Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. ADENGAN DIAGNOSAMEDIS ABLASIO RETINA


SISTEM PENGIDERAAN

Oleh :
Nama : Kriswanto Ciko
NIM : 2018.C.10a.0941

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini saya yang bertanda tangan
dibawah ini :
Nama : Kriswanto Ciko
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Tingkat : III A
Judul :Laporan Pendahuluan Dan Asuhan
Keperawatan Pada Tn. Adengan Diagnosamedis Ablasio
Retina Sistem Pengideraan.

Pembimbing

Rimba Aprianti, S.Kep., Ners

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Kriswanto Ciko
NIM : 2018.C.10a.0941
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada
Tn. ADengan DiagnosaAblasio Retinadi ruang Sistem
Pengideraan.

Telah melakukanasuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikanPraktik Pra Klinik Keperawatan 2 Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui
Ketua Program Studi Pembimbing Akademik
Sarjana Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep. Rimba Aprianti, S.Kep., Ners

ii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “ Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
Pada Tn.A DenganDiagnosa Ablasio Retinadi ruang Sistem Pengideraan RSUD”.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 2).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Nersselaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep.,Nersselaku coordinator Praktik Pra Klinik 2
Program Studi Sarjana Keperawatan
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 29 September 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
2.1 Konsep Penyakit ................................................................................ 4
2.1.1 Anatomi Fisologi ................................................................... 4
2.1.2 Definisi ................................................................................... 8
2.1.3 Etiologi ................................................................................... 9
2.1.4 Klasifikasi .............................................................................. 9
2.1.5 Fatosiologi (Pathway) ........................................................... 9
2.1.6 Manifestasi Klinis ................................................................. 12
2.1.7 Komplikasi ............................................................................ 12
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang ...................................................... 12
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ......................................................... 13
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan .................................................... 14
2.2.1 Pengkajian Keperawatan ......................................................... 14
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................... 15
2.2.3 Intervensi Keperawatan .......................................................... 15
2.2.4 Implementasi Keperawatan ..................................................... 17
2.2.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................. 17
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................ 18
3.1 Pengkajian ................................................................................ 18
3.2 Diagnosa ................................................................................. 26
3.3 Intervensi ................................................................................. 29
3.4 Implementasi ............................................................................ 31
3.5 Evaluasi ................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
SAP
LEAFLET

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Penyebab utama terjadi nya ablasio retina yang sering terjadi di dunia yaitu
myopia.Dilaporkan bahwa insiden myopia dari tahun ke tahun terus meningkat
dan perkembangan myopia secara progresif dan dapat mengakibatkan komplikasi
berupa ablasio retina, katarak, perdarahan vitreous, perdarahan koroid dan
strabismus serta dapat mengakibatkan kebutaan. (Khurana, 2016)
Mata adalah salah satu dari indera tubuh manusia yang berfungsi untuk
penglihatan.Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun
sering kali kurang diperhatikan, sehingga banyak penyakit yang menyerang mata
tidak diobati dengan baik dan menyebabkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan. (Danny, 2013)
Ablasio retina adalah suatu robekan yang dapat terjadi secara spontan akibat
adanya robekan idiopatik di retina perifer, tetapi dapat pula timbul didahului
tindakan intra okuler seperti katarak, filtering surgery, penyuntikan intravitreal
dan vitrektomi. (Simanjuntak, 2015)
World Health Organization (WHO) telah menetapkan myopia sebagai salah
satu prioritas utama untuk mengendalikan dan mencegah kebutaan di dunia dan
mencegah terjadi nya ablasio retina pada lansia di seluruh dunia tahun 2020 dan
diperkirakan prevalensi ablasio retina adalah 1 kasus dalam 10.000 populasi.
Ablasio retina terjadi 5 per 100.000 orang pertahun di Amerika Serikat dan terjadi
kira-kira 5-16 per 1.000 kasus yang disebabkan oleh operasi katarak dan semua ini
terdiri dari sekitar 30-40% dari semua ablasio retina yang dilaporkan. (Pandya,
2015)
Prevalensi kelainan retina di dunia adalah 1 kasus dalam 10.000 populasi.
Biasanya ablasio retina terjadi pada usia 40-70 tahun. Prevalensi meningkat pada
beberapa keadaan seperti miopi tinggi, afaksia/pseudofakia dan trauma. Pada
penderita ablasio retina ditemukan adanya myopia sebesar 55%, lattice
degenerasi 20-30% trauma 10-20% dan afaksia/pseuddofakia 30-40%. Traumatik
ablasio retina lebih sering terjadi pada orang muda dan ablasio retina akibat

1
2

yopia yang tinggi biasa terjadi pada usia 25-45 tahun dan laki-laki memiliki resiko
mengalami ablasio retina lebih besar dari perempuan. (Anma, 2014)
Berdasarkan data dari RISKESDAS tahun 2015 prevalensi kebutaan
nasional sebesar 0,4%, jauh lebih kecil dibandingkan prevalensi kebutaan tahun
2007 (0,9%). Prevalensi kebutaan penduduk tertinggi ditemukan di Gorontalo
(1,1%) diikiuti Nusa Tenggara Timur (1,0%), Sulawesi selatan, dan Bangka
Belitung (masing-masing 0,8%). Prevalensi kebutaan terendah ditemukan di
Papua dan Kalimantan (0,1%) diikuti Nusa tenggara Barat dan DI Yogyakarta
(masing-masing 0,2%)
Penting bagi kita untuk menjaga mata karena pengetahuan menurut
Notoatmodjo (2010), adalah hasil dari tahu yang dapat diketahui setelah orang
melakukan proses penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga dan sangat erat hubungannya dengan pendidikan baik secara formal
maupun informal,pengetahuan kesehatan yang baik dapat meningkatkan perilaku
sehat seseorang.Pengetahuan tentang bagaimana menjaga kesehatan mata sangat
penting dimiliki masyarakat karena salah satu faktor yang dapat menularkan
penyakit mata seperti konjungtivitis adalah pengetahuan seseorang. Jika seseorang
memiliki pengetahuan yang baik dan benar artinya ia memiliki dasar untuk
berperilaku secara benar pula karena pengetahuan dan sikap sangat mempengaruhi
prilaku seseorang.
Berdasarkan pada kenyataan dan masalah yang ada di atas, maka penulis
tertarik untuk mengetahui dan membahas penyakit ablasio retina sistem
pengindraan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka penulis mengambil
rumusan masalah bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan kebutuhan
dasar manusia pada pasein dengan ablasio retina pada Tn. A diruang Sistem
Penginderaan
3

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui konsep tentang
penyakit Ablasio Retina dan melaporkan gambaran hasil dari asuhan keperawatan
terhadap klien dengan diagnosa medis Ablasio Retina dengan pendekatan secara
komprehensif, dengan pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian
biologis, psikologis, sosial kultural dan spritual sampai pendokumentasian.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan diagnosa medis
Ablasio Retina di ruang sistem penginderaan.
1.3.2.2 Menentukan diagnosis keperawatan yang muncul pada klien dengan
Ablasio Retina di ruang sistem penginderaan.
1.3.2.3 Menentukan perencanaan keperawatan pada klien dengan Ablasio Retina
di ruang sistem penginderaan.
1.3.2.4 Memberikan implementasi keperawatan yang sesuai dengan rencana pada
klien dengan Ablasio Retina di ruang sistem penginderaan.
1.3.2.5 Mengevaluasi dan membuat dokumentasi hasil asuhan keperawatan pada
klien dengan Ablasio Retina di ruang sistem penginderaan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Untuk mengembangkan ilmu dan wawasan dari ilmu keperawatan
khususnya penyakit Ablasio Retina dan pengalaman langsung dalam melakukan
penelitian.
1.4.2 Untuk Institusi
Sebagai bahan atau sumber data bagi penneliti berikutnya dan bahan
pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan penelitian sejenis dan
untuk publikasi ilmiah baik jurnal nasional maupun internasional.
1.4.3Untuk IPTEK
Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama
dalam keperawatan komunitas yang menjadi masalah kesehatan pada masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.2 Konsep Penyakit
1.2.1 Anatomi Fisiolog

Gambar 1. Bola mata

Gambar 2.Fundus Okuli Normal (Ilyas, 2011)

Gambar 3.Lapisan retina

4
5

1.2.1.1 Bola Mata Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm.
Bola mata dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata
dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu :
1. Sklera adalah merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan
bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
Bagian terdepan skelera disebut disebut kornea yang bersifat transparan
yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan
kornea lebih besar disbanding sclera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vascular. Jaringan sclera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator terdiri atas jaringan ikat jarang
yang tersusun dalam bentuk yang dapat berkonsentrasi yang disebut
sebagai sel mioepitel. Sel ini dirangsang oleh system saraf simpatetik
yang mengakibatkan sel berkontraksi yang akan melebarkan pupil
sehingga lebih banyak cahaya masuk. Otot dilatators pupil bekerja
berlawanan dengan otot konstriktor yang mengecilkan pupil dan
mengakibatkan cahaya kurang masuk kedalam mata. Sedang sfingter iris
dan otot siliar di persarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di
badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan
siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata
(akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada
pangkal iris di batas kornea dan skelera. 3. Retina yang terletak paling
dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan
lapis membaran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi
ransangan pada saat optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang
potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dai
koroid yang disebut ablasi retina. Badan kaca mengisi rongga di dalam
bola mata dan bersifat gelatin yang hanya menempel papil saraf optik,
6

makula dan pars plana. Bila terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca
disertai dengan tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi ablasi
retina. Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuator
nya pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai
peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat
difokuskan di daerah makula lutea.
2.1.1.2 Fundus Okuli
Menurut IIyas (2011) Secara klinis, makula dapat didefinisikan sebagai
daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal atau xantofil.
Definisi alternatif secara histologis adalah bagian retina yang lapisan ganglionnya
mempunyai lebih dari satu lapis sel. Di tengah makula sekitar 3,5 mm disebelah
lateral diskus optikus, terdapat fovea yang secara klinis merupakan suatu
cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.
Fovea merupakan zona avaskuler di retina.Secara histologis, fovea ditandai
dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim
karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan
penggeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan
dalam retina.Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini
fotoreseptornya adalah kerucut, dan bagian retina yang paling tipis.
Substrat metabolisme dan oksigen dikirim ke retina dicapai melalui 2
sistem vaskuler terpisah, yaitu : sistem retina dan koroid. Metabolisme retina
secara menyeluruh tergantung pada sirkulasi koroid.Pembuluh darah retina dan
koroid semuanya berasal dari arteri oftalmik yang merupakan cabang dari arteri
karotis interna.
Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-arteri tanpa anostomose. Arteri
sentralis retina keluar pada optic disk yang dibagi menjadi dua cabang besar.
Arteri ini berbelok dan terbagi menjadi arteriole di sepanjang sisi luar optic
disk.Arteriol ini terdiri dari cabang yang banyak pada retina perifer.Sistem vena
ditemukan banyak kesamaan dengan susunan arteriol. Vena retina sentralis
meninggalkan mata melalui nervus optikus yang mengalirkan darah vena ke
sistem kavernosus.Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapilaris yang
berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina,
7

termasuk lapisan fleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoresptor, dan lapisan
epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari sentralis retina, yang mendarahi 2/3
sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah
terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami
ablasi.Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang,
yang membentuk sawar darah-retina.Lapisan endotel pembuluh koroid dapat
ditembus.Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen
retina.
2.1.1.3 Lapisan Retina
Menurut Martini (2011). Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya,
adalah sebagai berikut :
a. Membran limitans interna,merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca
b. Lapisan serat saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalamlapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.
c. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua
d. Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps
sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion
e. Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
f. Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan tempat sinaps
sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
g. Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis inti sel batang dan sel kerucut
Membran limitans eksternal, merupakan membran ilusi.Lapisan sel
kerucut dan sel batang (fotoreseptor), merupakan lapisan terluar retina,
terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel
kerucut.Epitelium pigmen retina merupakan lapisan kubik tunggal dari
sel epithelial. Retina menerima darah dari dua sumber yaitu korikapilaria
yang berada tepat diluar membrane Brunch‟s yang memperdarahi
sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan lapisan inti
luar, fotoreseptor dan lapisan pigmen retina serta cabang-cabang dari
8

arteri sentralis retina yang memperdarahi dua pertiga sebelah dalam.


Fungsi retina pada dasar nya ialah menerima bayangan visual yang
dikirim ke otak.Bagian sentral retina atau daerah makula memgandung
lebih banyak sel fotoreseptor kercucut dari pada bagian periferretina yang
memiliki banyak sel batang.Fotoreseptor kerucut berfungsi untuk sensasi
terang, bentuk serta warna.Fovea hanya mengandung fotoreseptor
kerucu.Apabila daerah fovea atau daerah makula mengalami gangguan,
maka visus sentral dan tajam penglihatan akanterganggu.Fooreseptor
batang berfungsi untuk melihat dalam suasana gelap atau remang-
remang. Apabila bagian perifer retina mengalami gangguan maka
penglihatan malam, adaptasi gelap dan penglihatan samping akan
terganggu.
2.1.2 Definisi
Menurut Ilyas (2015) ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel
kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen retina.Pada keadaan ini sel epitel
pigmen masih melekat erat dengan membrane Bruch.Sesungguhnya anatara sel
kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktur dengan
koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk
lepas secara embriologis.
Menurut Ilyas (2015) Ablasi retina (retinal detachment) adalah pemisahan
retina sensorik, yakni lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan
bagian dalam, epitel pigmen retina dibawahnya.
Menurut Tamsuri (2011) ablasio retina atau retinal detachment adalah
lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen yang terdiri dari nonregmatogen (tanpa
robekan retina) dan regmatogen (dengan robekan retina atau „‟break: tear &
hole‟‟) Retinal detachment occurs when neurosensory retinal separation occurs
from the retinal pigmented epithelial layer beneat it because the neurosensory
retina, the rod and conic part of the retina, is exfoliated from the nutritious
pigmented epithelium, the photosensitive cell is unable to peform its visual
functioning activity and result in loss of vision. (Smelzer, 2002) Jadi ablasio
retina adalah suatu keadaan terpisah atau terlepas nya epitel pigmen dan retina
sensorik dalam retina.
9

2.1.3 Etiologi
Ablasio retina dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma,
akibat adanya robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong
retina (rhematogen) atau tejadi penimbunan eksekudat dibawah retina sehinggan
retina terangkat (non rhematogen), atau tarikan jaringan parut pada badan kaca
(traksi).Penimbunan eksekudat terjadi akibat penyakit koroid, misalnya skleritis,
koroditis, tumor retrobulbar, uveitis dan toksemia gravidarum.Jaringan parut pada
badan kaca dapat disebabkan DM, proliferatife, trauma, infeksi atau pasca bedah.
(John, 2015)
2.1.4 Klasifikasi
2.1.4.1 Rhegmatogenous Retina Detachment (RRD): Diawali dengan adanya
robekan (break) pada retina yang menyebabkan masuknya cairan yang
berasal dari vitreus yang mencair (liquefaction) di antara lapisan sensoris
retina & RPE. (Budiono, 2013)
2.1.4.2 Non Rhegmatogenous Retinal Detachment
1. Traction Retinal Detachment: terlepasnya lapisan sensoris dari RPE
akibat dari tarikan oleh membran vitreoretina. Membran tersebut
terbentuk pada kasuskasus: Proliliverative Diabetic Retinopathy;
Retinopathy of Prematurity; Sickle Cell Retinopathy & penetrating
posterior segment trauma.
2. Exudative Retinal Detachment: masuknya cairan yang berasal dari
choriocapillary ke rongga subretina dengan cara menembus/melewati
lapisan RPE yang rusak. Pada umumnya terjadi pada kasus-kasus :
severe hypertension; choloridal tumor; neovaskulerisasi subretina;
retinoblastoma dan lainlain. (Budiono, 2013)
2.1.5 Patofisiologi
Menurut Budiono (2013) Longgarnya perlekatan antara epitel pigmen dan
retina menyebabkan keduanya bisa terlepas satu terhadap yang lain, sehingga
cairan bisa terkumpul diantaranya.Cairan tersebut biasanya berasal dari bagian
badan kaca yang cair yang dengan bebas melewati lubang di retina menuju
kedalam rongga yang terbentuk karena terlepasnya epitel pigmen dari retina
tersebut. Penyebab ablasio retina pada orang muda yang matanya tampak sehat
10

dan refraksi lensanya normal adalah karena adanya kelemahan perlekatan bagi
retina untuk melekat dengan lapisan dibawahnya.Kelemahan yang biasanya tidak
terdiagnosis letaknya dipinggir bawah retina. Kadang-kadang ditempat yang sama
terdapat kista retina kecil. Jika pinggiran retina terlepas dari perlekatannya maka
akan terbentuk suatu lubang seperti yang disebutkan diatas. Pada ablasio retina,
bagian luar retina yang sebelumnya mendapat nutrisi yang baik dari koroid.
Akibatnya akan terjadi degenerasi dan atropi sel reseptor retina. Pada saat
degenerasi retina terjadi kompenasasi sel epitel pigmen yang melakukan serbukan
sel ke daerah degenerasi. Akibat reaksi kompensasi akan terlihat sel epitel pigmen
di depan retina. Selain itu juga akan terjadi penghancuran sel kerucut dan sel
batang retina. Bila degenerasi berlangsung lama, maka sel pigmen akan
bermigrasi ke dalam cairan sub retina dank e dalam sel reseptor kerucut dan
batang.
Bila pada retina terdapat ruptur besar maka badan kaca akan masuk ke
dalam cairan sub retina. Apabila terjadi kontak langsung antara badan kaca dan
koroid. Apabila terjadi degenerasi sel reseptor maka keadaan ini akan berlanjut ke
dalam jaringan yang lebih dalam, yang kemudian jaringan ini diganti dengan
jaringan glia.
11

PATHWAY

TRAUMA

Non trauma :
 Retinopati Robekan Pada Retina
 Massa di koloid
 Toxomigravidarum
Cairan masuk ke
belakang mendorong
retina

ABLASIO Penimbunan eksudat Peningkatan TIO NYERI


dibawah retina

Retina terangkat
(Non Retmatogen)

Dilakukan operasi Kerusakan Retina

Sel Kerucut dan Batang


RESIKO INFEKSI Retina terpisa Dan sel epitel
pigmen retina

Tidak mampu menerima


gelombang cahaya

Ansietas Penurunan persepsi sensori : Kurang perawatan Diri


Visual

Resiko Cidera

Pathway Ablasio Retina Sumber : Jhon (2015)


12

2.1.6 Manifestasi Klinis


Menurut Tamsuri (2011) tanda dan gejala dari Ablasio retina adalah :
2.1.6.1 Gejala dini : floaters dan fotopsia (kilatan halilintar kecil pada lapangan
pandang)
2.1.6.2 Gangguan lapang pandang
2.1.6.3 Pandangan seperti tertutup tirai
2.1.6.4 Visus menurun tanpa disertai rasa sakit
2.1.6.5 Visus menurun
2.1.6.6 Gangguan lapang pandang
2.1.6.7 Pada pemeriksaan fundus okuli, tampak retina yang terlepas berwarna
pucat dengan pembuluh darah retina yang berkelok-kelok disertai atau
tanpa robekan retina
A. Astigmatisme
1) Penurunan ketajaman mata baik jarak dekat maupun jauh.
2) Tidak teraturnya lekukan kornea.
B. Presbiopi
1) Kabur saat membaca dekat
2) Kelelahan mata.
3) Mata berair.
4) Sering terasa pedas pada mata.
2.1.7 Komplikasi
Menurut Tamsuri (2011) komplikasi ablasio retina dibagi menjadi 2 :
2.1.7.1 Komplikasi awal setelah pembedahan : Peningkatan TIO, Glaukoma,
Infeksi, Ablasio koroid, Kegagalan pelekatan retina, Ablasio retina
berulang.
2.1.7.2 Komplikasi lanjut : Infeksi, lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva
atau erosi melalui bola mata, Vitreo retinapati proliveratif (jaringan parut
yang mengenai retina), Diplopia, Kesalahan refraksi, astigmatisme.
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang
2.1.8.1 Pemeriksaan Laboratorium, Dilakukan untuk mengetahui adanya
penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun
kelainan darah.
13

2.1.8.2 Pemeriksaan Ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasoografi juga


digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain
yang menyertainya seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing
intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui
kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksekudatif misalnya tumor
dan posterior skleritis.
2.1.8.3 Scleral indentation
2.1.8.4 Fundus drawing
2.1.8.5 Goldmann triple-mirror
2.1.8.6 Indirect slit lamp biomicroscopy
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Menurut Tamsuri (2011) penatalaksanaan dari ablasio retina yaitu :
2.1.9.1 Penderita tirah baring
2.1.9.2 Mata yang sakit ditutup dengan bebat mata
2.1.9.3 Pada penderita dengan ablasio retina nonregmatogen, bila penyakit
primernya sudah diobati, tetapi masih terdapat ablasio retina, dapat
dilakukan operasi cerclage.
2.1.9.4 Pada ablasio retina rematogen:
a. Fotokoagulasi retina: bila terdapat robekan retina dan belum terjadi
separasi retina.
b. Plombage local: dengan spons silicon dijahatikan pada episklera
didaerah robekan retina (dikontrol dengan oftalmoskop indirek
binuclear)
c. Membuat radang steril pada koroid dan epitel pigmen pada daerah
robekan retina dengan jalan:
- Diatermi
- Pendinginan
- Operasi cerclage
- Operasi ini dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan kaca pada
keadaan cairan subretina dapat dilakukan fungsi lewat sclera
14

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Identitas atau biodata klien Meliputi nama, umur, agama, jenis kelmain,
alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal
masuk rumah sakit, no. RM dan diagnose keperawatan.
2.2.1.2 Keluhan utama
Diisi tentang keluhan yang dirasakan klien pada saat dilakukan nya
pengkajian pertama kali dengan klien.
2.2.1.3 Riwayat
a. Riwayat penyakit : trauma mata, riwayat inflamasi (koroiditis), riwayat
myopia, retinitis.
b. Psikososial : kemampuan beraktivitas, gangguan membaca, resiko
jatuh, berkendaraan.
2.2.1.4 Riwayat penyakit dahulu
Pada klien kaji adanya riwayat diabetes mellitus, pasca bedah kornea,
defisit vitamin A dan tanyakan apakah sebelumnya klien sudah pernah memakai
kacamata atau kontak lensa.
2.2.1.5 Pengkajuan umum
a. Usia
b. Gejala penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipotiroid
c. Gejala penyakit mata : nyeri mata, penurunana ketajaman penglihatan,
kemeng bagian belakang mata (koroiditis) retinitis)
2.2.1.6 Pengkajian khusus mata
a. Fotopsia (seperti melihat halilintar kecil), terutama pada tempat
gelap; merupakan keluhan dini ablasio retina
b. Bayangan titik-titik pada penglihatan hingga terjadi kehilangan
penglihatan.
c. Kehilangan lapang pandang; gambaran kehilangan penglihatan
menunjukan kerusakan pada area yang berlawanan. Jika
kehilangan pada area inferior, kerusakan (ablasi) terjadi pada area
superior.
d. Sensasi mata tertutup (jika robekan luas).
15

e. Pemeriksaan funduk okuli dengan oftalmoskop didapatkan


gambaran tampak retina yang terlepas berwarna pucat dengan
pembuluh darah retina yang berkelok-kelok disertai atau tanpa
robekan retina.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Persepsi Sensori b.d penurunan ketajaman dan kejelasan
penglihatan.
2. Resiko perluasan Cedera b.d peningkatan aktivitas, kurangnya
pengetahuan.
3. Ansietas yang b.d kurang pengetahuan tentang kejadian operasi.
4. Resiko cedera berhubungan dengan peningkatan TIO, berdarahan,
kehilangan vitreus, pelepasan buckling, kegagalan pelekatan retina
5. Nyeri b.d luka pascaoperasi.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
A. Gangguan Persepsi Sensori b.d penurunan ketajaman dan kejelasan
penglihatan.
Kriteria hasil:
a. Klien mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi fungsi
penglihatan
b. Klien mengidentifikasi dan menunjukkan pola-pola alternatife untuk
mengingkatkan penerimaan ransangan penglihatan
Intervensi:
1. Kaji ketajaman penglihatan klien
2. Identifikasi alternative untuk optimalisasi sumber ransangan
3. Sesuaikan lingkungan untuk optimalisasi penglihatan
4. Anjurkan penggunaan alternative ransangan lingkungan yang dapat
diterima : audiotorik, taktil
B. Resiko perluasan Cedera b.d peningkatan aktivitas, kurangnya pengetahuan.
Kriteria hasil:
a. Klien menyebutkan faktor resiko meluasnya kehilangan penglihatan
b. Klien memeragakan penurunan aktivitas total
Intervensi:
16

1. Kaji lapang pandang klien pada mata yang sakit dan sehat setiap hari
2. Instruksikan klien untuk melakukan tirah baring total dengan posisi
khusus sesuai penyakit
3. Terangkan pada klien untuk meminimalkan pergerakan, menghindari
pergerakan tiba-tiba serta melindungi mata dari cedera (terbentur benda)
4. Anjurkan klien untuk segera melaporkan pada petugas bila terjadi
gangguan lapang pandang yang meluas dengan tiba-tiba
C. Ansietas yang b.d kurang pengetahuan tentang kejadian operasi.
Kriteria hasil:
a. Klien mengungkapkan kecemasan minimal atau hilang
b. Klien berpartisipasi dalam persiapan operasi
Intervensi:
1. Jelaskan gambaran kejadian pre- dan pascaoperasi, manfaat operasi, dan
sikap yang harus dilakukan klien selama masa operasi
2. Jawab pertanyaan khusus tentang pembedahan. Berikan waktu untuk
mengekspresikan perasaan. Informasikan bahwa pebaikan penglihatan
tidak terjadi secara langsung, tetapi bertahap sesuai penurunan bengkak
pada mata dan perbaikan kornea. Perbaikan penglihatan memerlukan
waktu enam bulan atau lebih.
D. Resiko cedera berhubungan dengan peningkatan TIO, berdarahan,
kehilangan vitreus, pelepasan buckling, kegagalan pelekatan retina.
Kriteria hasil:
a. Klien menyebutkan faktor yang menyebabkan cedera
b. Klien tidak melakukan aktivitas yang meningkatkan resiko cedera
Intervensi:
1. Diskusikan tentang rasa sakit, pembatasan aktivitas dan pembalutan
mata.
2. Tempatkan klien pada tempat tidur yang lebih rendah dan anjurkan untuk
membatasi pergerakan mendadak/tiba-tiba serta menggerakan kepala
berlebih.
3. Ajarkan klien untuk menghindari tindakan yang dapat menyebabkan
cedera.
17

4. Bantu aktivitas selama istirahat, ambulasi dilakukan berhati-hati.


E. Nyeri b.d luka pascaoperasi.
Kriteria hasil:
a. Klien mendemonstrasikan teknik penurunan nyeri
b. Melaporkan nyeri berkurang atau hilan
Intervensi:
1. Kaji skala nyeri setiap hari.
2. Anjurkan untuk melaporkan perkembangan nyeri setiap hari atau segera
saat terjadi peningkatan nyeri mendadak
3. Anjurkan pada klien untuk tidak melakukan gerakan tiba-tiba yang dapat
memprovokasi nyeri
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
5. Lakukan tindakan kolaborasi dalam pemberian analgesic topical sistemik
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang
Daftar Pustaka

Anma, A. M., dkk. (2014). Kebiasaan yang Bisa Menyebabkan Kejadian Rabun
Jauh di Poli Mata RSUD Kota Baubau.Makassar. Jurnal Vol. 1. ISSN:2356-
1092
Ilyas, S. (2010). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI. 76-78.
Notoatmodjo.(2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Renika Cipta.
Ramadhan, Muhammad. (2011). Hubungan Antara Lamanya Aktivitas
Melihat Dekat dan Miopia Pada Mahasiswa Tingkat IV FK UPN “Veteran”
Jakarta.Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Jakarta.
Budiono, S., dkk.(2013). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga
University Press.
Ilyas, S. (2015). Ilmu Penyakit Mata (5th ed.). Jakarta: Badan Penerbit FKUI, p.
5- 11.
World Health Organization (WHO). 2012. Vision 2020 The Right To Sight.
Geneva: World Health Organization.
Ablasio Retina Regmatogen pada penderita Myopia di Pusat Mata Nasional
Rumah Sakit Mata Cicendo jurnal Periode Oktober 2015 - Maret
2016https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/84f6645c36fb6
d4ce9fff8facf994dd3.pdf
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Hari/tanggal/jam pengkajian : Rabu, 28 September 2020, pukul 11:00 WIB


Nama Mahasiswa : Kriswanto Ciko
NIM : 2018.C.10a.0941
Program Studi : S1 Keperawatan
Tanggal Praktek : 29 September 2020

3.1 Pengkajian
3.1.1 Indentitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 28 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak / Indonesia
Agama : Kristen Protrstan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : S1 perikanan
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat : Jl. Hiu putih VII
TGL MRS : 28september 2020

3.1.2 Riwayat Kesehatan Keperawatan


3.1.2.1 Keluhan utama :
Penglihatan mata kiri mendadak buram
3.1.2.2 Riwayat penyakit sekarang :
3 hari yang lalu mata kiri dipukul teman. Pada tanggal 28 September 2020
Klien merasakan mata kiri buram di bagian mata lalu klien acuh-acuh saja
palingan sembuh sendiri karena tidak kunjung sembuh pada tanggal 29
semptember 2020 lalu dibawa untuk di rawat inap di ruamah sakit disana klien
diperiksa dengan keluhan klien mata semakin buram bagian bawah tidak melihat
sejak 3 hari lalu sebelum masuk rumah sakit. Klien tampak sakit sedang, saat di

18
19

IGD dilakukan tindakan pemasangan infus NaCL, infus di pasang di lengan kiri
15 tpm serta pasien di temani keluarga dan dilakukan pemeriksaan tindakan tanda-
tanda vital.Lalu dari IGD menyarankan untuk rawat inap dan dipindahkan ke
ruang rawat inap untuk penanganan lebih lanjut.

3.1.2.3 Riwayat penyakit sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Pasien mengatakan 3 tahun yang lalu operasi katarak dan retina robek pada
mata kiri
3.1.2.4 Pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada yang pernah mengalami sakit yang sama
sepertinya.
GENOGRAM KELUARGA :

Keterangan :
Laki-laki Pasien

Perempuan ...... Tinggal Serumah

Hubungan

Meninggal

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum
Pasien tampaksakit, berbaring dengan posisi terlentang kesadaran compos
menthis dan terpasang infus NaCL infus di pasang di lengan kiri 15 tpm serta
pasien di temani keluarga.
3.1.3.2 Status Mental
20

Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi cemas , bentuk badan


simetris, cara berbaring terlentang, suasana gelisah, berbicara jelas, fungsi kognitif
orientasi waktu pasien dapat membedakan antara pagi, siang, malam, orientasi
orang pasien dapat mengenali keluarga maupun petugas kesehatan, orientasi
tempat pasien mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight baik,
mekanisme pertahanan diri adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi
100 x/menit, pernapasan 20 x/menit dan suhu 37,50C.
3.1.4 Pernapasan (Breathing)
Respirasi 20 x/menit, suara napas vesikuler, tidak ada napas tambahan,
tidak sesak nafas, pola napas pasien teratur, tidak ada batuk dan bentuk dada dan
pergerakan dada simetris, tipe pernafasan dada dan perut.
3.1.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Tekanan darah : 130/80 mmHg, Nadi 100 x/menit dan teraba kuat, suara
jantung normal S1 S2 tunggal, suhu 37,5 º C, CRT < 2 detik, tidak sianosis, akral
teraba hangat.
3.1.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E:4 (membuka mata spontan), V: 5 (berbicara dengan jelas), M:
6 (mematuhi perintah), total nili GCS = 15, kesadaran compos mentis, pupil
isokor, reflek cahaya kanan dan kiri positif, Uji Syaraf Kranial :Nervus Kranial
(Olfaktorius) klien dapat membedakan bau parfume dan kopi,Nervus Kranial II
(Optikus) klien dapat melihat tulisan dengan baik, Nervus Kranial III
(Okulomotor) pupil klien bereaksi terhadap cahaya, Nervus Kranial IV
(Troklearis) klien dapat menggerakkan bola matanya, Nervus Kranial V
(Trigeminalis) klien tidak dapat merasakan nyeri ketika di cubit, Nervus Kranial
VI (Abdusen): klien dapat menggerakkan bola matanya kesamping Nervus
Kranial VII (Fasialis) klien dapat membedakan rasa gula manis, asam jeruk, dan
asin garam, Nervus Kranial VIII (Auditorius) klien dapat mendengar dengan baik,
Nervus Kranial IX (Glosofaringeus) klien dapat menelan nasi dengan baik,
Nervus Kranial X (Vagus) klien dapat menggerakkan rahang, Nervus Kranial XI
(Assesorius) klien dapat menggerakkan bahu dengan baik Nervus Kranial XII
21

(Hipoglosus) klien dapat menggerakkan lidah dengan baik,Hasil Uji Koordinasi


ekstremitas atas jari kejari positif, jari kehidung positif, ekstremitas tumit ke
jempol kaki positif, kesetabilan tubuh positif. Rafleks bisep kanan dan kiri positif
dengan skala 4, trisep kanan dan kiri positif dengan skala 4, brakioradialis kanan
dan kiri positif dengan skala 4, patella kanan dan kiri positif dengan skala 4,
akhiles kanan dan kiri positif dengan skala 4, reflek babinski kanan dan kiri positif
dengan skala 4.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3.1.7 Eliminasi Uri (Bladder) :
Produksi urine 1300ml/7jam, warna kuning, bau amoniak, dan tidak ada
masalah/lancer
3.1.8 Eliminasi Alvi (Bowel) :
Bibir terlihat tampak kering, gigi tampak tidak lengkap, gusi tampak tidak
ada luka, lidah tampak lembab, mukosa tampak lembab, tonsil tampak tidak ada
radang, tidak ada nyeri dan gangguan menelan, tidak ada haemoroid, BAB 2 x/hr,
warna coklat, konsistensi lembek, bising usus normal.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3.1.9 Tulang - Otot – Integumen (Bone) :
Kemampuan pergerakkan sendi bebas, ukuran otot simetris, kekuatan uji
otot ekstremitas atas 5/5, kekuatan uji otot ekstremitas bawah 5/5, dan tulang
belakan normal
Masalah keperawatan: tidak ada maslah keperawatan
3.1.10 Kulit-Kulit Rambut
Klien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan, kosmetik, suhu kulit
klien hangat, warna kulit putih pucat, turgor kulit baik, tekstur kuli halus, tidak
ada lesi, tekstur rambut halus, distribusi rambut sedikit, dan bentuk kuku simetris.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3.1.11 Sistem Penginderaan
Mata/Penglihatan
Gerakan bola mata klien tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan
(VOD) = 6/7 dan mata kiri (VOS) = 3/60, penglihatan mata kiri buram sebagian
mendadak,pandangan buram adanya penglihatan seperti kilatan cahaya, mata
22

klien tampak merah. Alat bantu penglihatan kacamata pada klien tidak adanya
nyeri pada mata bagian kanan. Telinga / Pendengaran Pendengaran klien normal
dan tidak ada masalah lain.Hidung / PenciumanBentuk hidung klien teraba
simetris, dan tidak ada keluhan lain.
Masalah Keperawatan :Gangguan Persepsi Sensori
3.1.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid teraba, dan mobilitas leher bebas.
3.1.13 Sistem Reproduksi
Baigian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-
gatal, gland penis baik/ normal, meatus uretra baik/ normal, tidak ada discharge,
srotum normal, tidak ada hernia, dan tidak ada kelainan lainnya.
3.1.14 Pola Fungsi Kesehatan
1) Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Menurut Tn.A kesehatan sangat penting, karena dengan sehat ia dapat
beraktivitas seperti biasanya dan Tn.A juga mengatakan bahwa saat ini ia
belum begitu mengerti tentang penyakit yang dideritanya.
2) Nutrisida Metabolism
Tinggi badan klien 160 cm, BB sekarang 41 Kg, dan BB sebelum sakit 41
Kg, IMT= (16,01 menunjukkan kategori kurus kerena

normal IMT 18-25) , tidak ada kesukaran untuk menelan, dan diet biasa.
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3 x sehari 3 x sehari
Porsi 5-6 sendok 5-6 sendok makan
makan
Nafsu makan Normal Normal
Jenis Makanan Nasi,ikan,daging, Nasi. Ikan, daging, sayur
sayur
Jenis Minuman Air mineral Air mineral
Jumlah minuman/cc/24 800 cc 2000 cc
jam
Kebiasaan makan Pagi,siang, Pagi, siang, malam
malam
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
23

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan


3) Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit : siang 1 jam, Malam : 8 jamSetelah sakit : siang kurang lebih
1 jam, Malam : kurang lebih 6-7 jam
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
4) Kognitif :
Pasien menyatakan takut/khawatir dengan penyakitnya danbelum begitu
mengerti tentang penyakitnya karena kurangnya pengetahuan dan
informasi.Klien tampak kebingungan saat ditanyakan mengenai penyakit
yang di deritanya
Masalah Keperawatan :-Defisit Pengetahuan
5) Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran ) :
Gambaran diri : pasien mengenali dirinya
Ideal diri : pasien ingin cepat sembuh
Identitas diri : pasien bersama seorang ibu
Harga diri : pasien cukup dipertahankan oleh keluarga
Peran : sebagai kepala keluarga
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
6) Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit pasien banyak melakukan kegiatan
Setelah sakit pasien hanya istirahat dan tidur di RS
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
7) Koping –Toleransi terhadap Stress
Pasien bila ada keluhan hamya istirahat dan bercerita pada keluarganya
Masalah Keperawatan :
8) Nilai-Pola Keyakinan
Pasien aktif dalam keyakinannya
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.15 Sosial – Spiritual
1) Kemampuan berkomunikasi
Klien berkomunikasi dengan lancar
2) Bahasa sehari-hari
24

Klien biasanya berkomunikasi menggunakan bahasa dayak dengan keluarga


dan menggunakan bahasa indonesia dengan petugas kesehatan.
3) Hubungan dengan keluarga
Klien memiliki hubungan ynag baik dengan keluarganya
4) Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Klien memiliki hubungan yang baik dengan teman satu kamar dan petugas
kesehatan.
5) Orang berarti/terdekat
6) Orang terdekat dan bebrarti bagi klien adalah keluarganya
7) Kebiasaan menggunakan waktu luang
Sebelum sakit : klien biasa menghabiskan waktu luang dengan berbincang
bersama keluarganya
8) Sesudah sakit : klien lebih banyak beristirahat
9) Kegiatan beribadah
Sebelum sakit : klien biasanya pergi kegereja untuk mengikuti persekutuan
ibadah
10) Sesudah sakit : klien lebih banyak beristirahat dan hanya berdoa di rumah
3.1.16 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)
Hasil Foto FundusTanggal 28September 2020

Jernih Kornea Jernih


Dalam Camera acculianterior Dalam
Kripti baik Iris Kripti baik
Bulat, isokor, rcl +, Pupil Bulat, isokor, RCL +,
RCTL + RCTL +
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreous humor Keruh
Reflex fundus (+), Funduskopi Reflex fundus (+),
papil bulat, batas papil bulat, batas
tegas, merah muda, tegas, merah muda,
CRD 0,3-0-4, aa/vv CDR 0,3-0,4,
2/3 refleks macula (+), pembuluh darah
25

tidak ada retina sulit


perdarahan/eksudat dinilai, reflek
macula sulit
dinilai
17,5 mmHg Tekanan intra okuler 13,0 mmHg

3.1.17 Penatalaksanaan Medis


Non medikamentosa Terapi bedah
Konsul ke soesialis mata bagian retina Operasi “sceral bulking”
Pasien banyak istirehat dan tidak
banyak bergerak
Mata tidak dikucek-kucek
Pemakaian kaca mata pada mata
kanan

Palangka Raya, 28 September 2020


Mahasiswa

Kriswanto Ciko
26

ANALISA DATA

DATA KEMUNGKINAN MASALAH


SUBYEKTIF DAN PENYEBAB
DATA OBYEKTIF
Ds : - Pasca operasi
(sesudah operasi) Gangguan persepsi
Klien mengatakan
sensori
pandangan buram
adanya penglihatan
katarak
seperti kilatan
cahaya
robek retina mata
Do :
- Mata klien
Gangguan persepsi sensori
tampakmerah
- VOD 6/7
- VOS 3/60
- Alat bantu
penglihatan kaca
mata
- TD : 130/80
S : 37,5°C

Ds : - Pasca operasi Defisit pengetahuan


Klien mengatakan
menyatakan takut
Robek retina mata
dan khawatir dengan
penyakitnya.

Ansietas
Do :
- Klien tampak
kebigungan saat
ditanyakan
mengenai
27

penyakit yang di
Deritanya
28

PRIORITAS MASALAH
1) Gangguan Persepsi Sensori berhubungan dengan penurunan ketajaman
dan kejelasan penglihatan ditandai dengan, Mata klien merah dan
penurunan lapang pandang. TTV : TD : 130/80S : 37,5°C
2) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan dan
informasi ditandai dengan klien tampak bingung saat di tanya tentang
penyakitnya.
29

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. A


Ruang Rawat : Sistem Pengideraan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan Persepsi Setelah dilakukan tindakan 1. periksa status mental, status 1. Untuk mengetahui
keperawatan selama 2 × 7 sensori, dan tingkat kenyamanan penyebab mata buram
Sensori berhubungan
Jam diharapkan penglihatan 2. diskusikan tingkat tolerasnsi 2. Untuk meminimalkan
dengan penurunan klien dapat kembali jelas terhadap beban sensori beban sensori
kriteria hasil 3. batasi stimulus lingkungan 3. Untuk membantu klien
ketajaman dan
- Mata klien membaik 4. ajarkan cara memanimalisasi terhindar dari cahaya
kejelasan penglihatan - pola-pola alternatife untuk stimulus yang terang
mengingkatkan 5. kolaborasi dalam meminimalkan 4. Meningkatkan
penerimaan ransangan prosedur/tindakan. kemampuan klien
penglihatan terhadap stimulus
- penglihatan klien lingkungan
membaik 5. Untuk meningkatkan
kesembuhan dan
persepsi sensori klien
30

Nama Pasien : Tn. A


Ruang Rawat : Sistem Pengideraan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1) Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Indetifikasi kesiapan dan 1) Untuk melihat kesiapan
keperawatan selama 2 × 7 kemampuan menerima informasi klien dalam menangkap
berhubungan dengan
Jam diharapkan rasa takut 2. Sediakan materi dan media ajaran
kurang pengetahuan dan kekewatiran klien dapat pendidikan kesehatan 2) Untuk membantu dalam
berkurang dengan hasil 3. Jadwalkan pendidikan kesehatan melakukan pendidikan
dan informasi ditandai
kriteria hasil sesuai kesepakatan kesehatan
dengan klien tampak - Klien mengetahui 4. Berikan kesempatan untuk 3) Untuk mengatur waktu
tentang penyakitnya bertanya yang tepat
bingung saat di tanya
5. Ajarkan perilaku hidup bersih dan 4) Untuk memberikan
tentang penyakitnya. sehat kesempatan pada peserta
5) Untuk mengajar hidup
sehat kepada klien
31

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. A


Ruang Rawat : Sistem Penginderaan
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan
perawat
Senin, 10ktober 2020 Diagnosa 1 S : - klien mengatakan kejelasan
1. memeriksa status mental, status penglihatan mulai membaik
sensori, dan tingkat kenyamanan O:
2. mendiskusikan tingkat tolerasnsi - Mata sudah tidak merah
terhadap beban sensori - Vod 6/6
3. membatasi stimulus lingkungan - Vos 6/5
4. mengajarkan cara memanimalisasi - TTV : TD : 120/70
stimulus
- S : 36,5°C
5. melakukankolaborasi dalam Kriswanto Ciko
meminimalkan prosedur/tindakan. - Kolaborasi tindakan relaksasi,
Klien tampak sudah nyaman dan
sehat.
A : Masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intrvensi 3
32

Nama Pasien : Tn. A


Ruang Rawat : Sistem Penginderaan
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan
perawat
Senin, 2 0ktober 2020 Diagnosa 2 S:
1. Mengindetifikasi kesiapan dan - Pasien mengatakan sedikit lebih
kemampuan menerima informasi mengerti tentang penyakit yang
2. Menyediakan materi dan media diderita
pendidikan kesehatan O:
3. Menjadwalkan pendidikan kesehatan - Klien mampu memahami yang
sesuai kesepakatan dijelaskan
4. Memberikan kesempatan untuk - Klien nampak memperhatikan
bertanya - Klien menerima penjelasan dengan Kriswanto Ciko
5. Mengajarkan perilaku hidup bersih baik
dan sehat - Klien mulai menjaga kebersihannya
A : Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Topik : Ablasio Retina


Sasaran : Keluarga pasien dan pasien di Ruang sistem pengindraan
Tempat : Ruang rawat inap
Hari/Tanggal : Kamis, 1 Oktober 2020
Jam : 10.00 – 10.30

A. Tujuan Instruksional Umum


Setelah diberikan penyuluhan kesehatan tentang ablasio retina, peserta mampu
mengerti, memahami serta melakukan pencegahanpenyakit ablasio retina
B. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep teori ablasio retina
2. Menjelaskan cara mengatasi ablasio retina
3. Menjelaskan cara mencegah ablasio retina
C. Materi (Terlampir)
D. Metode Penyuluhan
1. virtual
2. Tanya Jawab
E. Sasaran
1. Pasien
2. Keluarga pasien
F. Setting Tempat
Kamera (virtual)
G. Pengorganisasian
CI Akademik : Rimba Aprianti, S.Kep., Ners
Penyaji : kriswanto ciko

Uraian Tugas
1. Moderator
a. Menyampaikan salam pembuka.
b. Memperkenalkan anggota kelompok.
c. Menyampaikan kontrak waktu.
d. Menyampaikan tujuan dari penyuluhan.
e. Menyampaikan mekanisme penyuluhan.
f. Menggali pengetahuan peserta penyuluhan.
g. Membuka sesi tanya jawab.
h. Mengevaluasi pemahaman peserta dengan bertanya kembali.
i. Memberikan reward pada peserta yang bisa menjawab pertanyaan
penyaji.
j. Menyimpulkan materi penyuluhan.
2. Penyaji
a. Menggali pengetahuan dan pengalaman dari peserta tentang materi
penyuluhan.
b. Menyampaikan materi penyuluhan.
c. Melakukan umpan balik terhadap materi yang telah disampaikan.
3. Fasilitator
a. Mengundang atau mengajak peserta untuk mengikuti penyuluhan.
b. Memotivasi peserta untuk fokus pada penyampaian penyuluhan.
c. Memotivasi peserta untuk mengajukan pertanyaan.
d. Membantu penyaji dalam menjawab pertanyaan.
4. Observer
a. Mengobservasi jalannya penyuluhan.
b. Mengevaluasi tugas dari masing-masing peran.
H. Media
 Leaflet (lembar balik)
I. Kegiatan Penyuluhan
No Tahapan waktu Kegiatan pembelajaran Kegiatan peserta
1 Pembukaan 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
(5 menit) dan
3. Kontrak waktu memperhatikan
4. Menjelaskan 3. Menyetujui
tujuan penyuluhan 4. Mendengarkan
5. Menjelaskan topik yang akan dan
diberikan memperhatikan
5. Mendengarkan
dan
memperhatikan
2 Kegiatan Inti 1. Menjelaskan konsep teori 1. Mendengarkan
( 15 menit ) inkontinensia urin dan
2. Menjelaskan cara melakukan memperhatikan
senam kegel 2. Mendengarkan
3. Mempraktikkan senam kegel dan
memperhatikan
3. Mempraktikkan
3 Penutup 1. Mengevaluasi kemampuan 1. Menjawab
peserta tentang senam kegel pertanyaan
5 menit dengan tanya jawab
2. Kesimpulan dari penyuluhan
kesehatan 2. Mendengarkan
3. Salam penutup
3. Mendengarkan dan
menjawab salam

J. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Kesiapan SAP dan materi.
b. Kesiapan media : leaflet
c. Peserta hadir di tempat penyuluhan tepat waktu.
d. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di Ruang sistem pengindraan
e. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya.
2. Evaluasi Proses
a. Fase dimulai sesuai dengan waktu yang direncanakan.
b. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan.
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar.
d. Suasana penyuluhan tertib.
e. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan.
f. Jumlah hadir dalam penyuluhan minimal 10 orang peserta.
3. Evaluasi Hasil
Peserta dapat:
1. Menjelaskan konsep teori ablasio retina
2. Menjelaskan cara mengatasi ablasio retina
3. Menjelaskan cara mencegah ablasio retina
Lampiran
ABLASIO RETINA

A. Definisi
Ablasio retina adalah gangguan mata yang terjadi ketika retina (selaput
bening di belakang mata), terlepas dari bagian belakang mata.Apabila retina
lepas, sel mata dapat menjadi kekurangan oksigen.Terlepasnya retina dari
struktur mata menyebabkan kehilangan penglihatan sebagian atau bahkan bisa
total, bergantung seberapa banyak bagian retina yang lepas (Solomon, 2019).
B. Penyebab Ablasio Retina
Adapunbeberapapenyebabablasio retinaadalah:
 Ablasi primer (mata sebelumnya tidak sakit)
1. Degeneratif : dimana proses sklerosis menyebabkan retina menjadi
degeneratif, sehingga menimbulkan robekan. Pada orang tua dengan miopi
tinggi sering timbul degenerasi kistoid yang mudah pecah sehingga
menimbulkan ablasio retina
2. Miopi tinggi
3. Trauma
 Ablasi sekunder (ablasi yang ditimbulkan akibat penyakit lain)
1. Tumor koroid atau retina yang tumbuh kedepan, dimana terjadi pelepasan
retina yang disusul dengan timbulnya eksudasi oleh karena rangsangan
cairan dan mengumpul di dalam celah potensial dan menyebabkan ablasio
retina.
2. Transudat pada pasien dengan hipertensi, retinopati refretika pada pasien
diabetes.
3. Eksudat pada koroiditis : transudat dan transudat yang terkumpul dalam
celah potensial sehingga menyebabkan ablasio retina tanpa didahului
robekan.
4. Retraksi pada retinitis akibat perdarahan dibadan kaca yang dapat
menimbulkan robekan
C. Tanda Dan Gejala Ablasio Retina
Tandadangejalaablasio retinaadalah:

1. Pandangan kabur
2. Kehilangan sebagian penglihatan. Pandangan mata tampak buram
seperti tertutup tirai
3. Kilatan cahaya mendadak yang muncul saat melihat ke samping
4. Area gelap pada bidang penglihatan
5. Melihat banyak floaters, yaitu serpihan-serpihan yang tampak seperti
flek hitam atau benang yang mengambang di depan mata

D. Klasifikasi Ablasio Retina


1. Ablasio Retina Regmatogenosa.
Suatu keadaan pemutusan total retina sensorik, traksi vitreus dengan
derajat bervariasi dan mengalirnya vitreus cair melalui robekan ke
dalam ruang subretina. Ablasio retina regmatogenosa spontan biasanya
didahului oleh atau disertai oleh pelepasan vitreus posterior dan
berhubungan dengan myopia, afakia, degenerasi lattice, dan trauma
mata.
Manifestasi Klinis:
Retina yang mengalami ablasio dapat dilihat pada oftalmoskop sebagai
membrane abu-abu merah muda yang sebagian menutupi gambaran
vascular koroid.Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang
subretina (ablasio retina bulosa), didapatkan pergerakan undulasi
retina ketika mata bergerak.Satu robekan pada retina terlihat agak
merah muda karena pembuluh darah koroid dibawahnya. Mungkin
didapatkan debris terkait pada vitreous yang terdiri dari darah
(perdarahan vitreous)dan pigmen, atau kelopak lubang retina
(operkulum) dapat ditemukan mengambang.(James et al, 2003)
Sedangkan menurut Vaughan dan Ashbury (2010), pada oftalmoskopi
inderk dengan depresi sclera memperlihatkan peninggian retina
sensorik yang lepas dan berwarna translusen dengan satu atau lebih
pemutusan retina sensorik total, misalnya robekan berbentuk tapal
kuda, lubang atrofik bundar, atau robekan sirkumferensial anterior
(dialysis retina). Robekan tapal kuda paling sering terjadi di kuadran
superotemporal, lubang atrofik di kuadran temporal, dan dialysis retina
di kuadran inferotemporal. Bila terdapat robekan retina multiple,
defek-defek mtersebut biasanya terletak 90 derajat satu sama lain.
2. Ablasio Retina Akibat Traksi
Menurut Vaughan dan Ashbury(2010), ablasio retina akibat traksi
adalah jenis tersering pada retinopati diabetic proliferative.Kelainan ini
juga dapat menyertai vitreoretinopati proliferative, retinopati
prematuritas, atau trauma mata.Pelepasan retina akibat traksi adalah
pelepasan retina sensori tanpa robekan retina.Penyebab tersering
adalah diabetes kronik.Pelepasan biasanya terletak posterior terhadap
ekuator dan disebabkan oleh traksi corpus vitreous pada daerah
retinitis poliferan.(Vaughan, 2010)
Manifetasi Klinis:
Ablasio retina akibat traksi memiliki permukaan yang lebih konkaf dan
cenderung lebih terlokalisasi, biasanya tidak meluas ke ora
serata.Gaya-gaya traksi menarik retina sensorikmenjauhi epitel pigmen
di bawahnya secara aktif, menuju basis vitreus.Traksi ini disebabkan
oleh pembentukan membrane vitreosa, epiretina, atau subretina yang
terdiri atas fibroblast dan sel glia atau sel epitel pigmen retina.Pada
mulanya, pelepasan mungkin terlokalisasi di sepanjang arcade-arkade
vascular, tetapi dapat meluas hingga melibatkan retina midperifer dan
macula.Traksi fokal dari membrane-membran seluler dapat
menyebabkan robekan retina dan menimbulkan kombinasi ablasio
retina regmatogenosa-traksional. Vitreoretinopati proliferative
merupakan komplikasi ablasio retina regmatogenosa.(Vaughan dan
Ashbury, 2010). Perlekatan kembali ablasio retina traksi dengan
tindakan vitrectomy diindasikan hanya apabila jelas dijumpai
perluasan baru proses pelepasan tersebut dalam makula.
3. Ablasio Retina Serosa dan Hemoragik
Menurut Vaughan dan Ashbury (2010) klasifikasi Ablasio Retina yang
ketiga adalah Ablasio Retina Serosa dan Hemoragik, dimana ablasio
ini dapat terjadi walaupun tidak terdapat pemutusan retina atau traksi
vitreoretina.Ablasio ini adalah hasil dari penimbunan cairan retina
sensorik dan terutama disebabkan oleh epitel pigmen retina dan
koroid.(Vaughan dan Ashbury, 2010).
A. Pencegahan Ablasio Retina
Terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mencegah ablasio
retina, yaitu:
1. Segera periksa ke dokter mata apabila muncul floaters, kilatan cahaya,
atau terdapat perubahan apa pun pada lapang pandang.
2. Rutin memeriksakan mata minimal satu kali setiap tahun. Pemeriksaan
harus dilakukan lebih sering jika menderita diabetes.
3. Rutin mengontrol kadar gula dan tekanan darah, agar kondisi pembuluh
darah retina tetap sehat.
4. Gunakan pelindung mata saat berolahraga atau saat melakukan aktivitas
yang berisiko mencederai mata.

B. Cara Mengatasi Ablasio Retina


Terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi ablasio
retina, yaitu:
1. Tirah baring dan aktivitas dibatasi
2. Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan oranglain untuk mencegah
cidera
3. Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan
harus dipertahannkan sehingga gas mampu memberikan tamponade
yang efektif pada robekan retina
4. Pasien tidak boleh terbaring terlentang
5. Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan
paska operasi
6. Pembedahan:
a) Prosedur laser
Untuk menangani ablasio retina eksudatif/serosa sehubungan
dengan proses yang berhubungan dengan tumor atau inflamasi
yang menimbulkan cairansubretina yang tanpa robekan retina.
Kritoterapi atau laser digunakan untuk menimbulkan adesi antara
epitel pigmen dan retinosensorik sehingga mencegah influks cairan
lebih lanjut ke dalam ruang sub retina, mengalirkan cairan sub
retina ke dalam dan keluar, dan meredakan reaksi vitreoretina.
Teknik ini memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah
dibandingkan cara lain dan hanya digunakan pada robekan retina
tunggal kecil yang mudah dicapai, cairan sub retina yang minimal,
dan tidak adanya traksi vitroretina.
b) Pembedahanscleral buckling
Retinopati diabetika /trauma dengan perdarahan vitreus
memerlukan pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik
pada retina yang ditimbulkan.Pelipatan (buckling) sklera
merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan kembali
retina.Pembedahan ini mempertahankan retina di posisinya
sementara adhesi korioretinanya terbentuk, dengan melekukkan
sklera menggunakan explan yang dijahitkan pada daerah robekan
retina. Teknik ini juga mengatasi traksi vitreoretina dan
menyingkirkan cairan sub retina dari robekan retina. Angka
keberhasilannya adalah 92-94% pada kasus-kasus tertentu yang
sesuai. Komplikasinya antara lain: perubahan kelainan refraksi,
diplopia akibat fibrosis atau terganggunya otot-otot ekstra okular
oleh eksplan, ekstrusi eksplan, dan kemungkinan peningkatan
resiko vitreoretinopati proliferetif.
Pembedahan scleral buckling diperlukan untuk:
1. Untuk menutup lubang di retina, dengan membentuk kembali
ruang kedap air intra retina.
2. Untuk membatasi lag innersial cairan dan gel dalam
hubungannya dengan retina
3. Untuk mendekatkan dan menabal kedua lapisan retina di
sekitar robekan untuk melawan efek pusaran arus di dalam
rongga vitreousa
c) Krioterapi transkleral
Dilakukan pada sekitar tiap robekan retina menghasilkan adhesi
korioretina yang melipat robekan sehingga cairan vitreus tak
mampu lagi memasuki rongga subretina. Sebuah/ beberapa silikon
(pengunci) dijahitkan dan dilipatkan ke dalam skler, secara fisik
akan mengindensi/melipat sklera, koroid, danlapisan fotosensitif ke
epitel berpigmen, menahan robekan ketika retina dapat melekat
kembali ke jaringan pendukung dibawahnya, maka fungsi
fisiologisnya ormalnya dapat dikembalikan. ( Smeltzer, Suzanne,
2012).
d) Vitrectomy
Dilakukan pada Ablatio retina yang sudah complicated yang tidak
dapat ditangani dengan cara tersebut diatas. Dengan menggunakan
peralatan canggih, dokter Spesialis Bedah Mata akan melakukan
operasi ke dalam rongga bola mata untuk membersihkan Vitreous,
mengupas jaringan ikat pada permukaan retina, menempelkan
retina, dan melakukan Laser Fotokoagulasi. Selanjutnya rongga
bola mata diisi dengan gas atau cairan Silikon.Tidak jarang
dilakukan operasi kombinasi dengan pemasangan Encircling /
Buckle, bahkan bila perlu operasi katarak.
Tindakan ini memungkinkan pelepasan traksi vitreo-retina,
drainase internal cairan sub retina – jika diperlukan dengan
penyuntikan perfluorocarbon atau cairan berat, dan penyuntikan
udara atau gas yang dapat memuai untuk mempertahankan retina
pada posisinya, atau penyuntikan dengan minyak jika dibutuhkan
tamponade retina yang lebih lama. Teknik ini digunakan bila
terdapat robekan retina multiple, di superior, atau di posterior; bila
visualisasi retina terhalang, misalnya oleh perdarahan vitreus; dan
bila ada vitreoretinopati proliferatif dan bermakna.Vitrectomy
menginduksi pembentukan katarak dan mungkin
dikontraindikasikan pada mata fakik.Mungkin diperlukan
pengaturan posisi pasien pasca operasi.
Hasil akhir penglihatan pasca bedah ablasio retina regmatogenosa
terutama tergantung dari status praoperasi makula.Apabila makula
terlepas, pengembalian penglihatan sentral biasanya tidak
sempurna.Oleh karena itu, tindakan bedah harus segera dilakukan
selagi makula masih melekat. Bila makula sudah terlepas,
penundaan tindakan bedah hingga 1 minggu tidak mengubah hasil
akhir penglihatan
Ablasio retina Apa itu ablasio retina? Tanda dan gejala?

blasio retina adalah gangguan mata  munculnya kilatan cahaya yang


yang terjadi ketika retina (selaput bening di sangat terang di lapang pandang.
belakang mata), terlepas dari bagian  Muncul bintik-bintik hitam yang
belakang mata. Apabila retina lepas, sel beterbangan di lapang pandang
mata dapat menjadi kekurangan oksigen.  Muncul tirai hitam di lapang
pandang
 Tidak ditemukan adanya rasa nyeri
atau nyeri kepala

Oleh :
Apa saja penyebabnya :
Kriswanto Ciko
Retina
1) Penderita rabun jauh (miopia)
merupakan bagian mata yang peka 2) Faktor keturunan
Tingkat : III A
terhadap cahaya. Tugas utama dari retina 3) Pukulan yang keras.
adalah mengubah cahaya menjadi sinyal 4) Komplikasi, diabetus melitus
saraf. 5) Pada usia lanjut
Pengobatan penyakit
Yang perlu diperhatikan Pencegahan Ablasio Retina
ablasio retina
Pre operatif :
1) Menciptakan lingkungan yang aman
Pengobatan yang dilakukan untuk
bagi pasien
menyembuhkan ablasio retina adalah dengan : 1) Segera periksa ke dokter mata apabila
2) Membantu pasien dalam melakukan
muncul , kilatan cahaya, atau terdapat
- Pembedahan laser, digunakan untuk aktivitas
perubahan apa pun pada lapang
menutup robekan pada retina yang biasanya 3) Memberikan edukasi kepada pasien
pandang.
ditemukan sebelum terjadi ablasio. tentang kondisi dan prosedur yang harus
2) Rutin memeriksakan mata minimal
dijalani
satu kali setiap tahun. Pemeriksaan
Pos operatif :
harus dilakukan lebih sering jika
1) Memberikan lingkungan yang tenang
menderita diabetes.
bagi pasien
3) Rutin mengontrol kadar gula dan
2) Mengajarkan teknik relaksasi untuk
tekanan darah, agar kondisi pembuluh
mengatasi nyeri
darah retina tetap sehat.
3) Kolaborasi dalam pemberian analgesik
4) Gunakan pelindung mata saat
4) Melakukan perawatan dengan teknik
berolahraga atau saat melakukan
aseptik untuk mencegah infeksi
aktivitas yang berisiko mencederai
- pemberian dingin dengan jarum es yaitu mata.
untuk mencegah penimbunan kembali
cairab dibelakang retina .
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer,S& Bare (2012). Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8. Jakarta : EGC
2. Vaughan, D ( 2010). Oftalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3 ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.
4. Apley, A. G. and Solomon, L. (2019) Apley and Solomon‟s System ofOrthopaedics
and Trauma. tenth Edit. Edited by B. Ashley W, R. Michael,and W. David. New
York: CRC Press. Available at: .
5. Ablasio Retina Regmatogen pada penderita Myopia di Pusat Mata Nasional Rumah
Sakit Mata Cicendo. Jurnal Periode Oktober 2015 - Maret 2016
6. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NERS
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp. (0536)3327707

LEMBAR KONSUL

Nama Mahasiswa : Kriswanto Ciko


Program Studi : S1 Keperawatan
Tingkat / Semester : III A / V
Preseptor Akademik : Rimba Aprianti, S.Kep., Ners

NO Hari / Hasil Konsultasi TTD TTD


Tanggal Preseptor Mahasiswa
1 Selasa 1. Pre Conference
2. Perbaiki susunan Judul
29-09-
3. Perhatikan sistematika penulisan
2020 4. Perbaiki BAB 1 Tujuan Umum dan
Tujuan Khusus
5. Ubah susunan sub temanya
6. Cari referensi yang relefan dan aktual
7. Masukkan jurnal terkait dan lampirkan
8. Perbaiki Patway
9. Lanjutkan BAB 2 Askep
10. Sarjana Keperawatan3A is inviting you
to a scheduled Zoom meeting
Topic: Rimba Prianti Pre Conference
PPk II Kel. 1 Kelas 3a Sistem
Pengindraan
https://zoom.us/j/92641546357?pwd=a
2ZVOFoyWkNLSWYrYmFCSG1IOD
crUT09
Meeting ID : 926 4154 6357
Passcode : C4V73T
Senin, 05 1. Bimbingan Askep
oktober 2. Perhatika sistematika peulisan
2020 3. Masukkan daftar pustaka
4. Masukkan jurnal terkait minimal 1
Sarjana Keperawatan 3A is inviting you to
a scheduled Zoom meeting.
Topic: Bimbingan Askep PPK II Kel. 1
Kelas 3A pembimbing Rimba Aptianti
dengan kasus sistrm Pengindraan
Time: Oct 5, 2020 02:00 PM Jakarta
Join Zoom Meeting
https://zoom.us/j/92226886849?pwd=Rkd
Cb1pqWG0ycmJsR3pmcCswY25uZz09
Meeting ID: 922 2688 6849
Passcode: gFRLN4

1. Bimbingan Post conference 3 R


2. Perbaiki implementasi anda dan hasil
a
masukkan ke evaluasi
3. Perbaiki setingan dari SAP b
4. Perhatikan sistematika penulisan
u
5. Masukkan jurnal terkait minimal 1
6. Sarjana Keperawatan 3A is inviting you 0
to a scheduled Zoom meeting
7
Topic: Bimbingan Post Conference
PPK II kel. 1 Kelas 3a Pembimbing -
Rimba Aprianti Sistem pengindraan
Time:Oct 7, 2020 06.00 PM 1
Jakartahttps://zoom.us/j/96601075980?
0
pwd=VUhhMEVhbUpPbGs1NEo0bVh
3d0hyQT09 -
Meeting ID : 966 0107 5980
2
Passcode : 6Qs5gs
0
2
0
R
a
Ablasio Retina Regmatogen pada penderita Myopia di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo
Periode Oktober 2015 - Maret 2016.
Putu Budhiastra*, Iwan Sovani**, Arief S.Kartasasmita**, Erwin Iskandar**,
Rova Virgana**,Ratu Puri Paramita**.
* Bagian I.K.Mata FK Unud FK Unud Denpasar.
** Unit Vitreoretina, Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Cicendo Bandung

Abstract
Introduction
Objective
To report the characteristic and the outcomes of management of rhegmatogen retinal detachment in myopia
patients.
Methods
Retrospective- observational study of 77 myopic patients who had undergone surgery of rhegmatogen retinal
detachment from October 2015 to March 2016. Data were collected from the medical records, history taking,
and by observing the operation .The post operative visual acuity and retinal condition were recorded from day
first until 30 days after surgery.
Results
The mean age of this study was 54,36 years old from total of 77 myopic patients. There were10 patients with
mild myopia (12,99%), 23 patients with moderate myopia (29,87%) and 44 patients with high myopia
(57,14%). Pneumatic retinopexy was done in 9 patients ( 11,69 %), scleral buckled in 20 patients (25,97%) ,
pars plana vitrectomy (PPV) with gas tamponade in 11 patients (14,29%), and PPV with silicone oil tamponade
was done in 37 patients(48,05%). In one month period, redetachment has occurred in 3 patient who had
undergone pneumatic retinopexy (27,27%), 8 patientswho had scleral buckle (40 %) , 5 patients who had PPV
with gas tamponade ( 45,45 %), and 8 patients who had PPV with silicone oil tamponade (21,62%).
Conclusion :
Most emergency cases were done on the same day with pneumatic retinopexy in Cicendo Eye Hospital. High
myopia was the most common cases. The most common procedure which has been done was PPV with silicone
oil tamponade. The last choice management ofredetachment cases is by PPV with silicone oil tamponade..
Keywords : myopia, rhegmatogen retinal detachment, pars plana vitrectomy .
Pendahuluan resiko beberapa jenis gangguan di pusat retina,
dengan kehilangan penglihatan yang signifikan 5 .
Ablasio retina adalah lepasnya lapisan syaraf Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
penglihatan dalam bola mata dari lapisan di mengevaluasi karakteristik pasien myopia dengan
bawahnya atau lapisan retina pigmen epitelium ablasio retina regmatogen yang menjalani operasi ,
(RPE) dengan akumulasinya cairan subretina1.2.3 . karakteristik tindakan operasi dan timbulnya
Pada ablasio retina regmatogen (ARR) dimana redetach beberapa waktu setelah operasi.. Metode
ablasio terjadi akibat adanya robekan pada retina Penelitian ini merupakan retrospektif observasional
sehingga cairan masuk ke belakang antara sel dari pasien myopia yang berkunjung ke Rumah
pigmen epitel dengan retina , dengan akibat retina Sakit Mata Cicendo Bandung yaneg didiagnosa
terangkat dan terlepas dari lapisan pigmen epitel . ablasio retina regmatogen (ARR), yang menjalani
Pada ablasio retina syaraf penglihatan dalam bola operasi pada periode Oktober 2015 sampai Maret
mata lepas dari lapisan dibawahnya dengan akibat 2016 . Data pasien diambil dari rekam medik,
retina tidak dapat mengirimkan rangsangan cahaya kemudian dilakukan wawancara dan dilakukan
ke otak sehingga penglihatan di daerah yang lepas pengamatan pada waktu operasi sampai 30 hari
akan terganggu.2.4. Kejadian ARR yaitu sekitar 1 setelah operasi.Kriteria inklusi penelitian ini adalah
dari 10.000 populasi normal . Kemungkinan ini (1).diagnose mata ARR pada myopia akan
meningkat pada pasien dengan myopia ( 40-50%), dilakukan tindakan operasi baik emergency atau
pasca operasi katarak ( 30-40%) dan trauma okuli berencana yang menjalani operasi di RS Mata
(10- 20%). 4.5 Mengenai kedua mata kira2 10%. Cicendo .(2). pasien myopia dengan ARR dengan
Insiden nya terjadi pada umur 45 sampai 65 tahun ukuran mulai - 1.00 yang didapat dari rekam medik
tetapi bisa terjadi pada umur lebih muda jika terjadi atau anamnesa langsung pada pasien atau
pada penderita myopia yaitu dapat terjadi pada keluarganya dan penderita atau keluarganya
umur 25- 45 tahun.56 Managemen pada ablasio bersedia diwawancara. (3). Pasien tersebut bisa
retina regmatogen dapat berupa laser diikuti mulai pre op, jenis tindakan dan evaluasi
photokoagulasi, pneumatic retinopeksi, scklera post operasi sampai 30 hari. 4. pasien myopia
buckle dan pars plana vitrektomi (PPV) dengan dengan ARR pada saat penelitian menjalani operasi
tamponade gas atau minyak silicon. Myopia atau lanjutan (evakuasi minyak silikon, PPV ulang,
juga disebut penglihatan dekat adalah kelainan membrane peeling atau fluid gas exchange ) dimana
refraksi dimana bayangan jatuh didepan retina mata operasi sebelumnya tidak pada periode penelitian
dan dibagi menjadi tiga yaitu myopia ringan ini. Kriteria eksklusi penelitian yaitu : 1. ukuran
meliputi kekuatan rendah sampai -3,00 dioptri (D), myopia kurang dari - 1.00 atau tidak ditemukan
myopia sedang dengan ukuran -3.00 sampai -6,00, pada rekam medik, 2.usia kurang dari 10 tahun ,
dan myopia tinggi yaitu kekuatan yang lebih besar 3.penderita tidak merasa ada minus/kaca mata
dari -6.00. Miopia tinggi sering memerlukan minus walaupun pada funduskopi ditemukan
perhatian yang lebih serius.7. . Pada pasien dengan gambaran fundus myopia yang nyata .4. pasien
myopia tinggi , yang mencapai sekitar 2 % dari myopia dengan ablasio retina yang disertai
populasi, lebih mungkin untuk menderita penyakit kekeruhan vitreus sehingga pencarian break tidak
mata tertentu seperti glaucoma atau katarak , dan bias.. Pemeriksaan dilakukan funduskopi indirek
lebih khusus yang berhubungan dengan retina yaitu melihat lokasi break. Kemudian dicatat jenis
ablasio retina , degenerasi retina sentral dan lainnya. rencana tindakan .Setelah didiagnosa oleh dokter
Dr. Carlos Mateo mengatakan 40 % dari pasien konsultan maka pemilihan tindakan tergantung
myopia dengan lebih dari 8 dioptri akan mengalami dokter konsultan baik itu emergensi atau berencana,
dan kemudian dikunsulkan ke bagian ilmu penyakit Karakteristik Jumlah Persentase (n=77) (%) Jenis
dalam dan anestesi.Pemeriksaan tambahan Kelamin Laki-laki 55 71,42 Perempuan 22 28,57
diperlukan sesuai dengan kebutuhan seperti darah ____________________________________ Usia
lengkap, foto thorak, EKG, USG mata.Myopia (tahun) 11- 20 4 5,19 21- 30 15 19,48 31- 40 13
adalah kelainan refraksi dengan kabur melihat jauh 16,88 41 - 50 22 28,57 51 - 60 18 23,38 61 - 70 5
dimana diperlukan kaca mata minus untuk 6,49 Rata-rata umur 45,53 tahun
memperbaiki pengelihatannya.ARR adalah lepasnya ________________________________ Tabel 2 .
lapisan retina dari retinal pigmen epitelium karena Menunjukkan karakteristik klinis pasien sebelum
ada pengumpulan cairan dibawah retina yang operasi . UCVA ( Un Corrected Visual Acuity)
disebabkan adanya robekan pada retina. Tindakan sebelum operasi terbanyak adalah LP – 1/300 (
mengembalikan atau menempelkan retina kembali 58,44 %) sedangkan UCVA post operasi adalah
bisa dengan laser fotokoagulasi, pneumatic 1/60 -2/60 (40,28 %) . Ukuran kaca mata sebelum
retinopexy, scleral buckle atau vitrektomi pars plana operasi yang dipakai adalah mayoritas lebih dari -
(VPP). Pneumatic retinopexy adalah penyuntikan 7.00 (58,23%), kemudian antara - 3.00 sampai -6.00
gas yang bisa mengembang kedalam bola mata (29,11). Tabel 2 : Karateristik klinis pasien
sehingga dapat menempelkan robekan retina dari ________________________________________
dalam. Operasi scleral buckle adalah tindakan Variabel Jumlah Persentase (n=7) %
pemasangan sabuk silikon pada sklera dan tyre pada ________________________________________
daerah yang robek diikuti dengan penyuntikan gas UCVA pre op LP - 1/300 45 58,44 1/60 – 2/60 21
didalam bola mata. VPP adalah operasi perbersihan 27,27 3/60 – 0.1 11 14,28
badan kaca dan pengisapan cairan subretina dari ________________________________________
dalam sehingga retina bisa menempel yang UCVA post op LP - 1/300 27 35,06 1/60 – 2/60 31
kemudian di tamponade dengan gas SF6 atau C3F8 40,26 3/60 – 0.1 19 24,68
atau dengan minyak silikon .Populasi penelitian _________________________________________
adalah pasien myopia dengan ablasio retina Ukuran minus < - 2.00 10 12,99 -3.00- 6.00 23
regmatogen yang menjalani operasi di RS Mata 29,87 > -7.00 44 57,14
Cicendo selama periode penelitian tanpa dilakukan ________________________________________
sampling. Dilakukan pengambilan data usia, jenis Visus pada follow up hari pertama sampai ke 7
kelamin, besarnya ukuran myopia, mulainya kabur masih kabur karena ada gas atau minyak silikon.
yang mendadak, lokasi break di retina, jenis Tabel 3 : Waktu mengeluh kabur mendadak sampai
tindakan dan kejadian redetach. Data yang didapat datang ke rumah sakit
dipaparkan secara naratif deskriptif untuk masing- ______________________________________
masing variable. Hasil Penelitian Selama periode Waktu kejadian n=77 %
penelitian yaitu dari bulan Oktober 2015 – Maret _____________________________________ 1- 7
2016 didapatkan 77 pasien myopia dengan ablasio hari 23 29,87 2 – 4 minggu 19 24,67 1 - 3 bulan 11
retina regmatogen (ARR) yang dilakukan operasi di 14,28 >4 bulan 14 18,18
RS Mata Cicendo Bandung. Terdiri dari 55 pasien _______________________________________
(71,43%) laki-laki dan 22 pasien (28,77) Pada table 4 menunjukkan bahwa lokasi robekan
perempuan. Rata-rata usia pasien adalah 45, 53 retina (break) mayoritas pada daerah
tahun dengan rentang usia terbanyak pada usia 41- superiotemporal (33,77%) kemudian pada daerah
60 tahun(51,95 %).(Tabel 1) Tabel 1 : Karakteristik temporal (18,18 %) dan superior (14,29
pasien %).Ditemukan pula adanya macular hole pada 2
_______________________________________ kasus dan 3 kasus tidak ditemukan break sebelum
operasi. Tabel 4 :Karakteristik lokasi break N=77 % (sinerosis) dari pusat. Setelah mencair sehingga
________________________________________ terjadi PVD parsial dan complete. Ini akan
Lokasi break Superior 11 14,29 Temporal 14 18,18 menyebabkan retinak break. Meskipun terjadi pada
Inferior 10 12,99 Superio temporal 26 33,77 10% dari polpulasi umum, mata myopia secara
Superio nasal 5 6,50 Inferio temporal 6 7,80 signifikan dikaitkan dengan 42% dari semua ARR.
Macular hole 2 2,60 Tidak ditemukan 3 3,90 Insiden PVD lebih tinggi pada mata myopia
________________________________________ dibandingkan dengna emetropia. Demikian juga
Tabel 5 menunjukkan jenis tindakan operasi yang degenerasi lattice meningkat pada myopia.
dilakukan selama masa penelitian mayoritas adalah Akhirnya retina perifer rentan terjadi tear pada mata
PPV dengan tamponade minyak silikon (53,16 %), myopia. Jika tear timbul pada mata myopia sedang
kemudian SB murni (27,85 %) , VPP dengan sampai tinggi maka pengobatan propilaksis harus
tamponade gas (16,46 %) dan pneumatic retinopexy dilakukan. (Duane) Kejadian myopia lebih banyak
(11,39%). Satu pasien bisa mendapat satu atau lebih pada laki-laki dibandingkan perempuan ( Medscap).
tindakan jika mengalami redetach. Tabel 5 : Pada penelitian ini ditemukan pasien myopia
Karakteristik Jenis Tindakan : dengan ARR sebanyak % dan wanita %. Hal ini
_________________________________________ mungkin Perdami (2015) : Prevalensi kelainan
Jenis tindakan : n (77) % Pneumatic retinopexy 9 refraksi di Indonesia hmapir mencapai 25 % dari
11,69 SB murni 22 28,57 VPP+gas 11 14.29 VPP+ populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.
SO 41 53,25 Redetach retina : Pneumatic Sedangkan di Beijing usia diatas 40 tahun myopia
retinopexy 3 / 9 27,27 SB murni 8 / 20 40. VPP+gas merupakan penyebab tersering dari low vision. Pada
5 / 11 54,54 VPP+ SO 9 / 37 24,32 penderita myopia tinggi , degenerasi vitreus terjadi
_________________________________________ pada usia lebih muda. Semakin tua usia seseorang,
_________________________________________ prevalensi terjadinya degenerasi vitreus semakin
Satu pasien bisa mendapat tindakan satu atau lebih, tinggi. Pada tahun 1955 penelitian Jones dkk , pada
jika terjadi redetach. Kejadian redetach paling usia 60-70 tahun akan mengalami PVD 25 %.
rendah terjadi pada operasi VPP dengan tamponade Terjadinya PVD dengan adanya degenerasi retina
silicon yaitu sebesar 23% , kemudian pneumatic perifer akan lebih memungkinkan terjadinya retinal
retinopeksi sebesar 27,27%, SB murni sebesar 40,90 tears, retinal hemorrhage, rhegmatogen retinal
% dan VPP dengan tamponade gas sebesar 53 %. detachment, yang sering terjadi pada daerah
Jadi tingkat keberhasilan paling tinggi penangganan superotemporal retina ( Abrams D 1993, Khurana
pasien myopia dengan ARR adalah dengan PPV AK 2007). Pada myopia terjadi kelainan pada pole
dengan tamponade silicon. Penangganan pasien posterior diantarnya tilting of the optic disc, myopic
dengan redetach yang kedua kali dilakukan tindakan crescent, atropi peripapil, kelainan di macula yaitu
dengan VPP dengan tamponade Densiron pada 4 lacquer cracks, Fuch,s spots, tigroid fundus,
kasus atau minyak silicon pada 2 kasus. Waktu stapfiloma posterior dengan atropi khorio retina.
Redetach Diskusi . Karakteristik dari ablasio retina Faktor2 penyebab kegagalan reattach antara lain 1.
regmatogen adalah 1,adanya pencairan sebagian Kegagalan menemukan break, seperti pada buckle
dari jeli vitreus ,2.tarikan yang kuat yang dapat dimana ukurannya, posisi buckle dan tidak
menciptakan robekan retina (break),dan 3.dengan adekuatnya ketinggian buckle pada break, 2.
adanya robekan akan memberikan aliran dari vitreus Tekanan gas pada break yang tidak adekuat.3.
yang mencair ke dalam ruang subretina.(Ryan). Adanya Proliferative vitreoretinopathy akan
Duane : Karena perubahan biokimia pada vitreus menyebabkan kegagalan reattached yang terjadi
gel akan menyebabkan pencairan progresif setelah beberapa minggu. (Kanski).Walaupun
inciden myopia terjadi 10% dari populasi, myopia regmatogen didapatkan break. Berdasarkan Lincoff
menyebabkan 40% dari semua ablasio retina. Faktor line, 98 % break didapatkan pada daerah superior
yang sering berperanan terjadinya Ablasio retina temporal jika detach pada superior , 93 %
pada myopia adalah : 1. Adanya lattice degenerasi didapatkan pada daerah superior jika detach pada
pada myopia, 2.Snailtrack de sampai 3 bulan atau total superior dan 95 % break pada inferior temporal
lebih follow up dan 35 % redetach . Jenis operasi jika detach retina pada inferior. (AAO) Pada
yang dilakukan adalah pneumatic retinopeksi , SB penelitian ini didapatkan bahwa lokasi robekan
murni dan Vitrektomi Pars Plana. Lihteh : retina (break)mayoritas pada daerah superio-
Kebanyakan dari peneliti melaporkan hasil operasi temporal (36,71%) kemudian pada derah temporal
ablasio retina bahwa tingkat keberhasilan anatomi (17,72 %) dan superior (13,92 %). Ditemukan pula
90-95 %, dengan retina yang melekat kembali adanya macular hole pada 2 kasus dan 3 kasus tidak
sekitar 50% dengan visus akhir sekitar 20/50 atau ditemukan break sebelum operasi. Operasi pada
lebih baik. Dalam banyak kasus penurunan ARR dengan melakukan scleral buckle memberikan
penglihatan ini karena edema makula dan reattachment hampir diatas 90 % dari kasus.
mengkerutnya makula. 8. Ray. Angka kegagalan Sedangkan dengan membersihan vitreus dengan
operasi ablasio retina dari 5-10% , hal ini karena PPV kesuksesan dari 75 -90 %. (aafp) . Pada
pertumbuhan jaringan parut pada permukaan retina penelitian ini didapatkan keberhasilan SB murni
pada minggu2 setelah operasi. Sumber fibrosis pada ARR adalah 59,10% dibandingkan dengan
termasuk sel darah, fibrin, sel2 inflamasi , astrosit PPV dengan tamponade minyak silicon sebesar
retina dan sel2 epitel pigmen yang masuk ke vitreus 74,20 %. (AAO) Pneumatic retinopexy
ketika robekan pada retina. Pada penelitian ini dipergunakan secara selektif yaitu pada kasus
terjadi redetach mayoritas dengan operasi PPV ablasio retina dengan break di superior sepertiga
dengan tamponade gas (53,85%), kemudian SB dari fundus, dimana dengan menyuntikan gas
murni (40,90%), Pneumatic retinopeksi (27,27%) kedalam badan kaca akan, diharapkan gelembung
dan PPV dengan tamponade minyak silicon gas aka menekan break sehingga menempel kembali
(23,80%). Lihteh RRD dilaporkan terjadi lebih dengan retina. Tetapi angka redetach tinggi pada
banyak pada laki2 daripada perempuan dengan usia pneumatic retinopexy karena gelembung gas gagal
terbanyak pada 40-70 tahun (Lihteh). Pada atau tidak adekuat menekan break atau sulitnya
penelitian ini didapatkan laki2 sebanayk 70,89 % menemukan break selama operasi. (AAO) Pada
dan perempun 29,11 %, dengan usia terbanyak penelitian ini pneumatic retinopeksi dilakukan pada
antara umur 41-60 tahun sebanyak 51,89 %. 9 kasus tetapi setelah 2 -4 minggu 3 diantaranya
Proporsi metode operasi yang dipergunakan pada redetach. Keterbatasan pada penelitian ini adalah
mangemen pada 1.526 kasus ablasio retina tidak semua pasien myopia tercatat ukuran kaca
regmatogen oleh team Moorfield Eye Hospital matanya di rekam medis sehingga diperlukan
London yaitu :Pneumatic retinopexy sebesar 0,7 %, wawancara , begitu juga waktu kejadian saat
scleral buckle tanpa drainase sebesar 22,8 %, scleral pertama kalinya kabur (onset) tidak diingat dengan
buckle dengan drainase sebesar 1,6 % dan PPV jelas. Peneliti sering tidak bias mengikuti jenis
sebesar 74, 9 %. Pada penelitian ini dilakukan tindakan yang dilakuakan di kamar operasi pada
dengan metode pneumatic retinopexy sebesar 26,25 kasus yang tidak tercatat. Diperlukan waktu lebih
%, SB murni sebesar 40,00 %, PPV dengan lama untuk mengetahui timbulnya redetach.
tamponade gas sebesar 53,44 % dan dengan metode Beberapa pasien yang redetach tidak dating ke
PPV dengan tamponade minyak silicon sebesar Rumah Sakit Cicendo tetapi dating ke Rumah Sakit
23,80 %. Sebanyak 90-97 % pada ablasio retina lain dengan beberapa alasan. Simpulan : Semua
kasus emergency yang memerlukan tindakan 7. Lihteh Wu, : Rhegmatogenous retina
pneumatic retinopeksi di kerjakan pada hari yang detachment , Redaksi : Hampton Roy Sr, MD,
sama di Rumah Sakit Mata Cicendo. Myopia tinggi Emedicine Medscape, Updated Sep 29, 2015.
adalah kasus paling banyak yang menyebabkan
ablasio retina regmatogen. Prosedur operasi yang 8. Ray F .Gariano MD , Chang-Hee Kim :
paling banyak dilakukanadalah pars plana Evaluation and Management of Suspected Retinal
vitrektomi dengan tamponade minyak silikon. Detachment ; American Family Physician, 2004
Pilihan akhir managemen kasus redetach adalah Apr 1,69 (7) 1691-1699.
dengan pars plana vitrektomi dengan tamponade 9. Michael A Williams , dkk : The Incidens
silicon oil atau densiron. Saran : Pada penelitian and Rate of Rhegmatogenous Retinal Detachment
seperti ini perlu dipersiapkan dari awal dengan after seven years cataract surgery with high myopia
mengikuti setiap pasien, selalu mencatat semua patients. Ulster Medical Journal , 2009 Mei ; 78 (2)
tindakan di kamar operasi dan mengikuti setelah : 99-104.
operasi di poliklinik sekurangnya 2 bulan.
Diperlukan penelitian minimal setahun tentang 10. Brian P.C dan Carl D.R ;
semua ablasio retina dan penyebabnya sehingga Rhegmatogenous Retinal Detachment pada Duane‟s
bias dipakai acuan nasional. Ophthalmology , 2006 , Lippincott Williams &
Wilkins, Vol. 3, Chapter 27.
Daftar Pustaka :
11. Iwan Sovani DR, dkk : Operasi Katarak
1. Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata pada Myopia, pada Perspektif Segmen Posterior
Cicendo ; Ablasio Retina , Lapisan syaraf mata Pada Operasi Katarak, PERDAMI Seminat
yang lepas. VitreoRetina, 2015, hal 1-5.
2. Vaughan Vaughan & Asbury‟s General 12. Instituto de Microcirugia Ocular . 40% of
Ophthalmology, Sixteenth Edition , The Mc Graw myopia sufferers with more than 8 dioptres run the
Hill Companies.Inc. 2004, risk of disordersof the centre of the retina Alvailable
3. Kanski J.J. and Brad Bowling : at : hhtp//www.en/2011/07/04/of-myopiasufferers-
Rhegmatogen Retinal Detachment, Clinical with-more-than-dioptres-run-therisk-of-disorders-
Ophthalmology, Six Edition, Elsevier Saunders, at-the-centre-of-the-retina/. (Accessed on March 8
2013, hal 696- 699 th , 2016)

4. American Academy of Ophthalmology 13. Ablasio Retina/Ibnusina ,Alvailable at


,Basic and Clicical Science Course : Retina and :hhtp//infoibnusina.wordpress.com/2008/06/0 4/
Vitreus ; Rhegmatogen Retinal Detachment, 2013- ablasio retina/&ei=w-
2014,San Francisco, CA 94120-7424. p.294- 296. ULky8Z&Ic=ida1&m=138&host=www
.google.co.id&ts=1456964727&sig ( Accessed on
5. Ryan, Stephen J : RETINA : Retinal March 8 th. 2016 )
Detachment , Elsevier Saunders, Fifth Edition, Vol.
3, Sabre Foundation, 2013 14. Elham Hatef, Dayse Sena dkk , Pneumatik
Retinopeksi dibandingkan dengan Sclera
6. Hemang K Pandya ,; Retinal Detachment, buckleuntuk mudah memperbaiki ablasio retina
Medscape Referance , 2016, regmatogen,
15. The Cohhrane Collaboration, John Wiley
& Son, Published online 7 May 2015.,

16. Boyd, S, MD, Cortez,R.MD : Retinal and


Vitreoretinal Diseases and Surgery,
JaypeeHighlights Medical Publishers, New Delhi,
2010, hal 394-395.

17. Royal National Institute of blind people,


Myopia and high degree myopia. Alvailable at :
http://www.rnib.org.uk/eye-health-eyeconditions-z-
eye-conditions/myopia-and-highdegree-myopia .
(Accessed on March 15th,2016)

Anda mungkin juga menyukai