Anda di halaman 1dari 79

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA ANAK ANL. G


DENGAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI : POST HIPOSPADIA
DI RUANG GABRIEL RUMAH SAKIT CAHYA KAWALUYAN
PADALARANG

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas PKWT

Disusun Oleh :

Cut Putri Alviani, Amd. Kep


200123032

RUMAH SAKIT CAHYA KAWALUYAN


Jl. Parahyangan Km. 3 Kota Baru Parahyangan
Padalarang
2023
KATA PENGANTAR

Saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Kasus
Keperawatan Anak yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Anl. G dengan Post
Hipospadia di ruangan Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan”.
Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak terdapat kekurangan.
Untuk itu, saya mengharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun guna
kesempurnaan laporan kasus ini. Selanjutnya saya berharap dapat menambah wawasan
dengan adanya materi ini. Akhir kata saya ucapkan terimakasih.

Padalarang, Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Tujuan..............................................................................................................................2

1. Tujuan Umum..............................................................................................................2

2. Tujuan khusus..............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................................4

A. Konsep Dasar Medis.......................................................................................................4

1. Definisi Hipospadia.....................................................................................................4

2. Klasifikasi Hipospadia.................................................................................................4

3. Manifestasi Klinis........................................................................................................6

4. Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi.........................................................................7

5. Etiologi........................................................................................................................9

6. Patofisiologi...............................................................................................................11

7. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................12

8. Penatalaksanaan Hipospadia......................................................................................12

9. Komplikasi Hipospadia.............................................................................................13

10. Pencegahan Hipospadia.............................................................................................14

11. Perawatan selama dirumah........................................................................................16

12. Konsep Tumbang anak usia sekolah..........................................................................16

B. Konsep dasar Asuhan Keperawatan..............................................................................19

1. Pengkajian Keperawatan...........................................................................................19

2. Diagnosa Keperawatan..............................................................................................22

3. Intervensi Keperawatan.............................................................................................23

4. Implementasi Keperawatan.......................................................................................31

ii
5. Evaluasi Keperawatan...............................................................................................32

BAB III TINJAUAN KASUS...............................................................................................32

A. Pengkajian Keperawatan...............................................................................................33

B. Diagnosis Keperawatan.................................................................................................58

C. Intervensi Keperawatan.................................................................................................68

D. Implementasi Keperawatan...........................................................................................62

E. Evaluasi Keperawatan...................................................................................................69

BAB IV PENUTUP................................................................................................................72

1. Kesimpulan....................................................................................................................72

2. Saran..............................................................................................................................74

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................74

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu kelainan kongenital pada anak laki-laki adalah hipospadia.
Hipospadia merupakan keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah
yang menyebabkan perubahan pancaran urin saat keluar dari penis, tentunya hal ini
akan menggangu fungsi perkemihan, ereksi, dan secara estetika karena bentuk yang
tidak sesuai anatomis yang normal (Elfiah, 2020). Kelainan hipospadia ini terbentuk
pada masa embrional yang disebabkan oleh adanya defek pada masa perkembangan
alat genetalia dan sering dikaitkan dengan gangguan pembentukan seks primer
ataupun gangguan aktivitas seksual saat dewasa (Snodgrass & Bush, 2016).

Hipospadia, berasal dari istilah yunani, hipo (dibawah) dan spadon (celah).
Hipospadia merupakan anomali kongenital pada genitalia eksterna laki-laki yang
sering terjadi. Sekitar 80% kasus hipospadia adalah isolated hypospadias, yaitu
hipospadia tanpa disertai kelainan kongenital lainnya. Pada sebagian besar kasus,
hipospadia dihubungkan dengan tiga anomali penis: (1) meatus urethra yang terletak
di sisi ventral penis, (2) deviasi ventral penis (korda), dan (3) prepuce hood dorsal
yang dihubungkan dengan sebuah defisit ventral prepusium. Diagnosis hipospadia
biasanya menggunakan anomali jenis pertama yaitu letak anatomis meatus urethra
yang berada disisi ventral penis.

Angka kejadian hipospadia bervariasi di setiap negara. Prevalensi pada


hipospadia yaitu satu kasus dapat ditemukan pada setiap 250-300 kelahiran bayi laki-
laki. Angka tersebut mengalami peningkatan 13 kali lebih sering pada laki-laki yang
memiliki riwayat saudara atau orang tuanya menderita hipospadia (Sigumonrong et
al., 2016). Sedangkan angka kejadian hipospadia di Indonesia belum diketahui
dengan pasti. Namun terdapat beberapa penelitian yang tersebar di beberapa daerah
di Indonesia yang menemukan kasus ini dengan jumlah yang cukup banyak. Tahun
2015- 2018 di RS Hasan Sadikin Bandung ditemukan kasus hipospadia sebanyak 147
kasus (Noegroho et al., 2018).

Dampak hipospadia dapat diantisipasi dengan prosedur operasi yang


dilakukan berdasarkan kebutuhan anatomi, fungsi, dan estetika. Perbaikan
penempatan muara
1
2

uretra di ujung penis memungkinkan penderita dapat buang air kecil dengan normal,
sedangkan koreksi kurvatura penis bertujuan agar penis lurus saat ereksi. Terdapat
beberapa tahap operasi yang harus dilakukan pada penderita hipospadia, diantaranya
yaitu chordectomy, uretroplasty, serta glansplasty. Karena prosedur operasi yang
bertahap dan memiliki risiko terjadinya komplikasi, penting untuk memberikan
konseling yang adekuat kepada orang tua dan anak penderita hipospadia sebelum
dilakukan tindakan operasi (Sigumonrong et al., 2016).

Peran perawat sebagai kuratif salah satunya dengan cara pengobatan,


meganjurkan kepada klien dan keluarga untuk melakukan tindakan operasi sesuai
ketentuan dokter dan tahapan yang akan dijalani, karena sering kali operasi
hipospadia dilakukan secara bertahap tidak dalam satu waktu. Peran perawat sebagai
rehabilitatif yaitu dengan memberikan perawatan paska tindakan operasi dengan
mengatasi masalah keperawatan yang muncul seperti nyeri akut dengan melakukan
tindakan manajemen nyeri dan pemberian analgetik, risiko infeksi dengan melakukan
implementasi berupa pencegahan infeksi serta perawatan luka pada klien. Peran
tersebut dilakukan perawat sampai klien sembuh dan diperbolehkan pulang dan
tentunya hal itu dilakukan dengan dukungan keluarga serta kolaborasi antara tim
medis.

B. TUJUAN
Laporan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan
anak dengan Hipospadia
1. Tujuan khusus
a. Mengetahui dan memahami definisi Hipospadia.
b. Mengetahui dan memahami klasifikasi Hipospadia.
c. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis Hipospadia
d. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi sistem reproduksi.
e. Mengetahui dan memahami etiologi Hipospadia.
f. Mengetahui dan memahami patofisiologi Hipospadia.
g. Mengetahui pathway Hipospadia.
h. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan Hipospadia.
i. Mengetahui dan memahami komplikasi Hipospadia.
j. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang Hipospadia.
k. Mengetahui dan memahami pencegahan Hipospadia
l. Mengetahui dan memahami perawatan selama dirumah
3

m. Mengetahui dan memahami konsep tumbang anak usia sekolah


n. Mengetahui dan memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien
Hipospadia

C. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan yaitu metode berupa deskriptif dengan
pendekatanstudi kasus, dimana menggambarkan gangguan pada sistem pernafasan
berupa kasus dengan diagnose hipospadia. Penulis melakukan pendekatan proses
keperawatan secara langsung sehingga teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah:
1. Anamnesa, yaitu dengan melakukan pengumpulan data subyektif secara
langsung, dari pasien dan keluarga.
2. Observasi atau pengamatan, yaitu melakukan pengumpulan data obyektif
mengenai kondisi kesehatan yang tampak pada klien.
3. Pemeriksaan fisik.
4. Studi dokumentasi dimana mengumpulkan data pasien dari catatan keperawatan.
5. Studi kepustakaan, dengan menggunakan beberapa literatur buku dan jurnal
sebagai referensi dan melakukan pendekatan proses keperawatan secara
langsung.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan laporan ini dibagi dalam beberapa bagian, yaitu Bab I Pendahuluan
yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan. Bab II Tinjauan Teori yang terdiri dari definisi Hipospadia, klasifikasi
Hipospadia, manifestasi klinis Hipospadia, anatomi dan fisiologi sistem reproduksi,
etiologi Hipospadia, patofisiologi Hipospadia, pathway Hipospadia, penatalaksanaan
Hipospadia komplikasi Hipospadia, pemeriksaan penunjang Hipospadia, pencegahan
Hipospadia , perawatan selama dirumah, dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
pasien dengan Hipospadia. Bab III Tinjauan Kasus yang terdiri dari data pengkajian,
diagnosis keperawatan sesuai prioritas, rencana intervensi, implementasi, dan
evaluasi. Bab IV Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi Hipospadia

Hipospadia merupaka salah satu kelainan bawaan sejak lahir pada alat
genetalia laki-laki. Kata Hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo, yang
berarti dibawah, dan Spadon, yang berarti lubang (Vikaningrum, 2020).

Hipospadia dapat didefinisikan sebagai adanya muara uretra yang terletak di


ventral atau proksimal dari lokasi yang seharusnya. Kelainan terbentuk pada masa
embrional karena adanya gangguan pada masa perkembangan alat kelamin dan
sering dikaitkan dengan gangguan pembentukan seks primer maupun gangguan
aktivitas seksual saat dewasa (Snodgrass & Bush, 2016).

Klasifikasi hipospadia paling ringan adalah meatus uretra yang bermuara pada
bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat malformasi glands dan
skrotum tidak sempurna pada sisi ventral dengan penampilan suatu kerudung
dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok kearah ventral
atau yang disebut chordee dan uretra penis lebih pendek secara progresif, tetapi
jarak antara meatus dan glands tidak dapat bertambah secara signifikan sampai
chordee dikoreksi. Karenanya, klasifikasi hipospadia didasarkan atas dasar
meatus. Pada beberapa kasus, meatus terletak pada sambungan penoskrotal. Pada
kasus ekstrem, uretra bermuara pada perineum, skrotum bifida dan meluas ke
basis dorsal penis (transposisi skrotum) dan chordee (pita jaringan fibrosa). Pada
10 % anak laki-laki dengan hipospadia biasanya testis tidak turun (Kyle &
Carman, 2014).

2. Klasifikasi Hipospadia
Klasifikasi Hipospadia menurut Orkiszewski (2012) terdapat beberapa tipe
hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum atau meatus diantaranya
sebagai berikut :

4
5

a. Tipe sederhana/ Tipe anterior


Tipe ini terdapat di anterior, pada tipe ini meatus terletak pada pangkal glands
penis. Sebenarnya kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak tidak
memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi
atau meatotomi. Yang termasuk golongan hipospadia tipe ini adalah
hipospadia sub coronal atau lubang kencing berada pada sulcus coronarius
penis (cekungan kepala penis), dan hipospadia tipe granular yaitu lubang
kencing sudah terdapat di kepala penis namun posisinya berada di bawah
kepala penisnya.
b. Tipe Penil/ Tipe Middle
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya
disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian
ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis
menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah
secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka
sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada
dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya. Terdapat beberapa tipe
hipospadia yang termasuk dalam tipe middle diantaranya yaitu hipospadia tipe
penoscrotal atau lubang kencing terletak di antara skrotum dan batang penis,
hipospadia tipe peneana proksimal yaitu lubang kencing berada di bawah
pangkal penis, hipospadia tipe mediana yaitu lubang kencing berada di bawah
bagian tengah dari batang penis, serta hipospadia tipe distal peneana yaitu
lubang kencing berada di bawah bagian ujung batang penis.
6

c. Tipe Posterior
Pada tipe posterior, biasanya akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan
penis, seringkali disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar
dan umumnya testis tidak turun. Yang termasuk hipospadia posterior
dianataranya yaitu hipospadia tipe 10 perenial, lubang kencing berada di
antara anus dan skrotum, dan hipospadia tipe scrotal, lubang kencing berada
tepat di bagian depan skrotum.

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hipospadia menurut (Andi dan Yulianto, 2014) sering muncul
pada penyakit hipospadia sebagai berikut :
a. Tidak terdapat preposium ventral sehingga prepesium dorsal menjadi
berlebihan (dorsal hood).
b. Sering disertai dengan korde atau penis melengkung ke arah bawah.
c. Lubang penis tidak terletak diujung penis, tetapi berada dibawah atau di
dasar penis
d. Gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan derajat kalainan. Biasanya juga
ditemukan kulit luar bagian ventral lebih tipis atau bahkan tidak ada,
dimana kulit luar di bagian dorsal menebal.
e. Biasanya jika penis mengalami kurvatura (melengkung) Ketika ereksi maka
ditemukan adanya chordee (jaringan fibrosa yang membentang hingga ke
gland penis) (Sigumonrong, 2016). Chordee adalah adanya pembengkokan
menuju arah ventral dari penis. Hal ini disebabkan oleh karena adanya
atrofi dari corpus spongiosum, fibrosis dari tunica albuginea dan facia di
atas tunica, pengencangan kulit ventral dan fasia buck, perlengketan antara
uretra plate ke corpus cavernosa.
f. Pancaran urin pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah,
menyebar,mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada
BAK, serta nyeri ketika ereksi,
g. Pada hipospadia glandular/koronal anak dapat BAK dengan berdirin dengan
mengangkat penis ke atas.
h. Preputium tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk dibagian punggung
penis
i. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
7

j. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal

4. Anatomi dan Fisiologi Sistem Resproduksi

a. Ureter
Ureter terdiri dari dua buah tabung/saluran yang menghubungkan ginjal
dengan kandung kemih (vesika urinaria). Ureter merupakan lanjutan pelvis
renis, menuju distal & bermuara pada vesica urinaria. Panjangnya 25-30 cm
dan diameternya 0,5 cm. Piala ginjal berhubungan dengan ureter, menjadi
kaku ketika melewati tepi pelvis dan ureter menembus kandung kemih.
Lapisan ureter terdiri dari; 1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), 2.
Lapisan tengah (otot polos) dan 3. Lapisan sebelah dalam (mukosa) Persarafan
ureter oleh plexus hypogastricus inferior T11- L2 melalui neuron-neuron
simpatis. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap
5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung
kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter
yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran,
melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Ureter berjalan
hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh
pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada
tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan
pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
8

b. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian
luar.Pada pria, uretra merupakan saluran yang menyalurkan urin ke luar dari
buli-buli atau vesika urinaria melalui proses miksi. Uretra juga berfungsi
dalam menyalurkan urine pada pria., berukuran panjang 13,7-16,2 cm, dan
terdiri atas tiga bagian, yaitu prostat, selaput (membran), dan bagian yang
berongga (ruang). Saluran perkemihan dilapisi oleh membran mukosa, dimulai
dari meatus uretra hingga ginjal.Uretra memiliki spingter uretra interna yang
terletak di perbatasan vesika urinaria dan uretra dan spingter uretra ekstema
yang terletak di perbatasan uretra anterior dan posterior. Uretra terbagi
menjadi dua bagian secara anatomis yaitu:
a. Uretra pars anterior, yaitu uretra yang terbungkus oleh korpus spongiosum
penis disebut dengan uretra pars spongiosa, terbagi menjadi pars bulbosa, pars
pendularis, fossa navikulare, dan meatus uretra eksternal
b. Uretra pars posterior, yaitu bagian uretra yang dilengkapi oleh kelenjar
prostat,
terbagi menjadi pars prostatika dan pars membranasea (Yiee et al., 2010).
9

terdiri dari sepasang korpora kavernosa yang terbungkus olch tunika albuginea
yang tebal dan fibrous dengan septum di bagian tengahnya. Uretra melewati
penis di dalam korpus spongiosum yang terletak dalam posisi ventral di antara
kedua korpora kavernosa. Uretra terlihat pada ujung distal glans penis yang
berbentuk konus. Fascia spermatika atau tunika dartos adalah suatu lapisan
longgar pada penis. Dibawah lapisan tunika dartos terdapat fascia bucks yang
mengelilingi korpora kavernosa dan kemudian memisah untuk menutupi
korpus spongiosum secarterpish. Berkas neurovaskuler dorsal terletak dalam
fascia bucks diantara kedua korpora kavemosa (Yiee et al.. 2010).

5. Etiologi
Penyebab hipospadia sangat bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor, namun
belum ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini. Beberapa kemungkinan
dikemukakan oleh para peneliti mengenai etiologi hipospadia. Faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya hipospadia yaitu :
a. Faktor genetik dan embrional Genetik
Faktor genetik dan embrional Genetik merupakan faktor risiko yang diduga
kuat mempengaruhi proses terjadinya hipospadia. Penelitian menyebutkan
bahwa anak laki-laki yang memiliki saudara yang mengalami hipospadia
beresiko 13,4 kali lebih besar mengalami hipospadia, sedangkan anak yang
memiliki ayah
1

dengan riwayat hipospadia beresiko 10,4 kali mengalami hal yang sama (Van
der Zaden et al., 2012). Selama masa embrional, kegagalan dalam
pembentukan genital folds dan penyatuanya diatas sinus urogenital juga dapat
menyebabkan terjadinya hipospadia. Biasanya semakin berat derajat
hipospadia ini, semakin besar terdapat kelainan yang mendasari. Kelainan
kromosom dan ambigu genitalia seperti hermafrodit maupun
pseudohermafrodit merupakan kelainan yang kerap kali ditemukan bersamaan
dengan hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).
b. Faktor hormonal
Perkembangan genitalia pada laki laki merupakan proses yang kompleks dan
melibatkan berbagai gen serta interaksi hormon yang ada pada ibu hamil.
Proses pembentukan saluran uretra ini terjadi pada minggu ke-6 trimester
pertama dan bersifat androgendependent, sehingga ketidak normalan
metabolism androgen seperti defisiensi reseptor androgen di penis, kegagalan
konversi dari testosteron ke dihidrotestoteron, serta penurunan ikatan antara
dihidrostestoteron dengan reseptor androgen mungkin dapat menyebabkan
terjadinya hipospadia (Noegroho et al., 2018).
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dicurigai sebagai salah satu faktor penyebab hipospadia
seperti terdapat paparan estrogen atau progestin pada ibu hamil di awal
kehamilan, paparan estrogen tersebut biasanya terdapat pada pestisida yang
menempel pada buah, sayuran, tanaman, dan obat obatan yang dikonsumsi
oleh ibu hamil. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti epilepsi
seperti asam valporat juga diduga meningkatkan resiko hipospadia tetapi
untuk pil kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dan progestin
diketahui tidak menyebabkan hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).
d. Lain-lain
Pada anak laki-laki yang lahir dengan program Intra-cystolasmic sperm
Injection (ICSI) atau In Vitro Fertilization (IVF) memiliki insiden yang tinggi
pada hipospadia (Krisna & Maulana, 2017). Selain itu faktor ibu yang hamil
dengan usia terlalu muda atau terlalu tua juga sangat berpengaruh, diketahui
bayi yang lahir dari ibu yang berusia >35 tahun beresiko mengalami
hipospadia berat. Kelahiran prematur serta berat bayi lahir rendah, bayi
kembar juga sering dikaitkan dengan kejadian hipospadia (Widjajana, 2017).
1

6. Patofisiologi
Hipospadia merupakan suatu cacat bawaan yang diperkirakan terjadi pada masa
embrio selama pengembangan uretra, dari kehamilan 8-20 minggu.Perkembangan
terjadinya fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan
letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian di
sepanjang batang penis hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada
sisi ventral dan menyerupai tepi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan
fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura
(lengkungan) ventral dari Chordee atau lengkungan ventral dari penis, sering
dikaitkan dengan hipospadia, terutama bentuk-bentuk yang lebih berat. Hal ini
diduga akibat dari perbedaan pertumbuhan antara punggung jaringan normal
tubuh kopral dan uretra ventral dilemahkan dan jaringan terkait. Pada kondisi
yang lebih jarang, kegagalan jaringan spongiosum dan pembentukan fasia pada
bagian distal meatus uretra dapat membentuk balutan berserat yang menarik
meatus uretra sehingga memberikan kontribusi untuk terbentuknya suatu korda
(Mutaqqin,2011).
1

Pathway

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan
tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadia. Tetapi dapat dilakukan
pemeriksaan berikut untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada ginjal
sebagai komplikasi maupun kelainan bawaan yang menyertai hipospadia:
a. Rontgen
b. USG sistem kemih kelamin.
1

c. BNO-IVP
8. Penatalaksanaan Medis
Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak biasanya dilakukan dengan
prosedur pembedahan. Tujuan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi
penis menjadi lurus dengan meatus uretra di tempat yang normal atau dekat
normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan. Keberhasilan pembedahan
atau operasi dipengaruhi olch tipe hipospadia dan besar penis. Semakin kecil penis
dan semakin ke proksimal tipe hipospadia semakin sukar tehnik dan keberhasilan
operasinya.Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-
Chaula, Teknik Horton dan Devinc.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a. Tahap pertama Chordeotomy atau orthoplasty, yaitu eksisi chordee dari
muara uretra sampai glans penis. Dilakukan pada usia 1-2 tahun. Penis
akan diharapkan Iurus, tapi meatus uretra masih terletak pada tempat yang
abnormal. Penutupan Luka operasi menggunakan preputium bagian
dorsal dan kulit penis. Untuk melihat keberhasilan eksisi dilakukan tes
ereksi buatan dengan menyuntikkan NaCl 0,9% ke dalam kopus
kavernosum.
b. Tahap kedua dilakukan Uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut
sudah lunak, yaitu membuat insisi paralel pada tiap sisi muara uretra
eksterna (saluran kemih) sampai ke glans penis. lalu dibuat pipa dari kulit
dibagian tengah, Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari
kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan
pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan sctelah tahap pertama dengan
harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devinc, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih
besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi
jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis).

9. Komplikasi
Komplikasi awal (immadiate complication) terjadi dalam kurun waktu enam bulan
pasca operasi atau saat enam bulan pertama. Komplikasi awal yang dapat terjadi
sebagai berikut:
a. Pseudohermatro (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1
jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexual tertentu)
1

b. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK


c. Kesukaran saat berhubungan sexual, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
d. Infertility
e. Resiko hernia inguinalis
f. Gangguan psikososial
g. Nekrosis flap (Mouriquand dalam Gearbart et al.. 2010)

Komplikasi paling sering dari reparasi hipospodia adalah fistula, divertikulum,


penyempitan uretral dan stenosis meatus (Ombresanne, 1913). Penyebab paling
sering dari fistula adalah nekrosis dari flap yang disebabkan oleh terkumpulnya
darah dibawah flap. Fistula itu dapat dibiarkan sembuh spontan dengan reparasi
sekunder bulan sesudahnya. Untuk itu keteter harus dipakai selama 2 minggu
setelah fistulanya sembuh, dengan harapan tepi-tepinya akan menyatu kembali,
sedangkan kegunaannya untuk terus diversi lebih lama dari dua minggu.
Penyempitan uretra adalah suatu masalah. Bila penyempitan ini padat, maka
dilatasi dari uretra akan efektif. Pada penyempitan yang hebat, operasi sekunder
diperlukan. Urethrotomy internal akan memadai untuk penyempitan yang pendek.
Sedang untuk penyempitan yang panjang uretra itu harus dibuka disepanjang
daerah penyempitan dan ketebalan penuh dari graft kulit yang dipakai untuk
menyusun kembali ukuran uretra Suatu keteter bisa dipergunakan untuk
mendukung skin graft.

10. Pencegahan Hipospadia


Umumnya Hipospadia tidak dapat dicegah, karena penyakit ini adalan kelainan
kongenital yang belum diketahui penyebab pastinya. Pencegahan Primer sebagai
bentuk pencegahan primer untuk penyakit hipospadia ini adalah lebih terfokus
pada pemeriksaan ANC (Antenatal Care) pada ibuhamil , USG saat kehamilan dan
pemeriksaan fisik bayi baru lahir.

A. Pencegahan Primer

1. ANC (Antenatal Care)


ANC adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan
fisik ibuhamil. Sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan
pemberian ASI, dankembalinya kesehatan reproduksi secara wajar. Tujuan ANC :
1

a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan


tumbuh kembang janin
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik maternal dan social
ibu dan bayi
c. Mengenal secara dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi selama
kehamilan
d. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerma kelahiran bayi
agar dapattumbuh kembang secara normalJadwal pemeriksaan kehamilan
minimal dilakukan empat kali selama kehamilan yaitutrisemester I (<14
minggu) 1 kali kunjungan, trisemester II (14 – 28 minggu) 1 kali
kunjungan,trisemester III (28 – 36 minggu dan sesudah minggu ke - 36) 2
kali kunjungan.
2. Pemeriksaan USG
Pada saat KehamilanPemeriksaan USG (Ultrasonografi) adalah pemeriksaan
janin menggunakan frekuensigelombang suara tinggi yang dipantulkan ke tubuh
untuk mengetahui gambaran rahim yangdisebut sonogram. Fungsi dari
pemeriksaan USG adalah untuk mengetahui kesehatanperkembangan kehamilan,
khususnya adalah janin. Dengan menggunakan USG maka dapatmengetahui
perkembangan bayi,usia kehamilan, pertumbuhan dan mengetahui
adanyaancaman keguguran
3. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan fisik bayi baru lahir adalah kegiatan untuk memeriksa kondisi
fisik bayi saat baru dilahirkan. Seperti inspeksi keadaan umum, supaya dapat
secara cepat mengetahui jika ada kelainan pada bayi.

A. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berguna untuk mengobati dan memperbaiki kelainan
bentuk reproduksi pada anak. Untuk Hipospadia penanganan yang paling
efektif dalam tahap pencegahan sekunder adalah tindakan operasi. Tindakan
operasi hipospadia ini terdiri dari dua tahap:
1. Operasi tahap I : meluruskan penis yaitu pada bagian Orifisium, canalis
uretrasenormal mungkin.
2. Operasi tahap II : membuat fassa naficularis pada glans penis yg nantinya
akandihubungkan dengan Canalis uretra yg telah terbentuk melalui Operasi
tahap I.
1

B. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier berupa tindakan perawatan setelah operasi dan
informasi tentang pemulihan dan perawatan penis. Perawatan setelah operasi
adalah perawatan luka yang dilakukan oleh perawat supayadari luka bekas
operasi tidak menimbulkan infeksi pada anak. Setelah luka operasi sembuh,
maka hal yang selanjutnya dilakukan adalah perawatan penis setelah operasi.
Perawatan penis adalah suatu tindakan yang harus dilakukan yaitu dengan
membersihkan dan merawat penis, untuk mencegah terjadinya infeksi yang
tidak diinginkan. Sedini mungkin sampai luka pada penis benar-benar bersih
sehingga tidak terjadi infeksi pada penis yang sudah di operasi.
Tujuan dari perawatan penis adalah :
a. Membersihkan penis dari kuman setelah buang air
b. Mempercepat proses penyembuhan
c. Memberikan rasa nyaman
d. Mencegah terjadinya pencemaran oleh cairan dan kuman yang
berasal dari dari daerahsekitarnya
e. Mencegah terjadinya infeksi

11. Perawatan selama dirumah


Melakukan perawatan pasca operasi dengan memberikan semprot betadine 3x1
semprot. Selain melakukan perawatan penis, hal yang dapat menunjang proses
penyembuhan pasca operasi berupa pengaturan pola hidup seperti :
a. Banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung Vitamin C. Contohnya :
buah-buahan, dan sayur-sayuran
b. Meminum obat sesuai aturan yang ditetapkan. Apabila minum obat antibiotic
harus tuntas dan habis sesuai dengan advice dokter
c. Mencegah infeksi yang dapat menghambat penyembuhan penis setelah operasi
dan selang kateter telah dibuka yaitu dengan cara menjaga kebersihan penis
setelah buang air.

12. Konsep tumbuh kembang Anak usia 6-12 tahun (Fase Laten)
a. Pertumbuban fisik
1

Pertumbuhan tinggi badan +5 cm pertabun, tinggi badan rata-rata 116 cm-150 cm.
Penambaha berat badan + 2-4 kg pertahun dengan berat rata-rata 21-40 kg, Berat
badan bertambah karena memanjangnya tulang dan terbentuknya jarigan otot.
Mampu berdiri tegak dengan gerakan lebih sempurna. Proporsi tubuh terlihat lebih
langsing dan panjang karena pertumbuban kaki dan lengan lebih cepat dan lebih
pajang daripada pertambahan panjang badan. Pajang badan akan lebih memanjang
pada usia 9 tahun. Lingkar pinggang akan tampak mengecil karena pertambahan
tinggi.
Lingkar kepala mengecil sebagai indicator kematangan.
1. Perubahan facial
a. Gigi susu mulai tanggal, memilki 10-11 gigi permanen pada usia 8 tahun
dan kira-kira 26 gigi permanen saat usia 12 tahun.
b. Pertumbuhan otak tengkorak lebih melambat.
c. Ugly Ducking Stage: gigi tampak terlalu besar bagi wajah.
3. Kematangan sistem
a. Gastrointestinal
1. Jarang mengalami gangguan.
2. Dapat mempertahankan kadar gula dengan baik.
3. Kapasitas lambung meningkat dan terjadi retensi makanan lebih lama.
b. Eliminasi
1. Kapasitas vesica urinaria bertambah.
2. Jumlah produksi urine tergantung pada suhu. kelembaban. dan intake
cairan.
c. Kardiovaskuler
1. Tumbuh paling lambat daripada organ yang lain sehingga apabila jika
olahraga terlalu berat akan mengganggu pertumbuhan.
d. Imunitas
1. Lebih baik dalam melokalisir infeksi dan memproduksi antigen dan
antibody
2. Muskloskeletal proses osifikasi terus terjadi tapi tidak diikuti dengan
mineralisasi sehingga tulang menjadi rapuh (peka terhadap tekanan
maupun tarikan ) untuk itu postur tubuh harus tetap dijaga : contoh
tidak membawa beban terlalu berat,tidak memakai sepatu yang terlalu
kecil, dan posisi duduk harus tegak.
1

c. Perkembangan motorik kasar


1. Pada usia 6-12 tahun aktifitas motorik kasar berada dibawah kendali
keterampilankognitif dan kesadaran secara bertahap terjadi
peningkatan irama, kehalusan dan keanggunan gerakan otot,
mengalami minat dalam penyempurnaan fisik, Kekuatan daya ingat
meningkat.
d. Peningkatan motorik halus
1. Terjadi peningkatan keterampilan motorik halus karena
meningkatnya melinisasi system saraf.
2. Menunjukkan perbaikan kescimbangan dan koordisani mata dan
tangan.
3. Dapat menulis daripada mengucapakan kata-kata saat usia 8 tahun.
4. Menunjukan peningkatan kemampuan motorik halus seperti usia
dewasa saat usia12 tahun.
5. Menujukkan peningkatan kemampuan untuk mengungkapkan secara
individu dan keterampilan khusus seperti menjahit membuat model
dan bermain alat musik.
e. Prepubertas
1. Tampak tanda-tanda perubahan seks sekunder
2. Perbedaan anak laki-laki dan anak perempuan mulai
tampak.Perubahan seks sekunder laki-laki : skrotum dan testis lebih
besar, Skrotum bewarna merah, Payudara sedikit membesar tetapi
akan mengecil kembali setelah beberapa bulan, Muncul rambut halus
dan jarang di daerah sekitar pubis.
Perubahan seks sekunder perempuan; Mammae lebih lembut dan
mulai membengkak, Panggul dan pinggul mulai membesar. Rambut
mulai tumbuh di sekitar pubis (8-12 tahun).
f. Perkembangan emosi
Temperamen anak mulai berubah karena pengaruh lingkungan,
pengalaman dan motivasi dari orang sckitarnya. Untuk itu sangat
diperlukan peran orang tua dan guru untuk membentuk temperamen anak
1

yang positif. Kemampuan anak dalam beradaptasi dapat mempengaruhi


temperamen anak.

g. Perkembangan bahasa
Anak usia sekolah mulai menguasai berbagai ketrampilan linguistic. Anak
usia sekolah mulai belajar tentang tata bahasa yang benar dan lebih
kompleks sehingga merekabisa membenarkan jika ada-ada hal-hal yang
salah, Kemampuan kata-kata juga dimiliki pada anak usia sekolah
termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung, kata depan dan
kata abstrak.
1. Mempunyai kemampuan memakai kalimat majemuk dan
gabungan.
2. Metlinguistik awareness: memiliki kemampuan untuk berpikir
tentang bahasa.dan berpendapat.
3. Mulai mengerti tentang perubahan makna dan bahasa/peribahasa.
h. Perkembangan sosial
Anak merasa nyaman bila bersama orang tua dan keluarga. merasa lebih
percaya diri, emosi berkurang dan lebih dapat melihat segala sesuatu
secara realistik. Energinya banyak digunakan untuk mengeksplorasi
lingkungan dan keluarganya untuk meningkatkan hubungan interpersonal,
untuk meningkatkan pemahamannya dan memuaskan keingintahuan
tentang dunia. Pengaruh teman sebaya dapat mendorong mercka untuk
lebih mandiri. Dorongan dari peer group memberikan rasa aman pada
mereka untuk mendukung perkembangan mandirinya. Perbedaan jenis
mulai berperan dalam hubungan sosial. Anak laki-laki bermain dngan
anak laki- laki . Anak perembipuan bermain dengan anak perempuan.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahapan pertama dari proses keperawatan. Sebelum
memulai seluruh proses, tenaga keperawatan akan melakukan pengkajian awal
terhadap kondisi klien. Klien akan diberikan pertanyaan serta diberikan sejumlah
tes baik fisik maupun psikis. Pengkajian ini merupakan titik yang paling penting
untuk menghasilkan diagnosa keperawatan yang tepat (Prabowo, 2017). Pada
klien
2

dengan hipospadia setelah tindakan post operasi pengkajian yang penting


dilakukan yaitu mengkaji adanya pembengkakan atau tidak, adanya perdarahan,
dan disuria (Mendri & Prayogi, 2017).
a. Identitas Nama : sesuai nama klien
Umur : sering terjadi pada bayi
Jenis kelamin : laki-laki
Diagnosa medis : Hipospadia.
b. Keluhan Utama
Biasanya orang tua klien mengeluh dengan kondisi anaknya karena penis
yang tidak sesuai dengan anatomis penis biasa karena melengkung
kebawah dan terdapat lubang kencing yang tidak pada tempatnya.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing
yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan belum diketahui
dengan pasti penyebabnya.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat ketidakseimbangan hormon dan faktor
lingkungan yang mempengaruhi kehamilan ibu, seperti terpapar
dengan zat atau polutan yang bersifat tertogenik yang
menyebabkan terjadinya mutasi gen yang dapat menyebabkan
pembentukan penis yang tidak sempurna.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Terdapat riwayat keturunan atau genetik dari orang tua atau
saudara kandung dari klien yang pernah mengalami hipospadia.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
2. Kesadaran
3. Hasil pengecekan TTV
4. Pemeriksaan Head To Toe, yang meliputi :
a) Kepala
b) Wajah dan leher
c) Dada / thorax
d) Abdomen
2

Bentuk, kesimetrisan, keadaan kulit, peristaltic usus, batas-


batas hepar, gastric serta ginjal, biasanya pada kasus
hipospadia Ketika di palpasi ginjal adanya masa /
hidronefrosis. Adanya nodul/lesi adanya nyeri tekan
e) Genetalia
Bentuk penis melengkung ke bawah, kelainan pada kulit
depan penis, adanya kelainan preputium, adanya nyeri
tekan, periksa warna, jumlah dan bau urin
f) Ekstremitas
Bentuk, kesimctrisan dan kelengkapan tangan scrta kaki,
keadaan kulit, adanya lesi/nodul atau adanya kelainan
warna, kekuatan masa otot, kelincahan ROM, kelainan jalan
atau tidak.
k. Kesehatan Fungsional (11 Pola Gordon)
1) Pola nutrisi
Klien dengan hipospadia biasanya tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Pola Reproduksi dan seksualitas
Klien dengan hipospadia biasanya mengalami masalah dalam hal
berhubungan jika tidak menjalani prosedur operasi untuk
memperbaiki uretra yang tidak berkembang.
3) Pola aktivitas/ latihan
Pada umunya klien dengan hipospadia tidak memiliki gangguan
aktivitas
4) Pola istirahat
Pada klien biasanya tidak memiliki gangguan pola tidur kecuali
saat dirawat dirumah sakit
5) Persepsi, pemeliharaan, dan pengetahuan
Klien biasanya tidak mengetahui penyakit yang dialami karena
kurangnya pemahaman klien terkait penyakit hipospadia dan pada
umumnya pemeliharaan kesehatan klien tidak ada masalah
6) Keyakinan dan nilai
Klien hipospadia dapat memeluk agama sesuai keyakinannya
masing-masing
7) Pola toleransi
2

Tidak ada masalah toleransi pada klien degan hipospadia

8) Pola hubungan peran


Klien biasanya tidak memiliki masalah hubungan dengan orang lain
9) Kognitif dan persepsi
Klien dengan hipospadia kebanyakan tidak memiliki masalah pada
memorinya
10) Persepsi diri dan konsep diri
Klien biasanya tidak percaya diri dengan kelainan yang dialaminya
11) Pola eliminasi
Pada saat buang air kecil, pada klien hipospadia mengalami
kesulitan karena penis yang bengkok mengakibatkan pancaran urin
mengarah kearah bawah dan menetes melalui batang penis (Krisna
& Maulana, 2017).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan hipospadia yaitu
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) :

Pre Operasi

a. Defisit Pengetahuan b.d Kurang terpaparnya informasi d.d Orang tua


menanyakan masalah yang dihadapi
b. Ansietas b.d merasa binggung, merasa khawatir, tampak gelisah, sulit tidur
karna akan dilakukan prosedur pembedahan.
c. Gangguan Integritas Kulit b.d perubahan sirkulasi d.d kerusakan jaringat atau
lapisan kulit, perdarahan, kemerahan, hematoma, dan nyeri.

Post Operasi

a. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d Tampak meringis,
bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah,
nafsu makan berubah.
b. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Nyeri d.d Nyeri saat bergerak, serta gerakan
yang terbatas.
2

c. Resiko Infeksi b.d Efek prosedur invasif d.d adanya luka akibat prosedur
pembedahan

3. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
DK (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 (D.0111) (L.121111) (I.12440)
Defisit Pengetahuan Tingkat Edukasi Preoperatif
Defisit Pengetahuan b.d Kurang Pengetahuan
terpaparnya informasi d.d Orang Definisi :
tua menanyakan masalah yang Setelah dilakukan Memberikan informasi
dihadapi. tindakan tentang persiapan
Definisi : keperawatan selama operasi untuk
3×24 jam, maka meningkatkan
Ketiadaan atau kurangnya
tingkat pengetahuan pemulihan
informasi kognitif yang
akan teratasi dengan pembedahan dan
berkaitan dengan topik tertentu.
kriteria hasil: mencegah komplikasi
yang mungkin terjadi
1. Kemampuan akibat pembedahan.
menggambarkan
pengalaman Observasi :
sebelumnya yang 1. Identifikasi
sesuai dengan kesiapan dan
topik meningkat kemampuan
(5) menerima
2. Perilaku sesuai informasi
dengan anjuran 2. Identifikasi
meningkat (5) pengalaman
3. Pertanyaan pembedahan dan
tentang masalah tingkat
yang dihadapi pengetahuan
menurun (5) tentang
pembedahan
2

3. Identifikasi
kecemasan pasien
dan keluarga

Terapeutik :
1. Sediakan materi
dan media
Pendidikan
kesehatan

Edukasi :
1. Informasikan
jadwal, lokasi
operasi dan lama
operasi
2. Jelaskan obat
preoperasi, efek
dan alasan
penggunaannya
3. Jelaskan Tindakan
pengendalian nyeri
4. Anjurkan puasa
minimal 6 jam
sebelum operasi.
5. Ajarkan teknik
mobilisasi setelah
operasi
2 (D.0080) (L.09093) (I.09314)
Ansietas Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas

Ansietas b.d krisis situasional


Setelah dilakukan Definisi :
d.d merasa bingung, merasa
tindakan Kondisi emosional dan
khawatir dengan akibat, sulit
keperawatan selama pengalaman subyektif
2

berkonsenstrasi, tampak gelisah, 3×24 jam, maka individu terhadap


tampak tegang, sulit tidur. tingkat ansietas akan objek yang tidak jelas
teratasi dengan dan spesifik akibat
Definisi : kriteria hasil: antisipasi bahaya yang
Kondisi emosional dan Tingkat Ansietas memungkinkan
pengalaman subyektif individu menurun: individu melakukan
terhadap objek yang tidak jelas 1. Verbalisasi tindakan untuk
dan spesifik akibat antisipasi khawatir akibat menghadapi ancaman.
bahaya yang memungkinkan kondisi yang
individu melakukan tindakan dihadapi Observasi
untuk menghadapi ancaman. menurun (5) 1. Monitor tanda-
2. Perilaku gelisah tanda ansietas
menurun (5) 2. Identifikasi saat
Penyebab : 3. Perilaku tegang tingkah ansietas
1. Krisis situasional menurun (5) berubah
2. Kurang terpapar informasi 4. Frekuensi nadi
menurun (5) Terapeutik
5. Pola tidur 1. Pahami situasi
membaik (5) yang membuat
ansietas
2. Temani pasien
untuk mengurangi
kecemasan
3. Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
4. Pahami situasi
yang membuat
ansietas
2

Edukasi :
1. Anjurkan keluarga
untuk tetap
bersama dengan
pasien
2. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
3. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi.
3 (D.0129) (L.14125) (I.11353)
Gangguan integritas kulit b.d Setelah dilakukan Perawatan Integritas
perubahan sirkulasi d.d tindakan Kulit
kerusakan jaringat atau lapisan keperawatan selama Definisi :
kulit, perdarahan, kemerahan, 3×24 jam, maka Mengidentifikasikan
hematoma, dan nyeri. integritas kulit dan dan merawat kulit
jaringan akan untuk menjaga
Definisi : teratasi dengan keutuhan,
Kerusakan kulit (dermis, kriteria hasil: kelembaban, dan
dan/atau epidermis atau jaringan Integritas Kulit dan mencegah
(membran mukosa, kornea, Jaringan meningkat : perkembangan
fasia, otot, tendon, tulang, 1. Elastisitas mikroorganisme
kartilago, kapsul sendi dan/atau meningkat (5)
ligamen). 2. Perfusi jaringan Observasi :
meningkat (5) 1. Identifikasi
Penyebab : 3. Kerusakan penyebab
1. Kekurangan/kelebihan jaringan gangguan
volume cairan menurun (5) integritas kulit
2. Perubahan hormonal (mis. Perubahan
sirkulasi,
2

3. Kurang terpapar informasi 4. Kerusakan perubahan status


tentang upaya lapisan kulit nutrisi, penurunan
mempertahankan/melindungi menurun (5) kelembaban, suhu
integritas jaringan 5. Nyeri menurun lingkungan
(5) ekstream,
6. Pigmentasi penurunan
abnormal mobilisitas)
menurun(5)
Terapeutik :
1. Ubah posisi tiap 2
jam sekali
2. Anjurkan minum
air yang cukup

Edukasi :
1. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
2. Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayuran.
2

Post Operasi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)

1. (D.0077) (L.08066) (I.08238)


Nyeri akut b.d agen Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
pencedera fisik Definisi :
(prosedur operasi) d.d Definisi : Mengidentifikasi dan
tampak meringis, Pengalaman mengelola pengalaman
bersikap protektif sensorik atau sensorik atau emosional yang
(mis. waspada, posisi emosional yang berkaitan dengan kerusakan
menghindari nyeri), berkaitan dengan jaringan aktual atau
gelisah, frekuensi nadi kerusakan jaringan fungsional, dengan onset
meningkat, sulit tidur, aktual atau mendadak atau lambat dan
tekanan darah fungsional, dengan berintensitas ringan hingga
meningkat, pola napas onset mendadak berat dan konstan
berubah, nafsu makan atau lambat dan
berubah berintensitas ringan Observasi
hingga berat dan 1. Identifikasi lokasi,
konstan karakteristik, durasi,
Definisi : frekuensi, kualitas, dan
Pengalaman sensorik Setelah dilakukan intensitas nyeri
atau emosional yang tindakan 2. Identikasi faktor yang
berkaitan dengan keperawatan selama memperberat dan
kerusakan jaringan ×24 jam, maka memperingan nyeri
aktual atau tingkat nyeri akan
fungsional, dengan teratasi dengan Terapeutik
onset mendadak atau kriteria hasil: 1. Fasilitasi istirahat dan tidur
lambat dan Tingkat Nyeri
berintensitas ringan menurun : Edukasi
hingga berat yang 1. Jelaskan strategi
berlangsung kurang 1. Keluhan nyeri meredakan nyeri
dari 3 bulan. menurun (5)
2

2. Meringis
Penyebab : menurun (5)
3. Sikap protektif
1. Agen pencedera
menurun (5)
fisiologis
4. Gelisah
(mis.inflamasi,
menurun (5)
iskemia, neoplasma)
5. Kesulitan tidur
2. Agen pencedera
menurun (5)
kimiawi
(mis.terbakar, bahan
kimia iritan)

3. Agen pencedera
berat prosedur
operasi, trauma,
latihan fisik
berlebihan.

2 (D.0054) (L.05042) (I.05173)


Dukungan Mobilisasi
Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan
Memfasilitasi pasien untuk
Fisik tindakan
meningkatkan aktivitas
Gangguan Mobilitas keperawatan selama
pergerakan fisik
Fisik b.d Nyeri d.d 3×24 jam, maka
Observasi :
Nyeri saat bergerak, mobilisasi fisik
1. Identifikasi adanya nyeri
serta gerakan yang akan teratasi
atau keluhan fisik lainya
terbatas. dengan kriteria
2. Identifikasi toleransi fisik
hasil:
melakukan pergerakan
Definisi : Mobilisasi Fisik
3. Monitor kondisi umum
Keterbatasan dalam meningkat:
selama melakukan
gerakan fisik dari satu 1. Kekuatan otot
mobilisasi
atau lebih ekstremitas meningkat (5)
secara mandiri 2. Pergerakan
Terapeutik :
ekstremitas
Penyebab : meningkat (5)
3

1. Kerusakan 3. Nyeri menurun 1. Fasilitasi aktivitas


integritas struktur (5) mobilisasi dengan alat
tulang 4. Kecemasan bantu
2. Perubahan menurun (5) 2. Libatkan keluarga untuk
metabolisme 5. Gerakan membantu pasien dalam
3. Penurunan massa terbatas meningkatkan pergerakan
otot menurun (5)
4. Nyeri Edukasi :
5. Keenganaan 1. Jelaskan tujuan dan
melakukan prosedur mobilisasi
pergerakan 2. Anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis, duduk di
tempat tidur,duduk di sisi
tempat tidur).
3 (D.0142) (L.09097) I.14539)
Resiko Infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi
Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan Definisi :
Efek prosedur invasif tindakan Mengidentifikasi dan
d.d adanya luka akibat keperawatan selama menurunkan risiko terserang
prosedur 3×24 jam, maka organisme patogenik.
pembedahan. Tingkat Infeksi
akan teratasi Observasi :
Definisi : dengan kriteria 1. Monitor tanda dan gejala
Berisiko mengalami hasil: infeksi
peningkatan terserang Tingkat Infeksi
organisme patogenik. meningkat Terapeutik :
1. Kebersihan 1. Batasi jumlah pengunjung
Penyebab : tangan dan 2. Cuci tangan sebelum dan
1. Penyakit Kronis badan sesudah kontak dengan
2. Efek prosedur meningkat (5) pasien dan lingkungan
invasive 2. Nafsu makan pasien
meningkat (5)
3

3. Peningkatan 3. Nyeri menurun 3. Pertahankan teknik aseptik


papaean (5) pada pasien beresiko tinggi
organisme 4. Bengkak Edukasi :
lingkungan menurun (5) 1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
imunisasin, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan rencana atau
tindakan asuhan keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan
untukmembantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi,
2008).Sedangkan, Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik
yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Agar kondisi pasien cepat membaik diharapkan bekerjasama dengan
keluarga pasien dalam melakukan pelaksanaan agar tercapainya tujuan dan kriteria
hasil yang sudah dibuat dalam intervensi (Nursalam, 2011).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang didasarkan
pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi ada individu (Nursalam, 2008). Terdapat dua
3

jenis evaluasi, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif
adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan. Sedangkan
evaluasi sumatif berfokus pada aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Fokus evaluasi ini adalah perubahan
perilaku klien atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien.tipe
evaluasi ini dilaksanakan padaakhir tindakan keperawatan secara paripurna.
Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi
keperawatan terdiri dari beberapa komponen yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan
BAB III

TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian Keperawatan
NO.RM : 2 1 2 5 0 8

NAMA : Anl. G
Rumah Sakit Cahya
Kawaluyan TGL 08/10/2014
LAHIR / :
ASESMEN KEPERAWATAN
Kota Baru Parahyangan 8th
UMUR
ANAK
Padalarang - Bandung

Telp.(022) 6803700 BAGIA


N / : Gabriel- 3206
(Hunting)
KAMAR
Fax. (022) 6803711

: Pasien sendiri √ Orang lain

: Nama : Ny. G
Pengkajian diambil dari
Hubungan dengan
:
pasien Ibu Kandung

Diagnosa Medis Awal : Hipospadia

I. KEADAAN SAAT MASUK


1 Tanggal dan jam masuk : 02/11/2022 / 13:04 WIB

33
3

2 Masuk dari : √ IGD □ Klinik Rajal □ Rekam Medis /


RRI

□ Kamar Bedah □ Pindahan □ Lain-lain :


ICU/HCU

3 Cara masuk : □ Jalan kaki √ Kursi Roda □ Tempat tidur

II. RIWAYAT KESEHATAN


A. Riwayat Kesehatan Sekarang

1. Alasan Masuk Rumah Sakit : OT mengatakan anak memiliki kelainan pada lubang kencing

2. Keluhan Utama ( PQRS ) : OT mengatakan anak memiliki kelainan pada lubang kencingnya, pasien
masuk rumah sakit dan akan dilakukan rencana Tindakan operasi tanggal
03/11/22. Setelah dilakukan tindakan menurut ot anak mengeluh nyeri, nyeri
yang dirasakan hilang timbul, skala nyeri 3/10, nyeri semakin teras ajika
anak banyak bergerak dan nyeri berkurang setelah pemberian analgetik.

3. Keluhan Yang Menyertai : Anak takut bergerak karena terpasang Dk / selang kencing.

B. Riwayat Kesehatan Masa lalu

1. Riwayat Sakit : √ Tidak ada □ Asma □ TBC

□ Hipertensi □ Jantung □ PPOK

□ Gastritis □ Hepatitis □ Malaria

□ Thypoid □ Gagal ginjal □ Gangguan darah

□ Psikosomatis □ Tumor □ Kanker

□ Diabetes □ HIV/AIDS □ Lain-lain :

2. Riwayat Operasi : □ Tidak √ Ya, jenis operasi : Uretroplasty

: Tempat / RS : : Tahun : 2011


RSCK

Komplikasi : Tidak ada


3

3. Riwayat Dirawat : □ Tidak √ Ya, alasan : Hipospadia

4. Riwayat Transfusi : √ Tidak □ Ya, alasan :

5. Riwayat Alergi : √ Tidak ada □ Ada ;


alergi

□ Obat, jenis □ Antibiotik □ Analgetik

□ Lain-lain :

□ Makanan, jenis □ Seafood □ Ikan asin

□ Lain-lain :

□ Lateks □ Balon □ Sarung Tangan

□ Lain-lain :

Reaksi alergi □ Gatal-gatal □ Merah

□ Bengkak □ Sesak

□ Lain-lain :

6. Riwayat Pengobatan : □ Nama Obat : Tidak ada

□ Frekuensi : Tidak ada

□ Jumlah / : Tidak ada


hari

7. Riwayat Kemoterapi : √ Tidak ada

C. Riwayat Kesehatan Keluarga

1. Riwayat Penyakit : √ Tidak ada □ Ada □ TBC


Keturunan Dalam Keluarga
□ Hipertensi □ Jantung □ PPOK

□ Gastritis □ Hepatitis □ Malaria

□ Thypoid □ Gagal ginjal □ Gangguan darah


3

□ Psikosomatis □ Kejang □ Kanker

□ Hipertensi □ Jantung □ PPOK

□ Lain-lain :

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Tingkat Kesadaran : √ Compos Mentis □ Apatis □ Somnolen

□ Sopor □ Soporo coma □ Coma

Nilai GCS : √ E=4 √ M=6 √ V=5

B. Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Suhu : 36.6 0C peraxilla

Nadi : 109 x/mnt √ Teratur □ Tidak teratur

□ Lemah √ Kuat

Pernafasa : 28x/mnt √ Teratur □ Tidak teratur


n
□ Dangkal □ Dalam

Saturasi O2 : 98 %

C. Keluhan Nyeri : Tidak ada √ Ada, skala nyeri : 3/10

IV. PENGKAJIAN PERSISTIM

A. PERNAFASAN MASALAH KEPERAWATAN


Keluhan : □ Sesak Nafas □ Batuk √ TM □ MA

√ Lainnya : Tidak ada keluhan □ RT □ MK

Inspeksi □ Perubahan pola nafas


1 Pernafasan : √ Normal □ Abnormal □ Kebersihan jalan nafas tidak

2 Bentuk dada : √ Simetris □ Asimetris Efektif


3

□ Pigeon chest □ Barrel chest □ Gangguan pertukaran gas

3 Pola Nafas : □ Bradipnea □ Tachipnea □ Aspirasi

□ Dyspnea □ Paroxismal □ Infeksi


dyspnea

□ Biot □ Kusmaul □ Lainnya :

□ Cheynes stoke □ Lainnya :

4 Sianosis : √ Tidak ada □ Ada, di

5 Sputum : √ Tidak ada □ Ada

6 Nafas cuping : √ Tidak ada □ Ada


hidung

7 Retraksi dada √ Tidak ada □ Ada

Palpasi

1 Vocal fremitus : √ Sama ka – ki □ Tidak sama

2 Jalan nafas : √ Tidak ada □ Ada sumbatan


sumbatan

Auskultasi

1 Suara nafas : √ Vesikuler □ Bronchovesikuler

□ Rales : / □ Wheezing : /

□ Ronchi : □ Lainnya;

2 Alat Bantu Nafas : □ Oksigen □ Tracheostomy

□ Ventilator □ Lainnya;

B. KARDIOVASKULER MASALAH KEPERAWATAN


Keluhan : √ Tidak ada □ Nyeri dada √ TM □ MA

□ Berdebar- □ Cepat lelah □ RT □ MK


debar
3

□ Keringat □ Lainnya □ Nyeri dada


dingin

Karakteristik nyeri : □ < dari 30 menit □ Penurunan curah jantung

□ > dari 30 menit, seperti ditimpa benda □ Intoleransi terhadap aktifitas


berat / tumpul

□ Menyebar ke daerah □ Perubahan Perfusi jaringan

□ Berkurang saat istirahat □ Perubahan neuro-vaskuler

□ Tidak berkurang saat istirahat □ Perubahan keseimbangan

Inspeksi Cairan dan elektrolit


1 Ictus cordis : □ Terlihat √ Tidak Terlihat □ Lainnya;

2 Bendungan JVP : √ Tidak ada □ Ada;

Palpasi
1 Denyut nadi : √ Kuat □ Lemah

□ Tidak ada denyut nadi

2 Irama Jantung : √ Regular □ Irregular

□ Bradicardi □ Tachycardia

3 CRT : √ < 2 detik □ 2 – 3 detik

□ > 3 detik □

4 Pitting Oedma : √ Tidak ada □ Ada

5 Edema : √ Tidak ada □ Ada, di

6 Akral : √ Hangat □ Dingin

Auskultasi
1 Suara Jantung : □ Murmur □ VES

□ Gallop □ Lainnya;
3

C. PERSYARAFAN MASALAH KEPERAWATAN


Keluhan : √ Tidak ada □ Pusing √ TM □ MA

□ Sakit Kepala □ Vertigo □ RT □ MK

□ Tremor □ Kejang □ Nyeri

□ Kesemutan □ Baal □ Pusing

□ Hemiparesis □ Paralisis □ Gangguan aktifitas

□ Sukar tidur □ Lainnya □ Perubahan Perfusi jaringan


cerebral

1 Bicara : √ Normal □ Pelo □ Gangguan komunikasi verbal

□ Aphasia □ Dyspagia □ Perubahan persepsi sensori

2 Pengelihatan : √ Normal □ Tidak Normal : □ Lainnya;

□ OS

□ OD

3 Alat bantu : □ Kaca mata □ Kontak lensa

4 Reaksi Pupil : √ Kanan: + √ Kiri: +

5 Diameter pupil : √ Kanan: 3 mm √ Kiri: 3 mm

6 Bentuk pupil : √ Isokor □ Anisokor

7 Pendengaran : √ Normal □ Menurun

□ Terganggu : □ OD

8 Alat bantu : √ Tidak ada □ Ada, jenis :


4

D. GASTROINTESTINAL DAN STATUS NUTRISI MASALAH KEPERAWATAN


√ 19 Kg √ TM □ MA
Berat Badan :
□ Turun □ Naik □ RT □ MK

Tinggi Badan : √ Tidak terkaji □ Nutrisi kurang dari kebutuhan

□ Normal □ Konstipasi
IMT :
□ Tinggi □ Kurus ringan □ Diare

Keluhan : □ Ketidakseimbangan nutrisi


√ Tidak ada □ Tidak nafus makan
lebih dari kebutuhan tubuh

□ Mual □ Muntah □ Hyperglekemia

□ Nyeri □ Kembung □ Hypoglikemis

□ Stomatitis □ Sukar menelan □ Nyeri

□ Rasa lapar □ Rasa haus □ Lainnya

□ Diare □ Sulit BAB

□ BAB berdarah □ Lainnya

Nafsu Makan : √ Baik □ Meningkat

□ Kurang □ Tidak ada

Pantangan makan : Tidak ada

Diet khusus : □ Tidak ada √ Ada, lunak

Kebiasaan Makan / : √ Makan: 3 x / hari( 1 Porsi)


Minum
√ Minum : 1000 cc/ hari

Pola BAB Saat Sehat Saat Sakit


Frekwensi BAB : 1x/hr 1x/hari
Konsistensi : padat lembek
Warna Faeces : Kuning Kuning
BAB terakhir : Sehari sebelum masuk RS
4

Inspeksi
1 Konjungtiva : √ Merah muda □ Anemis

2 Selaput Mukosa : √ Lembab □ Kering


√ Merah muda □ Stomatitis

3 Gigi : √ Lengkap □ Caries;

□ Gusi berdarah □ Gusi bengkak

□ Gigi palsu □ Tidak ada

□ Ada

4 Lidah : √ Lembab □ Kering

□ Kotor √ Bersih

5 Tonsil : □ T0 √ T1 □ T3 □ T4

6 Abdomen : √ Datar □ Cembung

□ Gambaran □ Acites
vena

□ Luka operasi □ Lainnya,

7 Colostomi : √ Tidak ada □ Ada

8 Anus : √ Tidak ada kelainan

□ Fistulla □ Fissure

□ Haemoroid □ Lainnya,

Perkusi
1 Abdomen : √ Thympani □ Hipertympani

□ Dulness □ Acites
4

Palpasi
1 Kelenjar Tyroid : □ Teraba √ Tidak teraba

2 Hepar - : □ Nyeri √ Tidak Nyeri


epigastrium
□ Hepatomegali □ Lainnya,

3 Titik Mc Burney : □ Nyeri √ Tidak Nyeri

4 Massa : √ Tidak ada □ Ada

Auskultasi
1 Bising usus : √ Ada, 12 x/ mnt □ Tak terdengar

√ Kuat □ lemah

E. PERKEMIHAN MASALAH KEPERAWATAN


Keluhan : √ Tidak nyeri □ Nyeri saat BAK □ TM √ MA

□ Menetes □ Tidak Lampias □ RT □ MK

□ Oliguri □ Anurin □ Perubahan eliminasi urin

□ Inkontinensia □ Lainnya: □ Ketidakseimbangan volume

Frekuensi BAK : √ 6-8 x/ hari □ Cairan

Inspeksi □ Nyeri
1 Warna urin : □ Jernih √ Kuning □ Lainnya,

□ Kuning Pekat □ Merah

□ Keruh □ Lainnya

Palpasi

1 Supra pubis : √ Tidak Nyeri □ Nyeri


4

□ Distensi □ Lainnya

Perkusi

1 Pinggang : √ Tidak Nyeri □ Nyeri ketuk ;

□ Kanan

□ Kiri

2 Alat Bantu : √ Tidak ada □ Ada,

3 Riwayat : √ Tidak ada □ Ada,


Hemodialisa x/mgg

F. MUSKULOSKELETAL MASALAH KEPERAWATAN


Keluhan : □ Kontraktur √ Nyeri TM √ MA

□ Baal □ Tremor □ RT □ MK

√ Lemas □ kesemutan √ Mobilisasi fisik

□ Tidak ada keluhan □ Ketidakmampuan merawat

Penggunaan alat bantu : √ Tidak ada □ Kruk Diri

□ Walker □ Threepot √ Nyeri

□ Kursi roda □ Lainnya □ Trauma

Resiko Jatuh ( Humpty : □ Resiko Tinggi □ Risiko Jatuh


Dumpty )
□ Resiko Sedang

√ Resiko Rendah

Inspeksi

1 ROM : √ Bebas □ Terbatas


4

2 Tingkat : √ Mandiri □ Minimal


Ketergantungan
□ Parsial □ Total

3 Bentuk Tulang : √ Normal □ Skoliosis


belakang
□ Kiposis □ Lordosis

4 Kekuatan Otot : Kanan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Kiri 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Palpasi
1 Krepitasi : √ Tidak ada □ Ada, lokasi :

2 Bengkak √ Tidak ada □ Ada, lokasi :

3 Gaya berjalan □ Tidak seimbang √ Seimbang

G. ENDOKRIN MASALAH KEPERAWATAN


Keluhan : □ Tremor □ Berdebar-debar √ TM MA

□ Telapak Tangan Berkeringat □ RT □ MK

□ Gula darahnya naik turun □ Gangguan rasa nyaman

Inspeksi □ Lainnya :
1 Bentuk Badan : □ Gigantisme □ Kretinisme

2 Bentuk Leher : √ Simetris □ Asimetris

3 Hyper/hipopigme : √ Tidak ada □ Ada, di


ntasi

4 Nodul : √ Tidak ada □ Ada, di

5 Ketidakseimbanga : √ Tidak ada □ Ada


n suhu

6 Makan berlebih : √ Tidak ada □ Ada


4

H. REPRODUKSI / SEKSUAL MASALAH KEPERAWATAN


Keluhan : □ Keputihan √ Nyeri □ TM √ MA

□ Perdarahan □ Bengkak □ RT □ MK

□ Tidak ada keluhan √ Nyeri

Lainnya :
□ □ Disfungsi Seksual

1 Kontrasepsi : √ Tidak □ Ya ; □ Infeksi

□ IUD □ Pil □ Perdarahan

Lainnya :
□ Suntik □ Implan □

□ Kondom □ MOW / MOP

2 Payudara : □ Normal □ Bengkak

□ Luka □ Nyeri

□ Massa □ Lainnya,

3 Bentuk Puting : □ Menonjol □ Datar

□ Kedalam □ Lainnya,

4 Areola Mammae : □ Bersih □ Kotor

□ Hitam □ Kemerahan

5 Menarchae : Tidak ada

6 Hari pertama : □ Tanggal :

haid terakhir Lamanya : hari

7 Siklus Haid : □ 28 hari □ 30 hari

□ Tidak teratur □ Lainnya,

8 Lamanya haid : □ 5 hari □ 7 hari


4

□ 10 hari □ Lebih 10 hari

9 Dysmenorhe : □ Tidak ada □ Ada

10 Genetalia pria : √ Luka □ Bengkak

□ Kotor □ Bernanah

□ Tidak ada keluhan

11 Penurunan : √ Tidak ada □ Ada


kemampuan
seksual

12 Genetalia Wanita : A Labia Mayora / □ Normal


Minora
□ Bengkak

□ Luka

□ Massa

: B Prolaps uteri □ Ada

√ Tidak ada

C Fluor Albus □ Ada, warna


:
√ Tidak ada

I. INTEGUMEN MASALAH KEPERAWATAN


Keluhan : □ Gatal □ Memar √ TM MA

Luka, Merah-
□ □ Bengkak □ RT □ MK
merah

□ Hangat □ Tak ada kelainan □ Perubahan integritas kulit

Inspeksi □ Infeksi
1 Integritas : □ Kering □ Bersisik □ Decubitus

□ Merah □ Urtikaria □ Nyeri


4

Lainnya, Tidak
□ Ptechie √ □ Lainnya
ada keluhan

2 Lesi : □ Makula □ Papula

□ Vesical □ Pustule

□ Lecet □ Bula

□ Area :
□ Decubitus
□ Ukuran :

3 Kulit kepala : √ Bersih □ Berketombe

□ Kulit terkelupas □ Lainnya

4 Kuku : √ Normal □ Clubbing finger

Palpasi
1 Hangat , suhu
Akral : √ □ Dingin
36.6 oC

2 Turgor kulit : √ Elastis □ Kurang elastic

3 √ Halus □ Kasar
Tekstur Kulit :
□ Keriput □ Bersisik

4 Rambut : √ Normal □ Rontok

□ Bercabang □ Alopecia
4

V. POLA KEBIASAAN / GAYA HIDUP


A Merokok : √ Tidak □ Ya

□ Jumlah / hari :

□ Berhenti, sejak :

B Obat terlarang : Tidak mengkonsumsi

C Olahraga : Tidak berolahraga.

D Minuman beralkohol : √ Tidak □ Ya, jenis :

□ Jumlah / hari :

□ Berhenti, sejak :

VI. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL, EKONOMI, SPIRITUAL DAN BUDAYA


A. ASPEK PSIKOSOSIAL MASALAH KEPERAWATAN
√ Dirinya : Tidak ada √ TM □ MA

Sakit saat
√ : Tidak ada □ RT □ MK
ini

Pandangan pasien Sangat penting,


:
mengenai sehingga orang tua
pasien bertekad untuk
√ Pengobatan : □ Koping individu tidak efektif
menyelesaikan program
pengobatan yang akan
dijalani anaknya

Tinggal : □ Sendiri □ Dengan keluarga □ Kecemasan

□ Dengan anak √ Dengan orang tua □ Gangguan interaksi sosial

□ Lainnya : □ Berduka

B. ASPEK EKONOMI □ Perubahan fungsi peran

Pengaruh perawatan / opname terhadap : □ Lainnya:

□ Keluarga : Tidak ada


□ Fungsi / peran : Tidak ada
4

□ Pekerjaan : Tidak ada


Pasien menggunakan fasilitas BPJS untuk
□ Keuangan :
berobat
C. ASPEK SPIRITUAL MASALAH KEPERAWATAN
Agama √ Islam Katholik √ TM □ MA

: □ Kristen □ Hindu □ RT □ MK

□ Budha □ Konghucu □ Distress spiritual

Pandangan pasien tentang :

1. Peran Tuhan dalam hidupnya :

√ Segala sesuatu yang terjadi adalah Kehendak Nya

□ Tuhan selalu terlibat dalam apa yang terjadi pada saya

□ Tuhan hanya memperhatikan apa yang terjadi pada saya

□ Tuhan Pemberi hukuman

2. Peran doa dalam kehidupan :

√ Sumber kekuatan dan menyatukan dirinya dengan Tuhan

□ Berarti untuk meminta kesembuan pada Tuhan

□ Acuh tak acuh sejak doa tidak memiliki arti dan nilai

□ Menolak / marah karena penyakitnya tidak sembuh

3. Agama :

√ Hormat dan percaya akan iman yang diyakini

□Takdir untuk mengikuti iman yang diyakini

□ Acuh tak acuh karena tidak ada manfaatnya

□ Marah karena penolakan


5

4. Sakit / Penderitaan :

√Sakit adalah cobaan dari Tuhan

□ Sakit adalah hukuman dari Tuhan

□ Sakit Adalah kesempatan untuk merenungkan rencana Tuhan

5. Kematian :

√ Awal kehidupan baru

□ Menakutkan

□ Akhir dari segalanya

6. Kegiatan keagaman :

□ Berdoa

√ Sholat

□ Komuni

7. Kepercayaan akan nilai-nilai / pantangan :

□ Ada

√ Tidak ada

8. Pendampingan :

√ Perlu □ Tidak Perlu

D. BUDAYA
Keluhan : Tidak ada

Kepercayaan yang
berkaitan pengobatan : √ Suku : Sunda
medis

Bahasa yang
Status Budaya : √ : Indonesia
digunakan
5

Kepercayan / budaya
: √ Tidak ada □ Ada
lain

VII. EDUKASI
1 Kebutuhan Edukasi : □ Tidak √ Ya
□ Memerlukan darah dan produk darah
2 Risiko Tinggi :
□ Disiksa, contoh : kamar gelap jauh dari ruang perawat

□ Penyakit Menular:

□ Imunosupressed

□ Menggunakan bantuan hidup dasar

3 Discharge Planning : □ Tidak √ Ya

Keterangan :

TM : Tidak ada masalah MA : Masalah Aktual

RT : Resiko Tinggi MK : Masalah Kolaboratif

Padalarang, Maret 2023

Cut Putri Alviani, Amd.Kep


A. DATA PENUNJANG
I. Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan: 02 November 2022 (13:33)
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN

HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin L 10.1 g/dL 10.8 – 15.6

Hematokrit 33 % 33.0– 45.0

Jumlah Leukosit 10.45 10^3/ μL 4.50 –13.50

Jumlah Trombosit 417 10^3/ μL 150 – 450

MCV L 67 fL 69 – 93

MCH L 21 pg/ml 22 – 34

MCHC L 31 g/dL 32 - 36

Eritrosit 4.86 juta/μL 3.80 – 5.80

HEMOSTATIS

Waktu Perdarahan 2’00’’ ‘(ment)//’’00’’ -5’00’’

Waktu Pembekuan 8’00’’ ‘(ment)//’’00’’- 15’00’’

5
MICROBIOLOGY
Identifikasi Covid-19
Rapid SARS CoV2 PCR Negatif Negatif

II. Radiologi
Pemeriksaan Fo Thorax
Tanggal Periksa : 02-November-2022

Kesimpulan :
Jantung tidak membesar
Pulmo tidak tampak tanda-tanda bronchopneumonia, TB paru aktif maupun efusi pleura

B. Terapi Obat Injeksi


1. Terfacef
Nama obat : Terfacef
Golongan : Antibiotik Sefalosporin
Dosis untuk pasien : 4 x 300 mg
Indikasi untuk pasien : Infeksi salusan pernapasan, infeksi saluran kemih, infeksi kulit,
infeksi tulang, infeksi intra-abdominal, gonore, meningitis, pencegahan infeksi sebelum
operasi.
Kontraindikasi obat : Hipersensitivitas
Efek samping obat : Sakit kepala, mual, muntah, diare, bengkak iritasi di area injeksi,
keringat berlebihan
Farmakokinetik : Terfacef dapat menghambat sintesis mucopeptide pada dinding
sel mikroorganisme. Ini sangat stabil terhadap β-laktamase, baik penicillinase dan
sefalosporinase, dari bakteri gram positif dan gram negatif.

5
2. Cefotaxime
Nama obat : Cefotaxime
Golongan : Antibiotik Sefalosporin
Dosis untuk pasien : 2x1gr
Indikasi untuk pasien : Mengobati dan mengatasi infeksi bakteri gram negatif maupun
gram positif.
Kontra indikasi obat : Penggunaan bersama alat kontrasepsi hormonal, tretinoin dan
streptokinase.
Efek samping obat : Sakit kepala, mual, muntah, diare, bengkak iritasi di area injeksi,
keringat berlebihan
Farmakokinetik : Cefotaxime dapat menghambat sintesis dinding sel, dengan cara
berikatan dengan penicillin-binding proteins (PBP). Hal ini akan menyebabkan hambatan
sintesis peptidoglikan pada dinding sel, sehingga terjadi lisis sel dan kematian bakteri

3. Sanmol Infus
Nama obat : Sanmol Infus
Golongan : Paracetamol
Dosis untuk pasien : 4 x 300 mg
Indikasi untuk pasien : Analgetik dan antipiretik
Kontra indikasi obat : Hipersensitif dan disfungsi hati yang parah
Efek samping obat : Reaksi kulit dan kerusakan hati (overdosis atau pengunannan
jangka panjang)
Farmakokinetik : Menghambat salah satu senyawa dalam tubuh sehingga tubuh
tidak focus pada rasa sakit dan mempengaruhi bagian otak yang berhubungan dengan suhu
tubuh

4. Metronidazole
Nama obat : Metronidazole
Golongan : Antibiotik nitromidazole
Dosis untuk pasien : 2 x 250 mg

5
Indikasi untuk pasien : untuk terapi infeksi bakteri anaerob dan protozoa, seperti pada
trikomoniasis, giardiasis, dan amebiasis.
Kontra indikasi obat : hipersensitivitas
Efek samping obat : sakit kepala, mual, muntah, diare, reaksi alergi.
Farmakokinetik : Metronidazole dapat menghambat pembentukan protein yang
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba, termasuk bakteri dan parasit.

1. PENGELOMPOKAN DATA

Data Subyektif Data Objektif

1. Orang tua mengatakan anaknya rewel dan 1. Keadaan Umum: Pasien tampak sakit
mengeluh nyeri setelah prosedur sedang, akral hangat, nadi kuat,
pembedahan Kesadaran: Composmentis (GCS 15: Mata
2. Orang mengatakan setelah prosedur 4, Verbal 5, Motorik 6).
pembedahan anaknya mengeluh sulit 2. Hasil TTV, Suhu: 36,6oC, Nadi: 85
untuk bergerak. x/menit, SpO2: 98% , BB= 19kg, Tekanan
3. Orang tua mengatakan anak masih takut darah: 110/70 mmHg, RR : 23x/menit,
untuk bergerak karna nyeri Skala Nyeri: 3/10
3. Tampak adanya luka pasca operasi
4. Pasien tampak rewel
5. Pasien terlihat tegang dan meringis
kesakitan karna adanya luka pasca operasi
6. Pasien takut untuk bergerak
7.
8. Pasien terpasang infus ditangan kanan
9. Terpasang DK no.6
10. Luka operasi terlihat kering, tertutup
transparan film.

5
2. ANALISA DATA

Data Senjang Etiologi Masalah


Ds: Terbukanya jaringan Nyeri Akut
1. Orang tua mengatakan ↓
anaknya rewel dan Menekan saraf sekitar injuri
mengeluh nyeri setelah ↓
prosedur pembedahan Stimulasi neurotransmitter
nyeri
Do : ↓
1. Keadaan Umum: Pasien Merangsang
tampak sakit sedang, akral histamin,prostaglandin,
hangat, nadi kuat. Bradykinin,serotonin
2. Kesadaran: Composmentis ↓
(GCS 15: Mata 4, Verbal 5, Ditangkap reseptor nyeri
Motorik 6) perifer (Serabut tipe C dan
3. Suhu: 36.6oC, Nadi: serabut A delta)
85x/menit, SpO2: 98% , ↓
BB= 19kg, Tekanan darah: Nyeri Akut
110/70 mmHg, Skala
Nyeri: 3/10
4. Pasien terlihat tegang dan
meringis kesakitan karna
adanya luka pasca operasi
5. Luka operasi terlihat
kering, tertutup transparan
film.
Ds :. Post operasi adanya luka insisi Gangguan Mobilisasi Fisik
1. Orang mengatakan setelah ↓
prosedur pembedahan Terputusnya jaringan

5
anaknya mengeluh sulit ↓
untuk bergerak. Kerusakan jarinn
2. Orang tua mengatakan anak ↓
masih takut untuk bergerak Kerusakan sel
karna nyeri ↓
Merangsang reseptor nyeri
Do: ↓
1. Pasien tampak rewel Nyeri pada saat bergerak
2. Pasien tampak meringis ↓
kesakitan Gangguan Mobilisasi Fisik
3. Takut untuk bergerak karna
nyeri

Ds : Jaringan terbuka Resiko Infeksi


1. Orang tua mengatakan ↓
anaknya mengeluh nyeri Proteksi berkurang
setelah prosedur ↓
pembedahan Invasi bakteri

Do: Resiko Infeksi
1. Terdapat luka pasca operasi
2. Terpasang DK Kateter
No.6

5
B. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d orang tua mengatakan
anaknya rewel dan mengeluh nyeri setelah prosedur pembedahan
b) Gangguan Mobilitas Fisik b.d Nyeri d.d orang tua mengatakan setelah prosedur
pembedahan anaknya mengeluh sulit untuk bergerak, serta gerakan yang terbatas.
c) Resiko Infeksi b.d Efek prosedur invasif d.d adanya luka pasca operasi

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)

1. (D.0077) (L.08066) (I.08238)


Nyeri akut b.d agen Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
pencedera fisik Definisi :
(prosedur operasi) d.d Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola
tampak meringis, Pengalaman pengalaman sensorik atau
bersikap protektif (mis. sensorik atau emosional yang berkaitan
waspada, posisi emosional yang dengan kerusakan jaringan
menghindari nyeri), berkaitan dengan aktual atau fungsional, dengan
gelisah, frekuensi nadi kerusakan jaringan onset mendadak atau lambat dan
meningkat, sulit tidur, aktual atau berintensitas ringan hingga berat
tekanan darah fungsional, dengan dan konstan
meningkat, pola napas onset mendadak atau
berubah, nafsu makan lambat dan Observasi :
berubah berintensitas ringan 1. Identifikasi lokasi,
hingga berat dan karakteristik, durasi,
konstan frekuensi, kualitas, dan
intensitas nyeri
Ds:
Setelah dilakukan
1. Orang tua
tindakan
mengatakan

5
anaknya rewel dan keperawatan selama 2. Identikasi faktor yang
mengeluh nyeri 3×24 jam, maka memperberat dan
setelah prosedur tingkat nyeri akan memperingan nyeri
pembedahan teratasi dengan
kriteria hasil: Terapeutik :
Do : Tingkat Nyeri 1. Fasilitasi istirahat dan tidur
1. Keadaan Umum: menurun :
Pasien tampak sakit Edukasi :
sedang, akral hangat, 1. Keluhan nyeri 1. Jelaskan strategi meredakan
nadi kuat. menurun (5) nyeri
2. Kesadaran: 2. Meringis
Composmentis menurun (5)
(GCS 15: Mata 4, 3. Sikap protektif
Verbal 5, Motorik menurun (5)
6) Suhu: 36.6oC, 4. Gelisah menurun
Nadi: 85x/menit, (5)
SpO2: 98% , BB= 5. Kesulitan tidur
19kg, Tekanan menurun (5)
darah: 110/70
mmHg, Skala
Nyeri: 3/10
3. Pasien terlihat
tegang dan
meringis kesakitan
karna adanya luka
pasca operasi
4. Luka operasi
terlihat kering,
tertutup transparan
film.

5
2 (D.0054) (L.05042) (I.05173)
Dukungan Mobilisasi
Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan
Memfasilitasi pasien untuk
Fisik tindakan
meningkatkan aktivitas
Gangguan Mobilitas keperawatan selama
pergerakan fisik
Fisik b.d Nyeri d.d 3×24 jam, maka
Nyeri saat bergerak, mobilisasi fisik akan
Observasi :
serta gerakan yang teratasi dengan
1. Identifikasi adanya nyeri atau
terbatas. kriteria hasil:
keluhan fisik lainya
Mobilisasi Fisik
2. Identifikasi toleransi fisik
Ds :. meningkat:
melakukan pergerakan
1. Orang mengatakan 1. Kekuatan otot
3. Monitor kondisi umum
setelah prosedur meningkat (5)
selama melakukan
pembedahan 2. Pergerakan
mobilisasi
2. Anaknya mengeluh ekstremitas
sulit untuk bergerak. meningkat (5)
Terapeutik :
3.Orang tua 3. Nyeri menurun
1. Fasilitasi aktivitas
mengatakan anak (5)
mobilisasi dengan alat bantu
masih takut untuk 4. Kecemasan
2. Libatkan keluarga untuk
bergerak karna nyeri menurun (5)
membantu pasien dalam
5. Gerakan terbatas
menurun (5) meningkatkan pergerakan
Do:
1. Pasien tampak rewel
Edukasi :
2.Pasien tampak
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
meringis kesakitan
mobilisasi
3.Takut untuk bergerak
2. Anjurkan mobilisasi
karna nyeri
sederhana yang harus dilakukan
(mis, duduk di tempat
tidur,duduk di sisi tempat tidur).
3 (0142) (L.09097) I.14539)
Resiko Infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi

6
6
Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan Definisi :
Efek prosedur invasif tindakan Mengidentifikasi dan
d.d adanya luka akibat keperawatan selama menurunkan risiko terserang
prosedur pembedahan. 3×24 jam, maka organisme patogenik.
Tingkat Infeksi akan
teratasi dengan Observasi :
Ds : kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala
1. Orang tua Tingkat Infeksi infeksi
mengatakan meningkat
anaknya mengeluh 1. Kebersihan Terapeutik :
nyeri setelah tangan dan 1. Batasi jumlah pengunjung
prosedur badan meningkat 2. Cuci tangan sebelum dan
pembedahan (5) sesudah kontak dengan
2. Nafsu makan pasien dan lingkungan
Do: meningkat (5) pasien
1. Terdapat luka pasca 3. Nyeri menurun 3. Pertahankan teknik aseptik
operasi (5) pada pasien beresiko tinggi
2. Terpasang DK 4. Bengkak Edukasi :
Kateter No.6 menurun (5) 1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan

6
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
imunisasin, jika perlu

D. Implementasi Keperawatan

Tanggal No Waktu Implementasi Paraf


& jam DK
02 Maret 1,2,3 07:30 1. Mengobservasi TTV Putri
2022 Respon :
TD = 110/80 mmHg
Suhu= 36.6 0C
Nadi = 85bpm
Spo2= 98%
07:55 2. Mengidentifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, dan intensitas nyeri
Respon : nyeri masih ada pasca
operasi, nyeri masih hilang timbul
07:58 3. Mengidentifikasi skala
nyeri Respon : skala nyeri
08:00 3/10
4. Memberikan terapi obat cefotaxime
(1gr), metronidazole (250gr) inj.
08:15 Respon : tidak ada efek samping
08:20 5. Memfasilitasi istirahat dan tidur
08:30 6. Respon : anak berbaring
7. Mengidentifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri

6
8. Respon : nyeri teras ajika pasien
bergerak, nyeri berkurang setelah
pemberian terapi obat.

2,3 09:10 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau Putri


keluhan fisik lainya
Respon : tidak ada, hanya keluhan
nyeri pasca operasi
09:15 2. Menganjurkan mobilisasi sederhana
3. Respon : Pasien melakukan
mobilisasi miring kanan, miring
kiri mengubah posisi tiap 2 jam
10:00 4. Memasang handrall tempat tidur.
Respon : Orang tua mengerti karna
untuk mencegah terjadinya jatuh

6
1,2,3 11:35 1. Memonitor tanda dan gejala Putri
infeksi dan memonitor ttv
Respon :
TD = 110/80 mmHg
Suhu= 36.4 0C
Nadi = 88x/mnt
Spo2= 98%
Tidak tampak tanda-tanda infeksi
seperti nanah dan bau dan
kemerahan
11:55 2. Menjelaskan tanda dan
gejala infeksi
Respon : orang tua mengerti dan
memperhatikan perawat ketika
sedang dijelaskan
11:57 3. Mengajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
Respon :
orang tua mengerti dan
memperhatikan perawat ketika
sedang dijelaskan
12:00 4. Memberikan terapi obat
sanmol(300mg)inj
Respon : pasien tenang, tidak ada
efek samping
12:05 5. Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan
Respon : orang tua menganjurkan
anaknya untuk banyak minum

6
12:10 6. Memonitor intake dan output
Respon : pasien minum sebanyak
(250ml), urine yang keluar :
100ml

6
03 Maret 1,2,3 07:30 1. Mengobservasi TTV
2022 Respon :
TD = 100/80 mmHg
Suhu= 36.8 0C
Nadi = 100x/mnt
Spo2= 98%
07:55 2. Mengidentifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, dan intensitas nyeri
Respon : nyeri masih ada pasca
operasi, nyeri masih hilang
timbul, namun sudah mulai
berkurang.
07:58 3. Mengidentifikasi skala
nyeri Respon : skala nyeri
08:00 2/10
4. Memberikan terapi obat
cefotaxime (1gr), metronidazole
(250gr) inj.
Respon : pasien tenang, tidak ada
08:15 efek samping
5. Memfasilitasi istirahat dan tidur
08:29 Respon : anak berbaring
6. Mengidentifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
Respon : nyeri terasa jika pasien
bergerak, nyeri berkurang setelah
pemberian terapi obat.

6
2,3 09:10 1. Mengidentifikasi adanya Putri
nyeri atau keluhan fisik lainya
Respon : tidak ada, hanya
keluhan nyeri pasca operasi
09:20 2. Menganjurkan mobilisasi
sederhana
Respon : Pasien melakukan
mobilisasi miring kanan, miring
kiri mengubah posisi tiap 2 jam
10:00 3. Memasang handrall tempat tidur.
Respon : Orang tua mengerti
karna untuk mencegah terjadinya
jatuh

1,3 11:30 1. Memonitor tanda dan gejala


infeksi dan memonitor suhu
tubuh
Respon :
TD = 110/80 mmHg
Suhu= 36.7 0C
Nadi = 90x/mnt
Spo2= 100%
Tidak tampak tanda-tanda infeksi
seperti nanah dan bau dan
kemerahan
12:00 2. Memberikan terapi obat Sanmol
(300mg)inj
Respon : tidak ada efek samping
12:15 3. Memeriksa kondisi luka atau
luka operasi

6
Respon : Luka pasca operasi
bagus, tidak tampak tanda tanda
12:20 infeksi disekitar luka operasi
4. Memonitor intake dan output
Respon : pasien minum banyak
(800ml), urine yang keluar
sebanyak (500ml)
04 Maret 1,2,3 15:00 1. Mengobservasi TTV : Putri
2022 Respon :
TD = 110/80 mmHg
Suhu= 36.50C
Nadi = 95x/mnt
Spo2= 100%
15:10 2. Mengidentifikasi skala
nyeri Respon : skala nyeri
16:00 1/10
3. Memberikan terapi obat
Metronidazole (250mg) inj
Respon : pasien tenang, tidak ada
16:05 efek samping
4. Mengidentifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
Respon : nyeri berkurang setelah
pemberian terapi obat
18:00 1,3 17:45 1. Mengobservasi TTV: Putri
Respon :
TD = 100/80 mmHg
Suhu= 36.5 0C
Nadi = 88x/mnt
18:00
Spo2= 100%

6
2. Memberikan terapi obat Sanmol
(300mg)inj
Respon : pasien tenang, tidak ada
18:15 efek samping
3. Memonitor intake dan output
cairan
Respon :
4. Menganjurkan istirahat dan tidur
yang cukup
Respon : istirahat anak cukup,
karna nyeri sudah berkurang
18:20
5. Memonitor intake dan output
Respon : pasien minum banyak
(350ml), urine yang keluar
sebanyak (150ml)

E. Evaluasi Keperawatan

Tanggal/Jam No Dk Evaluasi Paraf


S: Orang tua pasien mengatakan anak merasa nyeri
pasca tindakan operasi
O: Anak tampak sakit sedang, kesadaran cm, akral

02 Nov 2022 hangat nadi kuat, terpasang infus, Suhu : 36.6, nadi:85
1 bpm SPO2=98%, TD : 110/80mmHg , pasien tampak Putri
08:00
meringis, skala nyeri :3/10

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

7
S: Orang tua pasien mengatakan anaknya terkadang
rewel, anak masih takut banyak bergerak karena merasa
nyeri
O: anak tampak sakit sedang, kesadaran cm, akral
hangat nadi kuat, terpasang infus, Suhu : 36.4, nadi :
08:00 2 88bpm, SPO2=98%, TD : 110/80mmHg, anak tampak Putri

takut untuk bergerak, anak tampak meringis

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

S: : Orang tua pasien mengatakan anaknya terkadang


rewel
O: Luka pasca prosedur pembedahan, Terpasang Dk
kateter No.6, luka operasi tampak kemerahan
08:00 3 Putri
A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

S: Orang tua pasien mengatakan anak nyeri sudah


berkurang
O: Suhu : 36.5, Nadi:88 bpm, SPO2=99%, TD:
03 Nov 2022
110/80mmHg, skala nyeri:1/10, tidak tampak kesakitan
15:00 1. Putri
seperti sebelumnya.

A: Masalah teratasi sebagian

P: Intervensi dilanjutkan
S: Orang tua pasien mengatakan anak sudah mau
bergerak untuk mobilisasi
O: Masih terpasang Dk kateter No.6, sudah mau
15:00 2. mobilisasi Putri

A: Masalah teratasi sebagian

P: Intervensi dilanjutkan

7
S: Orang tua pasien mengatakan mulai tenang, tidak
rewel
O: Masih terpasang Dk kateter No.6, pasien tampak
15:00 3. lebih tenang, tidak tampak tanda-tanda infeksi Putri

A: Masalah teratasi Sebagian

P: Intervensi dilanjutkan
S: Orang tua pasien mengatakan anak sudah tidak
mengeluh nyeri
04 Maret O: Suhu : 36.9, Nadi : 97 bpm, SPO2=98%, TD : 110/80
2022 1. bpm, pasien tampak tenang, skala nyeri :0/10 Putri
18.00
A: Masalah teratasi

P: Intervensi dihentikan
S: Orang tua pasien mengatakan anak sudah bisa
bergerak untuk mobilisasi
O: Masih terpasang Dk kateter, namun pasien sudah
18:00 bisa mobilisasi dengan nyaman karna nyeri sudah
2. berkurang Putri

A: Masalah teratasi

P: Intervensi dihentikan

S: Orang tua pasien mengatakan sudah tenang dan mulai


terbiasa
O: Masih terpasang Dk kateter , pasien tampak lebih
18:00 3 tenang, tidak tampak tanda-tanda infeksi Putri

A: Masalah teratasi

P: Intervensi dihentikan

7
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipospadia merupakan keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian
bawah yang menyebabkan perubahan pancaran urin saat keluar dari penis, tentunya hal
ini akan menggangu fungsi perkemihan, ereksi, dan secara estetika karena bentuk yang
tidak sesuai anatomis yang normal (Elfiah, 2020). Angka kejadian hipospadia bervariasi
di setiap negara. Prevalensi pada hipospadia yaitu satu kasus dapat ditemukan pada setiap
250-300 kelahiran bayi laki-laki. Angka tersebut mengalami peningkatan 13 kali lebih
sering pada laki-laki yang memiliki riwayat saudara atau orang tuanya menderita
hipospadia (Sigumonrong et al., 2016).

Peran perawat sebagai rehabilitatif yaitu dengan memberikan perawatan paska


tindakan operasi dengan mengatasi masalah keperawatan yang muncul seperti nyeri akut
dengan melakukan tindakan manajemen nyeri dan pemberian analgetik, risiko infeksi
dengan melakukan implementasi berupa pencegahan infeksi serta perawatan luka pada
klien. Peran tersebut dilakukan perawat sampai klien sembuh dan diperbolehkan pulang
dan tentunya hal itu dilakukan dengan dukungan keluarga serta kolaborasi antara tim
medis.

Asuhan keperawatan dengan Hipospadia ini meliputi pengkajian, pengelompokan


data untuk mengakat masalah, penegakan diagnosis, pembuatan perencanaan, tindaka
lanjut dari perencaan keperawatan dan evaluasi hasil. Pengkajian yang dilakukan
bertujuan mencari akar masalah, yang meliputi anamnesa keluhan yang dialami,
pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital, serta melakukan beberapa pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan darah laboratorium.

Tujuan dari asuhan keperawatan ini adalah bagaimana mengelola dan


memanajemen perawatan pasca operasi sehingga tidak menyebabkan resiko infeksi pasca
tindakan operasi dan keluhan lain yang menyertai.

7
7

B. Saran
1. Bagi Masyarakat
Laporan ini dapat digunakan sebagai bahan literature untuk menambah pengetahuan
dan informasi kepada masyarakat mengenai penatalaksanaan pasien dengan
Hipospadia.
2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Diharapkan dapat mempertahankan kinerja dan kualitas dalam proses keperawatan
pada pasien yang mengalami Hipospadia
3. Bagi Penulis
Laporan ini dapat menjadi tambahan literature mengenai asuhan keperawatan pada
pasien Hipospadia, selain itu penulis memperoleh pengalaman menulis asuhan
keperawatan pada pasien dengan Hipospadia.
7

DAFTAR PUSTAKA

Bambang S, Safendra, Irfan. Karakteristik Hipospadia Di Rumah Sakit Hasan

Sadikin Bandung Tahun 2015-2018. Jurnal Penelitian

Daniel Mahendra, Akhda Maulana,Hipospadia :Bagaimana karakteristiknya Di

Indonesia, Jurnal of Natural Science.2460-9684. 2017

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,

Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,

Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Sri Weli Teguh, Septa Surya. The Association Between Hypospadias Occurrence

With Exposure Of Pesticides In Agroindustry Enviroment.NurseLine Journal

Vol.3 No.2 November 2018 p-ISSN 2540-7937.

Anda mungkin juga menyukai