Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ABRASI KORNEA
RUANG CENDRAWASIH ATAS RSUD AJIBARANG

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

MARIYAM FAUD

I4B019075

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2020
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mata merupakan salah satu organ vital yang cukup sensitif dan rentan terhadap
berbagai gangguan luar. Secara fisiologis, organ ini dibagi menjadi rongga obita, bola
mata, dan adneska yang terdiri dari kelopak mata dan sistem air mata (sistem lakrimal)
(Gracella, Sutyawan & Triningrat 2017). Semakin bertambahnya usia, organ manusia
akan mengalami perubahan termasuk lensa mata baik secara morfologi maupun
fungsional (Rahmawati et al. 2020). Adanya kerusakan pada salah satu bagian mata
dapat menyebabkan terjadinya penurunan fungsi penglihatan mata, sehingga akan
mengganggu aktivitas seseorang dalam kesehariannya. Selain masalah katarak yang
sering dijumpai pada bagian terdapat masalah laiinya, salah satunya yaitu abrasi kornea
yang di sebabkan adanya trauma.
Abrasi kornea umumnya akibat dari trauma pada permukaan mata. Penyebab
umum termasuk menusukkan jari ke mata, berjalan ke sebuah cabang
pohon,mendapatkan pasir di mata dan kemudian menggosok mata atau dipukul
dengansepotong logam proyektil. Sebuah benda asing di mata juga dapat
menyebabkangoresan jika mata digosok. Cedera juga dapat dikeluarkan oleh "keras"
lensa kontak yang telah ditinggalkan di terlalu lama. Kerusakan bisa terjadi jika lensa
dihapus,bukan ketika lensa masih dalam kontak dengan mata. Selain itu, jika kornea
menjadi sangat kering, mungkin menjadi lebih rapuh dan mudah rusak oleh gerakan di
seluruh permukaan.

Tujuan
1. Mampu menjelaskan mengenai pengertian dari abrasi kornea.
2. Mengetahui etiologi dari penyakit abrasi kornea.
3. Mampu menjelaskan manifestasi klinis pasien dengan penyakit abrasi kornea.
4. Menjelaskan patofisiologi dari penyakit abrasi kornea.
5. Mengetahui jenis pemeriksaan penunjang untuk mendiagnsis penyakit abrasi
kornea.
6. Menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan penyakit abrasi kornea.
7. Menjelaskan komplikasi dari diagnosa abrasi kornea.
8. Menyebutkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
abrasi kornea.
9. Menyebutkan fokus intervensi utama pada diagnosa keperawatan yang Muncul
pada pasien dengan abrasi korena.
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Abrasi kornea atau jejas kornea adalah kondisi medis yang mengakibatkan
hilangnya lapisan permukaan epitel kornea mata. Lapisan epitel adalah lapisan
yang berlaku sebagai barrier terhadap air, bakteri dan mikroba. Menyediakan
permukaan optic yang lembut sebagai bagian internal dari film air mata sampai
kornea yang juga berkontribusi terhadap kemampuan refraksi mata serta fungsi
imunologis (Langerhans cell) (Yulianti , 2014). Abrasi kornea dapat disebabkan
oleh mata kering, lensa kontak, debu atau kotoran. Abrasi kornea umumnya
sembuh dengan cepat dan harus diterapi dengan salep antibiotik dan pelindung
mata. (Ilyas, Sidarta., 2004)

B. Etiologi

Abrasio kornea umumnya akibat dari trauma pada permukaan mata.


Penyebab umum termasuk menusukkan jari ke mata baik secara sengaja ataupun
tanpa disengaja, adanya pasir di mata, menggosok mata atau dipukul dengan
sepotong logam proyektil. Sebuah benda asing di mata juga dapat menyebabkan
goresan jika mata digosok. Cedera (trauma) adalah penyebab paling umum untuk
abrasio kornea.
Penyebab trauma yang paling umum adalah : (James, Bruce., 2006.)
1. Goresan dari kuku (manusia dan hewan)
2. Memukul benda asing kornea (misalnya, kotoran, serpihan kayu, serutan
logam, tanaman, cabang pohon, dll)
3. Berlebihan menggosok mata
4. Kimia luka bakar
5. Bulu mata teratur menggosok kornea atau jatuh ke dalam mata.
6. Sebuah benda asing yang tertangkap di bawah kelopak mata, yang kemudian
mengganggu kornea setiap kali anda berkedip.
7. Kelopak mata yang meradang.
C. Patofisiologi
Prognosis tergantung luasnya robekan konea, jarak waktu terjadinya abrasio,
diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi yang cepat prognosis
lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung
lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali kornea
perifer, maka robekan l yang ebih luas pada vitreus dapat dicegah .Jika makula
lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya
mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya. Korpus vitreum yang terus menyusut dan
munculnya pertumbuhan jaringan dipermukaan kornea menyebabkan tidak semua
kornea yang terlepas dapat direkatkan kembali. Bila kornea tidak dapat direkatkan
kembali, maka mata akan terus mengalami menurun penglihatannya dan akhirnya
menjadi buta (Corwin, Elizabeth J., 2009)

D. Tanda Gejala
Tanda gejala dari abrasi kornea adalah adanya riwayat trauma tumpul
dengan gejala-gejala seperti rasa nyeri pada mata, fotopobia, rasa mengganjal,
blefarospasme, pengeluaran air mata berlebihan dan visus yang menurun. Pada
pemeriksaan slit lamp adanya defek yang terjadi pada lapisan epitel bersamaan
dengan adanya edema kornea. Dengan tes fluoresensi, daerah defek/abrasi dapat
dilihat pada daerah yang berwarna hijau (James, Bruce., 2006.) Adapun manifestasi
klinisnya adalah sebagai berikut :
1. Nyeri
2. Oedema
3. Perubahan visus
4. Kelopak mata bengkak
5. Adanya benda asing
6. Fotofobia
7. Menyipitkan mata yang berlebihan dan produksi reflex air mata
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang (James & Bruce, 2006). Meskipun abrasio kornea
dapat dilihat dengan ophthalmoscopes, celah lampu mikroskop memberikan
perbesaran yang lebih tinggi yang memungkinkan untuk evaluasi yang lebih
menyeluruh. Untuk membantu dalam melihat, fluorescein noda yang mengisi cacat
kornea dan bersinar dengan cahaya biru kobalt umumnya ditanamkan pertama.
Sebuah pencarian yang cermat harus dilakukan untuk setiap benda asing,
khususnya mencari di bawah kelopak mata. Cedera gunakan berikut palu atau
power-alat harus selalu meningkatkan kemungkinan benda asing menembus ke
mata, yang mendesak oftalmologi pendapat harus dicari.
1. Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup
tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio
kornea, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil
dan fotopsia.
Pemeriksaan lapang pandangan dapat dilakukan dengan :
a. Pemeriksaan konfrontasi, yaitu pemeriksaan dengan melakukan
perbandingan lapang pandangan pasien dengan si pemeriksa sendiri.
b. Pemeriksaan perimeter atau kampimetri. Lapang pandangan normal
adalah 90 derajat temporal, 50 derajat atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat
ke bawah.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit
penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
3. Pemeriksaan Ultrasonografi
Ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio
kornea dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliverative
vitreokorneopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga
digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio kornea
eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.
Hasil Pemeriksaan :
1. Visus atau salah satu posisi lapang pandang memburuk.
2. Fundus refleks hilang
3. Kornea terangkat, terlihat abu-abu, bergoyang-goyang.
4. Terkadang robekan kornea berwarna merah dapat terlihat langsung pada
pemeriksaan funduskopi

F. Pathway

Benda asing yang masuk ke kelopak mata, kimia luka bakar, goresan
dari kuku atau Memukul benda asing kornea (misalnya, kotoran,
serpihan kayu, serutan logam, tanaman, cabang pohon, dll)

Erosi kornea

(terlepasnya epitel kornea)

Menimbulkan Risiko infeksi sekunder


infiltrat (keratitis)

Kerusakan epitel

Ulkus kornea

Rasa sakit pada matanya


(Setiap pergerakan)
 Lakrimasi dan fotofobia
 Kelopak mata menjadi kaku pada
pembukaan
 Blefarospasme
 Tajam penglihatan menurun
 Kornea iregular
G. Penatalaksanaan Medis
Abrasi kornea umumnya sembuh dengan cepat dan harus diterapi dengan
salep antibiotik dan pelindung mata. Meskipun abrasi kecil kemungkinan tidak
memerlukan pengobatan khusus, tetapi pada abrasi yang lebih besar biasanya
diobati selama beberapa hari dengan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi dan
kadang-kadang cycloplegic topikal untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan
kenyamanan. Kornea memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri,
dimana pengobatan bertujuan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Jika abrasi
yang terjadi ringan, maka terapi yang diberikan hanyalah lumbrikasi pada mata
yang sakit dan kemudian dilakukan follow-up untuk hari berikutnya. Penyembuhan
ini dapat berlangsung selama 2 hari ataupun dalam waktu seminggu. Sedangkan
untuk menghindari infeksi, pemberian antibiotik dianjurkan.
Sebagai langkah awal, pasien akan diberikan pengobatan yang berisifat
siklopegi sepertiatropine 1% pada kasus yang berat, hematropine 5% pada kasus
sedang dancyclopentolate 1% untuk pasien dengan abrasi yang ringan. Anjuran
selanjutnya yaitu pada obat topical antibiotic yang terdiri dari polytrim, gentamycin
dan tombramycin. Selain itu, pasien dianjurkan untuk istirahat total (bed-rest)
diharapkan tidak adanya pergerakkan pasien secara aktif. Apabila pasien merasa
nyeri, diberikan pengobatan topical nonsteroid anti inflamasi (Voltaren, Acular atau
Ocufen). Untuk abrasi kornea berulang, pengobatan mungkin telah dengan operasi
laser disebut keratectomy phototherapeutic. Anestesi topikal tidak akan digunakan
untuk mengontrol rasa sakit terus karena mereka dapat mengurangi penyembuhan
dan menyebabkan keratitis sekunder (Webb, Lennox.A., 2004)

H. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan pada
Pasien. Menurut Ilyas, S (2000), fokus pengkajian pada pasien abrasi kornea
sebagai berikut:
1. Riwayat pekerjaan penderita.
Perlu diketahui untuk memberikan perawatan pada matanya yang tidak akan
mendapatkan hal-hal yang buruk karena lingkungan pekerjaan. Juga untuk
mewaspadai trauma kembali. Penderita yang menderita erosi kornea tentu
sangat berbahaya bila berada di lingkungan yang kotor tanpa menutup bola
mata.
2. Penyakit lain yang sedang diderita.
Bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk maka infeksi
yang terjadi di mata akan sukar disembuhkan. Misal penyakit DM, sepsis atau
kelainan darah.Riwayat penyakit mata sebelumnya akan dapat menerangkan
tambahan gejala-gejala penyakit yamng dikeluhkan
3. Riwayat trauma sebelum atau sesudah ada keluhan.
Trauma tumpul dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak
ataupun bola mata. Trauma sebelumnya dapat juga memberikan kelainan pada
mata tersebut sebelum meminta pertolongan.
4. Pemeriksaan khusus Mata :
 Sakit untuk mengedip/pergerakan
 Lakrimasi
 Fotofobia
 Kelopak menjadi kaku (blefarospasme)
 Tajam penglihatan menurun
 Ada bagian kornea yang jernih (dangkal/tipis)
 Warna iris seakan-akan berwarna lebih hitam.
Bila telah terjadi perforasi :
 Pupil akan terlihat lonjong.
 Cairan bilik mata depan dapat mengalir keluar
 Bisa terbentuk jaringan parut di kornea
 Iris prolap.
I. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan


tekanan intraokular.
2. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan atau kurang pengetahuan.
3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder
terhadap interupsi permukaan tubuh.
4. Gangguan persepsi sensori berhubungan penurunan visus dan ketajaman
penglihatan penyakit struktur mata.
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

J. Fokus Intervensi
1. Diagnosa: Nyeri Akut
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
 Latihan relaksasi
 Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri
yang efektif.
 Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan
analgesik.
2. Diagnosa: Risiko Infeksi
Tujuan: Tidak terjadi infeksi.
Intervensi :
Tingkatkan penyembuhan luka :
 Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai
diberitahukan untuk dilepas.
 Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara
keseluruhan, yang meningkatkan penyembuhan luka
pembedahan. Memakai pelindung mata meningkatkan
penyembuhan dengan menurunkan kekuatan iritasi.
 Gunakan tehnik aseptik untuk meneteskan tetes mata
 Cuci tangan sebelum memulai.
 Pegang alat penetes agak jauh dari mata.
 Ketika meneteskan, hindari kontak antara mata, tetesan dan alat
penetes.
 Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian antibiotik

3. Diagnosa: Risiko Cedera


Tujuan: Cedera dapat dicegah
Intervensi:
 Pre Op : Gunakan prosedur sesuai SOP ketika memberikan obat
 Post Op: Pertahankan posisi tempat tidur rendah, pengaman
tempat tidur terpasang, dan bel pemanggil di sebelah tempat tidur;
pertahankan kepala tempat tidur pasien kira-kira setinggi 45
derajat untuk 24 jam pertama; dan menganjurkan pasien untuk
menghindari batuk, bersin, dan membungkuk dengan kepala
lebih rendah dari panggul, serta mengejan untuk mencegah
peningkatan TIO.
4. Ansietas berhubungan dengan Perubahan Status Kesehatan
Tujuan : Ansietas menurun
Intervensi :Berikan informasi pengobatan secara akurat dan jujur dan
dorong pasien untuk mengungkapkan masalah dan
mengekspresikan perasaan.
Daftar Pustaka

Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta :
EGC. (2000).

Corwin, Elizabeth J., Buku Saku Patofisiologi Ed. 3. Jakrta, 2009, ECG

Gracella, F.L., Sutyawan, I.W.E. & Triningrat, A.A.M.P. 2017, ‘Karakteristik Penderita
Katarak Senilis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Tahun 2014’, E-Jurnal
Medika, vol. 6, no. 12, pp. 151–6.
Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI

James, Bruce., Trauma : Oftamologi edisi kesembilan. Erlangga, Jakarta, 2006.

Rahmawati, I., Dwiana, D., Effendi, E. & Reko, R. 2020, ‘Hubungan Katarak dengan
Tingkat Kemandirian Lansia di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia
(BPPLU) Provinsi Bengkulu’, Jurnal Ners LENTERA, vol. 8, no. 1, pp. 17–24.

Sri Rahayu Yulianti ASI. Ilmu Penyakit Mata. 5 ed. Jakarta: FK UI; 2014. 344 hlm

Webb, Lennox.A., Trauma : Manual of Eye Emergencies. Butterworth Heinemann,


London, 2004

Anda mungkin juga menyukai