Anda di halaman 1dari 23

TUGAS : KONSEP DAN TEORI DALAM KEPERAWATAN

DOSEN : ANDI MASYITHA IRWAN, S.Kep., Ns., MAN., PhD

SELF EFFICACY AND GERAGOGY

OLEH:
KELOMPOK 1

ADI ANGRIAWAN BAMBI NIM. R012181025


JURIL NIM. R012181014
SRIYANTI MANSYUR NIM. R012181017
SRI MARNIANTI IRNAWAN NIM. R012181050
ETTY NIM. R012181019

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Self Efficacy And Geragogy”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
penugasan mata ajar Konsep dan Teori dalam Keperawatan Program Magister Ilmu
Keperawatan peminatan Keperawatan Medikal Bedah.
Kami menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat dalam proses
pembelajaran untuk mata kuliah konsep dan teori keperawatan.

Makassar, 20 September 2018

Kelompok I

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................................i


Kata Pengantar .......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1
A. LATAR BELAKANG......................................................................................1
B. TUJUAN .......................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................2
A. KONSEP SELF EFFICACY ..........................................................................2
B. KONSEP GERAGOGY .................................................................................12
C. PENERAPAN TEORI SELF EFFICACY DAN GERAGOGY DALAM
PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................17
BAB III PENUTUP ...................................................................................................19
A. KESIMPULAN ..............................................................................................19
B. SARAN .........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan teori dan model konseptual keperawatan merupakan
bagian penting dalam pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan bersifat
komprehensif meliputi biopsikososiokultural dan spiritual yang ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik dalam keadaan
sehat maupun sakit dengan pendekatan proses keperawatan. Penerapan
suatu teori keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan akan
berdampak pada peningkatan kualitas asuhan keperawatan.
Pelayanan keperawatan sebagai pelayanan professional akan
berkembang bila didukung oleh teori dan model keperawatan serta
pengembangan riset keperawatan dan diimplementasikan di dalam praktek
keperawatan. Peningkatan mutu pelayanan keperawatan didukung oleh
pengembangan teori-teori keperawatan.
Keperawatan professional diterapkan dengan mengaplikasikan ilmu
dan teori keperawatan dalam praktek, pendidikan dan riset
keperawatan. Ilmu keperawatan dalam memenuhi tuntutan dan tekanan
masyarakat harus dikembangkan berdasarkan pemahaman pada konsep
dan teori keperawatan. Pengembangan berdasarkan teori ini dimaksudkan
agar dalam pengaplikasiannya tidak menyimpang dari model atau konsep
keperawatan yang sudah ada.
Maka dari itu dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang self
afficacy dan geragogy serta aplikasi penerapannya dalam asuhan
keperawatan lansia.

B. Tujuan
1. Untuk Memahami Konsep Self Efficacy
2. Untuk Memahami Konsep Geragogy
3. Untuk mengetahui aplikasi penerapan teori self efficacy dan Geragoggy
dalam asuhan keperawatan lansia

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP SELF EFFICACY

1. Pengertian Self Efficacy


Menurut Bandura (1977; 1986) Self-efficacy adalah suatu keyakinan
individu bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu dalam situasi
tertentu dengan berhasil. Hal ini akan mengakibatkan bagaimana individu
merasa, berfikir dan bertingkah-laku (keputusan-keputusan yang dipilih,
usaha-usaha dan keteguhannya pada saat menghadapi hambatan),
memiliki rasa bahwa individu mampu untuk mengendalikan lingkungan
sosialnya (Warsito, 2009).
Pikiran individu terhadap Self Efficacy menentukan seberapa besar
usaha yang akan dicurahkan, seberapa banyak upaya yang akan dipilih
untuk diupayakan, seberapa banyak upaya yang akan ditanamkan pada
aktivitas-aktivitas tersebut, seberapa lama akan bertahan di tengah
gemparan badai kegagalan, seberapa besar keinginan mereka untuk
kembali dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak
menyenangkan (Schunk & Pajares, 2002)
Bandura menjelaskan bahwa individu cenderung untuk menghindari
pekerjaan atau situasi yang dianggapnya berat dan melebihi
kemampuannya. Namun individu memiliki keyakinan untuk melaksanakan
dan menyelesaikan tugas tersebut jika mereka menilai diri mereka mampu
untuk menangani tugas tersebut. Ada individu yang tidak mengerjakan
sesuatu dengan optimal, padahal individu tesebut benar-benar memahami
apa yang seharusnya dia lakukan. Situasi ini dapat disebabkan oleh pikiran-
pikiran yang menilai kemampuannya, yang akan mempengaruhi motivasi
dan perilakunya (Schunk & Pajares, 2002)

2
2. Fungsi Self Efficacy
Bandura menyatakan bahwa Self Efficacy akan berkombinasi
dengan lingkungan yang responsif dan tidak responsif untuk dapat
menghasilkan empat variabel yang paling dapat diprediksi yaitu:
a. bila Self Efficacy yang dimilki seorang individu tinggi dan lingkungan
responsif, maka hasil yang dapat diperkirakan adalah kesuksesan,
b. bila Self Efficacy yang dimiliki seorang individu rendah dan lingkungan
responsif, maka individu tersebut dapat menjadi depresi saat mereka
mengamati orang lain, yang berhasil menyelesaikan tugas yang
menurutnya sulit,
c. bila Self Efficacy yang dimiliki seorang individu tinggi dan situasi
lingkungan yang tidak responsif, maka individu tersebut biasanya akan
berusaha keras mengubah lingkungan,
d. bila Self Efficacy yang dimiliki seorang individu rendah berkombinasi
dengan lingkungan yang tidak responsif, maka individu tersebut akan
merasa apati, mudah menyerah dan merasa tidak berdaya (Bandura,
1997a)
Bandura juga menjelaskan bahwa Self Efficacy yang tinggi, akan
mendorong individu untuk giat dan gigih melakukan upayanya. Sebaliknya
individu dengan Self Efficacy yang rendah, akan diliputi perasaan keragu-
raguan akan kemampuannya. Jika individu tersebut dihadapkan pada
kesulitan, maka akan memperlambat dan melonggarkan upayanya, bahkan
dapat menyerah (Schunk & Pajares, 2002)

3. Dimensi Self Efficacy


Bandura menyatakan bahwa ada 3 (tiga) dimensi Self Efficacy yaitu
sebagai berikut:
a. Magnitude merupakan dimensi Self Efficacy yang mengacu pada tingkat
kesulitan tugas yang diyakini seseorang dapat diselesaikannya. Individu
dengan magnitude Self Efficacy yang tinggi, akan mampu
menyelesaikan tugas yang sulit. Sedangkan individu dengan magnitude
Self Efficacy yang rendah akan menilai dirinya hanya mampu
melaksanakan perilaku yang mudah dan sederhana generally

3
b. Strength Self Efficacy yang tinggi akan tetap bertahan menghadapi
hambatan dan masalah. Sedangkan individu dengan strength Self
Efficacy yang rendah akan lebih mudah frustasi ketika menghadapi
hambatan atau masalah dalam menyelesaikan tugasnya generally
c. Generally merupakan dimensi Self Efficacy yang mengacu pada tingkat
kesempurnaan Self Efficacy dalam situasi tertentu. Beberapa individu
mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi. Namun ada juga individu
yang percaya bahwa mereka hanya mampu menghasilkan beberapa
perilaku tertentu dalam keadaan tertentu saja generally (Lenz and
Bagget, 2002)

4. Sumber-sumber self efficacy


Ada empat sumber penting yang mempengaruhi Self Efficacy yaitu
Mastery Experience, Role Modelling, Verbal persuation, dan Physiological
arousal. Sumber yang pertama adalah sumber yang paling kuat karena
berdasarkan kepada informasi langsung yaitu pengalaman sukses atau
gagal. Sedangkan ketiga sumber lainnya adalah berdasarkan informasi
yang tidak langsung. Model, melihat orang lain memperlihatkan perilaku
yang diinginkan dapat menawarkan sumber Self Efficacy yang penting,
tetapi tidak berdasarkan kepada pengalaman diri seseorang. Bujukan
merupakan sumber yang membangunkan. Sumber ini digunakan untuk
mendukung sumber lain. Sumber yang terakhir merupakan sebagi beton.
Seseorang akan mengandalkan status fisik dan emosi mereka untuk
meyakinkan kemampuan mereka (Lenz and Bagget, 2002)

4
Masteri
Experience

Pshycological Self efficacy Role Modelling


aurosal

Verbal Persuation

Gambar sumber self efficacy

a. Mastery Experience (penguasaan pengalaman)


Keyakinan seseorang tentang kemampuannya dapat dipengaruhi oleh
empat macam. Cara yang paling efektif dalam menciptakan keyakinan
yang kuat adalah pengalaman (experience) pribadinya. Seseorang yang
berpengalaman tentang sesuatu memiliki kepercayaan dan keyakinan
diri untuk bertindak dan cenderung berpeluang untuk berhasil dalam
tugasnya. Sebaliknya, kegagalan karena kurangnya pengalaman akan
membuat keyakinan dirinya hilang. Keberhasilan seseorang sangat
ditentukan oleh penguasaan pengalaman dalam mengatasi hambatan
dengan usaha yang gigih. Setelah seseorang memiliki keyakinan (self
efficacy), maka dia tahu apa yang diperlukan untuk mencapai
keberhasilan melalui ketekunan dalam menghadapi kesulitan dan cepat
kembali dari keterpurukan (tidak mudah menyerah)
b. Role Modelling (teladan/ panutan)
Cara kedua untuk mengembangkan kekuatan self efficacy adalah
pengalaman orang lain melalui contoh sosial (teladan sosial). Seseorang
cenderung untuk mencari model atau teladan yang sama dengan dirinya.
Keberhasilan orang lain dalam mecapai tujuannya yang memiliki kondisi
yang sama dengan dirinya akan menjadi teladan. Melihat orang lain
berhasil dengan upaya berkelanjutan menimbulkan keyakinan diri.
Pengalaman keberhasilan orang lain dapat menjadikan motivasi bagi
orang yang melihat untuk dapat meniru (duplicate). Dengan cara yang

5
sama, ketika melihat kegagalan orang lain untuk mencapai sesuatu yang
sama dengan dirinya maka hal tersebut juga akan mempengaruhi
keyakinan diri seseorang. Dampak dari pemodelan pada self-efficacy
sangat dipengaruhi oleh persepsi kesamaan dengan model. Semakin
besar kesamaan dengan model (teladan) maka semakin besar pula
kemungkinan seseorang mencapai keberhasilan atau kegagalan..
c. Verbal persuation (persuasi verbal)
Persuasi verbal adalah cara ketiga untuk memperkuat self efficacy
seseorang. Bandura berpendapat bahwa ketika ada seseorang yang
memberikan dukungan dan keyakinan secara verbal untuk melakukan
tugas kepada orang lain, maka orang yang didukung cenderung lebih
percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk menyelesaikannya.
Umpan balik konstruktif (Constructive feedback) sangat penting untuk
menjaga keyakinan diri (sense of efficacy) yang membantu
menghilangkan keraguan dalam dirinya.
d. Physiological arousal (semangat fisiologis)
Faktor terakhir yang mampu mempengaruhi kekuatan self efficaycy
adalah gairah fisiologis. Bandura membagi Physiological arousal menjadi
dua, yaitu gairah fisik (physical arousal) dan gairah emosional (emotional
arousal). Kekuatan, stamina seseorang menentukan kemampuannya
dalam mencapai tujuan, misalnya orang dengan keluhan lelah (fatigue)
cenderung malas dan tidak cukup energi untuk beraktifitas. Mood,
cemas, takut, stess, dan depresi menjadi bagian yang membuat
seseorang tidak memiliki kemampuan dan keyakinan yang tinggi.

5. Proses penerimaan self efficacy


Banyak penelitian telah dilakukan pada empat proses psikologis tentang
bagaimana self efficacy dapat mempengaruhi fungsi manusia. Berikut
beberapa penjelasan bagaimana self efficacy mampu mempengaruhi
sesorang:
a. Cognitive Processes (proses kognitif)
Pengaruh dari self-efficacy pada proses kognitif menurut beberapa ahli
psikologis dapat melalui berbagai cara. Banyak dari perilaku (behavior)
manusia di regulasi melalui pemikiran sebelumnya dalam mewujudkan
6
tujuan. Tujuan pribadi seseorang dipengaruhi oleh penilaian diri terhadap
kemampuannya. Semakin kuat self efficacy yang dimiliki, semakin tinggi
tujuan yang ditetapkan seseorang untuk dirinya dan mereka cenderung lebih
tahan terhadap cobaan, hambatan yang merintangi tujuannya.
b. Motivational Processes (proses motivasi)
Keyakinan diri memiliki peran yang sangat penting dalam regulasi motivasi
diri.. Sebagian besar motivasi manusia dihasilkan dari proses berpikir
kognitif. Individu berusaha memotivasi dirinya dengan menetapkan
keyakinan, merencanakan, dan merealisasikan tindakan yang akan
dilakukan. Individu membentuk keyakinan tentang apa yang dapat mereka
lakukan. Mengantisipasi kemungkinan dari rencana tindakan. Selanjutnya
menetapkan dan merencanakan program yang dirancang untuk
mewujudkan program yang berkelanjutan.
c. Affective Processes (proses afektif)
Afektif atau afek dapat mencakup semua perasaan atau tanggapan, positif
atau negatif, terkait dengan emosi, perilaku, pengetahuan, atau keyakinan.
Afek dapat mengubah persepsi dari situasi serta hasil dari berpikir. Afek juga
dapat memicu, mencegah, atau mengakhiri kognisi dan perilaku. Afek
berkaitan dengan kemampuan individu mengatasi emosi dalam dirinya.
Keyakinan individu teantang kemampuannya untuk mengatasi masalah
akan mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialaminya dalam situasi
yang mengancam atau sulit.
d. Selection Processes (proses seleksi)
Hasil penelitian sampai saat ini berfokus pada proses pembentukan self
efficacy yang memungkinkan seseorang untuk menciptakan lingkungan
yang menunjang dirinya dalam mencapai tujuan. Individu merupakan
bagian dari sebuah lingkungan. Oleh karena itu keyakinan akan
kemampuan sesorang juga ditentukan dan dipengaruhi oleh kegiatan dan
lingkungan yang ada disekitarnya.

7
6. Self efficacy Training

Self efficacy training merupakan suatu kegiatan atau pelatihan yang


dilakukan oleh seorang trainer (pelatih) kepada seseorang atau kelompok
sehingga seseorang atau kelompok tersebut mampu memiliki keyakinan (belief)
terhadap kemampuannya dalam mencapai suatu tujuan. Self efficacy training
telah banyak digunakan oleh berbagai profesi sebagai bentuk usahanya dalam
memaksimalkan self effcacy (keyakinan diri) anggotanya dalam menjalankan
pekerjaannya (Salam, 2017)
Layaknya suatu pelatihan, maka self efficacy training juga menggunakan
kaidah-kaidah yang ada di dalam konsep suatu kegiatan pelatihan. Pelatihan
merupakan suatu konsep pembelajaran yang memfokuskan pada praktek dan
penghayatan. Praktek dan penghayatan terhadap suatu pembelajaran sangat
diperlukan agar seseorang dapat aktif dan dapat mengulangi materi yang telah
diajarkan kepadanya. Praktek dan penghayatan diharapkan juga mampu untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang terhadap suatu materi
yang disampaikan. Noe pada tahun 2010 mengusulkan suatu pendekatan
proses pembelajaran melalui pengalaman untuk mengubah tingkah laku
individu secara sistematis. Pendekatan experimental learning dapat
digambarkan sebagai berikut:

ACTIVE
EXPERIMENTATION

ABSTRACT
Abstract CONCRETE
Concrete
CONCEPTUALIZATION EXPERIENCE
Experience
Conceptualization

CONCRETE
EXPERIENCE
Reflective
Observation

Gambar Konseptual Experimental Learning (pelatihan)

8
a. Concrete Experience
Adalah suatu proses pemberian kegiatan yang dapat secara langsung
memberikan pengalaman yang nyata peserta pelatihan untuk merasakan
apa yang terjadi ketika dia mengikuti kegiatan tersebut. Pengalaman di
dalam kegiatan adalah bersifat individual sehingga diperlukan suatu
kegiatan yang relevan dengan sasaran pembelajaran. Contohnya adalah
simulasi, demonstrasi (praktek), observasi lapangan, studi kasus dan masih
banyak metode lainnya. Fasilitator bertugas untuk mengarahkan kegiatan
dan melakukan observasi terhadap peristiwa atau kejadian dalam proses
pelatihan.
b. Reflective Observation
Merupakan proses kegiatan untuk mengamati dan merefleksikan kembali
apa yang telah dialami dalam peristiwa sebelumnya. Hal ini diperlukan untuk
menggali pengalaman peserta yang spesifik. Tujuan dari kegiatan ini adalah
peserta dapat mengenali dan memanfaatkan peristiwa penting dalam
hidupnya sehingga dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman dalam
berbuat sesuatu.
c. Abstract Conceptualization
Adalah suatu kegiatan yang mewajibkan peserta pelatihan untuk
merumuskan dan menyimpulkan sesuatu tentang dirinya atau tentang
konsep yang relevan dengan sasaran pembelajaran. Hal tersebut dapat
berupa kesimpulan mengenai kelebihan dan kekurangan diri, dari sisi negatif
dan positif.
d. Active Experimentation
Proses mencoba tingkah laku baru yang merupakan tujuan pembelajaran
(outcomes). Peserta diwajibkan untuk bertingkah laku yang diajarkan yang
sesuai dengan konsep pembelajaran dan mengurangi atau menghilangkan
sama sekali kebiasaan (perilaku) lama yang tidak sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Perubahan tingkah laku yang terjadi diharapkan dimulai dari
kesadaran peserta sendiri dan bukan karena sengaja atau paksaan dari
pihak siapapun termasuk trainer.

9
7. Self efficacy training dengan metode peer (teman sebaya)

Pendekatan edukasi/ pendidikan kesehatan saat ini semakin


berkembang, baik secara teoritis (substansi) maupun teknis pembelajaran.
Pendekatan edukasi dan pelatihan dengan metode peer (teman sebaya)
dianggap sebagai metode yang efektif dalam menyalurkan sebuah informasi
termasuk informasi kesehatan.
Hal tersebut sejalan dengan paradigma pelayanan kesehatan saat ini,
yaitu patient centered bukan lagi health workers centered dan paradigma from
serving to partnering. Bertolak belakang dengan pembelajaran konvensional
yang masih berpusat pada pemberi materi dan cenderung mengutamakan
hafalan, dan mengutamakan hasil dari pada proses, maka metode peer (teman
sebaya) merupakan metode yang menekankan pada proses pembelajaran dan
mengutamakan sharing knowledge (berbagi pengetahuan), sharing ideas
(berbagi pendapat) dan sharing experience (berbagi pengalaman) dari teman
sebaya sehingga proses pembelajaran menjadi lebih efektif, menyenangkan
dan tidak membosankan.
Metode peer terbagi atas dua yaitu peer edukator (support sebaya) dan
peer support group
a) Peer Educator (support sebaya)
Peer educator (support sebaya) adalah bentuk bimbingan yang
biasanya terjadi antara orang yang telah memiliki pengalaman tertentu
(peer support) dan orang yang belum memiliki pengalaman (peer mentee).
Salah satu contoh adalah ketika menjadi mahasiswa senior yang
berpengalaman menjadi support untuk rekan mahasiswa baru dalam mata
pelajaran tertentu, atau di sekolah baru.
Peer educator juga digunakan untuk merubah perilaku kesehatan
dan gaya hidup. Misalnya pasien dengan kasus penyakit tertentu bertemu
secara teratur untuk membantu memulihkan atau merehabilitasi. Peer
support akan memberikan pengalamannya kepada individu yang menderita
penyakit yang sama seperti peer support namun belum mengetahui tentang
konsep perawatan dan pemeliharaan kesehatan yang benar. Metode

10
pembelajaran peer educator, peer support cenderung memiliki peran yang
lebih banyak sedangkan peer mentee cenderung untuk menerima materi
yang diajarkan oleh peer support. Jadi di dalam metode pembelajaran peer
educator, peer support merupakan sumber informasi bagi peer mentee
b) Peer support grup
Peer support group adalah tentang memahami diri dari sisi orang lain
melalui pengalaman bersama karena memiliki kondisi dan rasa emosional
yang hampir sama. Ketika individu menemukan afiliasi (hubungan) dengan
orang lain maka individu tersebut akan merasa "seperti" orang lain dalam
kelompok tersebut dan merasa memiliki satu sama lainnya (connection).
Adanya hubungan keterikatan tersebut maka hal ini akan memungkinkan
anggota kelompok sebaya (peer support group) untuk mencoba perilaku
baru satu sama lain dan akan saling memberdayakan (mutual
empowerment).

8. Teori self efficacy dalam asuhan keperawatan lansia


Orem (2001) menjelaskan bahwa Perawatan diri merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh individu secara mandiri untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dalam mempertahankan kesehatannya Perawatan diri
yang efektif berarti individu memiliki rasa tanggung jawab pada dirinya dalam
menjaga kesehatan dirinya sendiri (Okatiranti, Irawan, & Amelia, 2017)
Melakukan perawatan diri merupakan faktor utama dalam peningkatan
kesehatan. Dalam menjalankan perawatan diri tersebut dalam diri individu
diperlukan Self Efficacy. Menurut penelitian yang dilakukan Hu & Arou (2013)
Self Efficacy merupakan faktor utama yang mempengaruhi perawatan diri
penyakit kronis (Okatiranti et al., 2017)
Self Efficacy merupakan faktor penting dalam melaksanakan perawatan
diri. Semakin tinggi Self Efficacy individu maka akan semakin baik perwatan
dirinya (Bandura, 1997b)

11
B. KONSEP GERAGOGY
1. pengertian
Glendening & Cusack (2000) menjelaskan bahwa Geragogy adalah
model pembelajaran yang digunakan untuk kelompok usia lanjut dengan
mempertimbangkan berbagai perubahan yang terjadi akibat proses
degeneratif dan dapat mempengaruhi proses belajar (Irwan, 2018)
Glendenning & Battersby (1990) menyatakan bahwa Gerogogi
merupakan pendidikan yang sangat penting bagi lansia. Gerogogi berasal
dari istilah Gerogogy atau disebut geragogy yang berarti pendidikan yang
berhubungan dengan orang dengan usia lanjut, dimana pendidikan ini
diharapkan agar mereka mampu mengatasi masa transisi, penurunan daya
ingat dan perkembangan kognitif yang mereka alami pada fase menua
(Celia. B, Adam A. Zynch, 1992).
Menurut Weinrich & Boyd, (1992) Gerogogi adalah pendidikan pada
lansia. Pendidikan lansia ini diharapkan dapat memberikan respon positif
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada fase perkembanagan
masa dewasa tua seperti perubahan fisik,kognitif, dan psikososial yang
tidak lagi normal karna faktor penuaan. Perubahan usia yang dimulai pada
saat menginjak dekade kedua ini merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi dalam pemberian helath promotion , maka dari itu peawat
harus memahami dan memberikan intervensi yang tepat yaitu dengan
pendidikan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pada lansia (Bastable,
2002).
Weinrich & Boyd, (1992) menyimpulkan dari hasil penelitian
sebelumnya bahwa pendidikan pada lansia itu dipengaruhi oleh beberapa
faktor:
a. kematangan fisik
Seiring bertambahnya usia , terjadi berbagai perubahan fisik pada tubuh
sehingga tubuh tidka lagi berfungsi secara normal. Semakin tua
seseorang maka tubuh akan mengalami perubahan fungsi fisiologis
seperti pada indera penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan
dan penciuman yang akan berdampak pada kemampuan belajar. Selain
itu perubahan fisiologis lainnya dapat mempengaruhi fungsi organ yang
mengakibatkan penurunan curah jantung, kinerja paru dan laju
12
metabolisme yang akan berdampak pada kurang energi yang dihasilkan
dan mengurangi kemampuan mengatasi stress.
b. Kognitif
Proses penuaan juga mempengaruhi fikiran ,karena seiring
bertambahnya usia terjai perubahan seluller permanen di dalam otak
yang dapat mengakibatkan berkurangnya neuron ang tidak memiliki
daya degeneratif. Secara fisiologis penelitian memperlihatkan bahwa
ada dua jenis kemampuan yaitu: Fluid intellegence dan crystallized
intellegence. Penurunan fluid Intellegence dapat mengakibatkan
perubahan spesifik seperti: waktu proses yang melambat, ketetapan
stimulus (kesan), menurunnya memori jangka pendek, meningkatnya
ansietas karna tes, mengubah persepsi waktu.
c. Psikososial
Erikson(1963) menyatakan tugas perkembangan psikososial pada fase
dewasa tua sebagai integritas ego versus kepuasan, karena pada fase
ini mencakup bagaimana penanganan terhadap realitas penuaan yang
penerimaan kenyatan bahwa semua makhluk hidup akan mati.
Psikososial berperan untuk merubah gaya hidup dan status sosial yang
terjadi akibat pensiun, penyakit, berpisahnya anak, cucu, dan teman,
pindah ke lingkunagn yang baru seperti panti werda

2. Model pembelajaran geragogi


Speros (2009) mengemukakan bahwa lansia lebih sulit memahami
konsep yang anstrak, lebih lambat memproses informasi yang diberikan,
dan kemampuannya untuk menyimpan memori lebih sedikit (Irwan, 2018).
Menurut thomas (2007) perlu diperhatikan beberapa aspek dalam
model belajar geragogy yaitu sebagai berikut:
a. Mengulang-ulang poin utama dalam pemberian pendidikan kesehatan
b. Melakukan evaluasi setelah diskusi tiap poin penting
c. Melakukan demonstrasi
d. Memprioritaskan praktek perawatan diri yang perlu dikuasai oleh lansia
(Irwan, 2018)

13
3. Strategi pengajaran
Cara perawat melakukan pendekatan pada lansia yang sehat atau
yang sakit yaitu dengan konseling, pengajaran, dan membentuk hubungan
terapis sehingga perawat dapat memahami perkembangan lansia
(Bastable, 2002)
Perlu kita ketahui bahwa fungsi fisik, kognitif, dan psikososial akibat
penuaan pada setiap peserta didik harus dikaji sebelum mengembangkan
dan melaksanakan rencana pengajaran. Pendidikan kesehatan pada lansia
harus diarahkan untuk memperbesar keterlibatan dan pemahaman sikap
mereka terhadap pembelajaran (Bastable, 2002)
Adapun beberapa perubahan akibat penuaan yang dapat
mempengaruhi strategi belajar mengajar untuk memenuhi kebutuhan lansia
adalah:
1) Kebutuhan fisik
a) Untuk mengimbangi mengimbangi perubahan penglihatan,
pengajaran harus dilakukan dalam lingkungan yang terang tapi tidak
menyilaukan, alat bantu fisual harus menggunakan huruf besar.
b) Untuk pendengaran, kehilangkan kebisingan yang tidak ada
hubungannya dengan pengajaran, jangan menutup mulut saat
berbicara hadapi peserta secara langsung dan berbicara pelan-
pelan.
c) Masalah otot-rangka , penuruna efisiensi sistem kardiovaskuler dan
penurunan fungsi ginjal maka dilakukan pengajaran dengan waktu
yang singkat agar mereke memiliki kesempatan beristirahat.
d) Penurunan fungsi saraf
Fungsi saraf pusat dan penurunan laju metabolisme, luangan lebih
banyak waktu untuk memberian dan menrima informasi dan untuk
mempraktekan keterampilan motorik (Bastable, 2002)
2) Kebutuhan Kognitif
a) untuk mengimbangi penurunan fluid intelegence, lansia perlu
diberikan banyak kesempatan untuk mengelolah dan berespon
terhadap informasi serta melihat hubngan antarkonsep. Pelatihan
dan pengulanagn dalam roses pengajaan lansia merupakan strategi
yang snagat berguna untuk membantu dan mengingat. memoripada
14
lansia juga dapat ditingkatkan dengan cara melibatan mereka dalam
melakukan perencanaan untuk mengingat bagaimana atau kapan
melakukan prosedur. Jelaskan prosedur dengan sederhana dan
mendalam, tenangkan mereka, dan jika mungkin berikan tes lisan
bukan tertulis karena banyak lansia yang mengalami ansietas karena
kesulitan dengan tes tertulis
b) Waspadai terhadap adanya efek terhadap obat-obatan dan tingkat
energi dan konsentrasi,kewaspadaan serta koordinasi, maka dari itu
cobala membat penjadwalan sesi-sesi pengajaran sebelum atau
setelah minum obat dna saat pasien beristirahat.
c) Pastikan agar menanyakan apa yang sudah diketahui oleh lansia itu
tentang permasalahan maupun teknik perawatan kesehatan
sebelum menjelaskannya lebih lanjut.
d) Memberikan keyakinan kepada lansia tentang tujuan dari kegiataan
yang sedang diajarkan hanya sebagian dari perjuangan agar mereka
termotivasi. Segala sesuatu yang benar-benar masih asing dan akan
bertentangan dengan kebiasaan yang sudah menetap maka lebih
sulit untuk merubahnya. Dengan melambatnya persepsi yang ada
pada lansia, maka pikiran akan lebih sulit menerima cara yang baru
dibandingkan pada orang dengan usia yang lebih muda.
e) Menjaga agar proses pengajaran tetap berlangsung secara singkat
karna rentang perhatian yang mulai memendek membutuhkan
penjadwalan dengan serangkaian sesi untuk memberikan waktu
yang cukup agar dapat membagi pembelajaran.
f) Pada penuaan proses konseptualisasi dan kemampuan untu berifikir
secara abstrak menjadi sulit, tutup setiap sesi pengajaran dengan
memberikan ranguman inforamasi dan luangkan waktu untuk
melakukan tanya jawab agar menghindari kesalahan persepsi
(Bastable, 2002)
3) Kebutuhan psikososial
a) Lakukan pengkajian mengenai hubungan keluarga untuk
menentukan seberapa besar ketergantungan lansia pada anggota
keluarga lain dalam mendukung baik dalam segi keuangan dan
emosional. Selain itu perawat juga mengkaji keterlibatan anggota
15
keluarga dalam memperkuat pembelajaran mengenai pembelajaran
yang sedang diajarkan berhubungan dengan pemberian bantuan
dalam perawatan diri terhadap lansia. Dalam hal ini maka libatkanlah
keluarga dlam prosese pembelajaran dan minta dukungan mereka.
b) Tentukanlah ketersediaan sumber daya, karena kurangnya sumber
daya dapat mengganggu rencana pengajaran khususnya jika saran
anda engaharapkan agar lansia dapat melakukan sesuatu yang
mereka tidak dapat lakukan atau tidak tersedianya sarana untuk
melakuannya. Seperti membeli tatau menyewa peralatan,
trasnportasi, untuk datang pada setiap sesi terapi ataupun dlam
kasus membeli obat.
c) Berikan dorongan kepada lansia agar terlibat secara aktif agar
mampu meningkatkan harga diri dan menstimulasimereka secara
mental maupun secara sosial. Pembelajaran ini diarahkan agar
mereka mampu menemukan cara yang tepat untuk menyalurkan
bakat atau prestasi yang mereka dapatkan di dalam hidup.
d) Indentifikasi mekanisme koping pada lansia, pengajaran juga harus
menerapkan metode-metode koping yang konstruktif. Kemampuan
lansia dalam belajar bisa dipengaruhi oleh, media pengajaran yang
dipilih (Bastable, 2002)

16
C. PENERAPAN TEORI SELF EFFICACY DAN GERAGOGY DALAM
PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. Kasus/ Skenario
Tn.”P” umur 68 tahun pekerjaan petani datang memeriksakan
kesehatannya di puskesmas “X” dengan keluhan utama lemas,diketahui Tn.”P”
memiliki riwayat penyakit Diabetes Tipe II. Dari hasil anamnese lanjut yang
dilakukan perawat, Klien tampak lemas, hasil pengukuran tanda tanda vital
didapatkan TD : 150/90 mmhg, N : 83 x/menit, RR : 19 x/menit dan S : 37 ◦C. Klien
mengatakan jarang memeriksakan gula darahnya ke Puskesmas dari hasil
pemeriksaan GDS: 350 Mg/dl, Kolesterol: 250 mg/dl. Saat ditanyakan tentang
konsumsi makanannya pasien mengatakan makan dengan porsi yang banyak dan
tidak bisa menghindari makanan kesukaannya. Dari hasil pengakajian tersebut
diketahui bahwa Tn”P” mengalami masalah dalam manajemen penatalaksanaan
diet diabetes.

2. Dalam kasus di atas maka perawat akan melakukan pelatihan untuk meningkatkan
Self efikasi (self Eficacy Training) dengan metode master Experince dan Metode
peer Support
a) Dengan metode Active Experience , dimana perawat sebagai pendidik dalam
hal ini membuat rancangan kegiatan dengan melihat proses, mencoba perilaku
baru yang merupakan outcome dari kegiatan. Dalam metode Active Experience
perawat memberikan pengajaran tentang penatalaksanaan diet diabetes
menggunakan media Visual berupa poster dan metode demonstrasi.
Dalam kasus di atas perawat melakuan Demonstrasi tentang perancangan
makanan pada diet diabetes melitus.
b) Implementasi selanjutnya pasien akan diberikan pendidikan metode
pendidikan kesehatan dengan metode Peer educator (support sebaya) dengan
mengenalkan psien dengan teman lansia yang mengalami penyakit Diabetes
yang telah memiliki pengalaman tertentu (peer support) yang sejauh ini telah
berhasil melaukan diet Gizi diabetes dan kontrol gula darah yang baik. Dengan

17
metode Peer Educator pasien dapat menambah pengetahuan melalui
pengalaman teman sebayanya.
3.
Tujuan asuhan keperawatan
Diharapkan dengan melakukan pendidikan kepercayaan diri pasien
dapat merubah perilaku dengan memutuskan untuk patuh terhadap
program penatalaksanaan diet gizi yang diberikan oleh perawat pada
penyakit diabetes. Dengan mematuhi penatalaksaan diet gizi diabetes
maka diharapkan terjadi penurunan kadar gula darah dan kadar gula
darah yang terkontrol.

a) Peran perawat
Perawat sebagai pendidik berperan untuk mengajarkan tentang
penatalaksanaan diet diabetes dengan melihat pada empat factor dari
self efficacy yaitu: Mastery Experience (penguasaan pengalaman), Role
Modelling (teladan/ panutan), Verbal persuation (persuasi verbal),
Physiological arousal (semangat fisiologis)

b) Evaluasi Tindakan Keperawatan


1) Pasien mampu menyebutkan jenis makanan yang ada dalam daftar
program diet diabetes
2) Paisen menunjukkan perubahan perilaku terhadap kepatuhan diet
gizi dengan kriteria hasil kadar gula menjadi normal

18
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Self-efficacy adalah suatu keyakinan individu bahwa dirinya mampu untuk
melakukan sesuatu dalam situasi tertentu dengan berhasil. Hal ini akan
mengakibatkan bagaimana individu merasa, berfikir dan bertingkah-laku
(keputusan-keputusan yang dipilih, usaha-usaha dan keteguhannya pada
saat menghadapi hambatan), memiliki rasa bahwa individu mampu untuk
mengendalikan lingkungan sosialnya
2. Geragogy adalah model pembelajaran yang digunakan untuk kelompok
usia lanjut dengan mempertimbangkan berbagai perubahan yang terjadi
akibat proses degeneratif dan dapat mempengaruhi proses belajar
3. Teori self efficacy dan geragogy dapat dijadikan sebagai konsep
pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan dan perubahan prilaku
pada asuhan keperawatan lansia

B. SARAN
Setelah mengetahui konsep self effiacy dan gerragogy diharapkan kepada
perawat klinik baik yang bekerja dalam lingkup rumah sakit ataupun komunitas
untuk dapat menerapkan teori self efficacy dan geragogy dalam pemberian
asuhan keperawatan kepada lansia

19
DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A. (1997a). [Albert_Bandura]_Self-Efficacy_The_Exercise_of_Co(b-


ok.xyz).pdf. New York.
Bandura, A. (1997b). Guide for Constructing Self-Efficacy Scales, 307–337.
Bastable, S. B. (2002). GEROGOGI 3_qRuNgt (I). Jakaarta: EGC.
Celia. B, Adam A. Zynch, G. D. D. (1992). Geragogics, Europan Research in
Gerontological Education and Educational Gerontology. New York: The
Heaworth Press.
Irwan, A. M. (2018). Tantangan Health Literacy Dalam Pencegahan dan
Penanganan Luka Kaki Diabetik Pada Pasien Diabetes Melitus Usia Lanjut,
(February).
Lenz and Bagget. (2002). Self-Efficacy in Nursing. New York: springer publishing
company.
Okatiranti, Irawan, E., & Amelia, F. (2017). Hubungan Self Efficacy Dengan
Perawatan Diri Lansia Hipertensi. Jurnal Keperawatan BSI, V(2), 130–139.
Retrieved from http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk/article/view/2631
Salam, A. Y. (2017). Efek Self Efficacy Training Terhadap Self Efficacy dan
Kepatuhan Diet Diabetes. Retrieved from
http://eprints.undip.ac.id/55465/1/PROPOSAL_TESIS_1.pdf
Schunk, D. H., & Pajares, F. (2002). The Development of Academic Self-Efficacy.
Development of Achievement Motivation, 1446, 15–31.
https://doi.org/10.1016/B978-012750053-9/50003-6
Warsito, H. (2009). Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Penyesuaian Akademik
Dan Prestasi Akademik. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, IX(1), 29–47.

20

Anda mungkin juga menyukai