PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amputasi merupakan suatu keadaan ketiadaan sebagian atau seluruh
anggota gerak atau menunjukkan suatu prosedur bedah. Operasi amputasi sendiri
merupakan suatu teknik operasi rekonstruksi dan plastik yang akan membentuk
sebuah alat gerak yang sesuai untuk fitting sebuah prostetis yang nyaman dan
fungsional. Amputasi merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan
terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak
mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi
organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak
organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Amputasi
tungkai bawah diindikasikan untuk kebanyakan orang karena infeksi, gangren,
osteomyelitis tibia kronis, iskemia akut ekstremitas bawah, dan trauma.
Angka insidensi dan prevalensi amputasi yang pasti tidak diketahui, tetapi di
Amerika Serikat saat ini terjadi 43.000 amputasi per tahun. Di Hong Kong, kejadian
amputasi tungkai bawah utama adalah sekitar 4,8% pada 100.000 penduduk per
tahun. Menurut Crenshaw, dalam Vitriana (2002), amputasi pada alat gerak bawah
mencapai 85%-90% dari seluruh amputasi, dimana amputasi bawah lutut
(transtibial amputation) merupakan jenis operasi amputasi yang paling sering
dilakukan. Angka kejadian amputasi yang pasti di Indonesia saat ini tidak diketahui,
tapi menurut Vitriana (2002) di Amerika Serikat terjadi 43.000 kasus per tahun dari
jumlah penduduk 280.562.489 jiwa atau sekitar 0,02%, sedangkan dalam Raichle
et al. (2009) disebutkan bahwa terjadi kasus amputasi sekitar 158.000 per tahun
dari jumlah penduduk 307.212.123 atau sekitar 0,05%. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa terjadi peningkatan kasus amputasi di Amerika Serikat, baik
secara jumlah, maupun secara persentase dari jumlah penduduk.
Penyebab amputasi dan kondisi medis yang menyertainya merupakan
pertimbangan
yang
penting
untuk
mengembangkan
program
manajemen
perawatan pasien dengan amputasi. Tujuan dari manajemen residual limb pasca
operasi pada amputasi bawah lutut adalah untuk
membentuk residual limb yang lebih baik. Faktor-faktor ini dapat memfasilitasi
prostetis dengan baik.
1 | Kelompok 6
dengan
amputasi
transtibial
untuk
mengurangi
edema
dan
meningkatkan kondisi residual limb. Efek dari kedua metode ini didokumentasikan
dengan baik dalam literatur sebelumnya,dan pengurangan volume sisa tungkai
secara signifikan ditemukan pada orang yang menggunakan perban residual limb
dan kaus kaki residual limb.
Teknik balutan figure-of-eight adalah teknik yang paling sering dipilih untuk
manajemen residual limb setelah amputasi. Teknik ini terdiri dari putaran miring
yang bergantian naik dan turun setelah mengelilingi ekstremitas bawah, membuat
bentuk delapan. Tekanan terbesar diterapkan pada ujung distal dari residual limb
dan memungkinkan beberapa derajat kompresi lebih pada residual limb untuk
mengontrol edema. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa teknik ini
efektif dalam mengurangi edema dan mampu memperbaiki bentuk residual limb,
ringan, dan dapat dicuci kembali.
Kaus kaki elastis untuk residual limb yang juga disebut Shrinker socks
adalah kaus kaki yang berbentuk seperti kerucut. Salah satu kelebihan aplikasi
residual limb socks adalah mudah
2 | Kelompok 6
BAB 2
TINJAUAN TEORI
1.1 KONSEP AMPUTASI
A. Pengertian Amputasi
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan
pancung.Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas, atau dengan kata lain suatu tindakan
pembedahan dengan membuang bagian tubuh (Burner, 1988; 807 ). Tindakan ini
merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah
organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain, atau apabila kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat
menimbulkan komplikasi infeksi.
Amputasi adalah pengangkatan atau pemotongan sebagian anggota tubuh atau
anggota gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah,
osteomielitis dan kanker (PSIK FKUI,1996). Amputasi adalah pengangkatan melalui
bedah /traumatik pada tungkai (Doenges, 2000). Dalam kamus kedokteran Dorland,
amputasi adalah memotong atau memangkas, pembuangan suatu anggota badan.
Menurut Crenshaw, dalam Vitriana(2002), amputasi pada alat gerak bawah
mencapai 85%-90% dari seluruh amputasi, dimanaamputasi bawah lutut (transtibial
amputation) merupakan jenis operasi amputasi yang paling sering dilakukan. Angka
kejadian amputasi yang pasti di indonesia saat ini tidak diketahui, tetapi menurut
Vitriana (2002) di Amerika Serikat terjadi 43.000kasus per tahun dari jumlah penduduk
280.562.489 jiwa atau sekitar 0,02%, sedangkan dalam Raichle et al. (2009)disebutkan
bahwa terjadi kasus amputasi sekitar 158.000per tahun dari jumlah penduduk
307.212.123 atau sekitar 0,05%. Dengan demikian dapat diketahui bahwa terjadi
peningkatan kasus amputasi di Amerika Serikat, baik secara jumlah, maupun secara
persentase dari jumlah penduduk
Karena itu amputasi dikelompokkan atas dua kelompok yaitu amputasi
kongenital dan amputasi bedah. Pada amputasi kongenital ketiadaan anggota gerak
disebabakan gangguan oleh pembentukan organ yang dibawa sejak lahir, sedang
amputasi bedah adalah prosedur pemotongan yang memotong tulang.
Dengan melihat beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa amputasi
dalah pengangkatan/ pemotongan/ pembuangan sebagian anggota tubuh
atau
3 | Kelompok 6
anggota garak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah,
osteomielitis dan kanker melalui proses pembedahan.
Amputasi bawah lutut
Amputasi bawah lutut secara statistik merupakan amputasi utama yang paling
sering dikerjakan pada alat gerak bawah. Fungsi lutut sendiri bersifat sangat penting
pada manajemen rehabilitasi dengan penggunaan prostetik sehingga setiap usaha
selalu dibuat untuk menyelamatkan lutut. Amputasi bawah lutut merupakan suatu
prosedur rekonstruktif yang memerlukan perhatian yang cermat terhadap detail
tekniknya. Level ini dipilih berdasarkan ketersediaan jaringan yang sehat termasuk
pemahaman potensi penyembuhan dari alat gerak yang iskemi. Sisi pemotongan
adalah level dimana terdapat cukup jaringan lunak untuk menghasilkan residual limb
yang dapat sembuh dengan baik dan mempunyai toleransi terhadap prostetik. Panjang
residual limb sebaiknya dipertahankan setinggi hingga pertemuan 1/3 tengah dan
bawah tibia -fibula. Hal ini dimaksudkan untuk mempretahankan ekstremitas sedistal
mungkin, dan sedapat mungkin lutut harus diselamatkan, karena lutut sangat berguna
secara fungsional. Jika disfungsi lutut yang signifikan timbul, amputasi very short
below knee merupakan kontraindikasi dan lebih disarankan untuk dilakukan amputasi
dengan level knee disarticulation atau amputasi dengan level yang lebih tinggi.
B. Etiologi
Penyebab amputasi sendiri secara umum dapat dibedakan menjadi:
1. Defek lahir kongenital (5%)
Mayoritas tampak pada usia dari lahir hingga 16 tahun.
2. Didapat (95%), terdiri dari :
a. Penyakit oklusi arterial (Occlusive Arterial Disease) 60%.
Sering dihubungkan dengan diabetes mellitus. Mempunyai insidensi pada
usia sekitar 60-70 tahun. 90% kasus melibatkan alat gerak bawah; 5%
partial foot and ankle amputations, 50% below knee amputation, 35%
above knee amputation dan 7-10% hip amputation). Karena penyakit
vaskularisasi perifer (sering terjadi sebagai gejala sisa diabetes militus),
gangrene, infeksi dan arterosklerosis. Penyakit vaskularisasi perifer
merupakan
b.
penyebab
tertinggi
amputasi
ekstremitas
bawah
(Smeltzer,2002).
Trauma - 30%
4 | Kelompok 6
Paling sering terjadi pada usia antara 17-55 tahun (71% pria). Lebih
banyak mengenai alat gerak bawah, dengan ratio 10 : 1 dibandingkan
dengan alat gerak atas.
c. Tumor 5%
Biasanya tampak pada usia sekitar 10-20 tahun.
C.
Patofisiologi
Amputasi dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh
dengan metode :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada klien dengan
infeksi yang mengembang atau berat. Dimana pemotongan dilakukan pada tingkat
yang sama. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka
bersih dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2. Metode tertutup. Dilakukan dalam kondisi yang lebih mungkin. Pada metode ini
kulit tepi ditarik atau dibuat skalf untuk menutupi luka, pada atas ujung tulang dan
dijahit pada daerah yang diamputasi. Amputasi tertutup dilakukan dibuat dengan
memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang. Setelah
dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan
luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah
kontraktur, dan persiapan untuk penggunaan protese (mungkin). Berdasarkan
pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka
perawat
memberikan
asuhan
keperawatan
pada
klien
sesuai
dengan
kompetensinya.
D. Tingkatan amputasi
Tujuan pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin panjang
ekstremitas konsisten dengan penghentian proses penyakit. Dimana mempertahankan
lutut dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Untuk itu pembedahan atau amputasi
5 | Kelompok 6
dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan
baik. Dimana tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila organ mengalami iskemia
atau kematian jaringan pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain atau bila organ dapat membahayakan tubuh klien secara
utuh/merusak organ yang lain.
Tempat
amputasi
ditentukan
Peredaran
bagian
darah
yang
pada
akan
diamputasi
Kegunaan fungsional
Untuk batas amputasi
pada cedera ditantukan
oleh
peredaran
darah
yang
adekuat.
Batas
amputasi
pada
tumor
dapat
mengenai
akan
ekstermitas
menimbulkan
berkaitan
dengan
aktifitas
sehari-hari,
6 | Kelompok 6
Karena itu makin besar tingkat amputasi makin besar energi yang dibutuhkan
untuk ambulasi, misalnya pada :
1. Medial femoral condyle
2.Medial Tibial condyle
3.Lateral Tibial condyle
4.Tibial Tuberosity
5.Tibial crest
6.Distal end of tibia
7.Fibular head
8.Distal end of fibular
Adapun amputasi yang sering terjadi pada
ekstremitas ini dibagi menjadi 2 letak yaitu :
a. Amputasi dibawah lutut (below
knee amputation)
Ada dua jenis yaitu amputasi pada
nonischemic limb dan ischemic
limb.
ini
memegang
angka
untuk
penyembuhan
luka
Penatalaksanaan Amputasi
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi
dan menghasilkan sisa tungkai (residual limb) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang
sehat pada lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi
yang buruk dan masalah vaskularisasi lainnya. Percepatan penyembuhan dapat
dilakukan dengan penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan
edema sisa tungkai dengan balutan dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan
luka untuk menghindari infeksi. Edema dikontrol dengan tujuan untuk memudahkan
7 | Kelompok 6
dalam
setting
prosthesis
apabila
luka
menggunakan
plaster
of
paris
penderita
imobilisasi
atau
pemasangan
harus
tidak
dilengkapi
memasang
ekstensi
sementara
dan
dan
tempat
prosthesis
kaki
buatan.
Balutan Lunak
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi
Protesis.
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera
8 | Kelompok 6
setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah
proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertu juan untuk mengganti
bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi,
temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat
dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan
tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan
triseps.
Pasien yang memerlukan amputasi biasanya pada usia muda adalah
disebabkan karena trauma ekstremitas berat, sedangkan pada dewasa tengan dan
lansia kebanyakan disebabkan karena penyakit vaskuler perifer. Orang muda
umumnya sehat, sembuh dengan cepat, dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi
segera. Karena amputasi sering merupakan akibat dari cedera, pasien memerlukan
lebih banyak dukungan psikologis
untuk
menerima
perubahan
untuk
mengatasi
mereka
mengenai
permanen.
Reaksi
perasaan
kehilangan
mereka
susah
dan
ketergantungan.
Pasien
ini
biasanya
sudah
siap
mengatasi
perasaannya dan siap menerima amputasi. Adapun pengaruh dari amputasi yaitu :
Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan imobilisasi maka akan menyebabkan penekanan
pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga
9 | Kelompok 6
Tirah baring yang lama dapat mengakibatkan tubuh bagian bawah seperti
punggung dan bokong akan tertekan akibat tirah baring lama sehingga terjadi
penurunan suplai darah dan nutrisi kejaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi
ischemia, hyperemis, dekubitus dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
dan kulit dimasase untuk meningkatkan supali darah.
F.
Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit.
Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat
menjadi masif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran
darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit
akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan protesis.
1. Masalah Kulit
Perawatan kulit merupakan hal yang penting karena adanya beberapa lapisan
jaringan yang berdekatan di ujung akhir tulang seperti jaringan parut, termasuk
kulit dan lapisan subkutan, yang mudah melekat pada tulang. Sehingga perlu
diperhatikan adanya mobilisasi jaringan parut. Massage secara lembut pada
jaringan lunak bagian distal akan membantu mempertahankan mobilitasnya di
atas permukaan atau ujung tulang.
Tapping jaringan parut dan bagian distal jaringan lunak sebanyak 4 kali
sehari sering membantu untuk mendesensitasi area tersebut sebelum
penggunaan prosthesis. Tapping dilakukan dengan ujung jari, dimulai dengan
sentuhan ringan dan kemudian tekanan ditingkatkan sekitar 5 menit hingga
timbul rasa tidak nyaman yang ringan. Cara membersihkan kulit yang baik juga
harus diajarkan, misalnya dengan mempergunakan sabun yang bersifat ringan,
cuci kulit hingga berbusa lalu basuh dengan air hangat. Kulit dikeringkan
dengan cara ditekan dengan lembut, tidak digosok. Pembersihan ini dilakukan
setiap hari terutama pada sore hari.
2. Infeksi
Jika terjadi infeksi pada residual limb, jika sifatnya terbuka, memerlukan terapi
antibiotik. Jika sifatnya tertutup, harus dilakukan insisi serta terapi antibiotik.
3. Masalah tulang
Osteoporosis.
Bisa disebabkan
karena
penggunaan
prostetik
tanpa
memberikan
10 | K e l o m p o k 6
pada kulit).
Skoliosis
Timbul biasanya pada pasien dengan panjang kaki yang tidak sama.
pasien
kesulitan
untuk
mengekstensikan
panggulnya
dan
11 | K e l o m p o k 6
operasi. Tingkatkan latihan mejadi aktif secara bertahap, dari latihan tanpa
tekanan kemudian menjadi latihan
dengan tahanan pada residual limb. Pada awalnya residual limb sangat sensitif
dan pasien didorong untuk berusaha mengurangi sensitifitasnya. Hal ini juga
akan membantu pasien untuk mulai mengatasi keterkejutan menghadapi
kenyataan bahwa alat geraknya sudah tidak ada.
6. Neuroma
Setiap syaraf yang terpotong akan membentuk
distal
neuroma
bila
menyembuh.
Pada
yang
keberadaan
diamputasi.
timbul
tentang
bagian
yang
Pasien
mengalami
12 | K e l o m p o k 6
dipergunakan
untuk
residual
limb
di
bawah
lutut.
Untuk
13 | K e l o m p o k 6
diberikan sebaiknya sama rata dan menurun ke arah lipat paha. Putaran harus
dilakukan secara diagonal, hindari putaran sirkuler untuk menghindari efek
tourniquet yang dapat menimbulkan edema di bagian distal.
Residual limb sebaiknya dibalut ulang sedikitnya tiga kali sehari (paling
baik setiap 3-4 jam sekali) dan pada kondisi bandage melonggar, menggeser
atau menggulung. Bandage harus dipergunakan sepanjang hari tetapi
dilepaskan jika mempergunakan sebuah prosthesis. Pemakaiannya kurang
lebih satu tahun dan
pasien beserta keluarganya harus diajarkan cara mempergunakannya secara
mandiri. Pemeriksaan kulit secara teratur harus dilakukan demikian pula
dengan
pencucian kaus kaki dan bandage.
G. Pemeriksaan diagnostik
1) Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
2) CT Scan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, dan pembentukan
hematoma.
3) Aniografi dan
pemeriksaan
aliran
untuk
mengevaluasi
perubahan
14 | K e l o m p o k 6
Karakteristik
Menciptakan
suasana/keadaan
Rasional
yang Permukaan
luka
yang
kering
sekitarnya
juga
mencegah
menghambat
perkembangan
fibroblast
Tidak dapat dilalui mikro-organisme
Mencegah keluar masuknya organisme
Menyebabkan trauma/kerusakan yang Mencegah kerusakan dan mengurangi
minimal ketika mengganti balutan
Harga yang terjangkau
rasa nyeri
Menggunakan
tersedia
Dapat diperoleh dengan mudah oleh
sumber
terbaik
yang
mudah terinfeksi oleh bakteri dan jamur. (buat yang belum tau atau lupa)
Sumber : NHSSB Wound Management Manual.PDF
B. ELASTIC BANDAGE (BALUTAN ELASTIS)
1. Pengertian
Merupakan metode balutan
luka post amputasi yang sering
digunakan, figure of eight adalah
teknik yang paling sering dipilih
untuk manajemen ekstremitas sisa
setelah amputasi. Teknik ini terdiri
dari putaran miring yang bergantian naik dan turun setelah melingkari ekstremitas
bawah, membuat angka delapan. Tekanan terbesar diterapkan di ujung distal
ekstremitas sisa dan memungkinkan beberapa derajat kompresi lebih ekstremitas sisa
15 | K e l o m p o k 6
untuk mengontrol edema. Tekanan dimaksudkan untuk meningkatkan aliran balik vena
sehingga edema akan mengalami penurunan.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa teknik ini efektif dalam
mengurangi edema dan lebih baik membentuk dari residual limb. Selain itu, metode ini
mudah untuk dilakukan, mudah terlihat dan dibersihkan atau dicuci. Pergerakan
persendian akan mengakibatkan pemasangan perban akan tergeser pada bagian
proksimal ekstremitas, sehingga perlu untuk dilakukan pemasangan kembali.Lipatan
pada perban yang tidak teratur/rapi akan menyebabkan gesekan pada kulit sehingga
menyebabkan iritasi pada kulit. Teknik penggunaan perban yang tepat sangat
bergantung pada teknik pemasangan yang dilakukan oleh beberapa orang tenaga
kesehatan. Teknik yang salah akan mempengaruhi tekanan pada ekstremitas sisa
amputasi yang akan menyebabkan perbedaan hasil akhir pada penyembuhan residual
limb (sisa ekstremitas).
C. LIMB SHOCK/SHRINKER SHOCKS
1. Pengertian
Merupakan kaus kaki elastic yang dipakai pada tungkai sisa amputasi. Kaus
kaki ini juga disebut Shrinker socks yang berbentuk seperti kerucut. Salah satu
kelebihan
aplikasi
kaus
kaki
elastis
pada
ekstremitas
ini
mudah
saat
tekanannya
(proksimal)
dapat
menghambat
sirkulasi
sehingga
meningkatkan
pembengkakan. Oleh karena itu, terlalu sering mengenakan kaus kaki elastis dapat
menciptakan tekanan yang berlebihan pada daerah distal yang mengganggu sirkulasi.
Tekanan yang ideal sebesar 20-25 mmHg akan mengurangi hipertensi vena dan
mengurangi ketidaknyamanan ataupun merusak kulit (Junger et. Al., 2009). Sehingga
waktu yang tepat digunakannya shrinker shock adalah setiap bangun tidur (pagi hari)
dan dilepas jika akan tidur (malam hari) dengan 3-4 kali pengecekan posisi shrinker
shock setiap hari. Jika ada kelebihan ruang di bagian bawah kaus kaki, tungkai akan
membengkak ke ruang itu.
2. Tujuan Pemakaian Shinker Sock
a.
b.
c.
d.
3. Indikasi
a. amputasi atas dan bawah lutut
b. pembengkakan pada residual limb
c. penggunaan prosthesis
4. Kontraindikasi
a. Balutan terlalu tebal
b. Nyeri meningkat
c. Jika mengalami penurunan sensasi
d. Luka terdapat oozing
e. Segera lepaskan jika ada masalah alergi pada kulit
5. Langkah-langkah
17 | K e l o m p o k 6
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1. Metode penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah prospective
two-group experimental design dengan pre test post test untuk membandingkan
keefektifan elastic bandages dan residual limb socks dalam mengurangi edema
pada residual limb, menambah kekuatan atau kekokohannya dan memperbaiki
bentuk residual limb.
3.2. Sampel
Subjek penelitian dalam jurnal ini adalah pasien rawat inap yang telah
menjalani amputasi transtibial dalam waktu satu bulan di unit rehabilitasi ortopedi
lokal. Subjek direkrut dengan menggunakan purposive sampling sehingga peneliti
mendapatkan subjek yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kriteria inklusi
pada penelitian ini adalah:
1) Peserta mendapatkan skor pada Mini-Mental State Examination(CMMSE)
dengan Skor minimal 16
2) Tidak ada komplikasi medis lainnya atau penyakit jiwa.
Semua
subjek
yang
mengikuti
penelitian
sebelumnya
juga
telah
18 | K e l o m p o k 6
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi diberikan penjelasan rinci tentang penelitian
yang akan dilakukan. Kemudian, para responden harus memberikan persetujuan
tertulis sebelum mereka berpartisipasi dalam studi. Para responden
secara acak
dibagi dalam kelompok elastic bandage dan residual limb socks. Kemudian responden
dalam kelompok elastic bandage dilatih tentang cara membalut atau memakai elastic
bandage yang tepat. Para peserta disarankan untuk mengikuti pedoman untuk
memakai elastic bandage yang efektif, seperti yang direkomendasikan oleh Maydan
Brady, antara lain: 1) aplikasi balutan selama lebih dari 20 jam per hari, 2) penerapan
perban dengan figure-of-eight yang terdiri dari putaran miring yang bergantian naik dan
turun setelah mengelilingi ekstremitas bawah, membuat bentuk delapan, dan 3) balut
residual limb minimal tiga kali sehari (tiap 6-7 jam) atau sesuai kebutuhan (apabila
kendor).
memaksimalkan
efektivitasnya.
19 | K e l o m p o k 6
20 | K e l o m p o k 6
Instrumen kedua yang digunakan pada jurnal adalah ketiga Visual Analog
Rating Scale yang digunakan untuk mengkaji bentuk residual limb, soliditas
residual limb, dan kepuasan peserta pada bentuk residual limb dalam jangka waktu
6 minggu penilaian.
3.5 Analisa Data
Semua data yang terkumpul di analisis dengan SPSS versi 12.0 for
Windows untuk membuktikan homogenitas dari dua kelompok peserta, Uji chisquare digunakan untuk membandingkan hubungan jenis kelamin, diagnosis,
penyebab amput
asi, dan tipe skin flap dari residual limb antara kedua kelompok. Uji
independent t-test kemudian digunakan untuk membandingkan usia, ukuran
residual limb, dan Skor CMMSE antara kelompok. Sehingga dengan kedua jenis
uji ini akan dapat diketahui perbedaan karakteristik responden yang signifikan
diantara kelompok yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Hasil pengukuran ulang mingguan, dianalisis menggunakan Uji ANOVA
untuk menguji ukuran, kekokohan/ kekuatan/ soliditas, bentuk residual limb dan
kepuasan responden pada residual limb baik pada masing-masing kelompok
ataupun membandingkan antara kedua kelompok tersebut.
3.4. Hasil
1. Karakteristik responden
21 | K e l o m p o k 6
Sebanyak 81peserta terlibat dalam penelitian ini. Empat pasien tidak dapat
menyelesaikan penelitian dan dikeluarkan dari analisis data. Alasan drop out
karena kematian saat program berlangsung atau keengganan untuk membalut
residual limb. Sehingga hasil akhir didapatkan, sebanyak 77 peserta yang
digunakan untuk analisis data, dengan 39 pada kelompok elastic bandage dan 38
pada kelompok residual limb sock. Usia peserta berkisar dari 30 hingga 93 tahun
(usia rata-rata 67.14 tahun, standar deviasi 13,07). Empat puluh sembilan dari
mereka adalah laki-laki (63,6%) dan 28 perempuan(36,4%). Tujuh puluh
empat(96,1%)
sedangkan
peserta
sisa
mempunyaii
responden
penyebab
lainnya
amputasi
penyebab
amputasi
berupa
penyakit,
adalah
karena
trauma(3,9%). Empat puluh enam peserta (59,7%) memiliki amputasi dengan flap
sagital, sedangkan sisanya dari mereka memiliki amputasi dengan flap kulit
posterior
panjang.
CMMSE
pre
test
rata-rata
adalah
22.67(SD
5.64).
22 | K e l o m p o k 6
2. Analisa Data
Untuk mengetahui perbedaan antara elastic bandage dan residual limb
dalam mengurangi lingkar/ volume, meningkatkan bentuk, soliditas residual limb,
dan kepuasan peserta dengan penampilan residual limb dilakukan analisa dengan
Uji Anova dari minggu pertama hingga minggu keenam, yang hasilnya dirangkum
pada Tabel 2-13.
23 | K e l o m p o k 6
Dari ketiga tabel ditas yang menguji tentang ukuran atau volume residual limb
pada masing kelompok ataupun antara kedua kelompok menunjukkan untuk kelompok
residual limb bandage(F (1, 38) =0,02-18,56, p<0,05) dan kelompok residual limb
socks (F (1, 37) =3,12-27,16, p<0,05). Hanya kelompok residual bandages
menunjukkan perbaikan yang signifikan pada bentuk residual limb (F (1, 38) =1,00-5,5,
p<0,05). Ditemukan perbedaan signifikan yang ditemukan pada pengukuran residual
limb melingkar pada5cm distall tuberositas tibialis(F (1, 36) =5.69-7,23, p<0,05) pada
minggu ke-3 sampai 5.
24 | K e l o m p o k 6
Ada juga perbedaan yang signifikan secara statistik ditemukan pada soliditas
residual limb (F (1, 36) =7,77-7,99, p<0,05) pada minggu 1 sampai 2 minggu dan 4
sampai 5 antara kelompok.
25 | K e l o m p o k 6
Hubungan yang signifikan dengan skor usia dan CMMSE terdeteksi pada
pengukuran residual limb melingkar dan soliditas ekstremitas sisa antara kelompok(p
<0,05). Namun, tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada kepuasan
peserta pada penampilan residual limb(p>0,05).
26 | K e l o m p o k 6
3.5 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik bandage maupun residual limb sock
efektif dalam mengurangi edema dan memperbaiki bentuk dan kekencangan
ekstremitas yang tersisa. Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Manella (1981) yang menunjukkan
bahwa residual limb sock lebih afektif dalam menurunkan volume. Pada penelitian
ini didapatkan hasil bahwa bahwa terdapat pengurangan ukuran lingkar atau
volume residual limb dan soliditas ekstremitas sisa pada kelompok bandage
selama 6 minggu. Hal ini dikarenakan Elastic bandages selain membantu
mengontrol edema tetapi juga akan mengecilkan dan membentuk alat gerak yang
tersisa untuk prosthetic casting. Pada elastic bandage besarnya tekanan apabila
sesuai dengan figure of eight maka akan didapatkan tekanan yang sangat efektif
untuk menurunkan edema yaitu 20-25 mmHg. Sehingga aliran balik vena akan
meningkat dan hal inilah yang akan mengurangi edema (Vitriana, 2002).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa peningkatan usia dan fungsi mental
yang buruk merupakan salah satu keterbatasan dalam mengaplikasikan teknik
balutan pada residual limb. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
penambahan usia dapat menghalangi kemampuan peserta untuk belajar tentang
teknik balutan. Hasil penelitian ini mirip dengan hasil penelitian yang dilakukan
Visser yang menunjukkan
3.6.2
2.
3.
tahun sebelumnya
Tema yang diangkat dalam jurnal menarik dan sangat aplikatif
Penyampaian secara runtut dari tujuan penulisan sampai pada kesimpulan
4.
5.
6.
Kelemahan Jurnal
1. Waktu penelitian yang relative cukup lama yakni 6 minggu, membuat
kemungkinan drop out yang besar.
2. Tidak dijelaskan ilustrasi untuk mengukur volume dari residual limb
3. Tidak ditampilkan instruman VAS yang digunakan
27 | K e l o m p o k 6
4. Kontrol yang kurang ketat pada aplikasi bandage dan residual limb socks
meningkatkan kemungkinan tersadinya bias pada hasil penelitian.
3.7 Implikasi Keperawatan
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa balutan pada residual limb sangat
penting untuk mencegah edema sehinga dapat mempercepat penyembuhan luka,
meningkatkan soliditas residual limb sehingga fungsi dari mobilisasi tidak
teganggu dan resiko untuk terjadinya kontraktur dan deformitas dapat dihindarkan.
Selain itu penggunaan balutan juga dapat memperbaiki bentuk dari residual limb,
sehingga citra tubuh penderita dapat meningkat dan hal inilah yang akan membuat
penderita merasa puas dengan kondisinya dan gambaran diri
juka akan
mengalami kenaikan. Dengan tidak adanya gangguan pada gambaran diri maka
masalah gangguan pada harga diripun tidak akan terjadi.
Dari banyaknya manfaat diatas, penggunaan balutan baik elastic bandage
maupun shrinker soch, membutuhkan perhatian khusus oleh penderita. Hal ini
dikarenakan balutan akan memberikan tekanan pada jaringan, apabila kuatnya
atau lemahnya tekanan tidak diperhatikan maka efektivitas yang diharapkan tidak
akan terjadi. Apabila tekanan kurang dari 15 mmHg,
bukannya manfaat yang didapat namun resiko compartemen syndrom yang akan
terjadi. Hal ini terjadi akibat bendungan pada vaskularisasi sehingga akan
memperburuk edema. Kedua hal tersebut dapat diatasi denmgan kepedulian
penderita untuk mematuhi figure of eight
28 | K e l o m p o k 6
penelitian menunjukan bahwa kedua teknik dengan balutan ataupun dengan kaos
kaki mampu mengurangi edema dan meningkatkan kekencangan bentuk
ekstremitas pasca amputasi. Tetapi penggunaan teknik balutan yang baik
memerlukan pemahaman dari pasien. Sehingga dengan adanya teknik balutan ini
diharapkan
dapat
menjadi
salah
satu
intervensi
keperawatan
untuk
BAB 4
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian selama 6 minggu menunjukkan bahwa ada
penurunan yang signifikan dalam ukuran lingkar atau volume, soliditas dan bentuk
residual limb pada kelompok elastic bandage. Sedangkan untuk kepuasan
responden terhadap penampilan residual limb tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada kedua kelompok.
1.2 Saran
29 | K e l o m p o k 6
DAFTAR PUSTAKA
Suratun.dkk.2008.klien
gangguan
sistem
muskuloskeletal
seri
Asuhan
Keperawatan.Jakarta: EGC
Brunner & suddart.2001. Kep.Medikal Bedah,Jakarta:EGC
Guyton hall.2002.Fisiologi kedokteran.Jakarta : EGC
Leung HB, Wu FCJ, Guerin JS, Wong WC. 2001. Chinese amputeesperioperative and
rehabilitation outcomes. J Orthop Surg (Hong Kong) 2001;5(Suppl):12S.
Manella, Kaethlyn. 1981. Comparing the Effectiveness of Elastic Bandages and
Shrinker Socks for Lower Extremity Amputees. Physical Theraphy Journal ha.
334-337
De Godoy JM, de Godoy MF, Batigalia F, et al. 2001. Lower-extremity amputation: a 6year follow-up study in Brazil. J Orthop Surg (Hong Kong) 2005;3:164166.
Vitriana. 2002. Rehabilitasi Pasien Amputasi Bawah Lutut. Bagian Ilmu Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi FK UNPAD.
Varghese et al. 1998. Preasure Applied by Elactic Prostetic Bandage: A Comparative
Study. Physical Teraphy Journal hal. 30-36.
30 | K e l o m p o k 6
31 | K e l o m p o k 6
32 | K e l o m p o k 6
transtibial amputation. Residual limb bandaging 1012 and elastic residual limb sock10,13 were two
techniques recommended for persons with transtibial amputation to reduce edema and improve
residual limb shape.12,13 The effects of both methods are we ll documented in the previous
literature.14,15 Significant reduction in residual limb volume has been found for persons using
either residual limb bandaging technique13,16 or residual limb sock.13
RESIDUAL LIMB BANDAGING
The figure-of-eight bandaging technique is the most often chosen technique for residual limb
management after amputation.13,17 This technique consists of oblique turns that alternately
ascend and descend after encircling the lower limb, making a figure of eight. 18 The greatest
pressure is applied at the distal end of the residual limb and allows several degrees of
compression over the residual limb to control edema.11
Previous studies have shown that this technique is effective in reducing edema and better
shaping of the residual limb. 13,16 Besides, it is light in weight and washable. 10 As proximal joint
movements and the movement of residual limbs against bedclothes may cause the slipping
down and wrinkling of the bandages, rewrapping is frequently needed. 10 These wrinkles can
create uneven pressure over the residual limb leading to skin abrasion and breakdown. 10 It is
also difficult to control the varied quality of elastic bandaging application by different persons. 19
Poor technique can induce pressure that may provide adverse effect to the residual limb. 20
ELASTIC RESIDUAL LIMB SOCK
The elastic residual limb sock, which is also called an elastic residual limb shrinker, is a socklike garment that is conical in shape. One of the advantages of elastic residual limb sock
application is easy donning and doffing. The use of residual limb socks can provide
compression that helps reduce edema and gives light protection to the limb, as well as helps to
shape it into a cylindrical shape for prosthesis fitting. 13 However, its disadvantages are that it
can be applied only after the sutures have been removed and the drainage has stopped. 10
Frequently donning and doffing a residual limb sock may create excessive distracting pressure
over the distal end of the residual limb, which can cause wound drainage that would soil the
residual limb sock.10
RESEARCH OBJECTIVE
Manella15 conducted a study to compare the effects of bandaging and residual limb socks on
residual limb management for persons with transtibial amputation. It was found that the residual
limb sock was more effective in decreasing the residual limb volume during a period of 4 weeks.
Although the residual limb bandaging technique and the residual limb sock showed encouraging
results in the residual limb management, there have been few recent studies conducted to
compare the effects between these two techniques. This study objective was to compare the
effectiveness of residual limb bandaging or residual limb sock use in terms of residual limb
circumferential changes, shape, and firmness.
RECRUITMENT CRITERIA
Inpatients who had undergone a transtibial amputation within a month in a local orthopedic
rehabilitation unit were recruited by convenient sampling. The participants recruited were
required to have Cantonese version of Mini-Mental State Examination (CMMSE) 21 Scores 16 or
above and no other medical complications or psychiatric illness.
33 | K e l o m p o k 6
STUDY DESIGN
The design was a prospective two-group experimental design in which pretest and posttests
were applied to investigate whether residual limb bandaging or residual limb sock is more
effective in reducing residual limb edema, increasing firmness, and improving shape. Ethical
approval from the local rehabilitation setting was obtained beforehand.
PROCEDURES
When patients who fulfilled the recruitment criteria had entered the orthopedic rehabilitation unit,
a detailed description of the study was provided. Then, written consents were collected before
they participated in the study. The participants were randomly assigned to the residual limb
bandaging group or the residual limb sock group by a clerical officer who was blinded to this
study. The participants in the residual limb bandaging group were trained in the figure-of-eight
bandaging technique by occupational therapists with clinical experience of 5 years or more.
Ward nurses served as liaisons to provide cues or assistance to the participants if they forgot
the residual limb bandaging skills. The participants were advised to follow the guideline for
effective residual limb bandaging, as recommended by May 10 and Brady,22 including 1)
application of bandaging for more than 20 hr a day, 2) application of figure-of-eight bandaging
with most tension placed on the distal part of residual limb, and 3) rewrapping the limb three
times a day or as indicated. For the participants in the residual limb sock group, three tailormade elastic residual limb socks were fabricated. They were advised to apply the residual limb
sock for more than 20 hr a day during the 6-week time period and to regularly check to see
whether the residual limb sock had slipped down from the residual limb. Case occupational
therapists also closely monitored the size of the residual limb sock and revised the sock if
indicated for maximizing the residual limb management effect.
All participants were provided with standard functional training according to the lower limb
amputation rehabilitation protocol in the local rehabilitation setting. Circumferential residual limb
measurement at tibial tuberosity, 5 and 10 cm distal to tibial tuberosity, together with five-point
Visual Analogue Scales (VAS) on residual limb shape, residual limb solidity, and participants'
satisfaction on residual limb appearance were obtained at baseline and the consecutive 5
weeks after the prescription of either residual limb bandaging or residual limb sock.
INSTRUMENTATION
Circumferential residual limb measurement was taken by using soft measuring tape, as advised
by Krouskop et al.23 At each measurement, the residual limb was positioned on a foam block to
keep the knee joint in 60 of flexion, as recommended by Persson and Liedberg24 in a
standardized residual limb assessment protocol. Circumferential measurements at tibial
tuberosity, 5 and 10 cm distal to tibial tuberosity along the long axis of the residual limb, were
taken with an aim of collecting information about the volume changes of the residual limb in
accordance to the suggestion of Zheng et al.25
Three five-point VAS rating scales were used to investigate residual limb shape, solidity, and
participants' satisfaction with the limb's appearance in the 6-week assessment time period. The
development of the VAS rating scales of residual limb shape and residual limb solidity was
based on the previous literature on residual limb inspection. 24 To enhance the interrater
34 | K e l o m p o k 6
reliability of the rating scales, all investigators of this study participated in briefing sessions on
how to rate the residual limbs with the VAS rating scales. Besides, pilot use of the rating scales
was conducted for 10 persons with transtibial amputation before launching the main study.
DATA ANALYSIS
All data collected were analyzed with the use of the Statistical Package for the Social Science
(SPSS version 12.0 for Windows; SPSS, Chicago, IL). With an aim to prove the homogeneity of
the two groups of participants, chi-square statistics were used to compare sex, diagnosis,
amputation cause, and residual limb skin flap types between the groups. An independent t-test
was then used to compare age, residual limb length, and admission CMMSE Scores between
the groups.
Repeated measure analysis of variance with CMMSE scores, residual limb flap types, and
residual limb characteristics as covariates were used to investigate the difference of outcome
measures within and between the groups across the six-week time interval.
RESULTS
DEMOGRAPHICS
A total of 81 participants were recruited in this study. Four patients were unable to complete the
protocol and were excluded from data analysis. The reasons for not continuing their study were
due to either their deaths during the program or unwillingness to perform residual limb
bandaging on their own. As a result, a total of 77 participants were used for data analysis, with
39 and 38 of them randomly allocated to the bandaging group and residual limb sock group,
respectively. Participants' ages ranged from 30 to 93 years (mean age 67.14 years; standard
deviation 13.07). Forty-nine of them were men (63.6%) and 28 were women (36.4%). Seventyfour (96.1%) participants had medical-induced causes for amputation, whereas the remainder of
the amputations were due to trauma (3.9%). Forty-six participants (59.7%) had amputations with
sagittal flap, whereas the rest of them had amputations with long posterior skin flap. Their mean
admission CMMSE was 22.67 (SD 5.64).
Chi-square statistics and independent t-test showed that there were no significant differences
over age, CMMSE scores, residual limb length, skin flap type, and amputation causes between
the groups (p > 0.05). The demographics are summarized in Table 1 .
35 | K e l o m p o k 6
STATISTICAL ANALYSIS
To investigate the difference between residual limb bandaging and residual limb sock in
reducing residual limb circumference, improving shape, residual limb solidity, and participants'
satisfaction with the residual limb's appearance, repeated measures analysis of variance with
CMMSE scores, residual limb flap types, and residual limb characteristics as covariates were
conducted across the 6-week time interval (Tables 213).
Table 2 , Table 3 , Table 4 , Table 5 , Table 6 , Table 7 , Table 8 , Table 9 , Table 10 , Table 11 ,
Table 12 , Table 13
36 | K e l o m p o k 6
37 | K e l o m p o k 6
38 | K e l o m p o k 6
Table 11. Results of repeated measures ANOVA on residual limb solidity of participants
between groups
39 | K e l o m p o k 6
Table 12. Results of repeated measures ANOVA on residual limb shape of participants
between groups
Table 13. Results of repeated measures ANOVA on participants' satisfaction on residual limb
between groups
Results showed that there was significant reduction in the circumferential measurement at the
tibial tuberosity, 5 and 10 cm distal to the tibial tuberosity for both the residual limb bandaging
group (F (1, 38) = 0.0218.56, p < 0.05) and residual limb sock group (F(1, 37) = 3.1227.16, p
< 0.05). Only the bandaging group showed significant improvement on residual limb shape (F(1,
38) = 1.00 5.5, p < 0.05).
When comparing the outcome measures between the groups, significant differences were found
on residual limb circumferential measurement at 5 cm distal to tibial tuberosity (F (1, 36) = 5.69
7.23, p < 0.05) at week 3 to 5. There were also statistical significant difference found on the
residual limb solidity (F(1, 36) = 7.777.99, p < 0.05) at week 1 to 2 and week 4 to 5 between
the groups. Significant association with age and CMMSE scores were detected on residual limb
circumferential measurement and residual limb solidity between the groups (p < 0.05). However,
no significant difference was found on the participants' satisfaction on residual limb appearance
(p > 0.05).
DISCUSSION
40 | K e l o m p o k 6
The study showed that that both bandaging and residual limb sock techniques were effective in
reducing edema and improving the residual limb's shape and firmness. Unlike the result in the
study by Manella,15 this study showed that the residual limb bandaging group had more
reduction on residual limb circumferential measurement and residual limb firmness across the 6week time period. The results also showed that increasing age and poor mental function of
patients are limiting factors for applying the residual limb bandaging technique. It could be
explained by the theory that increasing age may hinder the ability of participants to learn the
bandaging technique.26,27 This was similar to the study by Visser,28 which showed that education
and skills reinforcement are needed for facilitating the residual limb bandaging technique. The
use of residual limb socks could be recommended as an alternative residual limb management
technique for persons with fair hand and cognitive functions.
There were several limitations in this study. First, the small sample size may have limited
investigators in detecting possible effects of the different treatment modalities. Besides, the
rating scales used in the study were only objective measures for assessing residual limb shape
and residual limb solidity. To improve the quality of outcomes collected, more subjective
instruments are recommended; for example, spiral x-ray computed tomography imaging and a
specifically designed cylindrical tank for assessing residual limb shape. 29,30 The limited skill in
applying the residual limb bandaging was also a factor that influenced the overall results of this
study.28 In the future, an education booklet together with hands-on practice and supervision of
residual limb bandaging are recommended for further improving the bandaging skills of persons
with transtibial amputation.28
CONCLUSION
This study shed light on the residual limb management of persons with transtibial amputation
before prosthesis fitting. As occupational therapists, it is important for us to provide sufficient
training and guidance on residual limb management for our patients so as to facilitate prosthetic
fitting and improve the outcomes of amputation rehabilitation.
References:
1. Leung HB, Wu FCJ, Guerin JS, Wong WC. Chinese amputeesperioperative and
rehabilitation outcomes. J Orthop Surg (Hong Kong) 2001;5(Suppl):12S.
2. De Godoy JM, de Godoy MF, Batigalia F, et al. Lower-extremity amputation: a 6-year
follow-up study in Brazil. J Orthop Surg (Hong Kong) 2005;3:164166.
3. Leung HB, Wong WC, Wu FCJ, Guerin JS. Perioperative and rehabilitation outcomes
after lower-limb amputation in elderly Chinese patients in Hong Kong. J Orthop Surg
(Hong Kong) 2004;12:102109.
4. Wong MW. Lower extremity amputation in Hong Kong. Hong Kong Med J 2005;11:147
152.
5. Wong MW. Changing dynamics in lower-extremity amputation in China. Arch Phys Med
Rehabil 2005;86:17781781.
6. Greive AC, Lankhorst GJ. Functional outcome of lower-limb amputees: a propectives
descriptive study in a general hospital. Prosthet Orthot Int 1996;20:7987.
41 | K e l o m p o k 6
42 | K e l o m p o k 6
26. Boss BJ. The neuroanatomical and neurophysiological basis of learning. J Neurosci
Nurs 1986;18:256264.
27. Boss BJ. The neurophysiological basis of learning: attention and memory implications
for SCI nurses. SCI Nurs 1993;10:121129.
28. Visser C. Knowledge and skill of patients with regard to amputation stump bandaging,
prior to a prosthesis. S Afr J Physiother 1998;54:810.
29. Commean PK, Brunsden BS, Smith KE, Vannier MW. Belowknee residual limb shape
change measurement and visualization. Arch Phys Med Rehabil 1998;79:772782.
30. Fernie GR, Holliday PJ, Lobb RJ. An instrument for monitoring stump oedema and
shrinkage in amputees. Prosthet Orthot Int 1978;2:6972.
Source: Journal of Prosthetics and Orthotics 2010; Vol 22, Num 3, p 194
URL: http://www.oandp.org/jpo/library/2010_03_194.asp
43 | K e l o m p o k 6