Anda di halaman 1dari 11

Wound assessment

A. Latar belakang

Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Wang et al., 2017) klik disini
pengkajian luka berbasis laptop PC-/ untuk luka kaki menggunakan komputer dan
teknik pengolahan pencitraan dari gambar sebagai pengkajian lebih lanjut yang akurat
untuk penilaian luka kronis. Pendeteksian secara ototmatis untuk luka kaki dan
bagian-bagian dari jaringan luka sangat berguna untuk dokter dan pasien diabetes
sebagai alat untuk memantau status penyembuhan luka dan untuk pemberian
perawatan luka yang lebih efetif. Alat yang digunakan dalam proses pengamblan
gambar luka yaitu dengan penggunaan support vector machines (SVM) sebagai alat
untuk mengkaji dan menentukan batas-batas luka pada gambar ulkus kaki yang
diambil dengan alat pengambilan gambar, yang menyediakan pengaturan
pencahayaan dan jangkauan yang akurat. Dengan alat SVM ini dapat mengidentifikasi
jaringan sehat dari daerah luka berdasarkan gambar.

Pengkajian luka juga dilakukan oleh (Bochko, Va, Harju, & Alander, 2010)
klik disini dengan menggunakan pencahayaan dengan gambar bayangan dalam
cahaya visual dan Near Infrared (NIR) dalam menganilisis luka kaki. Untuk
segmentasi dan klasifikasi vektor dukungan diperoleh hasil yang sangat bai. Sistem
segmentasi yang dirancang untuk menganalisis tiga utama pada jaringan luka yaitu:
jaringan hitam / nekrotik, kuning/ tibrous dan merah untuk jaringan granulasi (Bochko
et al., 2010). Selain itu untuk mendeteksi suhu dalam penelitian yang dilakukan oleh
(Chanmugam, Langemo, Thomason, Henderson, & Zortman, 2017) klik disini dapat
dilakukan dengan menggunakan long-wave infrared thermography (LWIT atau
thermal imaging) karena dapat mendeteksi perubahan suhu tertentu yang berkaitan
dengan infeksi luka dan peradangan. Dalam penelitian ini yang merupakan studi
prospektif dimana digunkan kelompok kontrol untuk melakukan pengamatan rentang
termal dan bagaimana termografi yang digunakan dapat mengidentifikasi hambatan
untuk penyembuhan dan dapat dijadikan sebagai alat utuk identifikasi dini, sebagai
pengobatan, dan pencegahan. Maka studi ini akan melihat relatif nilai suhu diferensial
minimum yang sesuai dalam menentukan perbedaan antara infeksi dan peradangan.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh (Melai et al., 2016) klik disini
melakukan fabrikasi dan karaterisasi sensor pH untuk memantau status luka. PH
lapisan sensitif terdiri dari oksidasi graphane (GO) lapisan yang diperoleh dengan
drop- bocoran 5 ml dispersi GO ke elektroda kerja dari substrat layar-dicetak.
sensitivitas adalah 31,8 mV / pH dengan akurasi 0,3 unit pH. Sirkuit terbuka
potensiometri dilakukan untuk mengukur pH dalam sampel eksudat.

Dalam penilitin yang dilakukan oleh (Salvo et al., 2017) klik disini akan
mengidentifikasi suhu dan sensor pH yang mampu memantau kaki diabetes dan vena
pada luka kaki yang dikembangkan dalam rangka program ke tujuh Uni Eropa proyek
SWAN –iCare ( dengan memakai otonom perangkat tekanan negatif untuk memantau
luka dana terapi). Pengukuran suhu dilakukan dengan memanfaatkan variasi pada
hambatan listrik dari nanokomposit yang terdiri dari karbon nanotube multiwalled dan
poli (stynee-b (ethylene bersama butilen) dari nanokomposit yang terdiri dari karbon
nanotube.

Penelitian yang lain yang menilti tentag PH dan suhu pada luka yaitu
dilakukan oleh (Power, Registered, Nurse, Moore, & Manag, 2017) klik disini yang
melakukan pengukuran pH, komposisi eksudat dan suhu dalam penyembuhan luka
objektif, untuk memprediksi hasil penyembuhan dan untuk mengidentifikasi metode
yang digunakan dalam pengukuran. Dengan komposisi eksudat luka yang melibatkan
berbagai metode pemgumpula eksudat seperti pada pengambilan sampel dari bawah
dressing oklusif atau dari sistem pengumpulan yang difilter. Pengukuran komposisi
eksudat luka semua microarray berbasis label laboratorium berbasis, seperti metode
zimografi, MMP-9 dan MMP-2 adalah yang paling sering diukur untuk komponen
eksudat luka dan MMP-9, TIMP dan rasio MMP-9 / TIMP adalah biomarker yang
disajikan paling potensial sebagai indikator hasil penyembuhan luka.

Penelitian oleh (Snyder et al., 2019) klik disini melakukan pendekatan


Standardized untuk mengevaluasi luka kronis ekstremitas bawah menggunakan
checklist. Tujuan pembuatan cheklist ini agar dapat mengidentifikasi luka ekstremitas
yang lebih ringan, penilaian, evaluasi, dan potensi dalam terjadinya komplikasi.
Checklist ini berfokus pada pendekatan berbasis bukti untuk memperoleh riwayat
medis, evaluasi luka, menentukan etiologi, dan menilai perfusi, edema, infeksi, dan
status neurologis. Tujuan dari alat evaluasi yang mendasar ini adalah untuk membantu
para klinisi terhadap langkah-langkah selanjutnya dalam mengoptimalkan perawatan
pasien.

Dalam penelitian cohort yang dilakukan oleh (Ndosi et al., 2017) klik disini
yang melakukan penelitian cohort terhadap komplikasi dan prognosis terhadap proses
penyembuhan pada luka kaki diabetes yang terinfeksi dengan mengevaluasi catatan
medis yang ada pada klinik perawatan luka kaki diabetes tentang kejadian
penyembuhan luka, kekambuhan luka, amputasi ekstremitas bawah, revaskularisasi
ekstremitas bawah dan kematian. Kami memperkirakan kejadian kumulatif
penyembuhan pada 6 dan 12 bulan, disesuaikan dengan amputasi ekstremitas bawah
dan kematian menggunakan analisis risiko bersaing, dan mmengidentifikasi hubungan
antara faktor-faktor dasar dan kejadian penyembuhan.

Penelitian yang dilakukan oleh (Mccreath et al., 2016) klik disini yang menilai
kelayakan dan mengklasifikasikan warna kulit menggunakan penilaian bagan warna
oleh Munsell dan membandingkan kategori warna kulit berbasis Munsell dengan
etnis/ ras yang memprediksi resiko luka tekan. Dalam penelitian desain yang
digunakan yaitu cohort study pada 417 penghuni panti jompo dari 19 panti yang
dikumpulkan anatra 2009-2014 dengan penilaian kulit mingguan hingga 16 minggu,
degan penilaian warna kulit lengan bawah dan bokong berdasarkan nilai-nilai
karakteristik dari Munsell (Gelap, sedang, ringan ) pada tiga waktu, dokumentasi
rekam medis etnis/ ras, dan penilaian kulit mingguang pada betis dan tumit.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Coleman et al., 2017) klik disini
mengevaluasi hasil klinis intrumen penilaian resiko luka tekan baru dan alat evaluasi
resko luka primer atau sekunder. Penelitian dilakukan engan mengevaluasi 230 pasien
yang sampelnya diambil pada empat resiko luka tekan yang luas dengan mewakili
empat layanan perawatan sekunder dan empat di komunitas. Penelitiandilakukan
dengan pengumpulan data mulai Oktober 2012 – Januari 2013. Penilaian dilakukan
dengn menggunakan alat ukur PURPOSE-T dengan kriteria biru menunjukkan "tidak
ada masalah;" kuning menunjukkan potensi dampak pada risiko Pressure
Ulser; oranye menunjukkan risiko dan; merah muda menunjukkan pasien memiliki
pressure ulcer atau bekas luka dari pressure ulcer sebelumnya.

B. Hasil yang diperoleh


Dari hasil penelitian penggunaan Support Venctir Machines dalam mengkaji
luka kaki didpatkan hasil batas luka yang terdeteksi yang diinterpretasikan dengan
menerapkan metode studi acak bersyarat. Penelitian ini telah menentukan klasifikasi
luka dengan Nexus 5 smart-paltform ponsel, kecuali untuk pelatihan yang dilakukan
secara offline. Hasil area yang dibandingkan dengan pengklasifikasian lain dan
menunjukkan bahwa dengan pengkajian menggunakan SVM tingkat kinerja umum
yang tinggi (rata-rata sensitivitas 73,3 %, spesifitas 94,6%) dan sangat efisien untuk
analisis gambar yang berbasis smarthphone (Wang et al., 2017). klik disini

Pengkajian dengan menggunakan cahaya visual dan Near InfraRed (NIR)


yang dilakukan dalam penelitian oleh (Bochko et al., 2010) klik disini didapatkan
hasil bahwa Tingkat kesalahan maksimum pengukuran daerah ulkus untuk jaringan
merah / granulasi adalah 33% untuk 20 kasus. Ini sesuai dengan hasil yang
dipublikasikan dalam literatur. Jaringan hitam / nekrotik mungkin terletak lebih dalam
di bawah permukaan kulit; karenanya, batas-batas ulkus kurang dapat terlihat, yang
memungkinkan hanya perkiraan kasar, menghasilkan kesalahan maksimum 44%
untuk tiga kasus dianalisis. Untuk jaringan fibrosa/ uning kami memiliki hanya satu
gambar dalam database kami, yang nilainya kesalahan 23%. Dari hasil penelitian ini
didaptkan bahwa sistem pencitraan baru untuk segmentasi dan pengukuran berbagai
jenis luka. Sistem NIR ini dapat berguna dalam praktek untuk menganalisis dan
mengukur area permukaan luka dan megamati perubahan dari waktu ke waktu, dan
dapat membantu dokter dalam proses pengobatan luka.

Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh (Chanmugam et al., 2017) klik
disini bahwa dalam pengkajian suhu dengan menggunakan FDA digital dan
inframerah kamera dengan gelombang panjang dapat secara akurat untuk mendeteksi
apakah pada luka terinfeksi dapat mecegah overtreatment dan resistent obat antibiotik,
dan bisa dilakukan pengobatan lebih dini dengan melihat suhu pada luka. hasil yang
ditemukan dalam penelitian ini bahwa penggunaan LWIT menunjukkan adanya
peningkatan suhu yang dibuktikan dengan perbedaan suhu maksimum antara luka dan
kulit sehat + 4- C untuk 5- C. Selain itu LWIT mampu mengidentifikasi perubahan
termal relatif + 1,5- C untuk 2.2- C dalam studi yang terlihat pada tanda-tanda klinis
peradangan. Selain itu, LWIT mampu menunjukkan bahwa subyek kontrol normal
tanpa diagnosis infeksi atau tanda-tanda peradangan memiliki perbedaan suhu relatif
+ 1.1- C ke 1,2 C. Hasil lain didaptkan bahwa LWIT mampu untuk mendeteksi
perawatan yang memadai dari luka yang terinfeksi dengan antibiotik yang dibuktikan
dengan perbedaan suhu kembali normal dengan gradien + 0.8- C untuk 1.1- C,
dibandingkan dengan subyek kontrol normal dengan luka di lokasi anatomi C untuk
1.1- C, dibandingkan dengan subyek kontrol normal dengan luka di lokasi anatomi
yang sama.

Adapun hasil yang didapatkan dari penelitian (Melai et al., 2016) klik disini
Sensor GO pH terbukti dapat diandalkan sebagai perbandingan dengan hasil yang
diperoleh dari kaca elektroda pH meter standar menunjukkan perbedaan yang dapat
diabaikan (<0,09 unit pH dalam kasus terburuk) untuk pengukuran dilakukan selama
4 hari. Penelitian ini menyatakan bahwa sensor pH GO yang terbukti dalam perjanjian
yang baik dengan pH meter komersial ketika mengukur pH sampel aksudat. Sensor
ini bekerja secara langsung kontak dengan eksudat selama 4 hari dan menunjukkan
stabilitas yang baik dari waktu ke waktu.

Kemudian pada penelitian tahun selanjutnya yang dilakukakan oleh (Salvo et


al., 2017) klik disini melaukan uji dilaboratorium yang menunjukkan hasil yang
menjanjikan, akan tetapi dibutuhkan validasi klinis lebih lanjut. Beberapa hasil
penting yang dilakukan dengan sensor suhu non dpt dipakai pada pasien dalam
pengaturan klinis nyata telah menunjukkan informasi penting dlam perjalanan klinis
penyakit baik kronis pada fase sub klinis dan fase akaut yang sebagian besar dipicu
leh infeksi ulkus koronis yang berat dan meningkatkan hasil klinis dengan
modisifikasi yang tepat dalam pemberian terapi lokal dan sistemik. Maka dalam
penelitian ini kemungkinan akan memperkenalkan sensor suhu berupa dressing atau
perban untuk pemantauan real-time dari variabel seperti pH dan sushu pada pasien
DF-Ulserasi yang bisa membantu dokter dalam meningkatkan kualitas perawatan
untuk menunjang patologis kompleks khususnya untuk meningkakan ketepatan waktu
intervensi baik dari dalam pengurangan LEA dan penyembuhan luka. dan didapatkan
bahwa Sensor pH menggunakan graphene oksida (GO) lapisan yang mengubah
potensi listrik ketika perubahan pH. Sensor suhu memiliki sensitivitas ~ 85 Ω / ° C di
kisaran 25 ° C-50 ° C dan pengulangan yang tinggi (standar deviasi maksimum 0,1%
lebih dari tujuh pengukuran ulang). Untuk konsentrasi GO dari 4 mg / mL, sensor pH
memiliki sensitivitas ~ 42 mV / pH dan linearitas yang tinggi (R 2 = 0.99).
Hasil yang diperoleh dari penelitian (Power et al., 2017) klik disini tingkat
MMP-9 muncul meningkat pada eksudat luka dalam fase non-penyembuhan,
sementara tingkat ini muncul untuk mengurangi sebagai luka berkembang menjadi
fase penyembuhan. Demikian pula, MMP-9 / TIMP-1 rasio juga muncul ke
penurunan luka yang berkembang ke fase penyembuhan. Secara keseluruhan,
Penelitian mendukung hasil bahwa peningkatan yang terus menrus terjadi dari
aktivitas protease yang dapat memperburuk luka. Selain itu, temuan ini menunjukkan
rasio antara enzim proteolitik dan inhibitor mereka sangat penting untuk
penyembuhan luka sukses, untuk memastikan keseimbangan yang tepat antara
deposisi matriks dan omset jaringan. Sedangkan dalam penggunaan metode
pengukuran suhu thermometry inframerah, termografi inframerah dan kontak
termografi, studi suhu luka keseluruhan ditemukan suhu yang tertinggi di non-
penyembuhan, memburuknya atau luka akut dan menurun sebagai luka berkembang
untuk penyembuhan. Sebagai peningkatan suhu di luka dapat berhubungan dengan
hiperemi, peradangan atau infeksi, 76 diakui bahwa pengukuran suhu akan bervariasi
dan berfluktuasi sebagai akibat dari proses yang terlibat dalam penyembuhan luka.
Meskipun ulasan ini mengungkapkan keuntungan untuk metode pengukuran suhu
luka dibandingkan dengan karakteristik luka lainnya, serta menyoroti beberapa
temuan yang menjanjikan untuk penggunaan pengukuran suhu untuk menunjukkan
penyembuhan luka, bukti yang cukup ditemukan secara memadai mendukung
penggunaan pengukuran temperatur dalam praktek untuk menunjukkan penyembuhan
luka. Kemampuan untuk menunjukkan potensi luka dalam penyembuhan sangat
penting untuk alasan medis, hukum dan keuangan, karena memfasilitasi deteksi awal
komplikasi dalam penyembuhan dan karena itu mempromosikan pelaksanaan
intervensi yang lebih efisien dan cocok. Temuan menjanjikan ada untuk semua tiga
karakteristik pengukuran, paling terutama pH, sebagai pengkajian awal untuk
membantu memprediksi penyembuhan luka..

Adapun cheklist yang yang usulkan untu digunakan dalam penelitian oleh
(Snyder et al., 2019) klik disini Tabel 1. Checklist yang diusulkan oleh panel Tabel 1.
Checklist yang diusulkan oleh panel dengan pilihan jawaban ya, tidak, dan jika tidak
mengapa. Adapaun daftar pertanyaan dalam cheklist yaitu terdiri dari 8 pertanyaan
yaitu sebagai berikut:
1. Apakah Anda mendapatkan riwayat medis lengkap, termasuk riwayat luka?

2. Apakah Anda menilai luka dengan mengukur panjang dengan lebar secara
mendalam serta mengevaluasi jaringan luka?

3. Apakah Anda menentukan etiologi luka dan riwayat komorbiditas?

4. Apakah Anda menilai untuk pulsasi pedal dan bengkak?

5. Apakah Anda menilai secara lokal atau sistemik tanda-tanda infeksi?

6. Apakah Anda berencana untuk menghilangkan jaringan yang tidak sehat dari luka?

7. Apakah Anda menilai sensasi di kaki dengan monofilamen atau metode lain?

8. Apakah Anda menilai jika pasien membutuhkan offloading atau kompresi?

9. Apakah Anda menilai nyeri?

10. Apakah Anda mendidik pasien tentang etiologi pada luka, pengobatan, dan
pencegahan?

11. Apakah Anda mempertimbangkan rujukan ke spesialis?

Merancang checklist ini dilaukan untuk penilaian luka yang dapat membantu
tenaga medis dalam memberikan alat yang berpotensi kuat untuk evaluasi dan
manajemen pasien mereka. checklist adalah ini mudah dilakukan, dan beberapa
pertanyaan untuk memastikan hasil penilaiannya yang tepat.

Dari hasil evaluasi dalam penelitian kohort ditemukan pada tahun pertama
setelah kultur luka indeks, 45/299 peserta (15,1%) telah meninggal. Luka telah
sembuh di 136 peserta (45,5%), tetapi kambuh di hasil Pada tahun pertama setelah
indeks kultur luka, 45/299 peserta (15,1%) telah meninggal. Luka telah sembuh di 136
peserta (45,5%), tetapi kambuh pada 13 (9,6%). Amputasi ekstremitas bawah
ipsilateral tercatat di 52 (17,4%) dan operasi revaskularisasi dalam 18 peserta (6,0%).
Peserta dengan luka hadir untuk ~ 2 bulan atau lebih memiliki insiden lebih rendah
penyembuhan (rasio hazard 0,55, 95% CI 0,39-0,77), seperti yang dilakukan orang-
orang dengan Pedis (perfusi, sejauh, kedalaman, infeksi, sensasi) perfusi kelas ≥ 2
(rasio hazard 0,37, 95% CI 0,25-0,55). Peserta dengan ulkus tunggal pada kaki indeks
Pedis (perfusi, sejauh, kedalaman, infeksi, sensasi) perfusi kelas ≥ 2 (rasio hazard
0,37, 95% CI 0,25-0,55). Peserta dengan ulkus tunggal pada kaki indeks Pedis
(perfusi, sejauh, kedalaman, infeksi, sensasi) perfusi kelas ≥ 2 (rasio hazard 0,37, 95%
CI 0,25-0,55). Peserta dengan ulkus tunggal pada kaki indeks mereka memiliki
insiden yang lebih tinggi penyembuhan daripada mereka borok withmultiple (rasio
hazard 1,90, 95% CI 1,18-3,06). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil
klinis pada 12 bulan bagi orang-orang dengan ulkus kaki diabetik yang terinfeksi
umumnya buruk. Dan beberapa yang harus diperhatikan dalam pengkajian luka bahwa
luka dengan iskemia ekstremitas, durasi luka lebih lama dan adanya beberapa luka
menjadi gambaran klinis terjadinya komplikasi lebih lanjut pada luka kaki diabetes
terinfeksi yang harus diperhatikan dalam pengkajian luka (Ndosi et al., 2017). klik
disini

Hasi yang diperoleh dari penelitian oleh (Mccreath et al., 2016) klik disini rata-
rata skor Munsell konsisten pada baris waktu 8 minggu dan awal 16 minggu untuk
kedua kelompok (korelasi ICC) (korelasi intraclass (ICC) r = 0? 86 dan r = 0? 85,
masing-masing, baik P <0 = 001) dan bokong (r = 0= 90 dan r = 0= 91, masing-
masing, keduanya P <0.001) di semua kelompok etnis / ras. Kemudian dari hsail
penilaian variasi dalam nilai-nilai Munsell dengan membandingkan peserta yang
terlibat dalam penelitian selama bulan-bulan musim panas ketika nilai-nilai lengan
mungkin diharapkan berubah dengan paparan sinar matahari (Juni hingga September)
dengan mereka yang berpartisipasi selama bulan-bulan musim dingin (Oktober hingga
Januari) . Nilai rata-rata Munsell dari lengan untuk semua kelompok etnis / ras tetap
kurang lebih sama dari Juni hingga September (6 7-6 9) dan dari Oktober hingga
Januari (6 7-6 7). Seperti yang diharapkan, perubahan musim juga tidak berlaku untuk
nilai-nilai Munsell yang diperoleh dari bokong. Nilai-nilai Munsell diperoleh dari
lengan dan bokong serupa (ICC r = 0? 88, P <0.001). Korelasi lebih rendah di antara
peserta Asia dan Kaukasia (ICC r = 0.53 dan r = 0.55, masing-masing, keduanya P
<0.001), menunjukkan perbedaan yang lebih besar dalam nilai-nilai Munsell yang
dibandingkan dengan peserta Afrika-Amerika (ICC r = 0.83, P <0.001) dan peserta
Hispanik (ICC r = 0.64, P <0.001). Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan
ketidakakuratan dalam menggambarkan warna kulit berdasarkan etnis / ras dan nilai
penggunaan Munsell Color Chart untuk menilai warna kulit. Lebih lanjut, ketika
populasi menjadi semakin multiras, alat-alat seperti bagan warna Munsell menjadi
penting dalam menilai warna kulit. Lebih penting lagi, pengukuran dasar warna kulit
yang akurat adalah penilaian penting untuk deteksi perkembangan ulkus tekanan
Tahap 1 pada pasien dengan warna kulit yang lebih gelap. Penggunaan bagan warna
Munsell memberikan tujuan praktis dalam penilaian klinis.
Hasil penelitian yang dikemukakan oleh (Coleman et al., 2017) klik disini
menunjukan evaluasi klinis yang corelasi antara penilaian dengn pengujian ulang yan
sangat baik (kappa) untuk menunjukkan penilaian PURPOSE-T secara keseluruhan.
Persentase untuk kategori masalah/ tidak ada masalah adalah lebih dari 75 % untuk
faktor resiko utama. Hasil Validitas konvergen menunjukkan asosiasi yang sedang
hingga tinggi dengan ukuran lain dari konstruksi serupa. Dari penelitian ini
dsimpulkan bahwa PURPOSE-T dapat diajdikan sebagai alat untuk validasi awal dan
sebagai instrumen klinis yang cocok digunakan dalam praktek klinis dalam menilai
resiko luka tekan baru.

DAFTAR PUSTAKA
Bochko, V., Va, P., Harju, T., & Alander, J. (2010). Lower extremity ulcer image
segmentation of visual and near-infrared imagery, 190–197.
https://doi.org/10.1111/j.1600-0846.2009.00415.x

Chanmugam, A., Langemo, D., Thomason, K., Henderson, L., & Zortman, T. A. (2017).
Relative Temperature Maximum in Wound Infection and Inflammation as Compared
with a Control Subject Using Long-Wave Infrared Thermography, 30(9), 406–414.

Coleman, S., Smith, I. L., Mcginnis, E., Keen, J., Muir, D., Stubbs, N., … Project, R. A.
(2017). Clinical evaluation of a new pressure ulcer risk assessment instrument, the
Pressure Ulcer Risk Primary or Secondary Evaluation Tool (PURPOSE T), 0–2.
https://doi.org/10.1111/ijlh.12426

Mccreath, H. E., Bates-jensen, B. M., Nakagami, G., Patlan, A., Booth, H., Connolly, D., …
Woldai, A. (2016). Use of Munsell color charts to measure skin tone objectively in
nursing home residents at risk for pressure ulcer development, 1–9.
https://doi.org/10.1111/jan.12974

Melai, B., Salvo, P., Calisi, N., Moni, L., Bonini, A., Paoletti, C., … Di, F. (2016). A graphene
oxide pH sensor for wound monitoring *, 1898–1901.

Ndosi, M., Brown, S., Backhouse, M., Lipsky, B. A., Bhogal, M., Reynolds, C., … Nelson, E.
A. (2017). Research : Complications Prognosis of the infected diabetic foot ulcer : a 12-
month prospective observational study, 78–88. https://doi.org/10.1111/dme.13537

Power, G., Registered, C., Nurse, G., Moore, Z., & Manag, D. (2017). Measurement of pH,
exudate composition and temperature in wound healing: a systematic review.

Salvo, P., Calisi, N., Melai, B., Dini, V., Paoletti, C., Pucci, A., … Romanelli, M. (2017).
Temperature- and pH-sensitive wearable materials for monitoring foot ulcers, 949–954.

Snyder, R. J., Jensen, J., Applewhite, A. J., Couch, K., Joseph, W. S., Lantis, J. C., & Serena,
T. E. (2019). A standarized Approach to Evaluating Lower Extremity Chronic Wounds
Using a Cheklist, (May).

Wang, L., Member, S., Pedersen, P. C., Member, S., Agu, E., Strong, D. M., & Tulu, B.
(2017). Area Determination of Diabetic Foot Ulcer Images Using a Cascaded Two-Stage
SVM-Based Classification, 64(9), 2098–2109.

Anda mungkin juga menyukai