Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


“ FRAKTUR MANDIBULA “

NAMA KELOMPOK :
ARDHIA P R CAHYANI
FRISKY
NURSIAH
ZERA OMEGA ARAS

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA

AKADEMI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT

MARTHEN INDEY

2016
ASKEP DENGAN FRAKTUR MANDIBULA

I. Diagnosa medik:

Fraktur Mendibula

II. Definisi:

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai


jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Mandibula adalah tulang
rahang bawah, tulang yang tidak teratur dan merupakan satu-satunya
tulang kepala yang dapat bergerak (Watson,2002). Fraktur mandibula
adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibula yang dapat disebabkan
oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.

III. Etiologi:

1. Trauma langsung: benturan pada tulang mengakibatkan fraktur


ditempat tersebut.

2. Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami fraktur pada tempat


yang jauh dari area benturan.

3. Fraktur patologis: fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal


atau tanpa trauma. Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, penyakit
metabolik, infeksi tulang dan tumor tulang.

IV. Jenis-jenis fraktur:

1. Fraktur tertutup, merupakan fraktur tidak menyebabkan robek pada


kulit

2. Fraktur terbuka, merupakan dengan luka pada kulit atau robek dan
ujung tulang menonjol sampai menembus kulit

3. Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran

4. Fraktur tidak komplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang
V. Patofisiologi (Web of Caution)

Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,


sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah
periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya
respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan
vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang,
tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera,
tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang
terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang
yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak
tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ
yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot
yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke
interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema, sehingga
mengakibatkan pembuluh darah menyempit dan terjadi penurunan perfusi
jaringan

VI. Pemeriksaan Fisik

a. Nyeri pada lokasi frkatur terutama pada saat digerakan

b. Adanya pembengkakan

c. Pemendekan ekstrmitas yang sakit

d. Paralisis (kehilangan daya gerak)

e. Krepitasi (sensasi keripik yang ditimbulkan bila mempalpasi


patahan-patahan tulang

f. Spasme otot

g. Peretesia (penurunan sensasi)


VII. Pemeriksaan Laboratorium/Diagnostik/Penunjang:

1. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis


fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap: Hb menurun terutama fraktur terbuka,
peningkatan leukosit adalah respon stres normal setelah trauma.

VIII. Diagnosa keperawatan yang sering muncul

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d pergeseran fragmen tulang


terhadap jaringan lunak

2. Resiko tinggi inefektifnya bersihan jalan nafas b.d trauma pada


jaringan lunak

3. Kerusakan komunikasi verbal b.d nyeri

IX. Intervensi Keperawatan dan Rasional

1. Gangguan rasa nyama: nyeri (akut) b.d pergeseran fragmen tulang


terhadap jaringan lunak

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri


dapat berkurang atau terkontrol.

Kriteria hasil :

a. Nyeri berkurang atau hilang

b. Skala nyeri 1

c. Klien menunjukkan sikap santai

Intervensi

1. Kaji lokasi nyeri, itensitas dan tipe nyeri


2. Pertahankan imobilisasi fraktur wajah dengan alat yang tepat

3. lakukan rentang gerak pasif/ aktif untuk ekstremitas/ sendi

4. Ajarkan dan dorong tehnik relaksasi napas dalam

5. Berikan waktu untuk ekspresikan perasaan, dalam tingkat


kemampuan berkomunikasi

Kolaborasi

Berikan analgetik sesuai indikasi dengan dokter, pemberian analgetik

Rasional

1. Mempengaruhi pilihan keefektifan intervensi

2. Mempertahankan posisi yang tepatndan mencegah stres yang tak


diperlukan pada dukungan otot

3. menurunkan ketidaknyamanan dan kekakuan, merangsang sirkulasi


yang melambat sehubungan dengan tirah baring

4. Dengan tehnik relaksasi dapat mengurangi nyeri

5. ekspresikan masalah/ rasa takut menurunkan ansietas/ siklus nyeri

Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.

2. Resiko tinggi inefektifnya bersihan jalan nafas b.d trauma pada


jaringan lunak

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


resiko inefektif bersihan jalan nafas tidak terjadi

Kriteria hasil:

a. Pola nafas normal

b. Bunyi nafas jelas dan tidak bising

c. Mendemonstrasikan perilaku untuk meningkatkan jalan napas


paten
Intervensi

1. Tinggikan tempat tidur 30 derajat

2. Observasi frekuensi/ irama pernafasan. Perhatikan penggunaan otot


aksesori, pernafasan cuoing hidung, stridor, serak

3. Periksa mulut terhadap pembengkakan, perubahan warna,


akumulasi sekret mulut atau darah

4. Perhatikan keluhan pasien akan peningkatan disfagia, batuk nada


tinggi, mengi

5. Awasi TTV dan perubahan mental

6. Auskultasi bising usus

7. Kaji warna dasar kuku

Kolaborasi

Berikan antiemetik sesuai indikasi

Rasional

1. Meningkatkan drainase sekresi dan menurunkan terjadinya edema

2. Dapat mengindikasikan terjadinya gagal pernafasan

3. Pemeriksaan hati-hati diperlukan karena mungkin adanya


perdarahan

4. Menindikasikan pembengkakan jaringan lunak pada faring posterior

5. Takikardi/ peningkatan gelisah dapat mengindikasikan terjadinya


hipoksia

6. Adanya mengi/ ronki menunjukan sekret tertahan

7. Menentukan keadekuatan oksigenasi

Mencegah terjadinya muntah dan aspirasi


3. Kerusakan komunikasi verbal b.d nyeri

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien


dapat berkomunikasi dengan baik

Kriteria hasil : pasien akan menetapkan metode komunikasi dimana


kebutuhan dapat diekspresikan

Intervensi

1. Tentukan luasnya ketidakmampuan untuk berkomunikasi


2. Berikan pilihan cara komunkasi menggunakan alat
3. validasi arti upaya komunikasi.gunakan ya atau tidak
4. Antisipasi kebutuhan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Doenges,M. A., Moorhouse, M. F.,& Geissler, A.C (1999). Rencana


asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Z. C,& Brenda, G. B .( 2001 ) Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah.Edisi 8, vol 3. Jakarta: EGC

Rerves, C. J., Roux, G.,& Lockhart, R .( 2001). keperawatan medikal


bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Watson, R. (2002). Anatomi dan fisiologi: untuk perawat. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai