aureus, B. Coli,
Pseudomonas dan kadang-kadanag oleh bakteri anaerob seperti
Clostridium Streptococus anaerobic, atau Bacteroides.
Gambaran klinis osteomielitis akibat fraktur terbuka sama
dengan osteomielitis lainnya. Pada fraktur terbuka, sebaiknya
dilakukan pencegahan infeksi melalui pembersihan dan
debridemen luka. Luka dibiarkan terbuka dan diberikan antibiotik
yang adekuat. Pada fraktur tebuka perlu dilakukan pemerikasaan
biakan kuman guna menentukan organisme penyebabnya.
Osteomielitis jenis ini terjadi setelah operasi tulang (terutama pada
operasi yang menggunakan implan), invasi bakteri disebabkan
oleh lingkungan bedah. Gejala infeksi dapat timbul segera setelah
operasi atau beberapa bulan kemudian.
5. Osteomielitis pasca operasi
yang paling ditakuti adlaah osteomielitis setelah operasi
antroplasti. Pada keadaan ini, pencegahan osteomielitis lebih
penting daripada pengobatan. Scrub nurse/ perawat instrumen
operasi sangat berperan dalam menjaga kesterilan dan sirkulasi
instrumen operasi.
6. Osteomielitis sclerosing atau osteomielitis Garre
adalah suatu osteomielitis subakut dan terdapat kavitas
yang dikelilingi oleh jaringan sklerotik pada daerah metafisis dan
disfisis tulang panjang. Klien biasanya remaja dan orang-orang
dewasa, terdapat nyeri dan mungkin sedikit pembengkakan pada
tulang. Pada foto rontgen terlihat adanya kavitas yang dikelilingi
oleh jaringan sklerotik dan tidak ditemukan adanya kavitas yang
sentral, hanya berupa kavitas yang difus.

5
2.3 Etiologi Osteomielitis
1. Osteomielitis dapat terjadi karena penyebaran hematogen (melalui
darah) dari focus infeksi tempat lain (Osteomielitis Primer ).
2. Osteomielitis yang disebaabkan oleh bakteri disekitarnya seperti
bisul dan luka (stafilokokus aureus ( 75%), atau E.colli, Proteus
atau Pseudomonas).
3. Staphylolococcus hemolyticus ( koagulasi positif) sebanyak 90 % dan
jarang Sterptococcus hemolyticus.
4. Haemophilus influenza ( 5- 50 %) pada anak usia dibawah 4 tahun.
5. Organisme lain seperti B. coli, B. aeruginosa 6apsulate, pneumokokus,
Salmonella typhosa, pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis, Brucella,
dan bakteri anaerob yaitu Bacteroides fragilis.

6
2.4 Pathway Osteomielitis

7
2.5 Patofisiologi Osteomielitis
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80%
infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai
pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia
Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin,
nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi
dalam 3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering
berhubngan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial.
Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan
setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya
akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah
pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi,
peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis
pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan
iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan
jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas
medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan
lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat
dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun
yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah.
Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan
mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga
tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada
jaringan lunak lainnya. Terjadi pertumbuhan tulang
baru(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun
tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius
kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang
hidup penderita. Dinamakan osteomielitis tipe kronik

8
2.6 Manifestasi Klinis Osteomielitis
Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awitannya mendadak,
sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (misalnya,
menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum).
Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara
lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks
tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian
yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien
menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat
dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang
terkumpul. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di
sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala
septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri
tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu
mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri,
inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah
dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah

2.7 Pemeriksaan Diagnostik Osteomielitis


1. Pemeriksaan darah : Sel darah putih meningkat sampai 30.000 disertai
peningkatan laju endap darah ; pemeriksaan titer antibody anti- stafilo-
kokus; pemeriksaan kultur darah untuk menentukan jenis bakterinya (
50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas. Selain itu, harus
diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit yang merupakan jenis
osteomielitis yang jarang terjadi.
2. Pemeriksaan feses: Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan bila
terdapat kecurigaan infeksi olehh bakteri Salmonela.
3. Pemeriksaan biopsy
Pemeriksaan ini dilakukan pada tempat yang dicurigai.
4. Pemeriksaan ultrasound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi

9
5. Pemeriksaan radiologi
Pada pemeriksaan foto polos dalam 10 hari pertama, tidak ditemukan
kelainan radiologis yang berarti, dan mungkin hanya ditemukan
pembengkakan jaringan lunak. Gambaran destruksi tulang dapat terlihat
setelah 10 hari (2 minggu). Pemeriksaan radioisotope akan
memperlihatkan penangkapan isotop pada daerah lesi.

2.8 Penatalaksanaan Osteomielitis


Beberapa prinsip penatalaksanaan klien osteomielitis yang perlu
diketahui perawat dalam melakukan asuhan keperawatan agar mampu
melakukan tindakan kolaboratif adalah sebagai berkut :
1. Istirahat dan pemberian analgesik untuk menghilangkan nyeri
2. Pemberian cairan intravena dan kalau perlu tranfusi darah
3. Istirahat lokal dengan bidai atau traksi
4. Pemberian antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu
staphylococus aureus sambil menunggu hasil biakan kuman.
Antibiotik diberikan selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan
umum dan laju endap darah klien. Antibiotik tetap diberikan hingga 2
minggu setelah laju endap darah normal.
5. Drainase bedah. Apabila setelah 24 jam pengobatan lokal dan sistemik
antibiotik gagal (tidak ada perbaikan keadaan umum), dapat
dipertimbangkan drainase bedah. Pada drainase bedah, pus
subperiosteal dievakuasi untuk mengurangi tekanan itra-oseus.
Disamping itu, pus digunakan sebagai bahan untuk biakan kuman.
Drainase dilakuakan selama beberapa hari dengan menggunakan cairan
NaCl dan antibiotik.

2.9 Komplikasi Osteomielitis


Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada osteomielitis
hematogen yang perlu diketahui oleh perawat agar dapat memberikan
asuhan keperawatan yang baik sehingga resiko komplikasi dapat
dihindari adalah sebagai berikut.

10
1. Septikemia. Dengan makin tersedianya obat-obat antibiotik yang
memadai, kematian akibat septikemia pada saat ini jarang terjadi
atau ditemukan.
2. Infeksi yang bersifat metastatik. Infeksi dapat bermetastase ke
tulang/ sendi lainnya, otak dan paru-paru, dapat bersifat
multifokal dan biasanya terjadi pada klien dengan status gizi
buruk.
3. Artritis supratif. Artritis supratif dapat terjadi pada bayi karena
lempeng epifis bayi (yang bertindak sebagai barier) belum
berfungsi dengan baik. Komplikasi terutama terjadi pada
osteomielitis hematogen akut di daerah metafisis yang bersifat
intra-kapsuler (mis ; pada sendi panggul) atau melalui infeksi
metastastatuk
4. Gangguan pertumbuhan. Osteomielitis hematogen akut pada bayi
dapat menyebabkan kerusakan lempeng epifisis sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan, tulang yang bersangkutan menjadi lebih
pendek. Pada anak yang lebih besar, akan terjadi hiperemia pada
daerah metafisis yang merupakan stimulasi bagitulang untuk
bertumbuh. Pada keadaan ini tulang bertumbuh lebih cepat dan
menyebabkan terjadinya pemanjangan tulang.
5. Osteomielitis kronik. Apabila diagnosis dan terapi yang tepat
tidak dilakukan, osteomielitis akut akan berlanjut menjadi
osteomielitis kronis.

11
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengumpulan data, baik subjektif maupun objektif pada klien gangguan
system musculoskeletal karena osteomielitis bergantung pada lokasi dan
adanya komplikasi pada tulang. Pengkajian keperawatan osteomielitis
meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik dan pengkajian psikososial.
A. Anamnesis, anamnesis dilakukan untuk mengetahui :
1. Identitas : nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit, dan
diagnosa medis. Pada umumnya, keluhan utama pada kasus
osteomielitis adalah nyeri hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode
PQRST :
Provoking Incident : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
proses supurasi pada bagian tulang. Trauma, hematoma akibat trauma
pada daerah metafisis, merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya osteomielitis hematogen akut.
Quality of pain : rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien
bersifat menusuk.
Region, Radiation, Relief : nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau
istirahat, nyeri tidak menjalar atau menyebar.
Severity (scale) of pain : nyeri yang dirasakan klien secara subjektif
antara 2-3 pada rentang skala pengukuran 0-4.
Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
B. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma fraktur terbuka (kerusakan pembuluh
darah, edema, hematoma, dan hubungan fraktur dengan dunia luar

12
sehingga pada fraktur terbuka umumnya terjadi infeksi), riwayat operasi
tulang dengan pemasangan fiksasi internal dan fiksasi eksternal (invasi
bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah) dan pada osteomielitis akut
yang tidak diberi perawatan adekuat sehingga memungkinkan terjadinya
proses supurasi di tulang.
C. Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra torako-
lumbal yang terjadi akibat torakosentesis atau prosedur urologis. Dapat
ditemukan adanya riwayat diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi obat-
obatan, atau pengobatan dengan imunosupresif.
D. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terbagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (local).
1. Keadaan umum meliputi :
a. Tingkat kesadaran (apatis, sopor, koma, gelisah, compos mentis
yang bergantung pada keadaan klien).
b. Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang,
dan pada kasus osteomielitis biasanya akut).
c. Tanda-tanda vital tidak normal, terutama pada osteomielitis
dengan komplikasi septicemia.
2. B1 (Breathing) : pada inspeksi, didapatkan bahwa klien osteomielitis
tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, ditemukan
taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak
didapatkan suara napas tambahan.
3. B2 (Blood) : pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi
menunjukkan nadi meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi
didapatkan suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
4. B3 (Brain) : Tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
a. Kepala : tidak ada gangguan (normosefalik, simetris, tidak ada
b. penonjolan, tidak ada sakit kepala)
c. Leher : tidak ada gangguan (simetris, tidak ada penonjolan,
d. refleks menelan ada).

13
e. Wajah : terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi
f. bentuk.
g. Mata : tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak
anemis
h. (pada klien patah tulang tertutup karena tidak terjadi
perdarahan). Klien osteomielitis yang disertai adanya
malnutrisi lama biasanya mengalami konjungtiva anemis.
i. Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan
normal.
j. tidak ada lesi atau nyeri tekan.
k. Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan
cuping hidung.
l. Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak
terjadi
m. perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
n. Pemeriksaan saraf kranial :
a) Saraf I : biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman
b) Saraf II : tes ketajaman penglihatan normal.
c) Saraf III, IV, dan VI :Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata, pupil isokor.
d) Saraf V : klien osteomielitis tidak mengalami paralisis
pada otot wajah dan refleks kornea tidak ada kelainan.
e) Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal
dan wajah simetris.
f) Saraf VIII : tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli
presepsi.
g) Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik
h) Saraf X : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius.
i) Saraf XII : lidah simetris, tidak ada devisiasi pada satu
sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.

14
Pemeriksaan refleks : biasanya tidak terdapat refleks
patologis
5. B4 (Bladder) : pengkajian keadaan urine meliputi, warna, jumlah,
karakteristik,dan berat jenis. Biasanya osteomielitis tidak mengalami
kelainan pada system ini.
6. B5 (Bowel) : inspeksi abdomen, bentuk datar, simetris, tidak ada
hernia. Palpasi, turgor baik, hepar tidak teraba. Perkusi, suara
timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi, peristaltik usus
normal (20x/menit). Inguinal-genitalia-anus : tidak ada hernia, tidak
ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan defekasi. Pola nutrisi dan
Metabolisme: klien osteomelitis harus mengonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-hari, sperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C,
dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan infeksi tulang.
Evaluasi terhadap nutrisi klien dapat membantu menentukan
penyebab masalah musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat, terutama kalsium dan protein.
Masalah nyeri pada osteomelitis menyebabkan klien kadang mual
atau muntah sehingga pemenuhan nutrisi berkurang. Pola eliminasi:
tidak ada gangguan eliminasi, tetapi tetap perlu dikaji frekuensi,
konsistensi, warna, serta bau fases. Pada pola berkemih, dikaji
frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumalah urine.
7. B6 (Bone). Adanya osteomelitis hematogen akut akan
ditemukan gangguan pergerakan sendi karena pembekakan
sendi akan menggangu fungsi motorik klien. Kerusakan
integritas jaringan pada kulit karena adanya luka disertai
dengan pengeluaran pus atau cairan bening berbau khas.
a. Look
Pada osteomelitis hematogen akut akan ditemukan
gangguan pergerakan sendi karena pembekan sendi dan
gangguan bertambah berat bila terjadi spasme local.
Gangguan pergerakan sendi juga dapat disebab kan oleh
efusi sendi atu infeksi sendi (arthritis septic). Secara

15
umum, klien osteolelitis kronis menunjukan adanya luka
khas yang disertai dengan pengeluaran pus atau cairan
bening yang berasal dari tulang yang mengalami infeksi
dan dan proses supurasi. Manifestasi klinis osteomelitis
akibat fraktur terbuka biasanya berupa demam, nyeri,
pembekakan pada daerah fraktur, dan sekresi pus pada
luka.
b. Feel.
Kaji adanya nyeri tekan.
c. Move
Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif. Pemeriksaan yang didapat
adalah adanya gangguan atau keterbatasan gerak sendi
pada osteomelitis akut.
8. Pola tidur dan istirahat. Semua klien osteomelitis merasak
nyeri sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur.,
suasana, kebiasaan, dan kesulitan serta penggunaan obat tidur.

3.2 Diagnosa
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
b. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi
dan keterbatasan menahan beban berat badan.
c. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan
abses tulang
d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses
supurasi di tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi
inflamasi tulang.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam
bergerak
f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

16
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa
nyaman
h. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi
penyakit dan pengobatan.

3.3 Intervensi
a. Nyeri yang berhubungan dengan proses supurasi di tulang dan
pembekan sendi
Tujuan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat di atasi,
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi
nyeri. Klien tidak gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teratasi.

Intervensi Rasional

1. Kaji nyeri dengan skala 1. Nyeri merupakan respons


0-10 subjektif yang dapat di kaji
dengan menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan nyeri
biasanya diatas tingkat cedera.
2. Atur posisi imobilisasi 2. Imobilisasi yang adekuat dapat
pada daerah nyeri sendi mengurangi nyeri pada daerah
atau nyeri di tulang nyeri sendi atau nyeri di tulang
yang mengalami infeksi yang mengalami infeksi.
3. Bantu klien dalam 3. Nyeri dipengaruhi oleh
mengidentifikasi faktor kecemasan, pergerakan sendi.
pencetus
4. Jelaskan dan bantu 4. Pendekatan dengan
klien terkait dengan menggunakan relaksasi dan
tindakan pereda nyeri tindakan nonfarmakologi lain
nonfarmakologi dan menunjukan keefektifan
noninvasive. dalam mengurangi nyeri.

17
5. Ajarkan relaksasi: 5. Teknik ini melancarkan
teknik mengurangi peredaran darah sehingga
ketegangan otot rangka kebutuhan O2 pada jaringan
yang dapat mengurangi dapat terpenuhi dan nyeri
intensitas nyeri dan berkurang.
meningkatkan relaksasi
masase.
6. Mengalihkan perhatian klien
6. Ajarkan metode
terhadap nyeri ke hal-hal yang
distraksi selama nyeri
menyeangakan.
akut.
7. Istirahat merelaksasi semua
7. Beri kesempatan waktu
jaringan sehingga
istirahat bila terasa
meningkatkan kenyamanan.
nyeri dan beri posisi
yang nyaman.
8. Pengetahuan tersebut
8. Tingkatkan
membantu mengurangi nyeri
pengetahuan tentang
dan dapat membantu
penyebab nyeri dan
meningkatkan kepatuhan klien
hubungan dengan
terhadap rencana terapeutik.
berapa lama nyeri akan
berlangsung.
9. Analgetik memblok lintasan
9. Kolaborasi pemberian
nyeri sehingga nyeri akan
analgetik
berkurang.

b. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi


dan keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan / Hasil Pasien :Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah
dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
1.) Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang
mungkin
2.) Mempertahankan posisi fungsional
3.) Meningkatkan / fungsi yang sakit

18
4.) Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas

Intervensi dan Rasionalisasi :

Intervensi Rasionalisasi

1. Pertahankan tirah baring 1. Agar gangguan mobilitas


dalam posisi yang di fisik dapat berkurang
programkan
2. Tinggikan ekstremitas yang 2. Dapat meringankan
sakit, instruksikan klien / masalah gangguan
bantu dalam latihan rentang mobilitas fisik yang
gerak pada ekstremitas dialami klien
yang sakit dan tak sakit
3. Beri penyanggah pada 3. Dapat meringankan
ekstremitas yang sakit masalah gangguan
pada saat bergerak mobilitas yang dialami
klien
4. Jelaskan pandangan dan 4. Agar klien tidak banyak
keterbatasan dalam melakukan gerakan yang
aktivitas dapat membahayakan
5. Berikan dorongan pada 5. Mengurangi terjadinya
klien untuk melakukan penyimpangan –
AKS dalam lingkup penyimpangan yang dapat
keterbatasan dan beri terjadi
bantuan sesuai kebutuhan
6. Ubah posisi secara 6. Mengurangi gangguan
periodik mobilitas fisik
7. Fisioterapi / aoakulasi 7. Mengurangi gangguan
terapi mobilitas fisik

19
c. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan
abses tulang
Tujuan / Hasil Pasien : Tidak terjadi resiko perluasan infeksi yang
dialami
Kriteria Hasil: Mencapai waktu penyembuhan
Intervensi dan rasionalisasi:
Intervensi Rasionalisasi

1. Awasi tanda vital, 1. Pasien yang mengalami


perhatikan demam ringan, sistoskopi/ TUR prostate
menggigil, nadi dan beresiko untuk syok bedah/
pernapasan cepat, gelisah, septic sehubungan dengan
peka, disorientasi. manipulasi/ instrumentasi
2. Observasi drainase dari 2. Adanya drain, insisi
luka, sekitar kateter suprapubik meningkatkan
suprapubik. resiko untuk infeksi, yang
diindikasikan dengan
eritema, drainase purulen

3. Ganti balutan dengan


sering (insisi supra/ 3. Balutan basah menyebabkan
retropublik dan perineal), kulit iritasi dan memberikan
pembersihan dan media untuk pertumbuhan
pengeringan kulit bakteri, peningkatan resiko
sepanjang waktu infeksi luka.

4. Gunakan pelindung kulit 4. Memberikan perlindungan


tipe ostomi untuk kulit sekitar,
mencegah ekskoriasi dan
menurunkan resiko infeksi.

5. Berikan antibiotic sesuai

20
indikasi 5. Mungkin diberikan secara
profilaktik sehubungan
dengan peningkatan resiko
infeksi pada prostatektom

d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses supurasi


di tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi
tulang.
Tujuan: dalam 7x24 jam integritas jaringan membaik secara
optimal.
Intevensi dan rasionalisasi:
Intervensi Rasional
1. Kaji kerusakan jaringan 1. Menjadi data dasar untuk
lunak memberi informasi tentang
intervensi perawatan luka,
alat dan jenis larutan apa
yang akan digunakan.
2. Lakukan perawatan luka: 2.
a. Lakukan perawatan a. Perawatan luka dengan
luka dengan tehnik tehnik steril dapat
steril mengurang kontaminasi
kuman langsung ke area
luka.
b. Kaji keadaan luka b. Tehnik membuang
dengan tehnik jaringan dan kuman di
membuka balutan dan area luka sehingga
mengurangi stimulus keluar dari area luka
nyeri. Bila perban
melekat kuat, perban
diguyur dengan NaCl
c. Tutup luka dengan kasa c. NaCl merupakan larutan
steril atau kompres fisiologis yang lebih

21
dengan NaCl yang mudah di absorbsi oleh
dicampur dengan jaringa daripada larutan
antibiotic. anti septic. NaCl yang di
campur dengsn stibiotik
dapat mempercepat
penyembuhan luka
akibat infeksi
osteomelitis.
d. Lakukan nekrotomi d. Jaringan nekrotik dapat
pada jaringa yang menghambat
sudah mati penyembuhan luka
e. Rawat luka setiap hari e. Memberi rasa nyaman
atau setiap kali bila pada klien dan dapat
pembalut basah atau membantu peningkatan
kotor pertumbuhan jaringan
luka.
f. Hindarai pemakaian f. Pengendalian infeksi
perawatan luka yang nosokominal dengan
sudah kontak dengan menghindari
klien osteomelitis, kontaminasi langsung
jangan digunakan lagi dari perawatan luka
untuk melakukan yang tidak steril.
perawtan luka pada
klien lain
g. Gunakan perban elastic g. Pada klien osteomelitis
dan gips pada luka dengan kerusakan
yang disertai kerusakan tulang, stabilitas formasi
tulang atau pembekkan tulang sangat labil. Gips
sendi. dan perban elastic dapat
membantu memfiksasi
dan mengimobilisasi
sehingga dapat

22
mengurangi nyeri.

h. Evaluasi perban elastic h. Pemasangan perban


terhadap resolusi elastic yang terlalu kuat
edema dapat menyebabkan
edema pada daerah
distal dan juga
menambah nyeri padaa
klien.
i. Evaluasi kerusakan i. Adanya batasan waktu
jaringan dan selama 7x24 jam dalam
perkembangan melakukan perawatan
pertumbuhan jaringan luka klien ostemelitis
dan lakukan perubahan menjadi tolak ukurr
intervensi bila pada keberhasilan intervensi
waktu yang ditetapkan yang diberikan . apabila
tidak ada masih belum mencapai
perkembangan jaringan kreteria hasil, sebaiknya
yang optimal. kaji ulang faktor-faktor
yang menghambat
pertumbuhan jaringan
luka.
3. Kolaborasi dengan tim 3. Bedah perbaikan terutama
bedah untuk bedah pada klien fraktur terbuka
perbaikan pada kerusakan luas sehingga menjadi
jaringan agar tingkat pintu masuk kuman yang
kesembuhan dapat ideal. Bedah perbaikan
dipercepat. biasanya dilakukan setelah
masalah infeksi
osteomelitis teratasi.
4. Pemeriksaan kultur 4. Manajemen untuk
jaringan (pus) yang keluar mentukan anti mikroba

23
dari luka. yang sesuai dengan
kuman yang sensitive atau
resisten terhadap
beberapa jenis antibiotic.
5. Pemberian 5. Antimikroba yang sesuai
antibiotic/antimikroba dengan hasil kultur (
reaksi sensitive) dapat
membunuh atau
mematikan kuman yang
menginvasi jaringan
tulang.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam


bergerak
Tujuan / Hasil Pasien (kolaboratif) :Pasien menunjukkan peningkatan
toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria Evaluasi :Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan
kelelahan dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri.
Intervensi dan Rasionalisasi :
Intervensi Rasionalisasi

1. Jelaskan aktivitas dan 1. Merokok, suhu ekstrim


faktor yang dapat dan stress menyebabkan
meningkatkan kebutuhan vasokonstruksi pembuluh
oksigen garah dan peningkatan
beban jantung
2. Anjurkan program hemat 2. Mencegah penggunaan
energi energi berlebihsn
3. Buat jadwal aktifitas 3. Mempertahankan
harian, tingkatkan secara pernapasan lambat
bertahap dengan tetap
mempertahankan latihan

24
fiisk yang memungkinkan
peningkatan kemampuan
otot bantu pernapasan
4. Kaji respon abdomen 4. Respon abdomen
setelah beraktivitas melipuit nadi, tekanan
darah, dan pernapasan
yang meningkat
5. Berikan kompres air 5. Kompres air hangat dapat
hangat mengurangi rasa nyeri
6. Beri waktu istirahat 6. Meningkatkan daya tahan
yang cukup pasien, mencegah
keletihan

f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi


Tujuan / Hasil Pasien : Mendemonstrasikan bebas dari hipertermia
Kriteria Evaluasi : Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu
tubuh normal, tidak mual, suhu tubuh normal
Intervensi dan Rasionalisasi
Intervensi Rasionalisasi
1. Pantau : 1. Memberikan dasar untuk
a. Suhu tubuh setiap 2 deteksi hati
jam
b. Warna kulit TD, nadi
dan pernapasan
c. Hidrasi (turgor dan
kelembapan kulit
2. Lepaskan pakaian yang 2. Pakaian yang tidak
berlebihan berlebihan dapat
mengurahi peningkatan
suhu tubuh dan dapat
memberikan rasa nyaman
pada pasien

25
3. Lakukan kompres dingin 3. Menurunkan panas
atau kantong es untuk melalui proses konduksi
menurunkan kenaikan serta evaporasi, dan
suhu tubuh. meningkatkan kenyaman
pasien.
4. Motivasi asupan cairan 4. Memperbaiki kehilangan
cairan akibat perspirasi
serta febris dan
meningkatkan tingkat
kenyamanan pasien
5. Kolaborasi pemberian 5. Antipiretik membantu
obat antipiretik sesuai mengontrol peningkatan
dengan anjuran suhu tubuh

g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa


nyaman
Tujuan / Hasil Pasien : Pola tidur kembali normal
Kriteria Evaluasi :Jumlah jam tidur tidak terganggu, insomnia berkurang,
adanya kepuasan tidur, pasien menunjukkan kesejahteraan fisik dan
psikologi
Intervensi dan Rasionalisasi :
Intervensi Rasionalisasi
1. Tentukan kebiasaan 1. Mengkaji perlunya dan
tidur yang biasanya dan mengidentifikasi
perubahan yang terjadi intervensi yang tepat
2. Berikan tempat tidur 2. Meningkatkan
yang nyaman dan kenyamanan tidur serta
beberapa milik pribadi, dukungan fisiologis/
misalnya ; bantal dan psikologis
guling
3. Buat rutinitas tidur baru 3. Bila rutinitas baru
yang dimasukkan dalam mengandung aspek

26
pola lama dan sebanyak kebiasaan lama,
lingkungan baru stres dan ansietas dapat
berkurang
4. Cocokkan dengan teman 4. Menurunkan
sekamar yang kemungkinan bahwa
mempunyai pola tidur teman sekamar yang
serupa dan kebutuhan “burung hantu” dapat
malam hari menunda pasien untuk
terlelap atau
menyebabkan terbangun
5. Dorong beberapa 5. Aktivitas siang hari dapat
aktifitas fisik pada siang membantu pasien
hari, jamin pasien menggunakan energi dan
berhenti beraktifitas siap untuk tidur malam
beberapa jam sebelum hari
tidur
6. Instruksikan tindakan 6. Membantu menginduksi
relaksasi tidur
7. Kurangi kebisingan dan 7. Memberikan situasi
lampu kondusif untuk tidur
8. Gunakan pagar tempat 8. Pagar tempat tidur
tidur sesuai indikasi, memberikan keamanan
rendhkan tempat tidur dan dapat digunakan
bila mungkin untuk membantu
merubah posisi
9. Berikan sedatif, hipnotik 9. Mungkin diberikan untuk
sesuai indikasi membantu pasien tidur
atau istirahat selama
periode transisi dari
rumah ke lingkungan
baru

27
h. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi
penyakit dan pengobatan.
Tujuan / Hasil Pasien :Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan
memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan
Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah relaks
Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang
Intervensi dan Rasionalisasi :
Intervensi Rasionalisasi
1. Jelaskan tujuan pengobatan 1. Mengorientasi program
pada pasien pengobatan. Membantu
menyadarkan klien untuk
memperoleh kontrol
2. Kaji patologi masalah 2. Informasi menurunkan takut
individu. karena ketidaktahuan.
3. Kaji ulang tanda / gejala 3. Memberika pengetahuan
yang memerlukan evaluasi dasar untuk pemahaman
medik cepat,contoh nyeri kondisi dinamik
dada tiba-tiba, dispnea,
distres pernapasan lanjut.
4. Kaji ulang praktik 4. Berulangnya pneumotorak
kesehatan yang baik, /hemotorak memerlukan
istirahat. intervensi medik untuk
mencegah / menurunkan
potensial komplikasi.
5. Kolaborasi obat sedatif 5. Mempertahanan kesehatan
sesuai dengan anjuran umum meningkatkan
penyembuhan dan dapat
mencegah
kekambuhan.rapeutik.
Banyak pasien yang
membutuhkan obat

28
penenang untuk mengontrol
ansietasnya

3.4 Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana yang sudah
direncanakan

3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan perencanaan berhasil di capai.
Ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan :
a) Proses ( sumatif )
Fokusnya adalah aktifitas dari proses keperawatan dan kualitas
tindakan evaluasi dilaksanakan sesudah perencanaan keperawatan.
b) Hasil ( formatif )
fokusnya adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien
pada akhir tindakan keperawatan.
Evaluasi yang dilakukan pada klien dengan osteomielitis meliputi :
a. Mengalami peredaan nyeri
1) Melaporkan berkurangnya nyeri
2) Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi
3) Tidak mengalami ketidak nyamanan bila bergerak
b. Peningkatan mobilitas fisik
1) Berpartisipasi dalam aktifitas perawatan diri
2) Mempertahankan fungsi penuh ekstermitas yang sehat
3) Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu
dengan aman
c. Tidak terjadi perluasan infeksi
1) Memakai antibiotic sesuai resep
2) Suhu badan normal
3) Tidak ada pembengkakan

29
4) Tidak ada pus
5) Angka leukosit dan laju endap darah (LED) kembali normal
d. Integritas kulit membaik
1) Menyatakan kenyamanan
2) Mempertahankan intergritas kulit
3) Mempertahankan proses penyembuhan dalam batas normal
e. Mematuhi rencana terapeutik
1) Memakai antibiotic sesuai resep
2) Melindungi tulang yang lemah
3) Melakukan perawatan luka yang benar
4) Melaporkan bila ada masalah segera.

30
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS OSTEOMELITIS

4.1 Kasus Ostemelitis


Seorang laki-laki usia 18 tahun dibawa ke Rumah sakit X dengan
keluhan nyeri, demam, anoreksia pada kaki sebelah kiri, dari hasil
pengkajian ners Y didapatkan terdapat luka dan mengeluarkan pus di
kaki sebelah kiri bagian fibula sampai pedis, infeksi menyebar ke
diafisis serta terjadi sekuester, muka klien tampak meringis, skala
nyeri 7 (1-10), nyeri yang dirasakan klien menyebar ke daerah paha
bagian atas, klien mengatakan nyeri yang dialami sangat
menganggunya apalagi kalau digerakan dan berkurang apabila klien
sudah minum obat dan tertidur, sedangkan hasil pemeriksaan
penunjang didapatkan HB 7gr/dl, leukosit 16.600 gr/dl, PCV 219,
trombosit 450.000, GDS 260, staphylococcus aureus positif.

4.2 Pengkajian
a. Identitas Umum
Nama : Tn. L
Usia : 18 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
b. Riwayat penyakit sekarang
Tn. L mengeluh nyeri, demam, anoreksia pada kaki sebelah kiri.
c. Pemeriksaan fisik
Terdapat luka dan mengeluarkan pus di kaki sebelah kiri
bagian fibula sampai pedis, infeksi menyebar ke diafisis serta
terjadi sekuester, muka klien tampak meringis, skala nyeri 7
(1-10), nyeri yang dirasakan klien menyebar ke daerah paha
bagian atas, klien mengatakan nyeri yang dialami sangat
menganggunya apalagi kalau digerakan dan berkurang apabila
klien sudah minum obat dan tertidur.

31
d. Pemeriksaan penunjang
HB : 7gr/dl
leukosit : 16.600 gr/dl
PCV : 219
trombosit : 450.000
GDS : 260
Bakteri : Staphylococcus aureus positif.

4.3 Analisa Data


Data Etiologi Masalah
DS: Faktor predisposisi: Nyeri
1. Klien mengeluh luka infeksi
nyeri
2. Klien
mengatakan nyeri Invasi
yang dirasakan mikroorganisme dari
menyebar ke tempat lain yang
daerah paha beredar melalui
bagian atas siklus darah
3. Klien mengatakan
nyeri yang dialami
sangat menganggunya Masuk kejuksta
apalagi kalau digerakan epifisis tulang
dan berkurang setelah panjang
minum obat.

DO: Osteomyelitis
1. Muka klien
tampak meringis
2. Skala nyeri 7 (1- Fagositosis
10)

32
Proses inflamasi
hyperemia,
pembengkakan,
gangguan fungsi,
pembentukan pus
dan kerusakan
integritas jaringan

Peningkatan tekanan
jaringan tulang dan
medulla

Iskemia dan nekrosis


tulang

Pembentukan abses
tulang

Nyeri
DS: Faktor predisposisi; Kerusakan
1. Klien mengeluh luka infeksi integritas kulit
nyeri, anoreksia
pada kaki sebelah Invasi
kiri. mikroorganisme dari
tempat lain yang
DO: beredar melalui
1. Terdapat luka dan siklus darah

33
mengeluarkan pus di
kaki sebelah kiri Masuk kejuksta
bagian fibula sampai epifisis tulang
pedis, infeksi panjang
menyebar ke diafisis
serta terjadi sekuester Osteomyelitis
2. HB : 7gr/dl
Leukosit : 16.600 gr/dl Fagositosis
PCV : 219
Trombosit : 450.000
GDS : 260 Proses inflamasi
Bakteri: hyperemia,
staphylococcus aureus pembengkakan,
positif. gangguan fungsi,
pembentukan pus
dan kerusakan
integritas jaringan

Kemampuan tonus
otot menurun

Kelemahan fisik

Penekanan lokal

Kerusakan integritas
kulit
DS: Faktor predisposisi; Hambatan
1. Klien mengeluh
luka infeksi mobilitas
nyeri, anoreksia
fisik
pada kaki
Invasi
sebelah kiri.

34
2. Klien mengatakan mikroorganisme dari
nyeri yang dialami tempat lain yang
sangat menganggunya beredar melalui
apalagi kalau siklus darah
digerakan dan
berkurang setelah Masuk kejuksta
minum obat. epifisis tulang
DO: panjang
1. Terdapat luka dan
mengeluarkan pus di Osteomyelitis
kaki sebelah kiri
bagian fibula sampai Fagositosis
pedis, infeksi
menyebar ke diafisis
serta terjadi sekuester Proses inflamasi
2. Muka klien tampak hyperemia,
meringis pembengkakan,
3. Skala nyeri 7 (1-10). gangguan fungsi,
pembentukan pus
dan kerusakan
integritas jaringan

Kemampuan tonus
otot menurun

Kelemahan fisik

Hambatan
mobilitas fisik

35
4.4 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai
dengan skala nyeri 7 (1-10).
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan infeksi inflamasi tulang
ditandai dengan pus di kaki sebelah kiri bagian fibula sampai
pedis.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai
dengan skala nyeri 7 (1-10).

4.5 Intervensi Keperawatan


N Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
O keperawatan
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Mengetahui
agen cedera tindakan keadaan umum
biologi ditandai keperawatan 3x24 klien
dengan skala nyeri jam diharapkan 2. Kaji keluhan 2. Mengindikasi-
7 (1-10) nyeri akut teratasi nyeri, perhatikan kan kebutuhan
dengan kriteria : lokasi, intensitas untuk intervensi
a. Muka (skala 0-10), dan tanda-tanda
klien frekuensi dan pekembangan
tidak waktu. atau reolusi
tampak Menandai gejala komplikasi
meringis non verbal
b. Skla nyeri misalnya
klien 0 (1-10) gelisah,
takikardi dan
meringis
3. Dorong 3. Dapat
pengungkapan mengurangi
perasaan ansietas dan
rasa takut,
sehingga
mengurangi

36
persepsi akan
intensitas rasa
sakit
4. Berikan aktivitas 4. Memfokuskan
hiburan. Mis; kembali
membaca, perhatian
berkunjung, dll mungkin dapat
meningkatkan
kemampuan
untuk
menanggulangi
5. Lakuka 5. Meningkatkan
tindakan paliatif. relaksasi atau
Mis; menurunkan
pengubahan ketegangan otot
posisi, messase,
rentang gerak
pada sendi yang
sakit
6. Intruksikan 6. Meningkatkan
klien/ dorong relaksasi dan
untuk perasaan sehat
menggunakan
viualisasi atau
bimbingan
imajinasi,
relaksasi
progresif, dan
teknik nafas
dalam
7. Kolaborasi 7. Memberikan
pemberian penurunan nyeri

37
analgetik/antipir atau tidak
ertik, analgesik nyaman dan
narkotik mengurangi
demam.
2 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Untuk
integritas kulit tindakan mengetahui
berhubungan keperawatan 4x24 keadaan umum
infeksi inflamasi jam diharapkan klien
tulang ditandai Kerusakan 2. Kaji kerusakan 2. Menjadi data
dengan pus di kaki integritas kulit jaringan lunak dasar untuk
sebelah kiri bagian teratasi dengan memberi
fibula sampai kriteria : informasi
pedis. Integritas jaringan tentang
membaik secara intervensi
optimal. perawatan
luka, alat dan
jenis larutan
apa yang akan
digunakan
3. Lakukan
3.
perawatan
luka:
a. Lakukan a. Perawatan
perawatan luka dengan
luka dengan tehnik steril
tehnik steril dapat
mengurang
kontaminasi
kuman
langsung ke
area luka.
b. Kaji b. Tehnik

38
keadaan membuang
luka dengan jaringan dan
tehnik kuman di
membuka area luka
balutan dan sehingga
mengurangi keluar dari
stimulus area luka
nyeri. Bila
perban
melekat
kuat,
perban
diguyur
dengan
NaCl
c. NaCl
c. Tutup luka
merupakan
dengan
larutan
kasa steril
fisiologis
atau
yang lebih
kompres
mudah di
dengan
absorbsi
NaCl yang
oleh jaringa
dicampur
daripada
dengan
larutan anti
antibiotic.
septic. NaCl
yang di
campur
dengan
antibiotik
dapat mem-
percepat pe-

39
nyembuhan
luka akibat
infeksi
osteomelitis
d. Lakukan d. Jaringan
nekrotomi nekrotik
pada dapat meng-
jaringa hambat pe-
yang sudah nyembuhan
mati luka
e. Rawat luka e. Memberi
setiap hari rasa nyaman
atau setiap pada klien
kali bila dan dapat
pembalut membantu
basah atau peningkatan
kotor per-
tumbuhan
jaringan
luka.
f. Hindarai f. Pengendali-
pemakaian an infeksi
perawatan noso-
luka yang kominal
sudah dengan
kontak meng-
dengan hindari
klien osteo- kontaminasi
myelitis, langsung
jangan dari
digunakan perawatan
lagi untuk luka yang

40
melakukan tidak steril.
perawtan
luka pada
klien lain
g. Pada klien
g. Gunakan
osteomelitis
perban
dengan
elastic dan
kerusakan
gips pada
tulang,
luka yang
stabilitas
disertai
formasi
kerusakan
tulang
tulang atau
sangat labil.
pembekkan
Gips dan
sendi.
perban
elastic dapat
membantu
memfiksasi
dan
mengimobil
isasi
sehingga
dapat
mengurangi
nyeri.
h. Pemasangan
h. Evaluasi
perban
perban
elastic yang
elastic
terlalu kuat
terhadap
dapat
resolusi
menyebab-
edema
kan edema

41
pada daerah
distal dan
juga
menambah
nyeri padaa
klien.
i. Evaluasi i. Adanya
kerusakan batasan
jaringan waktu
dan per- selama 7x24
kembangan jam dalam
per- melakukan
tumbuhan perawatan
jaringan luka klien
dan lakukan ostemelitis
perubahan menjadi
intervensi tolak ukurr
bila pada ke-
waktu yang berhasilan
ditetapkan intervensi
tidak ada yang
perkemban diberikan .
gan apabila
jaringan masih
yang belum
optimal. mencapai
kreteria
hasil,
sebaiknya
kaji ulang
faktor-
faktor yang

42
meng-
hambat per-
tumbuhan
jaringan
luka.
4. Kolaborasi 4. Bedah
dengan tim perbaikan
bedah untuk terutama pada
bedah klien fraktur
perbaikan pada terbuka luas
kerusakan sehingga
jaringan agar menjadi pintu
tingkat masuk kuman
kesembuhan yang ideal.
dapat Bedah
dipercepat. perbaikan
biasanya
dilakukan
setelah
masalah
infeksi
osteomelitis
teratasi.
5. Pemeriksaan 5. Manajemen
kultur jaringan untuk
(pus) yang mentukan anti
keluar dari mikroba yang
luka. sesuai dengan
kuman yang
sensitive atau
resisten
terhadap

43
beberapa jenis
antibiotic.
6. Pemberian 6. Antimikroba
antibiotic/antim yang sesuai
ikroba dengan hasil
kultur ( reaksi
sensitive)
dapat
membunuh
atau
mematikan
kuman yang
menginvasi
jaringan
tulang.
3 Hambatan Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Untuk
mobilitas fisik tindakan mengetahui
berhubungan keperawatan 3x24 keadaan
dengan nyeri jam hambatan umum klien
ditandai dengan mobilitas fisik 2. Jelaskan 2. Merokok,
skala nyeri 7 teratasi dengan aktivitas dan suhu ekstrim
(1-10). kriteria : faktor yang dan stress
1. Klien dapat menyebabkan
menunjukkan meningkatkan vasokonstruksi
peningkatan kebutuhan pembuluh
toleransi oksigen garah dan
terhadap peningkatan
aktifitas. beban jantung
2. Menurunnya 3. Anjurkan 3. Mencegah
keluhan program hemat penggunaan
terhadap energy energi
kelemahan, dan berlebihan

44
kelelahan 4. Buat jadwal 4. Mempertahan
dalam aktifitas harian, kan
melakukan tingkatkan pernapasan
aktifitas, secara bertahap lambat dengan
berkurangnya tetap
nyeri. mempertahan
kan latihan
fiisk yang me
mungkinkan
peningkatan
kemampuan
otot bantu
pernapasan
5. Kaji respon 5. Respon
abdomen abdomen
setelah melipuit nadi,
beraktivitas tekanan darah,
dan
pernapasan
yang
meningkat
6. Beri waktu 6. Meningkatkan
istirahat yang daya tahan
cukup. pasien,
mencegah
keletihan.

45
4.6 Pertanyaan kasus 2
1. Tindakan keperawatan yang pertama kali dilakukan pada kasus
tersebut?
2. Diagnosa keperawatan yang muncul ?
3. Pemeriksaan penunjang untuk kasus tersebut?
4. Apa hubungnnya anemia dengan kasus? Dan kenapa pcv nya bisa
219?
5. Apa komplikasi dari penyakit tersebut ?
6. Apa penyebab luka mengeluarkan pus?
7. Apa yang menyebabkan sekuester ?
8. Apa yang di derita pasien ada hubungannya dengan gula darah
meningkat ?
Jawaban kasus 2
1. Nyeri : ajarkan tekhnik relaksasi distraksi
Luka : evaluasi luka dan lakukan tindakan antiseptic sesuai sop
2. a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai
dengan skala nyeri 7 (1-10).
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan infeksi inflamasi tulang
ditandai dengan pus di kaki sebelah kiri bagian fibula sampai
pedis.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai
dengan skala nyeri 7 (1-10).
3. Pemeriksaan darah, pemeriksaan MRI, sinar x, kultur darah atau
abses
4. Dari hasil pemeriksaan pcv + Hb pasien sudah mengalami anemia,
khususnya pada area tulang kaki jadi karena infeksi proses
penyembuhannya lama.
5. Bisa menyebabkan kanker kulit jenis sel nya skuomosa, kematian
tulang.
6. Karena luka sudah mengalami infeksi yang menyebar ke diapisis.
7. Karena bakteri stephilococcus aureus sudah masuk kedalam tulang
karena infeksi bakteri.

46
8. Karena pada saat sakit tubuh akan mengeluarkan hormon stress dan
liver/hati mengeluarkan glukosa untuk melawan penyakit sebagai
energi yang menyebabkan gula darah meningkat.

47
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit
disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan
darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan
pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan
tulang mati).
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah)
dari fokus infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi
terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran
hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma dimana
terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak,
sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil,
demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum).
Penanganan infeksi lokal dapat menurunkan angka penyebaran
hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak pada mengontrol erosi
tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan
operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis
pascaoperasi.

B. Saran
1. Tenaga Keperawatan
Diharapkan mampu memahami tentang penatalaksanaan pada
pasien dengan osteomyelitis.
2. Mahasiswa

Diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan bagi


semua mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada pasien pada
pasien dengan osteomyelitis.

48
DAFTAR PUSTAKA

Anjarwati, Wangi (2010), tulang dan tubuh kita, Getar hati: Yogyakarta
Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan
system muskuloskletal. Jakarta: EGC
Muttaqin, arif. 2009 Buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system
muskuloskletal. Jakarta. EGC
Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis. Nanda Nic-
Noc. 2015
Suratun. at all.2009. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Seri
Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

49

Anda mungkin juga menyukai