Oleh:
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Luka tekan (pressure ulcer) merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien
yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang belakang atau
penyakit degenerative. Tidak hanya berkembang pada pasien berbaring, tapi juga dapat
terjadi pada pasien yang mengunakan kursi roda atau prostesi (Hidayat, 2008)
Laporan dari beberapa pakar di beberapa negara seperti Amerika, Italia, Jerman, Inggris,
Perancis dan Belanda bahwa luka tekan umumnya terjadi difasilitas rumah sakit, rumah
perawatan dan pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit di wilayah Eropa dan Amerika
Serikat. NPUAP National Presure Ulcer Advisory Panel (2012) menyatakan dalam pressure
ulcer awareness day (hari kesadaran tentang ulkus tekan), lebih dari 2,5 juta penduduk
Amerika Serikat mengalami luka tekan setiap tahunya. Lebih banyak pasien yang menerita
luka tekan daripada luka kanker. Sekitar 60.000 orang meninggal dunia setiap tahunya akibat
luka tekan.Di Indonesia, insiden terjadinya luka tekan cukup tinggi yaitu sekitar 33,3%,
menurut Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) angka ini termasuk tinggi jika
dibandingkan dengan Negara-negara yang lainnya (Suriadi, 2006; Yusuf 2010).
Dengan adanya luka tekan, akan mengganggu proses pemulihan pasien.Selain itu,
dapat diikuti komplikasi seperti nyeri dan infeksi yang dapat menambah panjang lamanya
perawatan. Luka tekan menimbulkan sebuah ancaman dalam pelayanan kesehatan karena
insidennya semakin hari semakin meningkat. Masalah luka tekan bukan hanya tingginya angka
insidens dan prevalensi, tetapi juga cost yang dikeluarkan dalam pelaksanaannya. NPUAP
National Presure Ulcer Advisory Panel (2012) telah mencatat biaya perawatan untuk luka
tekan mengalami kenaikan setiap tahunya. Amerika Serikat mengeluarkan $9,1 trilyun sampai
$11,6 trilyun setiap tahun dengan biaya asuhan untuk asuhan keperawatan setiap ulkus tekan
sekitar $20.900 sampai $151.700.
Terdapat dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan yaitu
faktor tekanan dan faktor toleransi. Tekanan merupakan penyebab utama luka tekan karena
tekanan dapat menyebabkan iskemia jaringan lunak dengan tekanan yang berkepanjangan.
Shear (geseran), friction (gesekan), kelembaban yang berlebihan dan mungkin juga infeksi
menjadi factor ekstrinsik yang berperan terhadap timbulnya luka tekan. Luka tekan terjadi
pada awal pasien dirawat di rumah sakit, biasanya dalam 2 minggu pertama dan 34% terjadi
pada minggu pertama (Yusuf S, 2010)
Pencegahan luka tekan dengan standar NPUAP (National Presure Ulcer Advisory Panel
,2014) terutama pada perawatan luka tekan meliputi : pengkajian faktor risiko, pengkajian
kulit dan jaringan, perawatan kulit dan pemakaian alat medis. Pengkajian faktor resiko
dilakukan maksimal 8 jam setelah masuk perawatan menggunakan alat ukur yang sesuai.
Pengkajian kulit dan jaringan, dilakukan secara head-to-toe dan fokus khusus pada kulit yang
di atasnya ada tonjolan tulang. Selama perawatan, diperlukan intake nutrisi yang adekuat
meliputi intake energi, protein, hidarsi, vitamin, dan mineral. Reposisi dan mobilisasi dini,
setiap 1-2 jam. Mobilisasi progresif level 1 terbukti dapat mencegah terjadinya dekubitus.
Selain itu, adanya dukungan permukaan berupa penggunaan matras udara/khusus dapat
menurunkan kejadian luka tekan dibandingkan dengan tempat tidur standar. Pemakaian alat
medis, melakukan pemilihan dalam pemakaian dressing profilakasis.
Pada langkah pertama perawatan kulit, menjaga kulit agar tetap bersih dan kering,
dengan pH yang seimbang terhadap kulit. Melindungi kulit dari paparan kelembaban yang
berlebihan dengan memberikan topikal untuk mengurangi risiko kerusakan tekanan.
Penggunaan pelembab kulit untuk melembabkan kulit kering untuk mengurangi risiko
kerusakan kulit. Salah satu intervensi dalam menjaga integritas kulit adalah dengan cara atau
mengunakan barier pelindung kulit seperti liquid barrier films, transparent films dan
hydrocolloids. Minyak kelapa murni Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak kelapa yang
dihasilkan dari pengolahan daging buah kelapa tanpa melakukan pemanasan atau dengan
pemanasan suhu rendah sehingga menghasilkan minyak dengan warna yang jernih, tidak
tengik dan terbebas dari radikal bebas akibat pemanasan. VCO diyakini baik untuk kesehatan
kulit karena mudah diserap kulit dan mengandung vitamin E. VCO juga mengandung
komposisi asam lemak jenuh salah satunya Asam Laurat. Asam laurat dalam tubuh akan
diubah menjadi monolaurin yang bersifat antivirus, anti bakteri dan anti jamur. Kandungan
asam lemak terutama asam laurat dan oleat dalam VCO bersifat melembutkan kulit.
Penggunaan VCO juga merangsang percepatan pada epitelisasi pada luka. VCO meningkatkan
pertumbuhan jaringan granulasi, bundel kolagen dengan perbaikan sel epitel dan makrofag
pada luka.Perawatan kulit lainya, seperti White Petroleum Jelly atau sering disebut Vaselin
White yang berasal dari Petroleum Jelly, adalah campuran dari minyak mineral, parafin dan
lilin mikrokristalin, ketika ketiga zat ini berbaur bersama-sama menciptakan sesuatu yang luar
biasa, yakni jelly halus yang memiliki titik leleh sedikit di atas suhu tubuh. Krim akan meleleh
kedalam kulit, masuk kedalam ruang antar sel-sel dan celah dalam lipid. Sesampainya disana
krim akan kembali membeku dan mengunci diri ditempatnya. Manfaat White Petroleum Jelly
tidak hanya menyembuhkan luka gores dan luka bakar,tetapi dapat mempertahankan luka
tetap higienis selama proses penyembuhan,dan dianjurkan pula untuk dipakai pada kondisi
emergensi, tetapi tidak dipakai pada luka bakar akut. Bahan ini dapat juga menangkap agen-
agen infeksi dibawah kulit. Sebagai alat proteksi kulit, petroleum jelly sangat penting
digunakan yang menyebabkan kulit terasa berminyak.Penggunaan topikal VCO maupun white
petroleum jelly dipilih karena manfaaatnya yang ada, harganya yang murah dan mudah di
dapatkan. Dengan adanya intervensi ini, diharapkan dapat diadopsi dan dipakai sebagai
langkah pencegahan luka tekan. Dengan demikian, pencegahan dan pengelolaan terhadap
aspek perawatan kulit untuk mencegah luka tekan merupakan peran perawat dalam upaya
mencari evidencebased terbaik dalam perawatan pasien dan bentuk pelaksanaan patient
safety.
B. Rumusan masalah
C Tujuan
D. Manfaat penelitian
1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang pencegahan dan pengelolaan luka tekan
2. Mengetahui tingkat efektifitas pada perawatan luka tekan stage1 dengan menggunakan
White petroleum jelly dan Virgin Coconut Oil (VCO) pada pasien tirah baring.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Sabandar (2008), menyatakan dekubitus atau luka tekan berasal dari bahasa
latin, yaitu decumbre yang artinya merebahkan diri, yang diartikan sebagai luka yang
timbul karena posisi atau kedudukan pasien yang menetap dalam waktu yang lama
(lebih dari 6 jam).
Potter & Perry (2006), menyatakan luka tekan terjadi pada pasien immobilisasi
atau bedrest dalam waktu yang lama. Tempat yang paling sering terjadi luka tekan
adalah sakrum, tumit, siku, maleous lateral, tronkater besar dan tuberositis iskial.
Harnawatiaj (2008), menyatakan luka tekan juga disebut sebagai ulkus dermal/ ulkus
dekubitus yang terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian yang mengganggu
sirkulasi. Luka tekan (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah kerusakan
kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi
tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur,
kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang (Anonim,
2009). Definisi terbaik luka tekan adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit
normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang
dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi
pada individu yang berada di atas kursi atau di atas tempat tidur, sering kali pada
inkontinensia dan malnutrisi ataupun individu yang mengalami kesulitan makan
sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran. Luka tekan juga diartikan
sebagai kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang disebabkan
penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008). Jadi
pengertian luka tekan adalah kerusakan kulit karena penurunan aliran darah yang
terjadi akibat posisi atau kedudukan yang menetap dan tekanan dalam waktu lama.
2. Klasifikasi
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP), telah menyatakan sistem
klasifikasi empat tahap. Tahap pada luka tekan mendeskripsikan dalamnya luka tekan
pada saat pengkajian. Oleh karena itu, saat mengklasifikasikan tahapan luka tekan,
tahap ini akan bertahan meskipun luka tekan mengalami penyembuhan. Luka tekan
tidak boleh diubah dari tahap 3 ke tahap 1, tetapi luka tahap 3 yang menunjukkan
penyembuhan dinyatakan sebagai luka tekan tahap 3 yang mengalami penyembuhan
(Nix, 2007).
a.Tahap 1 : Muncul kemerahan pada kulit, yang memucat ketika kulit diregangkan.
Kulit dengan pigmentasi yang gelap mungkin tidak memiliki pucat yang dapat
dilihat, warnanya dapat berbeda dari area disekitarnya.
b. Tahap 2 : Kehilangan kulit sebagian, meliputi epidermis, dermis atau keduanya. Luka
ini superfisial dan tampak secara klinis sebagai abrasi, melepuh atau membentuk
kawah yang dalam.
d. Tahap 4 : Kehilangan seluruh jaringan dengan tulang, tendon dan otot tampak.
Cekungan atau bekas luka tampak pada beberapa bagian luka. Dapat meliputi
lubang dan lorong. Untuk luka pada kulit yang tidak diperbaiki, perlu mengkaji jenis
jaringan yang berada pada dasar luka, karena informasi ini digunakan untuk
merencanakan intervensi yang tepat. Pengkajian jenis jaringan meliputi jumlah
(presentase) dan penampilan (warna) jaringan yang dapat sembuh atau tidak.
Jaringan granulasi adalah jaringan yang merah lembab yang terdiri atas pembuluh
darah merah, yang jika terdapat pada kulit menunjukkan adanya perkembangan
dalam penyembuhan. Jaringan yang kuning atau putih lembut adalah ciri-ciri dari
cekungan (slough), yaitu substansi yang berserabut yang melekat pada dasar luka,
dan perlu dibersihkan sebelum luka dapat sembuh. Jaringan nekrotik yang hitam
atau 9 coklat adalah jaringan parut, yang perlu dibersihkan sebelum penyembuhan
terjadi.
Mengukur ukuran luka, membersihkan perubahan ukuran luka secara
keseluruhan, yang merupakan indikator kemajuan penyembuhan luka (Nix, 2007).
Eksudat luka mendeskripsikan jumlah, warna, konsistensi dan bau drainase luka,
serta bagian dari pengkajian luka. Eksudat yang berlebihan mengindikasikan adanya
infeksi dan yang terakhir, evaluasi keadaan kulit seperti kemerahan, kehangatan,
maserasi dan edema (bengkak) disekitar luka. Jika keadaan ini ditemukan di kulit
sekitar luka, berarti mengindikasikan keadaan luka yang memburuk.
Dalam proses penyembuhan luka, ada 3 fase yang terlibat, yaitu : inflamasi,
proliferasi dan remodeling
a) Fase inflamasi : tahap inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap luka sendiri dan
terjadi dalam beberapa menit setelah cedera dan berakhir kira-kira 3 hari. Selama
homeostatis, sel pembuluh darah yang cedera berkontriksi dan platelet
berkumpul untuk menghentikan perdarahan. Pembekuan ini membentuk matriks
fibrin yang kemudian menjadi kerangka perbaikan sel. Respons inflamasi ini sangat
penting dan jangan memberikan kompres dingin di area luka untuk mengurangi
pembengkakan, jika pembengkakan terjadi dalam kompartemen yang tertutup
(misalnya pergelangan kaki atau leher).
b) Fase proliferatif : fase ini dimulai dan berakhir dalam waktu 3-24 jam. Aktivitas
utama fase ini adalah mengisi luka dan membentuk kembali permukaan luka
melalui proses epitelialisasi. Fibroblas tampak pada fase matriks untuk granulasi.
Kolagen memberikan kekuatan dan integritas struktural pada luka. Selama
periode ini, luka berkontraksi untuk mengurangi area yang mengalami
penyembuhan.
3. Etiologi
Gangguan integritas kulit yang terjadi pada luka tekan merupakan akibat dari
tekanan. Namun, ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya luka tekan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi pembentukan luka
tekan, diantaranya gaya gesek, friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia, infeksi,
demam, gangguansirkulasi perifer, obesitas dan usia (Potter & Perry, 2005).
Dekubitus atau luka tekan merupakan kerusakan jaringan yang terlokalisir,
disebabkan karna adanya kompresi jaringan lunak diatas tulang yang menonjol
dan adanya tekanan dari luar, dalam jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan
dapat membuat gangguan pada suplai darah didaerah yang tertekan. Apabila
terus berlangsung akan menyebabkan insufiens aliran darah, anoreksia atau
iskemia jaringan dan akhirnya dapat menimbulkan kematian sel. Luka tekan, nyeri
tekan, ulkus dekubitus, dan luka baring adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tekanan lama
dan tidak teratasi. Terminologi yang paling sering digunakan adalah luka tekan,
yang sesuai dengan rekomendasi petunjuk luka tekan yang ditulis Wound,
Ostomy, And Continence Nurse Society (WOCN, 2003), luka tekan adalah cedera
pada kulit dan jaringan lainnya yang berada dibawahnya, biasanya diatas
penonjolan tulang, akibat tekanan atau akibat gaya gesek.
Banyak faktor yang menyebabkan pembentukan luka tekan pada pasien. Faktor
ini sering dihubungkan dengan penyakit, misalnya menurunnya tingkat kesadaran
yang berhubungan dengan efek setelah trauma terjadi, tekanan pada gips, atau
akibat penyakit seperti menurunya sensasi yang berhubungan dengan cedera
serebrovaskuler. Braden dan Bergstrom (2000), mengembangkan sebuah skema
untuk menggambarkan faktorfaktor resiko untuk terjadinya luka tekan.
Aktifitas
Mobilitas Tekanan
Persepsi sensori
Kelembaban
Gesekan
Faktor Intrinsik
Gambar 2.1 Skema konseptual tentang etiologi luka tekan (Braden &
Bengstrom, 2000)
d. Kelembapan.
g. Perfusi jaringan dan oksigenasi Menilai pulse oximetry pasien (SpO2), membaca
studi darah, pengisian ulang kapiler, dan fisiologis pasien.
4. Patofisiologi
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP), 1989 dalam Potter &
perry (2005), menyatakan bahwa luka tekan adalah nekrosis jaringan lokal yang
terjadi saat jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan
permukaan eksternal dalam waktu yang lama. Pasien yang mobilisasinya
berkurang, persepsi sensoriknya berkurang, inkontinensia feses atau urine, dan
atau nutrisi yang buruk memiliki risiko mengalami ulkus tekan. Tekanan yang
terus menerus dan lama akan mempengaruhi metabolisme sel dengan
menurunkan atau menghambat aliran darah, sehingga iskemia jaringan dan
selanjutnya kematian jaringan.
c. Toleransi jaringan
Semakin besar tekanan dan durasinya, maka semakin besar pula insidensinya
terbentuknya luka (Potter & Perry, 2005). Kulit dan jaringan subkutan dapat
mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar dari
pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah
ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi
cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan
dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan
trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan
dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali
melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot, maka
dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan
tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam Potter &
Perry, 2005). Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan
yang tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari
permukaan tempatnya berada karena adanya gravitasi (Berecek, 1975 dalam
Potter & Perry, 2005). Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata pada
tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan
meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan.
Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek
yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan
tumit merupakan area yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam Potter &
Perry, 2005).
5. Manifestasi Klinis
Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) , luka tekan dibagi
menjadi empat stadium ,yaitu :
c. Stadium 3: Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah
mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang
struktur fibril. Tanda dan gejala: Hilangnya lapisan kulit secara lengkap,
meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam,
tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.
Iskemia jaringan
Resiko infeksi
7. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV,
walaupun dapat terjadi pada luka yang superfisial.
a. Infeksi
Umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.
c. Septi kemia
a. Anemia
Pasien anemia beresiko terjadi dekubitus. Penurunan level
hemoglobin mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen
serta mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia
juga mengganggu metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan luka
(Potter & Perry, 2005).
e. Hipo albuminemia
Hipo albuminemia adalah albumin yang rendah, keadaan
dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL. Hipoalbuminemia
mencerminkan pasokan asam amino yang tidak memadai dari protein,
sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati.
Pemeriksaan Penunjang .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Luka tekan (pressure ulcer) merupakan masalah serius yang sering terjadi pada
pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang
belakang atau penyakit degenerative. Tidak hanya berkembang pada pasien berbaring,
tapi juga dapat terjadi pada pasien yang mengunakan kursi roda atau prostesi .
Terdapat dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan
yaitu faktor tekanan dan faktor toleransi. Tekanan merupakan penyebab utama luka
tekan karena tekanan dapat menyebabkan iskemia jaringan lunak dengan tekanan
yang berkepanjangan. Shear (geseran), friction (gesekan), kelembaban yang
berlebihan dan mungkin juga infeksi menjadi factor ekstrinsik yang berperan terhadap
timbulnya luka tekan.
B. Saran
Pencegahan luka tekan dengan standar NPUAP (National Presure Ulcer
Advisory Panel ,2014) terutama pada perawatan luka tekan meliputi : pengkajian
faktor risiko, pengkajian kulit dan jaringan, perawatan kulit dan pemakaian alat medis.
Pengkajian faktor resiko dilakukan maksimal 8 jam setelah masuk perawatan
menggunakan alat ukur yang sesuai. Pengkajian kulit dan jaringan, dilakukan secara
head-to-toe dan fokus khusus pada kulit yang di atasnya ada tonjolan tulang. Selama
perawatan, diperlukan intake nutrisi yang adekuat meliputi intake energi, protein,
hidarsi, vitamin, dan mineral. Reposisi dan mobilisasi dini, setiap 1-2 jam. Mobilisasi
progresif level 1 terbukti dapat mencegah terjadinya dekubitus. Selain itu, adanya
dukungan permukaan berupa penggunaan matras udara/khusus dapat menurunkan
kejadian luka tekan dibandingkan dengan tempat tidur standar. Pemakaian alat medis,
melakukan pemilihan dalam pemakaian dressing profilakasis.
Daftar Pustaka
Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar ManusiaAplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan, cetakan kelima, Jakarta: Salemba Medika.
Perry, Potter, (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC. Doenges.