Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

BPH
(Benign Prostatic Hyperplasia)

Oleh :
Tegas Charisma Utomo
NIM S17048

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2019/2020
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran atau hipertrofi,
kelenjar prostat. Kelenjar prostat membesar, meluas ke atas menuju kandung
kemih dan menghambat aliran keluar urine. berkemih yang tidak lampias dan
retensi urine yang memicu stasis urine dapat menyebabkan hidronefrosis,
hidroureter, dan infeksi saluran kemih, penyebab gangguan ini tidak dipahami
dengan baik, tetapi bukti menunjukkan adanya pengaruh hormonal. BPH sering
terjadi pada pria berusia lebih dari 40 tahun.(Brunner & Suddarth, 2014)
2. Etiologi
Penyebab pembesaran kelenjar prostat belum diketahui secara pasti, tetapi
hingga saat ini dianggap berhubungan dengan proses penuaan yang
mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron. Para ahli
berpendapat bahwa dihidrotosteron yang memacu pertumbuhan prostat seperti
yang terjadi pada masa purbetas adalah penyebab terjadinya pembesaran kelenjar
prostat.
Hal ini yang dikaitkan dengan gangguan ini adalah stres kronis, pola makan
tinggi lemak, tidak aktif olahraga dan seksual. Selain itu testis menghasilkan
beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen.
Testosteron sebagian besar dikonvrensikan oleh enzim 5-alfa reduktase menjadi
dihidrotesteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai
pengatur fungsi ereksi.
Tugas lain dari testosteron adalah pemicu libido, pertumbuhan otot dan
mengatur deposit kalsium di tulang. Penurunan kadar testosteron telah diketahui
sebagai penyebab dari penurunan libida, masa otot, melemahnya otot pada organ
seksual dan kesulitan ereksi. Selain itu ladar testosteron yang rendah juga dapat
menyebabkan masalah lain yang tidak segera terlihat, yaitu pembesaran kelenjar
prostat.
Dalam keadaan stres, tubuh memproduksi lebih banyak steroid stres
(kartisol) yang dapat menggeser produksi DHEA (dehidroepianandosteron).
DHEA berfungsi mempertahankan kadar hormon seks normal, termasuk
testosteron. Stres kronis menyebabkan penuaan dini dan penurunan fungsi testis
pria. Kolesterol tinggi juga dapat menganggu keseimbangan hormonal dan
menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Faktor lain adalah nikotin dan konitin (produk pemecah nikotin) yang
meningkatkan aktivitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan
penurunan kadar testosteron. Begitu pula toksin lingkungan ( atau zat kimia yang
banyak digunakan sebagai pestisida, deterjen atau limbah pabrik) dapat merusak
fungsi reproduksi pria.
3. Manifestasi Klinik
a. Prostat besar, seperti karet, dan tidak lunak (nontender). Prostatisme
(kompleks gejala obstruktif dan iritatif) terlihat.
b. Keraguan dalam memulai berkemih, peningkatan frekuensi berkemih,
nokturia urgensi, mengejan.
c. Penurunan volume dan kekuatan aliran urine, gangguan aliran urine,
urine menetes.
d. Sensasi berkemih yang tidak lampias, retensi urine akut (lebih dari
60mL), dan UTI berulang.
e. Keletihan, anoreksia, mual dan muntah, serta ketidaknyamanan pada
panggul juga dilaporkan terjadi, dan pada akhirnya terjadi azotemia dan
gagal gijal akibat retensi urine kronis dan volume residu yang besar.
4. Klasifikasi
Berdasarkan perkembangan penyakitnya secara klinis penyakit BPH dibagi
menjadi 4 gradiasi :
a. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin
kurang dari 50 ml
b. Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur
dan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50- 100 ml.
c. Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas
prostat tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
d. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total
5. Komplikasi
a. Retensi urine akut dan involusi kontraksi kandung kemih
b. Refluks kandung kemih, hidroureter dan hidronefrosis
c. Gross hematuria dan urinary tract infection (UTI)
6. Patofisiologi dan Pathway
Menurut Purnomo 2011 pembesaran prostat menyebabkan
penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan
ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk mengeluarkan
urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-
buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,
dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada bulu-buli tersebut, oleh
pasien disarankan sebagai keluhkan pada saluran kemih sebelah bawah atau
lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala
prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian
bulibuli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua
muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke
ureter atau terjadi refluks vesiko ureter . Keadaan keadaan ini jIka
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak
hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra
posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang pada stroma
prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu
dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus
Pathway

Growth Faktor Sel Prostat Prolokerasi


umur panjang Abnormal
Estrogen dan Sel Stroma Sel strem
Testoteron Pertumbuhan
tidak seimbang Berpacu Sel yang Produksi sel
Mati kurang stroma dan epitel
berlebih

Prostat membesar

Penyempitan lumen posterior TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat)

Obstruksi Iritasi mukosa Pemasangan DC Kurangnya informasi

Kandung kencing terhadap tindakan

pembedahan
Retensi urin Resiko infeksi

Nyeri akut
Cemas

7. Penatalaksanaan
a. Medis
dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada
stadium-stadium dari gambaran klinis
1) Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan
bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat
adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan
obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak
mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun
kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian
lama.
2) Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan
pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra
(trans uretra)
3) Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan
apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi
tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan
terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans
vesika, retropubik dan perineal.
4) Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan
penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau
sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok
melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR
atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan
dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif
dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa.
Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti
androgen yang menekan produksi LH.
b. Keperawatan
1) Pre operasi
a) Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan
Darah, CT, BT, AL)
b) Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan
lansia
c) Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
d) Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. 
Sebelum pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2
hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan mengurangi bicara
untuk meminimalkan masuknya udara
2) Post operasi
a) Irigasi/Spoling dengan Nacl
I. Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
II. Hari pertama post operasi  : 60 tetes/menit
III. Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
IV. Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
V. Hari ke 4 post operasi diklem
VI. Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada
masalah (urin dalam kateter bening)
b) Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada
masalah (cairan serohemoragis < 50cc)
c) Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat
injeksi selama 2 hari, bila pasien sudah mampu makan dan
minum dengan baik obat injeksi bisa diganti dengan obat oral.
d) Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam
post operasi
e) Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post
oprasi dengan betadin
f) Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
g) DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
h) Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
i) Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
j) Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan
dorongan untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada
kandung kemih dan perdarahan dari uretral sekitar kateter.
Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat membantu
mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis dapat
membantu menghilangkan spasme.
k) Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk
berjalan-jalan tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat
meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
l) Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali
kontrol berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai
passien mencapai kontrol berkemih.
m)Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda
kemerahan kemudian jernih hingga sedikit merah muda dalam
24 jam setelah pembedahan.
n) Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat
dan sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri.
Darah vena tampak lebih gelap dan kurang kental. Perdarahan
vena diatasi dengan memasang traksi pada kateter sehingga
balon yang menahan kateter pada tempatnya memberikan
tekannan pada fossa prostatik.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
a) Identitas klien, meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku, No. RM, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, diagnosa medis.
b) Identitas penanggung jawab, meliputi : Nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, alamat
b. Riwayat penyakit
a) Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri saat BAK. Nyeri seperti tertusuk- tusuk,
skala nyeri 6, nyeri terasa terus-menerus.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan ± 1 minggu yang lalu mengeluh nyeri pada saat
BAK.
c. Pola fungsional
Pola aktivitas latihan
a) Sebelum sakit : Klien mengatakan mampu melakukan aktivitas
secara mandiri seperti : makan, minum, mandi, berpakaian,
toileting.
b) Selama sakit : Klien mengatakan aktivitas dibantu oleh keluarga
dari makan, minum, mandi, toileting, berpakaian, mobilitas,
ROM.
2. Pemeriksaan fisik
a. TTV : Meliputi TD, RR, Nadi, Suhu.
b. Abdomen
I : Tampak warna kemerahan, tidak ada edema
P : Suara timpany
P : Tidak terdapat nyeri tekan
A : Pristaltik 10x/menit
c. Genetalia
Genetalia bersih
3. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Cemas
c. Retensi Urine
d. Resiko infeksi
4. Perencanaan Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
Tujuan :
- Pain level
- Pain control
- Comfort level Kriteria hasil
Kriteria hasil :
- Mampu mengontrol Nyeri
- Rasa Nyeri berkurang
- Mampu mengenal Nyeri (Skala,intensitas,frekuensi)
Tindakan Keperawatan :
- Kaji skala Nyeri
- Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengkaji
pengalaman nyeri
- Ciptakan lingkunganm yang nyaman (Suhu ruangan,
Pencahayaan dan kebisingan)
- Ajarkan pasien pengobatan non farmakologi (Managemen Nyeri)
- Kolaborasikan pemberian analgetik (Anti nyeri)
b. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi
proses bedah.
Tujuan :
- Anxiety self-Control
- Anxiety level
- Coping Kriteria hasil
Kriteria hasil :
- Mampu mengidentifikasi Cemas
- Mampu mengontrol Cemas
- Vital Sign dalam batas normal
- Menunjukan berkurangnya kecemasan
Tindakan Keperawatan
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Jelaskan prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
- Pahami perspektifpasien terhadap situasi strees
- Motivasi keluarga untuk menemani
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya
- Intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
c. Retensi urine Sumbatan saluran perkemihan
Tujuan :
- Status kenyamanan: fisik
Kriteria hasil :
- posisi yang nyaman meningkat
- intake cairan meningkat
- inkontinensia urin meningkat
Tindakan Keperawatan
- Lakukanpengkajian komprehentif sistem perkemihan fokus
terhadap inkontinensia
- Berikan privasi dalam melakukan eliminasi
- Stimulasi refleks kandung kemih dengan membasuhi
abdomen dengan air dingin, memberikan sentuhan paha
bagian dalam atau air yang mengalir
- Berikan waktu yang cukup untuk pengosongan
kandung kemih (10 menit)
- Anjurkan pasien/keluarga untuk mencatat urin output,
sesuai kebutuhan
- Monitor intake dan output
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv pembedahan
Tujuan :
- Immune Status
- Knowledge : Infection control
- Risk control
Kriteria hasil :
- Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
- Mampu mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam jumlah normal
- Menunjukan perilaku hidup sehat
Tindakan Keperawatan :
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Pertahankan teknik asepsis
- Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah
- Berikan perawatan luka
- Jika terlihat tanda-tanda infeksi colaborasikan dengan dokter
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Susan C. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Ed.12.
Jakarta : EGC.
Herdman, T.Heather, Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosa \ Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017, ed.10. Jakarta : EGC
Bulechek, Gloria M. , dkk. 2013. Nursing Interventions Classification . Kidlington Oxford :
ELSEVIER
Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification . Kidlington Oxford :
ELSEVIER
Wijaya Andra Saferi, dkk. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai