Anda di halaman 1dari 43

BAB1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Amputasi merupakan suatu keadaan ketiadaan sebagian atau seluruh
anggota gerak atau menunjukkan suatu prosedur bedah. Operasi amputasi sendiri
merupakan suatu teknik operasi rekonstruksi dan plastik yang akan membentuk
sebuah alat gerak yang sesuai untuk fitting sebuah prostetis yang nyaman dan
fungsional. Amputasi merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan
terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak
mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi
organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak
organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Amputasi
tungkai bawah diindikasikan untuk kebanyakan orang karena infeksi, gangren,
osteomyelitis tibia kronis, iskemia akut ekstremitas bawah, dan trauma.
Angka insidensi dan prevalensi amputasi yang pasti tidak diketahui, tetapi di
Amerika Serikat saat ini terjadi 43.000 amputasi per tahun. Di Hong Kong, kejadian
amputasi tungkai bawah utama adalah sekitar 4,8% pada 100.000 penduduk per
tahun. Menurut Crenshaw, dalam Vitriana (2002), amputasi pada alat gerak bawah
mencapai 85%-90% dari seluruh amputasi, dimana amputasi bawah lutut
(transtibial amputation) merupakan jenis operasi amputasi yang paling sering
dilakukan. Angka kejadian amputasi yang pasti di Indonesia saat ini tidak diketahui,
tapi menurut Vitriana (2002) di Amerika Serikat terjadi 43.000 kasus per tahun dari
jumlah penduduk 280.562.489 jiwa atau sekitar 0,02%, sedangkan dalam Raichle
et al. (2009) disebutkan bahwa terjadi kasus amputasi sekitar 158.000 per tahun
dari jumlah penduduk 307.212.123 atau sekitar 0,05%. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa terjadi peningkatan kasus amputasi di Amerika Serikat, baik
secara jumlah, maupun secara persentase dari jumlah penduduk.
Penyebab amputasi dan kondisi medis yang menyertainya merupakan
pertimbangan

yang

penting

untuk

mengembangkan

program

manajemen

perawatan pasien dengan amputasi. Tujuan dari manajemen residual limb pasca
operasi pada amputasi bawah lutut adalah untuk

mengontrol edema dan

membentuk residual limb yang lebih baik. Faktor-faktor ini dapat memfasilitasi
prostetis dengan baik.

1 | Kelompok 6

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa terdapat efektivitas yang


berbeda pada teknik manajemen residual limb setelah amputasi transtibial. Teknik
balutan elastis dan residual limb socks adalah dua teknik direkomendasikan untuk
orang-orang

dengan

amputasi

transtibial

untuk

mengurangi

edema

dan

meningkatkan kondisi residual limb. Efek dari kedua metode ini didokumentasikan
dengan baik dalam literatur sebelumnya,dan pengurangan volume sisa tungkai
secara signifikan ditemukan pada orang yang menggunakan perban residual limb
dan kaus kaki residual limb.
Teknik balutan figure-of-eight adalah teknik yang paling sering dipilih untuk
manajemen residual limb setelah amputasi. Teknik ini terdiri dari putaran miring
yang bergantian naik dan turun setelah mengelilingi ekstremitas bawah, membuat
bentuk delapan. Tekanan terbesar diterapkan pada ujung distal dari residual limb
dan memungkinkan beberapa derajat kompresi lebih pada residual limb untuk
mengontrol edema. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa teknik ini
efektif dalam mengurangi edema dan mampu memperbaiki bentuk residual limb,
ringan, dan dapat dicuci kembali.
Kaus kaki elastis untuk residual limb yang juga disebut Shrinker socks
adalah kaus kaki yang berbentuk seperti kerucut. Salah satu kelebihan aplikasi
residual limb socks adalah mudah

dalam mengenakan dan mengangkatnya.

Penggunaan residual limb socks dapat memberikan kompresi yang membantu


mengurangi edema dan memberikan perlindungan cahaya untuk anggota badan,
serta membantu untuk membentuknya menjadi bentuk silinder untuk mengepaskan
prostesis. Kelemahannya adalah bahwa kaus kaki elastis ini hanya dapat
diterapkan setelah jahitan sembuh.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas dari penggunaan
balutan elastis dan residual limb socks pada manajemen perawatan residual limb
pada orang dengan amputasi transtibia dalam hal perubahan lingkaran, bentuk,
dan kekokohan/ kekuatan residual limb.
1.3 Manfaat
Penelitian dalam jurnal ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
perbandingan antara efek dari penggunaan elastic bandaging dan residual limb
elastis sock pada manajemen perawatan residual limb pada orang dengan
amputasi transtibia kepada institusi (Rumah Sakit dr Saiful Anwar)

2 | Kelompok 6

BAB 2
TINJAUAN TEORI
1.1 KONSEP AMPUTASI
A. Pengertian Amputasi
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan
pancung.Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas, atau dengan kata lain suatu tindakan
pembedahan dengan membuang bagian tubuh (Burner, 1988; 807 ). Tindakan ini
merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah
organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain, atau apabila kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat
menimbulkan komplikasi infeksi.
Amputasi adalah pengangkatan atau pemotongan sebagian anggota tubuh atau
anggota gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah,
osteomielitis dan kanker (PSIK FKUI,1996). Amputasi adalah pengangkatan melalui
bedah /traumatik pada tungkai (Doenges, 2000). Dalam kamus kedokteran Dorland,
amputasi adalah memotong atau memangkas, pembuangan suatu anggota badan.
Menurut Crenshaw, dalam Vitriana(2002), amputasi pada alat gerak bawah
mencapai 85%-90% dari seluruh amputasi, dimanaamputasi bawah lutut (transtibial
amputation) merupakan jenis operasi amputasi yang paling sering dilakukan. Angka
kejadian amputasi yang pasti di indonesia saat ini tidak diketahui, tetapi menurut
Vitriana (2002) di Amerika Serikat terjadi 43.000kasus per tahun dari jumlah penduduk
280.562.489 jiwa atau sekitar 0,02%, sedangkan dalam Raichle et al. (2009)disebutkan
bahwa terjadi kasus amputasi sekitar 158.000per tahun dari jumlah penduduk
307.212.123 atau sekitar 0,05%. Dengan demikian dapat diketahui bahwa terjadi
peningkatan kasus amputasi di Amerika Serikat, baik secara jumlah, maupun secara
persentase dari jumlah penduduk
Karena itu amputasi dikelompokkan atas dua kelompok yaitu amputasi
kongenital dan amputasi bedah. Pada amputasi kongenital ketiadaan anggota gerak
disebabakan gangguan oleh pembentukan organ yang dibawa sejak lahir, sedang
amputasi bedah adalah prosedur pemotongan yang memotong tulang.
Dengan melihat beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa amputasi
dalah pengangkatan/ pemotongan/ pembuangan sebagian anggota tubuh

atau

3 | Kelompok 6

anggota garak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah,
osteomielitis dan kanker melalui proses pembedahan.
Amputasi bawah lutut
Amputasi bawah lutut secara statistik merupakan amputasi utama yang paling
sering dikerjakan pada alat gerak bawah. Fungsi lutut sendiri bersifat sangat penting
pada manajemen rehabilitasi dengan penggunaan prostetik sehingga setiap usaha
selalu dibuat untuk menyelamatkan lutut. Amputasi bawah lutut merupakan suatu
prosedur rekonstruktif yang memerlukan perhatian yang cermat terhadap detail
tekniknya. Level ini dipilih berdasarkan ketersediaan jaringan yang sehat termasuk
pemahaman potensi penyembuhan dari alat gerak yang iskemi. Sisi pemotongan
adalah level dimana terdapat cukup jaringan lunak untuk menghasilkan residual limb
yang dapat sembuh dengan baik dan mempunyai toleransi terhadap prostetik. Panjang
residual limb sebaiknya dipertahankan setinggi hingga pertemuan 1/3 tengah dan
bawah tibia -fibula. Hal ini dimaksudkan untuk mempretahankan ekstremitas sedistal
mungkin, dan sedapat mungkin lutut harus diselamatkan, karena lutut sangat berguna
secara fungsional. Jika disfungsi lutut yang signifikan timbul, amputasi very short
below knee merupakan kontraindikasi dan lebih disarankan untuk dilakukan amputasi
dengan level knee disarticulation atau amputasi dengan level yang lebih tinggi.
B. Etiologi
Penyebab amputasi sendiri secara umum dapat dibedakan menjadi:
1. Defek lahir kongenital (5%)
Mayoritas tampak pada usia dari lahir hingga 16 tahun.
2. Didapat (95%), terdiri dari :
a. Penyakit oklusi arterial (Occlusive Arterial Disease) 60%.
Sering dihubungkan dengan diabetes mellitus. Mempunyai insidensi pada
usia sekitar 60-70 tahun. 90% kasus melibatkan alat gerak bawah; 5%
partial foot and ankle amputations, 50% below knee amputation, 35%
above knee amputation dan 7-10% hip amputation). Karena penyakit
vaskularisasi perifer (sering terjadi sebagai gejala sisa diabetes militus),
gangrene, infeksi dan arterosklerosis. Penyakit vaskularisasi perifer
merupakan
b.

penyebab

tertinggi

amputasi

ekstremitas

bawah

(Smeltzer,2002).
Trauma - 30%

4 | Kelompok 6

Paling sering terjadi pada usia antara 17-55 tahun (71% pria). Lebih
banyak mengenai alat gerak bawah, dengan ratio 10 : 1 dibandingkan
dengan alat gerak atas.
c. Tumor 5%
Biasanya tampak pada usia sekitar 10-20 tahun.
C.

Patofisiologi
Amputasi dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh

dengan metode :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada klien dengan
infeksi yang mengembang atau berat. Dimana pemotongan dilakukan pada tingkat
yang sama. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka
bersih dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.

2. Metode tertutup. Dilakukan dalam kondisi yang lebih mungkin. Pada metode ini
kulit tepi ditarik atau dibuat skalf untuk menutupi luka, pada atas ujung tulang dan
dijahit pada daerah yang diamputasi. Amputasi tertutup dilakukan dibuat dengan
memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang. Setelah
dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan
luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah
kontraktur, dan persiapan untuk penggunaan protese (mungkin). Berdasarkan
pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka
perawat

memberikan

asuhan

keperawatan

pada

klien

sesuai

dengan

kompetensinya.

D. Tingkatan amputasi
Tujuan pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin panjang
ekstremitas konsisten dengan penghentian proses penyakit. Dimana mempertahankan
lutut dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Untuk itu pembedahan atau amputasi

5 | Kelompok 6

dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan
baik. Dimana tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila organ mengalami iskemia
atau kematian jaringan pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain atau bila organ dapat membahayakan tubuh klien secara
utuh/merusak organ yang lain.
Tempat

amputasi

ditentukan

berdasarkan 2 faktor yaitu :

Peredaran
bagian

darah
yang

pada
akan

diamputasi
Kegunaan fungsional
Untuk batas amputasi
pada cedera ditantukan
oleh

peredaran

darah

yang

adekuat.

Batas

amputasi

pada

tumor

maligna ditentukan oleh


daerah bebas tumor dan
bebas resiko kekambuhan
lokal.
Pada tubuh tingkatan amputasi
dibagi menjadi beberapa bagian
yaitu :
1) Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas
atas

dapat

mengenai

tangan kanan/kiri. Untuk itu


kehilangan
atas

akan

ekstermitas
menimbulkan

masalah yang spesifik hal


ini

berkaitan

dengan

aktifitas

sehari-hari,

seperti makan,minum, mandi dan sebagainya yang melibatkan tangan.


2) Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari
kaki yang dapat mempengaruhi keseimbangan menekan pada waktu berjalan.

6 | Kelompok 6

Karena itu makin besar tingkat amputasi makin besar energi yang dibutuhkan
untuk ambulasi, misalnya pada :
1. Medial femoral condyle
2.Medial Tibial condyle
3.Lateral Tibial condyle
4.Tibial Tuberosity
5.Tibial crest
6.Distal end of tibia
7.Fibular head
8.Distal end of fibular
Adapun amputasi yang sering terjadi pada
ekstremitas ini dibagi menjadi 2 letak yaitu :
a. Amputasi dibawah lutut (below
knee amputation)
Ada dua jenis yaitu amputasi pada
nonischemic limb dan ischemic
limb.

b. Amputasi diatas lutut


Amputasi

ini

memegang

angka

penyembuhan tertinggi pada pasien


dengan penyakit vaskuler perifer. Hal
ini dikarenakan vaskularisasi yang
lebih besar dan lebih optimal sehingga
perfusi

untuk

penyembuhan

luka

terfasilitasi dengan baik.


E.

Penatalaksanaan Amputasi
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi

dan menghasilkan sisa tungkai (residual limb) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang
sehat pada lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi
yang buruk dan masalah vaskularisasi lainnya. Percepatan penyembuhan dapat
dilakukan dengan penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan
edema sisa tungkai dengan balutan dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan
luka untuk menghindari infeksi. Edema dikontrol dengan tujuan untuk memudahkan

7 | Kelompok 6

dalam

setting

prosthesis

apabila

luka

amputasi sudah sembuh dan mempersecap


proses penyembuhan luka.

Balutan Rigid Tertutup


Balutan rigid adalah balutan yang

menggunakan

plaster

of

paris

yang dipasang waktu dikamar


operasi. Pada waktu memasang
balutan ini harus direncanakan
apakah

penderita

imobilisasi

atau

pemasangan

harus

tidak

dilengkapi

memasang

ekstensi

sementara

dan

dan
tempat

prosthesis

kaki

buatan.

Balutan ini sering digunakan untuk


mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri
dan mencegah kontraktur.
Kaos kaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah
peka tekanan. Sisa tungkai (residual limb) kemudian dibalut dengan gips elastic yang
ketika mengeras akan memberikan tekanan yang merataGips diganti sekitar 10-14
hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus
segara diganti.

Balutan Lunak
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi

dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala


sisa tungkai (residual limb) sesuai kebutuhan.
Bidai imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan.
Hematoma residual limb dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan
infeksi (Smeltzer, 2002).

Protesis.
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera

dapat dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan


klien menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan

8 | Kelompok 6

setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah
proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertu juan untuk mengganti
bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi,
temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat
dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan
tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan
triseps.
Pasien yang memerlukan amputasi biasanya pada usia muda adalah
disebabkan karena trauma ekstremitas berat, sedangkan pada dewasa tengan dan
lansia kebanyakan disebabkan karena penyakit vaskuler perifer. Orang muda
umumnya sehat, sembuh dengan cepat, dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi
segera. Karena amputasi sering merupakan akibat dari cedera, pasien memerlukan
lebih banyak dukungan psikologis
untuk

menerima

perubahan

mendadak citra diri dan menerima


stres akibat hospitalisasi,rehabilitasi
jangka panjang dan penyesuaiaan
gaya hidup. Pasien ini memerlukan
waktu

untuk

mengatasi

mereka

mengenai

permanen.

Reaksi

perasaan
kehilangan

mereka

susah

diduga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan bermusuhan.


Sebaliknya, lansia dengan penyakit vascular perifer sering mengidap masalah
kesehatan lain, termasuk diabetes militus dan arterosklerosis. Amputasi terapeutik
untuk kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan pasien dari nyeri,
disabilitas

dan

ketergantungan.

Pasien

ini

biasanya

sudah

siap

mengatasi

perasaannya dan siap menerima amputasi. Adapun pengaruh dari amputasi yaitu :

Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan imobilisasi maka akan menyebabkan penekanan
pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga

sehingga menurunkan kecepatan metabolismebasal.


System musculoskeletal
Terjadi penurunan kekuatan otot. Dengan adanya imobilisasi dan gangguan
system vaskuler memungkinkan supali O2 dan nutrisi sangat berkurang pada

jaringan demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu.


System integument

9 | Kelompok 6

Tirah baring yang lama dapat mengakibatkan tubuh bagian bawah seperti
punggung dan bokong akan tertekan akibat tirah baring lama sehingga terjadi
penurunan suplai darah dan nutrisi kejaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi
ischemia, hyperemis, dekubitus dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan
dan kulit dimasase untuk meningkatkan supali darah.
F.

Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit.
Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat
menjadi masif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran
darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit
akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan protesis.
1. Masalah Kulit
Perawatan kulit merupakan hal yang penting karena adanya beberapa lapisan
jaringan yang berdekatan di ujung akhir tulang seperti jaringan parut, termasuk
kulit dan lapisan subkutan, yang mudah melekat pada tulang. Sehingga perlu
diperhatikan adanya mobilisasi jaringan parut. Massage secara lembut pada
jaringan lunak bagian distal akan membantu mempertahankan mobilitasnya di
atas permukaan atau ujung tulang.
Tapping jaringan parut dan bagian distal jaringan lunak sebanyak 4 kali
sehari sering membantu untuk mendesensitasi area tersebut sebelum
penggunaan prosthesis. Tapping dilakukan dengan ujung jari, dimulai dengan
sentuhan ringan dan kemudian tekanan ditingkatkan sekitar 5 menit hingga
timbul rasa tidak nyaman yang ringan. Cara membersihkan kulit yang baik juga
harus diajarkan, misalnya dengan mempergunakan sabun yang bersifat ringan,
cuci kulit hingga berbusa lalu basuh dengan air hangat. Kulit dikeringkan
dengan cara ditekan dengan lembut, tidak digosok. Pembersihan ini dilakukan
setiap hari terutama pada sore hari.
2. Infeksi
Jika terjadi infeksi pada residual limb, jika sifatnya terbuka, memerlukan terapi
antibiotik. Jika sifatnya tertutup, harus dilakukan insisi serta terapi antibiotik.
3. Masalah tulang

Osteoporosis.
Bisa disebabkan

karena

penggunaan

prostetik

tanpa

memberikan

pembebanan pada sistem skeletal (by passing weight bearing).


Bone spurs

10 | K e l o m p o k 6

Pertumbuhan tulang yang berlebihan yang dapat menimbulkan tekanan

pada kulit).
Skoliosis
Timbul biasanya pada pasien dengan panjang kaki yang tidak sama.

Diterapi dengan mengkoreksi panjang prosthesis.


4. Perubahan berat badan
Pasien dengan amputasi sering mengalami penurunan berat badan sebelum
dan atau setelah menjalani amputasi karena hipermetabolisme akibat
peningkatan kebutuhan energi.
5. Kontraktur sendi/deformitas
Pada alat gerak bawah, adanya kontraktur panggul sangat mengganggu karena
membuat

pasien

kesulitan

untuk

mengekstensikan

panggulnya

dan

mempertahankan pusat gravitasi di lokasi normalnya. Sementara itu jika pusat


gravitasi mengalami perubahan, maka akan semakin banyak energi yang
diperlukan untuk melakukan ambulasi. Adanya tendensi kontraktur fleksi lutut
terdapat pada amputasi bawah lutut yang dapat membatasi keberhasilan fitting
sebuah prostetik. Deformitas ini dapat timbul karena nyeri, kerja otot dan pasien
yang duduk untuk jangka waktu lama dalam kursi roda.
Hal tersebut diatas dapat dicegah dengan cara :
a. Positioning
Di tempat tidur residual limb diletakkan paralel terhadap alat gerak bawah yang
tidak diamputasi tanpa bersandar pada bantal. Pasien berbaring selurus
mungkin untuk jangka waktu yang singkat selama satu hari dan mulai secara
bertahap berbaring telungkup saat drain telah diangkat bila kondisinya
memungkinkan. Posisi ini mula-mula dipertahankan selama 10 menit yang
kemudian ditingkatkan menjadi 30 menit selama 3 kali per hari. Jika pasien
mempunyai masalah jantung dan pernafasan atau jika posisi telungkup terasa
tidak nyaman, pertahankan posisi telentang selama mungkin. Pada pasien
dengan amputasi di bawah lutut yang mempergunakan kursi roda maka
residual limb harus disandarkan pada sebuah stump board saat pasien duduk.
Fleksi lutut yang lama harus dihindari.
b. Latihan
Latihan luas gerak sendi dilakukan sedini mungkin pada sendi di bagian
proksimal alat gerak yang diamputasi. Latihan isometrik pada bagian otot
quadriceps dapat dilakukan untuk mencegah deformitas pada amputasi di
bawah lutut. Latihan ini dimulai saat drain telah dilepas dalam 2-3 hari paska

11 | K e l o m p o k 6

operasi. Tingkatkan latihan mejadi aktif secara bertahap, dari latihan tanpa
tekanan kemudian menjadi latihan
dengan tahanan pada residual limb. Pada awalnya residual limb sangat sensitif
dan pasien didorong untuk berusaha mengurangi sensitifitasnya. Hal ini juga
akan membantu pasien untuk mulai mengatasi keterkejutan menghadapi
kenyataan bahwa alat geraknya sudah tidak ada.
6. Neuroma
Setiap syaraf yang terpotong akan membentuk
distal

neuroma

bila

menyembuh.

Pada

beberapa kasus, nodular bundles dari akson di


jaringan ikat akan menyebabkan nyeri saat
prostetik memberikan tekanan. Terjadi pada
ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan
kulit ujung stump. Hal ini dapat
dicegah dengan memotong saraf
lebih proximal dari stump sehingga
tertanam di dalam otot.
7. Phantom sensation.
Didefinisikan sebagai suatu
sensasi

yang

keberadaan
diamputasi.

timbul

tentang

bagian

yang

Pasien

mengalami

sensasi seperti dari alat gerak yang


intak, yang saat ini telah hilang.
Kondisi ini dapat disertai dengan
perasaan tingling atau rasa baal yang tidak menyenangkan. Phantom sensation
dapat juga terasa sangat nyata sehingga pasien dapat mencoba untuk berjalan
dengan kaki yang telah diamputasi. Dengan berlalunya waktu, phantom
sensation cenderung menghilang tetapi juga terkadang akan menetap untuk
beberapa dekade.
Biasanya sensasi terakhir yang hilang adalah yang berasal dari jari, jari
telunjuk atau ibu jari, yang terasa seolah-olah masih menempel pada residual
limb. Sejumlah teori telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini. Salah
satunya adalah teori yang menyatakan bahwa karena alat gerak merupakan

12 | K e l o m p o k 6

bagian integral dari tubuh, maka akan secara berkelanjutan memberikan


sensory cortex rasa taktil, propriosepsi, dan terkadang stimuli nyeri yang diingat
sebagian besar di bawah sadar sebagai bagian dari body image. Setelah
amputasi, persepsi yang diingat tersebut akan menimbulkan phantom
sensation.
8. Phantom Pain
Dapat timbul lebih lambat dibandingkan dengan phantom sensation.
Sebagian besar phantom pain bersifat temporer dan akan berkurang
intensitasnya secara bertahap serta menghilang dalam beberapa minggu
hingga kurang lebih satu tahun. Bagaimanapun juga sejumlah ketidamampuan
dapat timbul menyertai rasa nyeri pada beberapa pasien amputasi. Rasa nyeri
yang timbul merupakan akibat memori bagian yang diamputasi dalam korteks
dan impuls syaraf yang tetap menyebar karena hilangnya pengaruh inhibisi
yang secara normal diinisiasi melalui impuls afferent dari alat gerak ke pusat.
Sering dihubungkan dengan gangguan emosional, tetapi sulit menentukan
apakan gangguan emosional mendahului atau merupakan akibat darinya.
Phantom pain dapat dipresipitasi atau ditingkatkan oleh setiap kontak. Selain itu
juga dapat dipicu oleh suatu fungsi otonomik seperti miksi, defekasi, ejakulasi,
angina pectoris, atau merokok sigaret
9. Edema
Edema pada residual limb akan menyebabkan proses penyembuhan yang
lambat dan akan membuat fitting prostetik menjadi sulit. Edema dapat dicegah
dengan berbagai macam cara seperti mempergunakan total-contact sockets,
terutama jika sifatnya inelastik, dengan penggunaan elastic bandaging, plaster
cast, air bags atau dapat pula dengan cara immediate fit rigid dressing. Latihan
pada daerah residual limb, penggunaan stump board serta peninggian ujung
tempat tidur hingga bersudut kurang lebih 300 juga akan membantu mengontrol
edema. Dibawah ini beberapa cara untuk mengontrol edema pada punting :
o Bandaging
Bandaging merupakan salah satu mengurangi edema, bandaging yang buruk
akan menyebabkan kerusakan pada residual limb. Elastic bandages selain
membantu mengontrol edema tetapi juga akan mengecilkan dan membentuk
alat gerak yang tersisa untuk prosthetic casting. sebuah balutan selebar 4 inchi
biasanya

dipergunakan

untuk

residual

limb

di

bawah

lutut.

Untuk

mempertahankan bandage, sebuah balutan berbentuk angka delapan biasanya


membalut sendi proksimal yang terdekat dengan residual limb. Tekanan yang

13 | K e l o m p o k 6

diberikan sebaiknya sama rata dan menurun ke arah lipat paha. Putaran harus
dilakukan secara diagonal, hindari putaran sirkuler untuk menghindari efek
tourniquet yang dapat menimbulkan edema di bagian distal.
Residual limb sebaiknya dibalut ulang sedikitnya tiga kali sehari (paling
baik setiap 3-4 jam sekali) dan pada kondisi bandage melonggar, menggeser
atau menggulung. Bandage harus dipergunakan sepanjang hari tetapi
dilepaskan jika mempergunakan sebuah prosthesis. Pemakaiannya kurang
lebih satu tahun dan
pasien beserta keluarganya harus diajarkan cara mempergunakannya secara
mandiri. Pemeriksaan kulit secara teratur harus dilakukan demikian pula
dengan
pencucian kaus kaki dan bandage.
G. Pemeriksaan diagnostik
1) Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
2) CT Scan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, dan pembentukan
hematoma.
3) Aniografi dan

pemeriksaan

aliran

untuk

mengevaluasi

perubahan

sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensi penyembuhan


jaringan setelah amputasi.
4) Ultrasound Doppler, flowmetri Doppler dilakukan untuk mengkaji dan mengukur
aliran darah
5) Tekanan O2 transkutaneus untuk memberi peta pada area perfusi paling besar
dan paling kecil dalam ketrelibatan ekstremitas.
6) Termografi : mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik pada dua sisi dari
jaringan kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua
pembacaan, makin besar kesempatan untuk sembuh.
7) Pletismografi : mengukur TD segmental bawah terhadap ekstremitas bawah
mengevaluasi aliran darah arterial.
8) LED : peninggian mengindikasikan respon inflamasi
9) Kultur luka : mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab.
10) Biopsi : mengkonfirmasi diagnosa massa benigna/maligna.
11) Hitung darah lengkap/diferensial : peninggian dan perpindahan ke kiri diduga
proses infeksi.

2.1 KONSEP BALUTAN ELASTIS


A. Karakteristik Balutan Luka Yang Ideal
Balutan luka yang ideal haruslah menciptakan keadaan atau suasana yang
menunjang untuk tercapainya tujuan dari perawatan dan memberi perlindungan pada
luka dari agar tidak memperparah kondisi luka.

14 | K e l o m p o k 6

Karakteristik
Menciptakan

suasana/keadaan

Rasional
yang Permukaan

luka

yang

kering

lembab untuk kesembuhan luka atau menghambat penyembuhan luka


istilahnya moist wound healing*
Mengontrol eksudat yang berlebih

Mencegah maserasi** pada luka dan


daerah

Menjaga kondisi suhu yang stabil

sekitarnya

juga

mencegah

kerusakan luka yang lebih parah


Penurunan suhu pada permukaan luka
dapat

menghambat

perkembangan

fibroblast
Tidak dapat dilalui mikro-organisme
Mencegah keluar masuknya organisme
Menyebabkan trauma/kerusakan yang Mencegah kerusakan dan mengurangi
minimal ketika mengganti balutan
Harga yang terjangkau

rasa nyeri
Menggunakan

Terdapat di rumah sakit dan komunitas

tersedia
Dapat diperoleh dengan mudah oleh

sumber

terbaik

yang

semua tenaga kesehatan


*Catatan : pada keadaan tertentu moist wound healing bukanlah suatu pilihan,

contoh : luka nekrotik pada tumit


** Maserasi : maserasi pada kulit terjadi ketika kulit terus menerus dalam keadaan
basah. Kulit menjadi lebih lunak, berubah warna menjadi putih, dan dapat dengan

mudah terinfeksi oleh bakteri dan jamur. (buat yang belum tau atau lupa)
Sumber : NHSSB Wound Management Manual.PDF
B. ELASTIC BANDAGE (BALUTAN ELASTIS)
1. Pengertian
Merupakan metode balutan
luka post amputasi yang sering
digunakan, figure of eight adalah
teknik yang paling sering dipilih
untuk manajemen ekstremitas sisa
setelah amputasi. Teknik ini terdiri
dari putaran miring yang bergantian naik dan turun setelah melingkari ekstremitas
bawah, membuat angka delapan. Tekanan terbesar diterapkan di ujung distal
ekstremitas sisa dan memungkinkan beberapa derajat kompresi lebih ekstremitas sisa

15 | K e l o m p o k 6

untuk mengontrol edema. Tekanan dimaksudkan untuk meningkatkan aliran balik vena
sehingga edema akan mengalami penurunan.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa teknik ini efektif dalam
mengurangi edema dan lebih baik membentuk dari residual limb. Selain itu, metode ini
mudah untuk dilakukan, mudah terlihat dan dibersihkan atau dicuci. Pergerakan
persendian akan mengakibatkan pemasangan perban akan tergeser pada bagian
proksimal ekstremitas, sehingga perlu untuk dilakukan pemasangan kembali.Lipatan
pada perban yang tidak teratur/rapi akan menyebabkan gesekan pada kulit sehingga
menyebabkan iritasi pada kulit. Teknik penggunaan perban yang tepat sangat
bergantung pada teknik pemasangan yang dilakukan oleh beberapa orang tenaga
kesehatan. Teknik yang salah akan mempengaruhi tekanan pada ekstremitas sisa
amputasi yang akan menyebabkan perbedaan hasil akhir pada penyembuhan residual
limb (sisa ekstremitas).
C. LIMB SHOCK/SHRINKER SHOCKS
1. Pengertian
Merupakan kaus kaki elastic yang dipakai pada tungkai sisa amputasi. Kaus
kaki ini juga disebut Shrinker socks yang berbentuk seperti kerucut. Salah satu
kelebihan

aplikasi

kaus

kaki

elastis

pada

ekstremitas

ini

mudah

saat

digunakan.Penggunaan kaus kaki ekstremitas dapat memberikan kompresi yang


membantu mengurangi edema dan memberikan perlindungan kepada anggota badan,
serta membantu untuk membentuknya menjadi bentuk silinder untuk pemasangan
prostesis.

Namun, kelemahannya adalah hanya bisa diterapkan setelah jahitan diangkat


dan drainase sudah berhenti. Hal yang perlu diperhatikan adalah tekanan dibuat besar
pada distal dan secara bertahap berkurang menuju paha (proksimal). Jika Shrinker
yang bertekanan kecil (longgar) di ujung bawah (distal) maka daerah ketat yang besar
16 | K e l o m p o k 6

tekanannya

(proksimal)

dapat

menghambat

sirkulasi

sehingga

meningkatkan

pembengkakan. Oleh karena itu, terlalu sering mengenakan kaus kaki elastis dapat
menciptakan tekanan yang berlebihan pada daerah distal yang mengganggu sirkulasi.
Tekanan yang ideal sebesar 20-25 mmHg akan mengurangi hipertensi vena dan
mengurangi ketidaknyamanan ataupun merusak kulit (Junger et. Al., 2009). Sehingga
waktu yang tepat digunakannya shrinker shock adalah setiap bangun tidur (pagi hari)
dan dilepas jika akan tidur (malam hari) dengan 3-4 kali pengecekan posisi shrinker
shock setiap hari. Jika ada kelebihan ruang di bagian bawah kaus kaki, tungkai akan
membengkak ke ruang itu.
2. Tujuan Pemakaian Shinker Sock
a.
b.
c.
d.

Mempercepat penyembuhan luka dengan mengurangi oedem


Meningkatkan pembentukan residual limb (sisa ekstremitas)
Mengurangi sensasi phantom
Memberikan perasaan aman pada bagian ekstremitas yang teramputasi.

3. Indikasi
a. amputasi atas dan bawah lutut
b. pembengkakan pada residual limb
c. penggunaan prosthesis
4. Kontraindikasi
a. Balutan terlalu tebal
b. Nyeri meningkat
c. Jika mengalami penurunan sensasi
d. Luka terdapat oozing
e. Segera lepaskan jika ada masalah alergi pada kulit

5. Langkah-langkah

17 | K e l o m p o k 6

BAB 3
PEMBAHASAN
3.1. Metode penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah prospective
two-group experimental design dengan pre test post test untuk membandingkan
keefektifan elastic bandages dan residual limb socks dalam mengurangi edema
pada residual limb, menambah kekuatan atau kekokohannya dan memperbaiki
bentuk residual limb.
3.2. Sampel
Subjek penelitian dalam jurnal ini adalah pasien rawat inap yang telah
menjalani amputasi transtibial dalam waktu satu bulan di unit rehabilitasi ortopedi
lokal. Subjek direkrut dengan menggunakan purposive sampling sehingga peneliti
mendapatkan subjek yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kriteria inklusi
pada penelitian ini adalah:
1) Peserta mendapatkan skor pada Mini-Mental State Examination(CMMSE)
dengan Skor minimal 16
2) Tidak ada komplikasi medis lainnya atau penyakit jiwa.
Semua

subjek

yang

mengikuti

penelitian

sebelumnya

juga

telah

mendapatkan persetujuan untuk mengikuti penelitian dari pusat rehabilitasi


setempat.
3.3. Prosedur Penelitian

18 | K e l o m p o k 6

Pasien yang memenuhi kriteria inklusi diberikan penjelasan rinci tentang penelitian
yang akan dilakukan. Kemudian, para responden harus memberikan persetujuan
tertulis sebelum mereka berpartisipasi dalam studi. Para responden

secara acak

dibagi dalam kelompok elastic bandage dan residual limb socks. Kemudian responden
dalam kelompok elastic bandage dilatih tentang cara membalut atau memakai elastic
bandage yang tepat. Para peserta disarankan untuk mengikuti pedoman untuk
memakai elastic bandage yang efektif, seperti yang direkomendasikan oleh Maydan
Brady, antara lain: 1) aplikasi balutan selama lebih dari 20 jam per hari, 2) penerapan
perban dengan figure-of-eight yang terdiri dari putaran miring yang bergantian naik dan
turun setelah mengelilingi ekstremitas bawah, membuat bentuk delapan, dan 3) balut
residual limb minimal tiga kali sehari (tiap 6-7 jam) atau sesuai kebutuhan (apabila
kendor).

Untuk peserta dalam residual limb socks, disarankan untuk mmemakai


residual limb socks selama lebih dari 20 jam per hari selama periode waktu 6
minggu. Responden juga harus secara teratur memeriksa untuk melihat apakah
kaus kaki tersebut sudah melorot dari residual limb. Pada kelompok ini dilakukan
monitor ukuran kaus kaki dan direvisi jika diperlukan untuk

memaksimalkan

efektivitasnya.

19 | K e l o m p o k 6

Semua peserta sebelum penelitian, diberikan pelatihan fungsional standar


sesuai dengan rehabilitasi amputasi ekstremitas dalam pengaturan rehabilitasi
lokal. Pengukuran dilakukan secara melingkar pada ekstremitas tuberositas
tibialis, diukur 5 sampai 10 cm dari bagian distal menuju tuberositas tibialis. Selain
pengukuran digunakan juga Analog Visual Scale (VAS) dengan lima rentang skala
untuk mengkaji bentuk residual limb, soliditas residual limb, dan kepuasan peserta
pada bentuk residual limb. Instrumen ini digunakan saat pre test dan monitoring
mingguan selama 5 minggu berturut-turut setelah dilakukan aplikasi baik elastic
bandage ataupun residual limb socks.
3.4 Instrumen Penelitian
Pengukuran melingkar pada residual limb diambil dengan menggunakan
pita pengukur seperti yang disarankan oleh Krouskop et al. Pada setiap
pengukuran, residual limb responden diposisikan duduk dengan kaki ditumpukan
pada balok busa/ bantal untuk menjaga sendi lutut di fleksi 60 , seperti yang
direkomendasikan oleh Persson dan Liedberg dalam protokol standar penilaian
residual limb. Pengukuran melingkar di tuberositas tibialis, 5 dan 10 cm distal
tuberositas tibialis sepanjang sumbu panjang ekstremitas sisa, diambil dengan
tujuan untuk mengumpulkan data mengenai perubahan volume residual limb
sesuai dengan saran Zheng et al.
Pada jurnal tidak dije;askan ilustrasi pengukuran volume residual limb,
namun berdasar penelitian sebelumnya (Manella, 1981) digunakan rumus seperti
dibawah ini untuk mengukur volume residual limb: Volume= h/12 x ( C12 + C2 + (C1)
(C2)).

20 | K e l o m p o k 6

Instrumen kedua yang digunakan pada jurnal adalah ketiga Visual Analog
Rating Scale yang digunakan untuk mengkaji bentuk residual limb, soliditas
residual limb, dan kepuasan peserta pada bentuk residual limb dalam jangka waktu
6 minggu penilaian.
3.5 Analisa Data
Semua data yang terkumpul di analisis dengan SPSS versi 12.0 for
Windows untuk membuktikan homogenitas dari dua kelompok peserta, Uji chisquare digunakan untuk membandingkan hubungan jenis kelamin, diagnosis,
penyebab amput
asi, dan tipe skin flap dari residual limb antara kedua kelompok. Uji
independent t-test kemudian digunakan untuk membandingkan usia, ukuran
residual limb, dan Skor CMMSE antara kelompok. Sehingga dengan kedua jenis
uji ini akan dapat diketahui perbedaan karakteristik responden yang signifikan
diantara kelompok yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Hasil pengukuran ulang mingguan, dianalisis menggunakan Uji ANOVA
untuk menguji ukuran, kekokohan/ kekuatan/ soliditas, bentuk residual limb dan
kepuasan responden pada residual limb baik pada masing-masing kelompok
ataupun membandingkan antara kedua kelompok tersebut.
3.4. Hasil
1. Karakteristik responden

21 | K e l o m p o k 6

Sebanyak 81peserta terlibat dalam penelitian ini. Empat pasien tidak dapat
menyelesaikan penelitian dan dikeluarkan dari analisis data. Alasan drop out
karena kematian saat program berlangsung atau keengganan untuk membalut
residual limb. Sehingga hasil akhir didapatkan, sebanyak 77 peserta yang
digunakan untuk analisis data, dengan 39 pada kelompok elastic bandage dan 38
pada kelompok residual limb sock. Usia peserta berkisar dari 30 hingga 93 tahun
(usia rata-rata 67.14 tahun, standar deviasi 13,07). Empat puluh sembilan dari
mereka adalah laki-laki (63,6%) dan 28 perempuan(36,4%). Tujuh puluh
empat(96,1%)
sedangkan

peserta

sisa

mempunyaii

responden

penyebab

lainnya

amputasi

penyebab

amputasi

berupa

penyakit,

adalah

karena

trauma(3,9%). Empat puluh enam peserta (59,7%) memiliki amputasi dengan flap
sagital, sedangkan sisanya dari mereka memiliki amputasi dengan flap kulit
posterior

panjang.

CMMSE

pre

test

rata-rata

adalah

22.67(SD

5.64).

Chi-square statistik dan independent-test menunjukkan bahwa tidak ada


perbedaan yang signifikan atas usia, skor CMMSE, panjang residual limb, jenis
kulit flap,dan yang menyebabkan amputasi diantara kedua kelompok(p>0,05).
Data Demografi diringkas dalam Tabel1.

Table 1. Demographic characteristics of the participants (n = 77)

22 | K e l o m p o k 6

2. Analisa Data
Untuk mengetahui perbedaan antara elastic bandage dan residual limb
dalam mengurangi lingkar/ volume, meningkatkan bentuk, soliditas residual limb,
dan kepuasan peserta dengan penampilan residual limb dilakukan analisa dengan
Uji Anova dari minggu pertama hingga minggu keenam, yang hasilnya dirangkum
pada Tabel 2-13.

23 | K e l o m p o k 6

Results of repeated measures ANOVA on residual limb circumferential


measurement of participants in bandaging group (n = 39) and Residual Limb
Socks (n=38)

Dari ketiga tabel ditas yang menguji tentang ukuran atau volume residual limb
pada masing kelompok ataupun antara kedua kelompok menunjukkan untuk kelompok
residual limb bandage(F (1, 38) =0,02-18,56, p<0,05) dan kelompok residual limb
socks (F (1, 37) =3,12-27,16, p<0,05). Hanya kelompok residual bandages
menunjukkan perbaikan yang signifikan pada bentuk residual limb (F (1, 38) =1,00-5,5,
p<0,05). Ditemukan perbedaan signifikan yang ditemukan pada pengukuran residual
limb melingkar pada5cm distall tuberositas tibialis(F (1, 36) =5.69-7,23, p<0,05) pada
minggu ke-3 sampai 5.

24 | K e l o m p o k 6

Results of repeated measures ANOVA on residual limb solidity of participants in


bandaging group (n = 39) and Residual Lim Socks Group (n=38)

Ada juga perbedaan yang signifikan secara statistik ditemukan pada soliditas
residual limb (F (1, 36) =7,77-7,99, p<0,05) pada minggu 1 sampai 2 minggu dan 4
sampai 5 antara kelompok.

Results of repeated measures ANOVA on residual limb shape of participants in


bandaging group (n = 39) and Residul Limb Socks Group (n=38)

25 | K e l o m p o k 6

Results of repeated measures ANOVA on participants' satisfaction on residual


limb in bandaging group (n = 39) and Residual Limb Socks (n=38)

Hubungan yang signifikan dengan skor usia dan CMMSE terdeteksi pada
pengukuran residual limb melingkar dan soliditas ekstremitas sisa antara kelompok(p
<0,05). Namun, tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada kepuasan
peserta pada penampilan residual limb(p>0,05).

26 | K e l o m p o k 6

3.5 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik bandage maupun residual limb sock
efektif dalam mengurangi edema dan memperbaiki bentuk dan kekencangan
ekstremitas yang tersisa. Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Manella (1981) yang menunjukkan
bahwa residual limb sock lebih afektif dalam menurunkan volume. Pada penelitian
ini didapatkan hasil bahwa bahwa terdapat pengurangan ukuran lingkar atau
volume residual limb dan soliditas ekstremitas sisa pada kelompok bandage
selama 6 minggu. Hal ini dikarenakan Elastic bandages selain membantu
mengontrol edema tetapi juga akan mengecilkan dan membentuk alat gerak yang
tersisa untuk prosthetic casting. Pada elastic bandage besarnya tekanan apabila
sesuai dengan figure of eight maka akan didapatkan tekanan yang sangat efektif
untuk menurunkan edema yaitu 20-25 mmHg. Sehingga aliran balik vena akan
meningkat dan hal inilah yang akan mengurangi edema (Vitriana, 2002).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa peningkatan usia dan fungsi mental
yang buruk merupakan salah satu keterbatasan dalam mengaplikasikan teknik
balutan pada residual limb. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
penambahan usia dapat menghalangi kemampuan peserta untuk belajar tentang
teknik balutan. Hasil penelitian ini mirip dengan hasil penelitian yang dilakukan
Visser yang menunjukkan

bahwa pendidikan dan penguatan ketrampilan

dibutuhkan dalam aplikasi teknik balutan. Penggunaan residual limb sock


techniques dapat direkomendasikan sebagai teknik alternatif pada individu yang
tidak memiliki masalah pada tangan dan fungsi kognitif
3.6 Kelebihan Dan Kelemahan Jurnal
3.6.1 Kelebihan Jurnal
1. Jurnal ini sudah menampilkan dan membandingkan penelitian terkait pada

3.6.2

2.
3.

tahun sebelumnya
Tema yang diangkat dalam jurnal menarik dan sangat aplikatif
Penyampaian secara runtut dari tujuan penulisan sampai pada kesimpulan

4.

dan saran dengan penjelasan yang cukup lengkap


Intervensi untuk diterapkan pada pasien sangat mungkin untuk dilakukan

5.
6.

karena metode yang digunakan jelas yang terdapat didalam jurnal.


Alur perekrutan peserta penelitian jelas dan tertata sesuai prosedur
Peserta penelitian diberikan pelatian cara menggenakan elastic bandage

Kelemahan Jurnal
1. Waktu penelitian yang relative cukup lama yakni 6 minggu, membuat
kemungkinan drop out yang besar.
2. Tidak dijelaskan ilustrasi untuk mengukur volume dari residual limb
3. Tidak ditampilkan instruman VAS yang digunakan
27 | K e l o m p o k 6

4. Kontrol yang kurang ketat pada aplikasi bandage dan residual limb socks
meningkatkan kemungkinan tersadinya bias pada hasil penelitian.
3.7 Implikasi Keperawatan
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa balutan pada residual limb sangat
penting untuk mencegah edema sehinga dapat mempercepat penyembuhan luka,
meningkatkan soliditas residual limb sehingga fungsi dari mobilisasi tidak
teganggu dan resiko untuk terjadinya kontraktur dan deformitas dapat dihindarkan.
Selain itu penggunaan balutan juga dapat memperbaiki bentuk dari residual limb,
sehingga citra tubuh penderita dapat meningkat dan hal inilah yang akan membuat
penderita merasa puas dengan kondisinya dan gambaran diri

juka akan

mengalami kenaikan. Dengan tidak adanya gangguan pada gambaran diri maka
masalah gangguan pada harga diripun tidak akan terjadi.
Dari banyaknya manfaat diatas, penggunaan balutan baik elastic bandage
maupun shrinker soch, membutuhkan perhatian khusus oleh penderita. Hal ini
dikarenakan balutan akan memberikan tekanan pada jaringan, apabila kuatnya
atau lemahnya tekanan tidak diperhatikan maka efektivitas yang diharapkan tidak
akan terjadi. Apabila tekanan kurang dari 15 mmHg,

maka hal ini tidak akan

memberikan efek untuk mendorong pertukaran cairan dari intertisiel dan


eksravasuler dan tidak akan meningkatkan aliran balik vena, sehingga edema
tidak akan teratasi. Apabila tekanan lebih dari 30 mmHg

maka yang terjadi

bukannya manfaat yang didapat namun resiko compartemen syndrom yang akan
terjadi. Hal ini terjadi akibat bendungan pada vaskularisasi sehingga akan
memperburuk edema. Kedua hal tersebut dapat diatasi denmgan kepedulian
penderita untuk mematuhi figure of eight

yang telah diajarkan untuk

mengaplikasikan elastic bandage, sehingga akan didapatkan tekanan yang tepat


dan rata pada seluruh bagian sehingga tidak akan terjadi efek torniquet yang akan
membendung aliran balik vena. Pengaplikasian ulang minimal 3x sehari ( paling
baik setiap 3-4 jam sekali) dibutuhkan untuk mengatur tekanan sehingga
efektivitasnya tetap terjaga. Untuk pengguna residual limb/ shrinker socks harus
menjaga posisi kaos kakinya diatas residual limb dan harus memperhatikan
kelonggaran kaos kaki tersebut. Apabila tekanan telah berkurang maka
penggantian shrinker sock harus dilakukan.
Sebagai perawat hendaknya kita memahami kebutuhan pasien tentang
perawatan pasca operasi. Perawat sebagai advokator mampu memberikan opsi
kepada pasien tentang kelebihan dan kekurangan dari kedua teknik tersebut. Hasil

28 | K e l o m p o k 6

penelitian menunjukan bahwa kedua teknik dengan balutan ataupun dengan kaos
kaki mampu mengurangi edema dan meningkatkan kekencangan bentuk
ekstremitas pasca amputasi. Tetapi penggunaan teknik balutan yang baik
memerlukan pemahaman dari pasien. Sehingga dengan adanya teknik balutan ini
diharapkan

dapat

menjadi

salah

satu

intervensi

keperawatan

untuk

memaksimalkan kecepatan penyembuhan luka dengan adanya penurunan edema.


Selain itu pemberian tekanan pada residual limb juga dapat mengecilkan dan
membantu pembentukan alat gerak yang tersisa, sehingga dengan adanya
intervensi ini dapat meningkatkan keberhasilan mobilisasi dini penderita. Dengan
meningkatnya persiapan mobilisasi dan perbaikan penampilan klinis maka akan
meningkatkan gambaran diri dan kepuasa penderita terhadap tubuhnya.
Penggunaan kaos kaki dapat diterapkan menjadi salah satu pilihan alternatif
karena mudah untuk diaplikasikan. Hal ini dikarenakan Semakin tua usia, maka
kemampuan memahami teknik balutan yang baik akan semakin menurun. Maka
direkomendasikan bahwa menggunakan residual limb socks untuk orang dengan
penurunan fungsi kognitif dan lebih mudah untuk diaplikasikan.

BAB 4
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian selama 6 minggu menunjukkan bahwa ada
penurunan yang signifikan dalam ukuran lingkar atau volume, soliditas dan bentuk
residual limb pada kelompok elastic bandage. Sedangkan untuk kepuasan
responden terhadap penampilan residual limb tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada kedua kelompok.
1.2 Saran

29 | K e l o m p o k 6

Penggunaan elastic bandage ataupun shrinker sock dapat diaplikasikan


sebagai salah satu tindakan keperawatan untuk rehabilitasi amputasi
sehingga dapat meningkatkan body image penderita.

DAFTAR PUSTAKA
Suratun.dkk.2008.klien

gangguan

sistem

muskuloskeletal

seri

Asuhan

Keperawatan.Jakarta: EGC
Brunner & suddart.2001. Kep.Medikal Bedah,Jakarta:EGC
Guyton hall.2002.Fisiologi kedokteran.Jakarta : EGC
Leung HB, Wu FCJ, Guerin JS, Wong WC. 2001. Chinese amputeesperioperative and
rehabilitation outcomes. J Orthop Surg (Hong Kong) 2001;5(Suppl):12S.
Manella, Kaethlyn. 1981. Comparing the Effectiveness of Elastic Bandages and
Shrinker Socks for Lower Extremity Amputees. Physical Theraphy Journal ha.
334-337
De Godoy JM, de Godoy MF, Batigalia F, et al. 2001. Lower-extremity amputation: a 6year follow-up study in Brazil. J Orthop Surg (Hong Kong) 2005;3:164166.
Vitriana. 2002. Rehabilitasi Pasien Amputasi Bawah Lutut. Bagian Ilmu Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi FK UNPAD.
Varghese et al. 1998. Preasure Applied by Elactic Prostetic Bandage: A Comparative
Study. Physical Teraphy Journal hal. 30-36.

30 | K e l o m p o k 6

31 | K e l o m p o k 6

Residual Limb Management for Persons With Transtibial


Amputation: Comparison of Bandaging Technique and Residual
Limb Sock
Stephanie Wai-Shan Louie, MSc
Frank Ho-Yin Lai, MSc
Carey Mei-Yee Poon, MSc
Sharon Wai-Ting Leung, BSc(Hons)
Irony Sau-Ying Wan, MS
Simon Kam-Man Wong, MBA, MAIS
ABSTRACT
Bandaging and elastic residual limb sock are two residual limb management methods for
persons with transtibial amputation before prosthesis fitting. The study objective was to
compare the effectiveness of the two techniques in terms of residual limb circumferential
changes, shape, and firmness. A prospective two-group experimental design was used. Thirtynine and 42 participants were randomly allocated to a bandaging group and residual limb sock
group, respectively. Weekly residual limb circumferential measurement, rating scales on
residual limb shape, and firmness were obtained during a 6-week time period. Repeated
measure analysis of variance with the Cantonese version of Mini-Mental State Examination
Scores and residual limb characteristics as covariates were used to investigate the differences
in outcome measures within and between the groups. Significant residual limb circumferential
reduction and firmness improvement were found in both groups (p < 0.05). Residual limb
circumferential measurement and residual limb firmness were found to be significantly different
between the groups (p < 0.05). Only the bandaging group showed significant improvement in
residual limb shape (F (1, 38) = 1.00 5.5, p < 0.05). Significant associations with age and the
Cantonese version of Mini-Mental State Examination Scores were detected on the outcome
measures between the groups (p < 0.05). The study findings showed that both techniques were
effective in residual limb management. The bandaging application was found to have more
residual limb circumferential reduction and firmness improvement, but the effect may be limited
by advanced age and poor mental function. ( J Prosthet Orthot. 2010;22:194 201.)
In Hong Kong, the incidence of major lower limb amputation is approximately 4.8 in 100,000 per
year.1 Lower limb amputation is indicated for most persons because of infection, gangrene,
chronic tibial osteomyelitis, acute lower limb ischemia, 25 and trauma.2 In the past decades, the
outcomes of amputation rehabilitation programs have been the main focus. 6 Rarely, studies
have been conducted on postoperative residual limb management, which is a crucial part of
preparing the residual limb for prosthesis fitting. 7,8
The aims of postoperative residual limb management for transtibial amputation include edema
control and better shaping of residual limbs. These factors can facilitate better prosthesis fitting,
which is essential for successful rehabilitation for self-care and mobility.3,9 Previous studies have
demonstrated the effectiveness of different residual limb management techniques after

32 | K e l o m p o k 6

transtibial amputation. Residual limb bandaging 1012 and elastic residual limb sock10,13 were two
techniques recommended for persons with transtibial amputation to reduce edema and improve
residual limb shape.12,13 The effects of both methods are we ll documented in the previous
literature.14,15 Significant reduction in residual limb volume has been found for persons using
either residual limb bandaging technique13,16 or residual limb sock.13
RESIDUAL LIMB BANDAGING
The figure-of-eight bandaging technique is the most often chosen technique for residual limb
management after amputation.13,17 This technique consists of oblique turns that alternately
ascend and descend after encircling the lower limb, making a figure of eight. 18 The greatest
pressure is applied at the distal end of the residual limb and allows several degrees of
compression over the residual limb to control edema.11
Previous studies have shown that this technique is effective in reducing edema and better
shaping of the residual limb. 13,16 Besides, it is light in weight and washable. 10 As proximal joint
movements and the movement of residual limbs against bedclothes may cause the slipping
down and wrinkling of the bandages, rewrapping is frequently needed. 10 These wrinkles can
create uneven pressure over the residual limb leading to skin abrasion and breakdown. 10 It is
also difficult to control the varied quality of elastic bandaging application by different persons. 19
Poor technique can induce pressure that may provide adverse effect to the residual limb. 20
ELASTIC RESIDUAL LIMB SOCK
The elastic residual limb sock, which is also called an elastic residual limb shrinker, is a socklike garment that is conical in shape. One of the advantages of elastic residual limb sock
application is easy donning and doffing. The use of residual limb socks can provide
compression that helps reduce edema and gives light protection to the limb, as well as helps to
shape it into a cylindrical shape for prosthesis fitting. 13 However, its disadvantages are that it
can be applied only after the sutures have been removed and the drainage has stopped. 10
Frequently donning and doffing a residual limb sock may create excessive distracting pressure
over the distal end of the residual limb, which can cause wound drainage that would soil the
residual limb sock.10
RESEARCH OBJECTIVE
Manella15 conducted a study to compare the effects of bandaging and residual limb socks on
residual limb management for persons with transtibial amputation. It was found that the residual
limb sock was more effective in decreasing the residual limb volume during a period of 4 weeks.
Although the residual limb bandaging technique and the residual limb sock showed encouraging
results in the residual limb management, there have been few recent studies conducted to
compare the effects between these two techniques. This study objective was to compare the
effectiveness of residual limb bandaging or residual limb sock use in terms of residual limb
circumferential changes, shape, and firmness.
RECRUITMENT CRITERIA
Inpatients who had undergone a transtibial amputation within a month in a local orthopedic
rehabilitation unit were recruited by convenient sampling. The participants recruited were
required to have Cantonese version of Mini-Mental State Examination (CMMSE) 21 Scores 16 or
above and no other medical complications or psychiatric illness.

33 | K e l o m p o k 6

STUDY DESIGN
The design was a prospective two-group experimental design in which pretest and posttests
were applied to investigate whether residual limb bandaging or residual limb sock is more
effective in reducing residual limb edema, increasing firmness, and improving shape. Ethical
approval from the local rehabilitation setting was obtained beforehand.
PROCEDURES
When patients who fulfilled the recruitment criteria had entered the orthopedic rehabilitation unit,
a detailed description of the study was provided. Then, written consents were collected before
they participated in the study. The participants were randomly assigned to the residual limb
bandaging group or the residual limb sock group by a clerical officer who was blinded to this
study. The participants in the residual limb bandaging group were trained in the figure-of-eight
bandaging technique by occupational therapists with clinical experience of 5 years or more.
Ward nurses served as liaisons to provide cues or assistance to the participants if they forgot
the residual limb bandaging skills. The participants were advised to follow the guideline for
effective residual limb bandaging, as recommended by May 10 and Brady,22 including 1)
application of bandaging for more than 20 hr a day, 2) application of figure-of-eight bandaging
with most tension placed on the distal part of residual limb, and 3) rewrapping the limb three
times a day or as indicated. For the participants in the residual limb sock group, three tailormade elastic residual limb socks were fabricated. They were advised to apply the residual limb
sock for more than 20 hr a day during the 6-week time period and to regularly check to see
whether the residual limb sock had slipped down from the residual limb. Case occupational
therapists also closely monitored the size of the residual limb sock and revised the sock if
indicated for maximizing the residual limb management effect.
All participants were provided with standard functional training according to the lower limb
amputation rehabilitation protocol in the local rehabilitation setting. Circumferential residual limb
measurement at tibial tuberosity, 5 and 10 cm distal to tibial tuberosity, together with five-point
Visual Analogue Scales (VAS) on residual limb shape, residual limb solidity, and participants'
satisfaction on residual limb appearance were obtained at baseline and the consecutive 5
weeks after the prescription of either residual limb bandaging or residual limb sock.
INSTRUMENTATION
Circumferential residual limb measurement was taken by using soft measuring tape, as advised
by Krouskop et al.23 At each measurement, the residual limb was positioned on a foam block to
keep the knee joint in 60 of flexion, as recommended by Persson and Liedberg24 in a
standardized residual limb assessment protocol. Circumferential measurements at tibial
tuberosity, 5 and 10 cm distal to tibial tuberosity along the long axis of the residual limb, were
taken with an aim of collecting information about the volume changes of the residual limb in
accordance to the suggestion of Zheng et al.25
Three five-point VAS rating scales were used to investigate residual limb shape, solidity, and
participants' satisfaction with the limb's appearance in the 6-week assessment time period. The
development of the VAS rating scales of residual limb shape and residual limb solidity was
based on the previous literature on residual limb inspection. 24 To enhance the interrater

34 | K e l o m p o k 6

reliability of the rating scales, all investigators of this study participated in briefing sessions on
how to rate the residual limbs with the VAS rating scales. Besides, pilot use of the rating scales
was conducted for 10 persons with transtibial amputation before launching the main study.
DATA ANALYSIS
All data collected were analyzed with the use of the Statistical Package for the Social Science
(SPSS version 12.0 for Windows; SPSS, Chicago, IL). With an aim to prove the homogeneity of
the two groups of participants, chi-square statistics were used to compare sex, diagnosis,
amputation cause, and residual limb skin flap types between the groups. An independent t-test
was then used to compare age, residual limb length, and admission CMMSE Scores between
the groups.
Repeated measure analysis of variance with CMMSE scores, residual limb flap types, and
residual limb characteristics as covariates were used to investigate the difference of outcome
measures within and between the groups across the six-week time interval.
RESULTS
DEMOGRAPHICS
A total of 81 participants were recruited in this study. Four patients were unable to complete the
protocol and were excluded from data analysis. The reasons for not continuing their study were
due to either their deaths during the program or unwillingness to perform residual limb
bandaging on their own. As a result, a total of 77 participants were used for data analysis, with
39 and 38 of them randomly allocated to the bandaging group and residual limb sock group,
respectively. Participants' ages ranged from 30 to 93 years (mean age 67.14 years; standard
deviation 13.07). Forty-nine of them were men (63.6%) and 28 were women (36.4%). Seventyfour (96.1%) participants had medical-induced causes for amputation, whereas the remainder of
the amputations were due to trauma (3.9%). Forty-six participants (59.7%) had amputations with
sagittal flap, whereas the rest of them had amputations with long posterior skin flap. Their mean
admission CMMSE was 22.67 (SD 5.64).
Chi-square statistics and independent t-test showed that there were no significant differences
over age, CMMSE scores, residual limb length, skin flap type, and amputation causes between
the groups (p > 0.05). The demographics are summarized in Table 1 .

35 | K e l o m p o k 6

STATISTICAL ANALYSIS
To investigate the difference between residual limb bandaging and residual limb sock in
reducing residual limb circumference, improving shape, residual limb solidity, and participants'
satisfaction with the residual limb's appearance, repeated measures analysis of variance with
CMMSE scores, residual limb flap types, and residual limb characteristics as covariates were
conducted across the 6-week time interval (Tables 213).
Table 2 , Table 3 , Table 4 , Table 5 , Table 6 , Table 7 , Table 8 , Table 9 , Table 10 , Table 11 ,
Table 12 , Table 13

Table 2. Results of repeated measures ANOVA on residual limb circumferential measurement


of participants in bandaging group (n = 39)

36 | K e l o m p o k 6

Table 3. Results of repeated measures ANOVA on residual limb solidity of participants in


bandaging group (n = 39)

Table 4. Results of repeated measures ANOVA on residual limb shape of participants in


bandaging group (n = 39)

Table 5. Results of repeated measures ANOVA on participants' satisfaction on residual limb in


bandaging group (n = 39)

37 | K e l o m p o k 6

Table 6. Results of repeated measures ANOVA on residual limb circumferential measurement


of participants in residual limb sock group (n = 38)

Table 7. Results of repeated measures ANOVA on residual limb solidity of participants in


residual limb sock group (n = 38)

Table 8. Results of repeated measures ANOVA on residual limb shape of participants in


residual limb sock group (n = 38)

38 | K e l o m p o k 6

Table 9. Results of repeated measures ANOVA on participants' satisfaction on residual limb in


residual limb sock group (n = 38)

Table 10. Results of repeated measures ANOVA on residual limb circumferential


measurement of participants between groups

Table 11. Results of repeated measures ANOVA on residual limb solidity of participants
between groups

39 | K e l o m p o k 6

Table 12. Results of repeated measures ANOVA on residual limb shape of participants
between groups

Table 13. Results of repeated measures ANOVA on participants' satisfaction on residual limb
between groups

Results showed that there was significant reduction in the circumferential measurement at the
tibial tuberosity, 5 and 10 cm distal to the tibial tuberosity for both the residual limb bandaging
group (F (1, 38) = 0.0218.56, p < 0.05) and residual limb sock group (F(1, 37) = 3.1227.16, p
< 0.05). Only the bandaging group showed significant improvement on residual limb shape (F(1,
38) = 1.00 5.5, p < 0.05).
When comparing the outcome measures between the groups, significant differences were found
on residual limb circumferential measurement at 5 cm distal to tibial tuberosity (F (1, 36) = 5.69
7.23, p < 0.05) at week 3 to 5. There were also statistical significant difference found on the
residual limb solidity (F(1, 36) = 7.777.99, p < 0.05) at week 1 to 2 and week 4 to 5 between
the groups. Significant association with age and CMMSE scores were detected on residual limb
circumferential measurement and residual limb solidity between the groups (p < 0.05). However,
no significant difference was found on the participants' satisfaction on residual limb appearance
(p > 0.05).
DISCUSSION

40 | K e l o m p o k 6

The study showed that that both bandaging and residual limb sock techniques were effective in
reducing edema and improving the residual limb's shape and firmness. Unlike the result in the
study by Manella,15 this study showed that the residual limb bandaging group had more
reduction on residual limb circumferential measurement and residual limb firmness across the 6week time period. The results also showed that increasing age and poor mental function of
patients are limiting factors for applying the residual limb bandaging technique. It could be
explained by the theory that increasing age may hinder the ability of participants to learn the
bandaging technique.26,27 This was similar to the study by Visser,28 which showed that education
and skills reinforcement are needed for facilitating the residual limb bandaging technique. The
use of residual limb socks could be recommended as an alternative residual limb management
technique for persons with fair hand and cognitive functions.
There were several limitations in this study. First, the small sample size may have limited
investigators in detecting possible effects of the different treatment modalities. Besides, the
rating scales used in the study were only objective measures for assessing residual limb shape
and residual limb solidity. To improve the quality of outcomes collected, more subjective
instruments are recommended; for example, spiral x-ray computed tomography imaging and a
specifically designed cylindrical tank for assessing residual limb shape. 29,30 The limited skill in
applying the residual limb bandaging was also a factor that influenced the overall results of this
study.28 In the future, an education booklet together with hands-on practice and supervision of
residual limb bandaging are recommended for further improving the bandaging skills of persons
with transtibial amputation.28
CONCLUSION
This study shed light on the residual limb management of persons with transtibial amputation
before prosthesis fitting. As occupational therapists, it is important for us to provide sufficient
training and guidance on residual limb management for our patients so as to facilitate prosthetic
fitting and improve the outcomes of amputation rehabilitation.
References:
1. Leung HB, Wu FCJ, Guerin JS, Wong WC. Chinese amputeesperioperative and
rehabilitation outcomes. J Orthop Surg (Hong Kong) 2001;5(Suppl):12S.
2. De Godoy JM, de Godoy MF, Batigalia F, et al. Lower-extremity amputation: a 6-year
follow-up study in Brazil. J Orthop Surg (Hong Kong) 2005;3:164166.
3. Leung HB, Wong WC, Wu FCJ, Guerin JS. Perioperative and rehabilitation outcomes
after lower-limb amputation in elderly Chinese patients in Hong Kong. J Orthop Surg
(Hong Kong) 2004;12:102109.
4. Wong MW. Lower extremity amputation in Hong Kong. Hong Kong Med J 2005;11:147
152.
5. Wong MW. Changing dynamics in lower-extremity amputation in China. Arch Phys Med
Rehabil 2005;86:17781781.
6. Greive AC, Lankhorst GJ. Functional outcome of lower-limb amputees: a propectives
descriptive study in a general hospital. Prosthet Orthot Int 1996;20:7987.

41 | K e l o m p o k 6

7. Mensch G. Physiotherapy following through-knee amputation. Prosthet Orthot Int


1983;7:7987.
8. Ostoji L, Ostoji Z, Rupci E, Punda-Basi M. Intermediate rehabilitation outcome in belowknee amputations: descriptive study comparing war-related with other causes of
amputation. Croatian Med J 2001;42:535538.
9. Kent R. Effectiveness of rehabilitation following amputation. Clin Rehabil 1999;13(Suppl
1):4350.
10. May BJ. Postsurgical management. In: May BJ, ed. Amputations and Prosthetics: A
Case Study Approach. 2nd ed. Philadelphia, PA: FA Davis; 1996:74107.
11. Murdoch G. The postoperative environment of the amputation stump. Prosthet Orthot
Int 1983;7:7578.
12. Sherman RA, Casey Jones DE, editors. The Amputees Guide to the Amputation and
Recovery Processes. 2nd ed. Suquamish, WA: Behavioral Medicine Research and
Training Foundation; 1995.
13. Bryant G. Stump care. AJN 2001;101:6771.
14. Golbranson FL, Wirta RW, Kuncir EJ, et al. Volume changes occurring in postoperative
below-knee residual limbs. J Rehabil Res Dev 1988;25:1118.
15. Manella KJ. Comparing the effectiveness of elastic bandages and shrinker socks for
lower extremity amputees. Phys Ther 1981; 61:334337.
16. Nawijn SE, Va der Linde H, Emmelot CH, et al. Stump management after trans-tibial
amputation: a systematic review. Prosthet Orthot Int 2005;29:1326.
17. Finnie A. Bandages and bandaging techniques for compression therapy. Br J
Community Nurs 2002;7:134142.
18. Henderson V, Taggart E. Application of surgical dressings. In: Nite G, Henderson V, eds.
Principles and Practice of Nursing. 6th ed. NY: Macmillan Publishing Co.; 1978:1431
1448.
19. Wong CK, Edelstein JE. Unna elastic postoperative dressings: comparison of their
effects on function of adults with amputation and vascular disease. Arch Phys Med
Rehabil 2000;81: 11911198.
20. Isherwood PA, Robertson JC, Rossi A. Pressure measurements beneath below-knee
amputation stump bandages: elastic bandaging, the puddifoot dressing and a
pneumatic bandaging technique compared. Br J Surg 1975;62:982986.
21. Chiu HFK, Lee HCB, Chung D, Kwong PK. Reliability and validity of the Cantonese
version of the Mini-Mental State Examination: a preliminary study. J Psychiatry (Hong
Kong) 1994;4:2528.
22. Brady WM. Post-operative management of lower extremity amputees using tubular
elastic compression bandaging. Orthot Prosthet 1982;6:810.
23. Krouskop TA, Dougherty D, Yalcinkaya MI, Muilenberg A. Measuring the shape and
volume of an above-knee stump. Prosthet Orthot Int 1988;12:136142.
24. Persson BM, Liedberg EA. Clinical standard of stump measurement and classification in
lower limb amputees. Prosthet Orthot Int 1983;7:1724.
25. Zheng YP, Mak AFT, Leung AKL. State-of-the-art methods for geometric and
biomechanical assessments of residual limbs: a review. J Rehabil Res Dev
2001;38:487504.

42 | K e l o m p o k 6

26. Boss BJ. The neuroanatomical and neurophysiological basis of learning. J Neurosci
Nurs 1986;18:256264.
27. Boss BJ. The neurophysiological basis of learning: attention and memory implications
for SCI nurses. SCI Nurs 1993;10:121129.
28. Visser C. Knowledge and skill of patients with regard to amputation stump bandaging,
prior to a prosthesis. S Afr J Physiother 1998;54:810.
29. Commean PK, Brunsden BS, Smith KE, Vannier MW. Belowknee residual limb shape
change measurement and visualization. Arch Phys Med Rehabil 1998;79:772782.
30. Fernie GR, Holliday PJ, Lobb RJ. An instrument for monitoring stump oedema and
shrinkage in amputees. Prosthet Orthot Int 1978;2:6972.
Source: Journal of Prosthetics and Orthotics 2010; Vol 22, Num 3, p 194
URL: http://www.oandp.org/jpo/library/2010_03_194.asp

43 | K e l o m p o k 6

Anda mungkin juga menyukai