Disusun Oleh :
Saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Kasus
Keperawatan Anak yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Anl. G dengan Post
Hipospadia di ruangan Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan”.
Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak terdapat kekurangan.
Untuk itu, saya mengharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun guna
kesempurnaan laporan kasus ini. Selanjutnya saya berharap dapat menambah wawasan
dengan adanya materi ini. Akhir kata saya ucapkan terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Tujuan..............................................................................................................................2
1. Tujuan Umum..............................................................................................................2
2. Tujuan khusus..............................................................................................................2
1. Definisi Hipospadia.....................................................................................................4
2. Klasifikasi Hipospadia.................................................................................................4
3. Manifestasi Klinis........................................................................................................6
5. Etiologi........................................................................................................................9
6. Patofisiologi...............................................................................................................11
7. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................12
8. Penatalaksanaan Hipospadia......................................................................................12
9. Komplikasi Hipospadia.............................................................................................13
1. Pengkajian Keperawatan...........................................................................................19
2. Diagnosa Keperawatan..............................................................................................22
3. Intervensi Keperawatan.............................................................................................23
4. Implementasi Keperawatan.......................................................................................31
ii
5. Evaluasi Keperawatan...............................................................................................32
A. Pengkajian Keperawatan...............................................................................................33
B. Diagnosis Keperawatan.................................................................................................58
C. Intervensi Keperawatan.................................................................................................68
D. Implementasi Keperawatan...........................................................................................62
E. Evaluasi Keperawatan...................................................................................................69
BAB IV PENUTUP................................................................................................................72
1. Kesimpulan....................................................................................................................72
2. Saran..............................................................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................74
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu kelainan kongenital pada anak laki-laki adalah hipospadia.
Hipospadia merupakan keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah
yang menyebabkan perubahan pancaran urin saat keluar dari penis, tentunya hal ini
akan menggangu fungsi perkemihan, ereksi, dan secara estetika karena bentuk yang
tidak sesuai anatomis yang normal (Elfiah, 2020). Kelainan hipospadia ini terbentuk
pada masa embrional yang disebabkan oleh adanya defek pada masa perkembangan
alat genetalia dan sering dikaitkan dengan gangguan pembentukan seks primer
ataupun gangguan aktivitas seksual saat dewasa (Snodgrass & Bush, 2016).
Hipospadia, berasal dari istilah yunani, hipo (dibawah) dan spadon (celah).
Hipospadia merupakan anomali kongenital pada genitalia eksterna laki-laki yang
sering terjadi. Sekitar 80% kasus hipospadia adalah isolated hypospadias, yaitu
hipospadia tanpa disertai kelainan kongenital lainnya. Pada sebagian besar kasus,
hipospadia dihubungkan dengan tiga anomali penis: (1) meatus urethra yang terletak
di sisi ventral penis, (2) deviasi ventral penis (korda), dan (3) prepuce hood dorsal
yang dihubungkan dengan sebuah defisit ventral prepusium. Diagnosis hipospadia
biasanya menggunakan anomali jenis pertama yaitu letak anatomis meatus urethra
yang berada disisi ventral penis.
uretra di ujung penis memungkinkan penderita dapat buang air kecil dengan normal,
sedangkan koreksi kurvatura penis bertujuan agar penis lurus saat ereksi. Terdapat
beberapa tahap operasi yang harus dilakukan pada penderita hipospadia, diantaranya
yaitu chordectomy, uretroplasty, serta glansplasty. Karena prosedur operasi yang
bertahap dan memiliki risiko terjadinya komplikasi, penting untuk memberikan
konseling yang adekuat kepada orang tua dan anak penderita hipospadia sebelum
dilakukan tindakan operasi (Sigumonrong et al., 2016).
B. TUJUAN
Laporan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan
anak dengan Hipospadia
1. Tujuan khusus
a. Mengetahui dan memahami definisi Hipospadia.
b. Mengetahui dan memahami klasifikasi Hipospadia.
c. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis Hipospadia
d. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi sistem reproduksi.
e. Mengetahui dan memahami etiologi Hipospadia.
f. Mengetahui dan memahami patofisiologi Hipospadia.
g. Mengetahui pathway Hipospadia.
h. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan Hipospadia.
i. Mengetahui dan memahami komplikasi Hipospadia.
j. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang Hipospadia.
k. Mengetahui dan memahami pencegahan Hipospadia
l. Mengetahui dan memahami perawatan selama dirumah
3
C. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan yaitu metode berupa deskriptif dengan
pendekatanstudi kasus, dimana menggambarkan gangguan pada sistem pernafasan
berupa kasus dengan diagnose hipospadia. Penulis melakukan pendekatan proses
keperawatan secara langsung sehingga teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah:
1. Anamnesa, yaitu dengan melakukan pengumpulan data subyektif secara
langsung, dari pasien dan keluarga.
2. Observasi atau pengamatan, yaitu melakukan pengumpulan data obyektif
mengenai kondisi kesehatan yang tampak pada klien.
3. Pemeriksaan fisik.
4. Studi dokumentasi dimana mengumpulkan data pasien dari catatan keperawatan.
5. Studi kepustakaan, dengan menggunakan beberapa literatur buku dan jurnal
sebagai referensi dan melakukan pendekatan proses keperawatan secara
langsung.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan laporan ini dibagi dalam beberapa bagian, yaitu Bab I Pendahuluan
yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan. Bab II Tinjauan Teori yang terdiri dari definisi Hipospadia, klasifikasi
Hipospadia, manifestasi klinis Hipospadia, anatomi dan fisiologi sistem reproduksi,
etiologi Hipospadia, patofisiologi Hipospadia, pathway Hipospadia, penatalaksanaan
Hipospadia komplikasi Hipospadia, pemeriksaan penunjang Hipospadia, pencegahan
Hipospadia , perawatan selama dirumah, dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
pasien dengan Hipospadia. Bab III Tinjauan Kasus yang terdiri dari data pengkajian,
diagnosis keperawatan sesuai prioritas, rencana intervensi, implementasi, dan
evaluasi. Bab IV Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Hipospadia merupaka salah satu kelainan bawaan sejak lahir pada alat
genetalia laki-laki. Kata Hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo, yang
berarti dibawah, dan Spadon, yang berarti lubang (Vikaningrum, 2020).
Klasifikasi hipospadia paling ringan adalah meatus uretra yang bermuara pada
bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat malformasi glands dan
skrotum tidak sempurna pada sisi ventral dengan penampilan suatu kerudung
dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok kearah ventral
atau yang disebut chordee dan uretra penis lebih pendek secara progresif, tetapi
jarak antara meatus dan glands tidak dapat bertambah secara signifikan sampai
chordee dikoreksi. Karenanya, klasifikasi hipospadia didasarkan atas dasar
meatus. Pada beberapa kasus, meatus terletak pada sambungan penoskrotal. Pada
kasus ekstrem, uretra bermuara pada perineum, skrotum bifida dan meluas ke
basis dorsal penis (transposisi skrotum) dan chordee (pita jaringan fibrosa). Pada
10 % anak laki-laki dengan hipospadia biasanya testis tidak turun (Kyle &
Carman, 2014).
2. Klasifikasi Hipospadia
Klasifikasi Hipospadia menurut Orkiszewski (2012) terdapat beberapa tipe
hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum atau meatus diantaranya
sebagai berikut :
4
5
c. Tipe Posterior
Pada tipe posterior, biasanya akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan
penis, seringkali disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar
dan umumnya testis tidak turun. Yang termasuk hipospadia posterior
dianataranya yaitu hipospadia tipe 10 perenial, lubang kencing berada di
antara anus dan skrotum, dan hipospadia tipe scrotal, lubang kencing berada
tepat di bagian depan skrotum.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hipospadia menurut (Andi dan Yulianto, 2014) sering muncul
pada penyakit hipospadia sebagai berikut :
a. Tidak terdapat preposium ventral sehingga prepesium dorsal menjadi
berlebihan (dorsal hood).
b. Sering disertai dengan korde atau penis melengkung ke arah bawah.
c. Lubang penis tidak terletak diujung penis, tetapi berada dibawah atau di
dasar penis
d. Gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan derajat kalainan. Biasanya juga
ditemukan kulit luar bagian ventral lebih tipis atau bahkan tidak ada,
dimana kulit luar di bagian dorsal menebal.
e. Biasanya jika penis mengalami kurvatura (melengkung) Ketika ereksi maka
ditemukan adanya chordee (jaringan fibrosa yang membentang hingga ke
gland penis) (Sigumonrong, 2016). Chordee adalah adanya pembengkokan
menuju arah ventral dari penis. Hal ini disebabkan oleh karena adanya
atrofi dari corpus spongiosum, fibrosis dari tunica albuginea dan facia di
atas tunica, pengencangan kulit ventral dan fasia buck, perlengketan antara
uretra plate ke corpus cavernosa.
f. Pancaran urin pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah,
menyebar,mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada
BAK, serta nyeri ketika ereksi,
g. Pada hipospadia glandular/koronal anak dapat BAK dengan berdirin dengan
mengangkat penis ke atas.
h. Preputium tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk dibagian punggung
penis
i. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
7
a. Ureter
Ureter terdiri dari dua buah tabung/saluran yang menghubungkan ginjal
dengan kandung kemih (vesika urinaria). Ureter merupakan lanjutan pelvis
renis, menuju distal & bermuara pada vesica urinaria. Panjangnya 25-30 cm
dan diameternya 0,5 cm. Piala ginjal berhubungan dengan ureter, menjadi
kaku ketika melewati tepi pelvis dan ureter menembus kandung kemih.
Lapisan ureter terdiri dari; 1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), 2.
Lapisan tengah (otot polos) dan 3. Lapisan sebelah dalam (mukosa) Persarafan
ureter oleh plexus hypogastricus inferior T11- L2 melalui neuron-neuron
simpatis. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap
5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung
kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter
yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran,
melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Ureter berjalan
hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh
pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada
tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan
pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
8
b. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian
luar.Pada pria, uretra merupakan saluran yang menyalurkan urin ke luar dari
buli-buli atau vesika urinaria melalui proses miksi. Uretra juga berfungsi
dalam menyalurkan urine pada pria., berukuran panjang 13,7-16,2 cm, dan
terdiri atas tiga bagian, yaitu prostat, selaput (membran), dan bagian yang
berongga (ruang). Saluran perkemihan dilapisi oleh membran mukosa, dimulai
dari meatus uretra hingga ginjal.Uretra memiliki spingter uretra interna yang
terletak di perbatasan vesika urinaria dan uretra dan spingter uretra ekstema
yang terletak di perbatasan uretra anterior dan posterior. Uretra terbagi
menjadi dua bagian secara anatomis yaitu:
a. Uretra pars anterior, yaitu uretra yang terbungkus oleh korpus spongiosum
penis disebut dengan uretra pars spongiosa, terbagi menjadi pars bulbosa, pars
pendularis, fossa navikulare, dan meatus uretra eksternal
b. Uretra pars posterior, yaitu bagian uretra yang dilengkapi oleh kelenjar
prostat,
terbagi menjadi pars prostatika dan pars membranasea (Yiee et al., 2010).
9
terdiri dari sepasang korpora kavernosa yang terbungkus olch tunika albuginea
yang tebal dan fibrous dengan septum di bagian tengahnya. Uretra melewati
penis di dalam korpus spongiosum yang terletak dalam posisi ventral di antara
kedua korpora kavernosa. Uretra terlihat pada ujung distal glans penis yang
berbentuk konus. Fascia spermatika atau tunika dartos adalah suatu lapisan
longgar pada penis. Dibawah lapisan tunika dartos terdapat fascia bucks yang
mengelilingi korpora kavernosa dan kemudian memisah untuk menutupi
korpus spongiosum secarterpish. Berkas neurovaskuler dorsal terletak dalam
fascia bucks diantara kedua korpora kavemosa (Yiee et al.. 2010).
5. Etiologi
Penyebab hipospadia sangat bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor, namun
belum ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini. Beberapa kemungkinan
dikemukakan oleh para peneliti mengenai etiologi hipospadia. Faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya hipospadia yaitu :
a. Faktor genetik dan embrional Genetik
Faktor genetik dan embrional Genetik merupakan faktor risiko yang diduga
kuat mempengaruhi proses terjadinya hipospadia. Penelitian menyebutkan
bahwa anak laki-laki yang memiliki saudara yang mengalami hipospadia
beresiko 13,4 kali lebih besar mengalami hipospadia, sedangkan anak yang
memiliki ayah
1
dengan riwayat hipospadia beresiko 10,4 kali mengalami hal yang sama (Van
der Zaden et al., 2012). Selama masa embrional, kegagalan dalam
pembentukan genital folds dan penyatuanya diatas sinus urogenital juga dapat
menyebabkan terjadinya hipospadia. Biasanya semakin berat derajat
hipospadia ini, semakin besar terdapat kelainan yang mendasari. Kelainan
kromosom dan ambigu genitalia seperti hermafrodit maupun
pseudohermafrodit merupakan kelainan yang kerap kali ditemukan bersamaan
dengan hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).
b. Faktor hormonal
Perkembangan genitalia pada laki laki merupakan proses yang kompleks dan
melibatkan berbagai gen serta interaksi hormon yang ada pada ibu hamil.
Proses pembentukan saluran uretra ini terjadi pada minggu ke-6 trimester
pertama dan bersifat androgendependent, sehingga ketidak normalan
metabolism androgen seperti defisiensi reseptor androgen di penis, kegagalan
konversi dari testosteron ke dihidrotestoteron, serta penurunan ikatan antara
dihidrostestoteron dengan reseptor androgen mungkin dapat menyebabkan
terjadinya hipospadia (Noegroho et al., 2018).
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dicurigai sebagai salah satu faktor penyebab hipospadia
seperti terdapat paparan estrogen atau progestin pada ibu hamil di awal
kehamilan, paparan estrogen tersebut biasanya terdapat pada pestisida yang
menempel pada buah, sayuran, tanaman, dan obat obatan yang dikonsumsi
oleh ibu hamil. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti epilepsi
seperti asam valporat juga diduga meningkatkan resiko hipospadia tetapi
untuk pil kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dan progestin
diketahui tidak menyebabkan hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).
d. Lain-lain
Pada anak laki-laki yang lahir dengan program Intra-cystolasmic sperm
Injection (ICSI) atau In Vitro Fertilization (IVF) memiliki insiden yang tinggi
pada hipospadia (Krisna & Maulana, 2017). Selain itu faktor ibu yang hamil
dengan usia terlalu muda atau terlalu tua juga sangat berpengaruh, diketahui
bayi yang lahir dari ibu yang berusia >35 tahun beresiko mengalami
hipospadia berat. Kelahiran prematur serta berat bayi lahir rendah, bayi
kembar juga sering dikaitkan dengan kejadian hipospadia (Widjajana, 2017).
1
6. Patofisiologi
Hipospadia merupakan suatu cacat bawaan yang diperkirakan terjadi pada masa
embrio selama pengembangan uretra, dari kehamilan 8-20 minggu.Perkembangan
terjadinya fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan
letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian di
sepanjang batang penis hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada
sisi ventral dan menyerupai tepi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan
fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura
(lengkungan) ventral dari Chordee atau lengkungan ventral dari penis, sering
dikaitkan dengan hipospadia, terutama bentuk-bentuk yang lebih berat. Hal ini
diduga akibat dari perbedaan pertumbuhan antara punggung jaringan normal
tubuh kopral dan uretra ventral dilemahkan dan jaringan terkait. Pada kondisi
yang lebih jarang, kegagalan jaringan spongiosum dan pembentukan fasia pada
bagian distal meatus uretra dapat membentuk balutan berserat yang menarik
meatus uretra sehingga memberikan kontribusi untuk terbentuknya suatu korda
(Mutaqqin,2011).
1
Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan
tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadia. Tetapi dapat dilakukan
pemeriksaan berikut untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada ginjal
sebagai komplikasi maupun kelainan bawaan yang menyertai hipospadia:
a. Rontgen
b. USG sistem kemih kelamin.
1
c. BNO-IVP
8. Penatalaksanaan Medis
Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak biasanya dilakukan dengan
prosedur pembedahan. Tujuan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi
penis menjadi lurus dengan meatus uretra di tempat yang normal atau dekat
normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan. Keberhasilan pembedahan
atau operasi dipengaruhi olch tipe hipospadia dan besar penis. Semakin kecil penis
dan semakin ke proksimal tipe hipospadia semakin sukar tehnik dan keberhasilan
operasinya.Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-
Chaula, Teknik Horton dan Devinc.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a. Tahap pertama Chordeotomy atau orthoplasty, yaitu eksisi chordee dari
muara uretra sampai glans penis. Dilakukan pada usia 1-2 tahun. Penis
akan diharapkan Iurus, tapi meatus uretra masih terletak pada tempat yang
abnormal. Penutupan Luka operasi menggunakan preputium bagian
dorsal dan kulit penis. Untuk melihat keberhasilan eksisi dilakukan tes
ereksi buatan dengan menyuntikkan NaCl 0,9% ke dalam kopus
kavernosum.
b. Tahap kedua dilakukan Uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut
sudah lunak, yaitu membuat insisi paralel pada tiap sisi muara uretra
eksterna (saluran kemih) sampai ke glans penis. lalu dibuat pipa dari kulit
dibagian tengah, Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari
kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan
pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan sctelah tahap pertama dengan
harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devinc, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih
besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi
jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis).
9. Komplikasi
Komplikasi awal (immadiate complication) terjadi dalam kurun waktu enam bulan
pasca operasi atau saat enam bulan pertama. Komplikasi awal yang dapat terjadi
sebagai berikut:
a. Pseudohermatro (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1
jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexual tertentu)
1
A. Pencegahan Primer
A. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berguna untuk mengobati dan memperbaiki kelainan
bentuk reproduksi pada anak. Untuk Hipospadia penanganan yang paling
efektif dalam tahap pencegahan sekunder adalah tindakan operasi. Tindakan
operasi hipospadia ini terdiri dari dua tahap:
1. Operasi tahap I : meluruskan penis yaitu pada bagian Orifisium, canalis
uretrasenormal mungkin.
2. Operasi tahap II : membuat fassa naficularis pada glans penis yg nantinya
akandihubungkan dengan Canalis uretra yg telah terbentuk melalui Operasi
tahap I.
1
B. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier berupa tindakan perawatan setelah operasi dan
informasi tentang pemulihan dan perawatan penis. Perawatan setelah operasi
adalah perawatan luka yang dilakukan oleh perawat supayadari luka bekas
operasi tidak menimbulkan infeksi pada anak. Setelah luka operasi sembuh,
maka hal yang selanjutnya dilakukan adalah perawatan penis setelah operasi.
Perawatan penis adalah suatu tindakan yang harus dilakukan yaitu dengan
membersihkan dan merawat penis, untuk mencegah terjadinya infeksi yang
tidak diinginkan. Sedini mungkin sampai luka pada penis benar-benar bersih
sehingga tidak terjadi infeksi pada penis yang sudah di operasi.
Tujuan dari perawatan penis adalah :
a. Membersihkan penis dari kuman setelah buang air
b. Mempercepat proses penyembuhan
c. Memberikan rasa nyaman
d. Mencegah terjadinya pencemaran oleh cairan dan kuman yang
berasal dari dari daerahsekitarnya
e. Mencegah terjadinya infeksi
12. Konsep tumbuh kembang Anak usia 6-12 tahun (Fase Laten)
a. Pertumbuban fisik
1
Pertumbuhan tinggi badan +5 cm pertabun, tinggi badan rata-rata 116 cm-150 cm.
Penambaha berat badan + 2-4 kg pertahun dengan berat rata-rata 21-40 kg, Berat
badan bertambah karena memanjangnya tulang dan terbentuknya jarigan otot.
Mampu berdiri tegak dengan gerakan lebih sempurna. Proporsi tubuh terlihat lebih
langsing dan panjang karena pertumbuban kaki dan lengan lebih cepat dan lebih
pajang daripada pertambahan panjang badan. Pajang badan akan lebih memanjang
pada usia 9 tahun. Lingkar pinggang akan tampak mengecil karena pertambahan
tinggi.
Lingkar kepala mengecil sebagai indicator kematangan.
1. Perubahan facial
a. Gigi susu mulai tanggal, memilki 10-11 gigi permanen pada usia 8 tahun
dan kira-kira 26 gigi permanen saat usia 12 tahun.
b. Pertumbuhan otak tengkorak lebih melambat.
c. Ugly Ducking Stage: gigi tampak terlalu besar bagi wajah.
3. Kematangan sistem
a. Gastrointestinal
1. Jarang mengalami gangguan.
2. Dapat mempertahankan kadar gula dengan baik.
3. Kapasitas lambung meningkat dan terjadi retensi makanan lebih lama.
b. Eliminasi
1. Kapasitas vesica urinaria bertambah.
2. Jumlah produksi urine tergantung pada suhu. kelembaban. dan intake
cairan.
c. Kardiovaskuler
1. Tumbuh paling lambat daripada organ yang lain sehingga apabila jika
olahraga terlalu berat akan mengganggu pertumbuhan.
d. Imunitas
1. Lebih baik dalam melokalisir infeksi dan memproduksi antigen dan
antibody
2. Muskloskeletal proses osifikasi terus terjadi tapi tidak diikuti dengan
mineralisasi sehingga tulang menjadi rapuh (peka terhadap tekanan
maupun tarikan ) untuk itu postur tubuh harus tetap dijaga : contoh
tidak membawa beban terlalu berat,tidak memakai sepatu yang terlalu
kecil, dan posisi duduk harus tegak.
1
g. Perkembangan bahasa
Anak usia sekolah mulai menguasai berbagai ketrampilan linguistic. Anak
usia sekolah mulai belajar tentang tata bahasa yang benar dan lebih
kompleks sehingga merekabisa membenarkan jika ada-ada hal-hal yang
salah, Kemampuan kata-kata juga dimiliki pada anak usia sekolah
termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung, kata depan dan
kata abstrak.
1. Mempunyai kemampuan memakai kalimat majemuk dan
gabungan.
2. Metlinguistik awareness: memiliki kemampuan untuk berpikir
tentang bahasa.dan berpendapat.
3. Mulai mengerti tentang perubahan makna dan bahasa/peribahasa.
h. Perkembangan sosial
Anak merasa nyaman bila bersama orang tua dan keluarga. merasa lebih
percaya diri, emosi berkurang dan lebih dapat melihat segala sesuatu
secara realistik. Energinya banyak digunakan untuk mengeksplorasi
lingkungan dan keluarganya untuk meningkatkan hubungan interpersonal,
untuk meningkatkan pemahamannya dan memuaskan keingintahuan
tentang dunia. Pengaruh teman sebaya dapat mendorong mercka untuk
lebih mandiri. Dorongan dari peer group memberikan rasa aman pada
mereka untuk mendukung perkembangan mandirinya. Perbedaan jenis
mulai berperan dalam hubungan sosial. Anak laki-laki bermain dngan
anak laki- laki . Anak perembipuan bermain dengan anak perempuan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan hipospadia yaitu
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) :
Pre Operasi
Post Operasi
a. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d Tampak meringis,
bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah,
nafsu makan berubah.
b. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Nyeri d.d Nyeri saat bergerak, serta gerakan
yang terbatas.
2
c. Resiko Infeksi b.d Efek prosedur invasif d.d adanya luka akibat prosedur
pembedahan
3. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
DK (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 (D.0111) (L.121111) (I.12440)
Defisit Pengetahuan Tingkat Edukasi Preoperatif
Defisit Pengetahuan b.d Kurang Pengetahuan
terpaparnya informasi d.d Orang Definisi :
tua menanyakan masalah yang Setelah dilakukan Memberikan informasi
dihadapi. tindakan tentang persiapan
Definisi : keperawatan selama operasi untuk
3×24 jam, maka meningkatkan
Ketiadaan atau kurangnya
tingkat pengetahuan pemulihan
informasi kognitif yang
akan teratasi dengan pembedahan dan
berkaitan dengan topik tertentu.
kriteria hasil: mencegah komplikasi
yang mungkin terjadi
1. Kemampuan akibat pembedahan.
menggambarkan
pengalaman Observasi :
sebelumnya yang 1. Identifikasi
sesuai dengan kesiapan dan
topik meningkat kemampuan
(5) menerima
2. Perilaku sesuai informasi
dengan anjuran 2. Identifikasi
meningkat (5) pengalaman
3. Pertanyaan pembedahan dan
tentang masalah tingkat
yang dihadapi pengetahuan
menurun (5) tentang
pembedahan
2
3. Identifikasi
kecemasan pasien
dan keluarga
Terapeutik :
1. Sediakan materi
dan media
Pendidikan
kesehatan
Edukasi :
1. Informasikan
jadwal, lokasi
operasi dan lama
operasi
2. Jelaskan obat
preoperasi, efek
dan alasan
penggunaannya
3. Jelaskan Tindakan
pengendalian nyeri
4. Anjurkan puasa
minimal 6 jam
sebelum operasi.
5. Ajarkan teknik
mobilisasi setelah
operasi
2 (D.0080) (L.09093) (I.09314)
Ansietas Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas
Edukasi :
1. Anjurkan keluarga
untuk tetap
bersama dengan
pasien
2. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
3. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi.
3 (D.0129) (L.14125) (I.11353)
Gangguan integritas kulit b.d Setelah dilakukan Perawatan Integritas
perubahan sirkulasi d.d tindakan Kulit
kerusakan jaringat atau lapisan keperawatan selama Definisi :
kulit, perdarahan, kemerahan, 3×24 jam, maka Mengidentifikasikan
hematoma, dan nyeri. integritas kulit dan dan merawat kulit
jaringan akan untuk menjaga
Definisi : teratasi dengan keutuhan,
Kerusakan kulit (dermis, kriteria hasil: kelembaban, dan
dan/atau epidermis atau jaringan Integritas Kulit dan mencegah
(membran mukosa, kornea, Jaringan meningkat : perkembangan
fasia, otot, tendon, tulang, 1. Elastisitas mikroorganisme
kartilago, kapsul sendi dan/atau meningkat (5)
ligamen). 2. Perfusi jaringan Observasi :
meningkat (5) 1. Identifikasi
Penyebab : 3. Kerusakan penyebab
1. Kekurangan/kelebihan jaringan gangguan
volume cairan menurun (5) integritas kulit
2. Perubahan hormonal (mis. Perubahan
sirkulasi,
2
Edukasi :
1. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
2. Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayuran.
2
Post Operasi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
2. Meringis
Penyebab : menurun (5)
3. Sikap protektif
1. Agen pencedera
menurun (5)
fisiologis
4. Gelisah
(mis.inflamasi,
menurun (5)
iskemia, neoplasma)
5. Kesulitan tidur
2. Agen pencedera
menurun (5)
kimiawi
(mis.terbakar, bahan
kimia iritan)
3. Agen pencedera
berat prosedur
operasi, trauma,
latihan fisik
berlebihan.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
imunisasin, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan rencana atau
tindakan asuhan keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan
untukmembantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi,
2008).Sedangkan, Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik
yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Agar kondisi pasien cepat membaik diharapkan bekerjasama dengan
keluarga pasien dalam melakukan pelaksanaan agar tercapainya tujuan dan kriteria
hasil yang sudah dibuat dalam intervensi (Nursalam, 2011).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang didasarkan
pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi ada individu (Nursalam, 2008). Terdapat dua
3
jenis evaluasi, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif
adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan. Sedangkan
evaluasi sumatif berfokus pada aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Fokus evaluasi ini adalah perubahan
perilaku klien atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien.tipe
evaluasi ini dilaksanakan padaakhir tindakan keperawatan secara paripurna.
Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi
keperawatan terdiri dari beberapa komponen yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian Keperawatan
NO.RM : 2 1 2 5 0 8
NAMA : Anl. G
Rumah Sakit Cahya
Kawaluyan TGL 08/10/2014
LAHIR / :
ASESMEN KEPERAWATAN
Kota Baru Parahyangan 8th
UMUR
ANAK
Padalarang - Bandung
: Nama : Ny. G
Pengkajian diambil dari
Hubungan dengan
:
pasien Ibu Kandung
33
3
1. Alasan Masuk Rumah Sakit : OT mengatakan anak memiliki kelainan pada lubang kencing
2. Keluhan Utama ( PQRS ) : OT mengatakan anak memiliki kelainan pada lubang kencingnya, pasien
masuk rumah sakit dan akan dilakukan rencana Tindakan operasi tanggal
03/11/22. Setelah dilakukan tindakan menurut ot anak mengeluh nyeri, nyeri
yang dirasakan hilang timbul, skala nyeri 3/10, nyeri semakin teras ajika
anak banyak bergerak dan nyeri berkurang setelah pemberian analgetik.
3. Keluhan Yang Menyertai : Anak takut bergerak karena terpasang Dk / selang kencing.
□ Lain-lain :
□ Lain-lain :
□ Lain-lain :
□ Bengkak □ Sesak
□ Lain-lain :
□ Lain-lain :
□ Lemah √ Kuat
Saturasi O2 : 98 %
Palpasi
Auskultasi
□ Rales : / □ Wheezing : /
□ Ronchi : □ Lainnya;
□ Ventilator □ Lainnya;
Palpasi
1 Denyut nadi : √ Kuat □ Lemah
□ Bradicardi □ Tachycardia
□ > 3 detik □
Auskultasi
1 Suara Jantung : □ Murmur □ VES
□ Gallop □ Lainnya;
3
□ OS
□ OD
□ Terganggu : □ OD
□ Normal □ Konstipasi
IMT :
□ Tinggi □ Kurus ringan □ Diare
Inspeksi
1 Konjungtiva : √ Merah muda □ Anemis
□ Ada
□ Kotor √ Bersih
5 Tonsil : □ T0 √ T1 □ T3 □ T4
□ Gambaran □ Acites
vena
□ Fistulla □ Fissure
□ Haemoroid □ Lainnya,
Perkusi
1 Abdomen : √ Thympani □ Hipertympani
□ Dulness □ Acites
4
Palpasi
1 Kelenjar Tyroid : □ Teraba √ Tidak teraba
Auskultasi
1 Bising usus : √ Ada, 12 x/ mnt □ Tak terdengar
√ Kuat □ lemah
Inspeksi □ Nyeri
1 Warna urin : □ Jernih √ Kuning □ Lainnya,
□ Keruh □ Lainnya
Palpasi
□ Distensi □ Lainnya
Perkusi
□ Kanan
□ Kiri
□ Baal □ Tremor □ RT □ MK
√ Resiko Rendah
Inspeksi
Kiri 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Palpasi
1 Krepitasi : √ Tidak ada □ Ada, lokasi :
Inspeksi □ Lainnya :
1 Bentuk Badan : □ Gigantisme □ Kretinisme
□ Perdarahan □ Bengkak □ RT □ MK
Lainnya :
□ □ Disfungsi Seksual
Lainnya :
□ Suntik □ Implan □
□ Luka □ Nyeri
□ Massa □ Lainnya,
□ Kedalam □ Lainnya,
□ Hitam □ Kemerahan
□ Kotor □ Bernanah
□ Luka
□ Massa
√ Tidak ada
Luka, Merah-
□ □ Bengkak □ RT □ MK
merah
Inspeksi □ Infeksi
1 Integritas : □ Kering □ Bersisik □ Decubitus
Lainnya, Tidak
□ Ptechie √ □ Lainnya
ada keluhan
□ Vesical □ Pustule
□ Lecet □ Bula
□ Area :
□ Decubitus
□ Ukuran :
Palpasi
1 Hangat , suhu
Akral : √ □ Dingin
36.6 oC
3 √ Halus □ Kasar
Tekstur Kulit :
□ Keriput □ Bersisik
□ Bercabang □ Alopecia
4
□ Jumlah / hari :
□ Berhenti, sejak :
□ Jumlah / hari :
□ Berhenti, sejak :
Sakit saat
√ : Tidak ada □ RT □ MK
ini
□ Lainnya : □ Berduka
: □ Kristen □ Hindu □ RT □ MK
□ Acuh tak acuh sejak doa tidak memiliki arti dan nilai
3. Agama :
4. Sakit / Penderitaan :
5. Kematian :
□ Menakutkan
6. Kegiatan keagaman :
□ Berdoa
√ Sholat
□ Komuni
□ Ada
√ Tidak ada
8. Pendampingan :
D. BUDAYA
Keluhan : Tidak ada
Kepercayaan yang
berkaitan pengobatan : √ Suku : Sunda
medis
Bahasa yang
Status Budaya : √ : Indonesia
digunakan
5
Kepercayan / budaya
: √ Tidak ada □ Ada
lain
VII. EDUKASI
1 Kebutuhan Edukasi : □ Tidak √ Ya
□ Memerlukan darah dan produk darah
2 Risiko Tinggi :
□ Disiksa, contoh : kamar gelap jauh dari ruang perawat
□ Penyakit Menular:
□ Imunosupressed
Keterangan :
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin L 10.1 g/dL 10.8 – 15.6
MCV L 67 fL 69 – 93
MCH L 21 pg/ml 22 – 34
MCHC L 31 g/dL 32 - 36
HEMOSTATIS
5
MICROBIOLOGY
Identifikasi Covid-19
Rapid SARS CoV2 PCR Negatif Negatif
II. Radiologi
Pemeriksaan Fo Thorax
Tanggal Periksa : 02-November-2022
Kesimpulan :
Jantung tidak membesar
Pulmo tidak tampak tanda-tanda bronchopneumonia, TB paru aktif maupun efusi pleura
5
2. Cefotaxime
Nama obat : Cefotaxime
Golongan : Antibiotik Sefalosporin
Dosis untuk pasien : 2x1gr
Indikasi untuk pasien : Mengobati dan mengatasi infeksi bakteri gram negatif maupun
gram positif.
Kontra indikasi obat : Penggunaan bersama alat kontrasepsi hormonal, tretinoin dan
streptokinase.
Efek samping obat : Sakit kepala, mual, muntah, diare, bengkak iritasi di area injeksi,
keringat berlebihan
Farmakokinetik : Cefotaxime dapat menghambat sintesis dinding sel, dengan cara
berikatan dengan penicillin-binding proteins (PBP). Hal ini akan menyebabkan hambatan
sintesis peptidoglikan pada dinding sel, sehingga terjadi lisis sel dan kematian bakteri
3. Sanmol Infus
Nama obat : Sanmol Infus
Golongan : Paracetamol
Dosis untuk pasien : 4 x 300 mg
Indikasi untuk pasien : Analgetik dan antipiretik
Kontra indikasi obat : Hipersensitif dan disfungsi hati yang parah
Efek samping obat : Reaksi kulit dan kerusakan hati (overdosis atau pengunannan
jangka panjang)
Farmakokinetik : Menghambat salah satu senyawa dalam tubuh sehingga tubuh
tidak focus pada rasa sakit dan mempengaruhi bagian otak yang berhubungan dengan suhu
tubuh
4. Metronidazole
Nama obat : Metronidazole
Golongan : Antibiotik nitromidazole
Dosis untuk pasien : 2 x 250 mg
5
Indikasi untuk pasien : untuk terapi infeksi bakteri anaerob dan protozoa, seperti pada
trikomoniasis, giardiasis, dan amebiasis.
Kontra indikasi obat : hipersensitivitas
Efek samping obat : sakit kepala, mual, muntah, diare, reaksi alergi.
Farmakokinetik : Metronidazole dapat menghambat pembentukan protein yang
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba, termasuk bakteri dan parasit.
1. PENGELOMPOKAN DATA
1. Orang tua mengatakan anaknya rewel dan 1. Keadaan Umum: Pasien tampak sakit
mengeluh nyeri setelah prosedur sedang, akral hangat, nadi kuat,
pembedahan Kesadaran: Composmentis (GCS 15: Mata
2. Orang mengatakan setelah prosedur 4, Verbal 5, Motorik 6).
pembedahan anaknya mengeluh sulit 2. Hasil TTV, Suhu: 36,6oC, Nadi: 85
untuk bergerak. x/menit, SpO2: 98% , BB= 19kg, Tekanan
3. Orang tua mengatakan anak masih takut darah: 110/70 mmHg, RR : 23x/menit,
untuk bergerak karna nyeri Skala Nyeri: 3/10
3. Tampak adanya luka pasca operasi
4. Pasien tampak rewel
5. Pasien terlihat tegang dan meringis
kesakitan karna adanya luka pasca operasi
6. Pasien takut untuk bergerak
7.
8. Pasien terpasang infus ditangan kanan
9. Terpasang DK no.6
10. Luka operasi terlihat kering, tertutup
transparan film.
5
2. ANALISA DATA
5
anaknya mengeluh sulit ↓
untuk bergerak. Kerusakan jarinn
2. Orang tua mengatakan anak ↓
masih takut untuk bergerak Kerusakan sel
karna nyeri ↓
Merangsang reseptor nyeri
Do: ↓
1. Pasien tampak rewel Nyeri pada saat bergerak
2. Pasien tampak meringis ↓
kesakitan Gangguan Mobilisasi Fisik
3. Takut untuk bergerak karna
nyeri
5
B. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d orang tua mengatakan
anaknya rewel dan mengeluh nyeri setelah prosedur pembedahan
b) Gangguan Mobilitas Fisik b.d Nyeri d.d orang tua mengatakan setelah prosedur
pembedahan anaknya mengeluh sulit untuk bergerak, serta gerakan yang terbatas.
c) Resiko Infeksi b.d Efek prosedur invasif d.d adanya luka pasca operasi
C. Intervensi Keperawatan
5
anaknya rewel dan keperawatan selama 2. Identikasi faktor yang
mengeluh nyeri 3×24 jam, maka memperberat dan
setelah prosedur tingkat nyeri akan memperingan nyeri
pembedahan teratasi dengan
kriteria hasil: Terapeutik :
Do : Tingkat Nyeri 1. Fasilitasi istirahat dan tidur
1. Keadaan Umum: menurun :
Pasien tampak sakit Edukasi :
sedang, akral hangat, 1. Keluhan nyeri 1. Jelaskan strategi meredakan
nadi kuat. menurun (5) nyeri
2. Kesadaran: 2. Meringis
Composmentis menurun (5)
(GCS 15: Mata 4, 3. Sikap protektif
Verbal 5, Motorik menurun (5)
6) Suhu: 36.6oC, 4. Gelisah menurun
Nadi: 85x/menit, (5)
SpO2: 98% , BB= 5. Kesulitan tidur
19kg, Tekanan menurun (5)
darah: 110/70
mmHg, Skala
Nyeri: 3/10
3. Pasien terlihat
tegang dan
meringis kesakitan
karna adanya luka
pasca operasi
4. Luka operasi
terlihat kering,
tertutup transparan
film.
5
2 (D.0054) (L.05042) (I.05173)
Dukungan Mobilisasi
Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan
Memfasilitasi pasien untuk
Fisik tindakan
meningkatkan aktivitas
Gangguan Mobilitas keperawatan selama
pergerakan fisik
Fisik b.d Nyeri d.d 3×24 jam, maka
Nyeri saat bergerak, mobilisasi fisik akan
Observasi :
serta gerakan yang teratasi dengan
1. Identifikasi adanya nyeri atau
terbatas. kriteria hasil:
keluhan fisik lainya
Mobilisasi Fisik
2. Identifikasi toleransi fisik
Ds :. meningkat:
melakukan pergerakan
1. Orang mengatakan 1. Kekuatan otot
3. Monitor kondisi umum
setelah prosedur meningkat (5)
selama melakukan
pembedahan 2. Pergerakan
mobilisasi
2. Anaknya mengeluh ekstremitas
sulit untuk bergerak. meningkat (5)
Terapeutik :
3.Orang tua 3. Nyeri menurun
1. Fasilitasi aktivitas
mengatakan anak (5)
mobilisasi dengan alat bantu
masih takut untuk 4. Kecemasan
2. Libatkan keluarga untuk
bergerak karna nyeri menurun (5)
membantu pasien dalam
5. Gerakan terbatas
menurun (5) meningkatkan pergerakan
Do:
1. Pasien tampak rewel
Edukasi :
2.Pasien tampak
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
meringis kesakitan
mobilisasi
3.Takut untuk bergerak
2. Anjurkan mobilisasi
karna nyeri
sederhana yang harus dilakukan
(mis, duduk di tempat
tidur,duduk di sisi tempat tidur).
3 (0142) (L.09097) I.14539)
Resiko Infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi
6
6
Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan Definisi :
Efek prosedur invasif tindakan Mengidentifikasi dan
d.d adanya luka akibat keperawatan selama menurunkan risiko terserang
prosedur pembedahan. 3×24 jam, maka organisme patogenik.
Tingkat Infeksi akan
teratasi dengan Observasi :
Ds : kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala
1. Orang tua Tingkat Infeksi infeksi
mengatakan meningkat
anaknya mengeluh 1. Kebersihan Terapeutik :
nyeri setelah tangan dan 1. Batasi jumlah pengunjung
prosedur badan meningkat 2. Cuci tangan sebelum dan
pembedahan (5) sesudah kontak dengan
2. Nafsu makan pasien dan lingkungan
Do: meningkat (5) pasien
1. Terdapat luka pasca 3. Nyeri menurun 3. Pertahankan teknik aseptik
operasi (5) pada pasien beresiko tinggi
2. Terpasang DK 4. Bengkak Edukasi :
Kateter No.6 menurun (5) 1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan
6
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
imunisasin, jika perlu
D. Implementasi Keperawatan
6
8. Respon : nyeri teras ajika pasien
bergerak, nyeri berkurang setelah
pemberian terapi obat.
6
1,2,3 11:35 1. Memonitor tanda dan gejala Putri
infeksi dan memonitor ttv
Respon :
TD = 110/80 mmHg
Suhu= 36.4 0C
Nadi = 88x/mnt
Spo2= 98%
Tidak tampak tanda-tanda infeksi
seperti nanah dan bau dan
kemerahan
11:55 2. Menjelaskan tanda dan
gejala infeksi
Respon : orang tua mengerti dan
memperhatikan perawat ketika
sedang dijelaskan
11:57 3. Mengajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
Respon :
orang tua mengerti dan
memperhatikan perawat ketika
sedang dijelaskan
12:00 4. Memberikan terapi obat
sanmol(300mg)inj
Respon : pasien tenang, tidak ada
efek samping
12:05 5. Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan
Respon : orang tua menganjurkan
anaknya untuk banyak minum
6
12:10 6. Memonitor intake dan output
Respon : pasien minum sebanyak
(250ml), urine yang keluar :
100ml
6
03 Maret 1,2,3 07:30 1. Mengobservasi TTV
2022 Respon :
TD = 100/80 mmHg
Suhu= 36.8 0C
Nadi = 100x/mnt
Spo2= 98%
07:55 2. Mengidentifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, dan intensitas nyeri
Respon : nyeri masih ada pasca
operasi, nyeri masih hilang
timbul, namun sudah mulai
berkurang.
07:58 3. Mengidentifikasi skala
nyeri Respon : skala nyeri
08:00 2/10
4. Memberikan terapi obat
cefotaxime (1gr), metronidazole
(250gr) inj.
Respon : pasien tenang, tidak ada
08:15 efek samping
5. Memfasilitasi istirahat dan tidur
08:29 Respon : anak berbaring
6. Mengidentifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
Respon : nyeri terasa jika pasien
bergerak, nyeri berkurang setelah
pemberian terapi obat.
6
2,3 09:10 1. Mengidentifikasi adanya Putri
nyeri atau keluhan fisik lainya
Respon : tidak ada, hanya
keluhan nyeri pasca operasi
09:20 2. Menganjurkan mobilisasi
sederhana
Respon : Pasien melakukan
mobilisasi miring kanan, miring
kiri mengubah posisi tiap 2 jam
10:00 3. Memasang handrall tempat tidur.
Respon : Orang tua mengerti
karna untuk mencegah terjadinya
jatuh
6
Respon : Luka pasca operasi
bagus, tidak tampak tanda tanda
12:20 infeksi disekitar luka operasi
4. Memonitor intake dan output
Respon : pasien minum banyak
(800ml), urine yang keluar
sebanyak (500ml)
04 Maret 1,2,3 15:00 1. Mengobservasi TTV : Putri
2022 Respon :
TD = 110/80 mmHg
Suhu= 36.50C
Nadi = 95x/mnt
Spo2= 100%
15:10 2. Mengidentifikasi skala
nyeri Respon : skala nyeri
16:00 1/10
3. Memberikan terapi obat
Metronidazole (250mg) inj
Respon : pasien tenang, tidak ada
16:05 efek samping
4. Mengidentifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
Respon : nyeri berkurang setelah
pemberian terapi obat
18:00 1,3 17:45 1. Mengobservasi TTV: Putri
Respon :
TD = 100/80 mmHg
Suhu= 36.5 0C
Nadi = 88x/mnt
18:00
Spo2= 100%
6
2. Memberikan terapi obat Sanmol
(300mg)inj
Respon : pasien tenang, tidak ada
18:15 efek samping
3. Memonitor intake dan output
cairan
Respon :
4. Menganjurkan istirahat dan tidur
yang cukup
Respon : istirahat anak cukup,
karna nyeri sudah berkurang
18:20
5. Memonitor intake dan output
Respon : pasien minum banyak
(350ml), urine yang keluar
sebanyak (150ml)
E. Evaluasi Keperawatan
02 Nov 2022 hangat nadi kuat, terpasang infus, Suhu : 36.6, nadi:85
1 bpm SPO2=98%, TD : 110/80mmHg , pasien tampak Putri
08:00
meringis, skala nyeri :3/10
P: Intervensi dilanjutkan
7
S: Orang tua pasien mengatakan anaknya terkadang
rewel, anak masih takut banyak bergerak karena merasa
nyeri
O: anak tampak sakit sedang, kesadaran cm, akral
hangat nadi kuat, terpasang infus, Suhu : 36.4, nadi :
08:00 2 88bpm, SPO2=98%, TD : 110/80mmHg, anak tampak Putri
P: Intervensi dilanjutkan
P: Intervensi dilanjutkan
P: Intervensi dilanjutkan
S: Orang tua pasien mengatakan anak sudah mau
bergerak untuk mobilisasi
O: Masih terpasang Dk kateter No.6, sudah mau
15:00 2. mobilisasi Putri
P: Intervensi dilanjutkan
7
S: Orang tua pasien mengatakan mulai tenang, tidak
rewel
O: Masih terpasang Dk kateter No.6, pasien tampak
15:00 3. lebih tenang, tidak tampak tanda-tanda infeksi Putri
P: Intervensi dilanjutkan
S: Orang tua pasien mengatakan anak sudah tidak
mengeluh nyeri
04 Maret O: Suhu : 36.9, Nadi : 97 bpm, SPO2=98%, TD : 110/80
2022 1. bpm, pasien tampak tenang, skala nyeri :0/10 Putri
18.00
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
S: Orang tua pasien mengatakan anak sudah bisa
bergerak untuk mobilisasi
O: Masih terpasang Dk kateter, namun pasien sudah
18:00 bisa mobilisasi dengan nyaman karna nyeri sudah
2. berkurang Putri
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
7
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipospadia merupakan keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian
bawah yang menyebabkan perubahan pancaran urin saat keluar dari penis, tentunya hal
ini akan menggangu fungsi perkemihan, ereksi, dan secara estetika karena bentuk yang
tidak sesuai anatomis yang normal (Elfiah, 2020). Angka kejadian hipospadia bervariasi
di setiap negara. Prevalensi pada hipospadia yaitu satu kasus dapat ditemukan pada setiap
250-300 kelahiran bayi laki-laki. Angka tersebut mengalami peningkatan 13 kali lebih
sering pada laki-laki yang memiliki riwayat saudara atau orang tuanya menderita
hipospadia (Sigumonrong et al., 2016).
7
7
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
Laporan ini dapat digunakan sebagai bahan literature untuk menambah pengetahuan
dan informasi kepada masyarakat mengenai penatalaksanaan pasien dengan
Hipospadia.
2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Diharapkan dapat mempertahankan kinerja dan kualitas dalam proses keperawatan
pada pasien yang mengalami Hipospadia
3. Bagi Penulis
Laporan ini dapat menjadi tambahan literature mengenai asuhan keperawatan pada
pasien Hipospadia, selain itu penulis memperoleh pengalaman menulis asuhan
keperawatan pada pasien dengan Hipospadia.
7
DAFTAR PUSTAKA
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Sri Weli Teguh, Septa Surya. The Association Between Hypospadias Occurrence