SELF REFLECTION
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Take Home Examination
Mata Kuliah Etika dan Hukum Dalam Keperawatan
Dosen Pengampu : Dr. Ibrahim Rahmat, S.Kp.,S.Pd.,M.Kes.
Oleh :
Regina Ona Adesta
15/388312/PKU/15534
YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME karena atas berkat rahmad dan kasih
karuniaNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan take home examination Mata
Kuliah Etika dan Hukum dalam Keperawatan ini tepat pada waktunya.
Makalah ini berisi tentang Self Reflection. Penyusunan take home ini tidak
terlepas dari adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada
kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ibrahim Rahmat, S.Kp.,S.Pd.,M.Kes. selaku dosen pengampuh Mata Kuliah
Etika dan Hukum dalam Keperawatan.
2. Seluruh rekan Angkatan VI Program Studi Magister Keperawatan Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta yang telah banyak memberikan masukan yang sangat
membantu.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penyusun mengharapkan adanya saran dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan
sebagaiman mestinya.
DAFTAR ISI
Sampul .................................................................................................................
Kata Pengantar ..................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
BAB I ANALISIS REFLEKSI ...........................................................................
A. Refleksi terkait dengan Proses Kerja Kelompok ..................................
1. Deskripsi Materi Perkuliahan Yang Diperoleh ..................................
2. Deskripsi Kasus Bahasan ..................................................................
B. Analisis dan Sintesis berdasarkan Materi Perkuliahan .........................
1
1
1
6
9
BAB I
ANALISIS REFLEKSI
A. Refleksi terkait dengan Proses Kerja Kelompok
1. Deskripsi Kasus Bahasan
Materi penugasan kelompok yaitu tentang Major Health Issues Needing
Ethical and Legal Resolution dengan kasus yang menarik untuk dibahas oleh
kelompok adalah Withdrawal Life Support pada pasien Mati Batang Otak.
Anggota kelompok terdiri dari 9 orang, yaitu Apri Nur Wulandari, Cut
Oktaviyana, Dian Novita K., Indah Prawesti, Latifah Susilowati, Regina Ona
Adesta, Warti Ningsih, Widiono dan Yulia Riska.
Kasus yang dibahas yaitu : Kritis, Keluarga Lepas Alat Bantu Hidup Bobbi
Brown, diambil dari TEMPO.CO, Atlanta.
Bobbi Kristina Brown, 22 tahun, putri penyanyi Whitney Houston kini berada
dalam perawatan rumah sakit. Anggota keluarganya kini hanya menunggu waktu,
setelah sebelumnya dokter spesialis dan perawat yang menangani Bobbi
memberikan informasi mengenai tidak adanya harapan pulih pada Bobbi karena
pasien mengalami mati batang otak. Bobbi masih bernafas dan memiliki detak
jantung hal ini dikarenakan alat bantu hidup dan obat-obatan terpasang di tubuh
Bobbi. Pat Houston, tante Bobbi, mengatakan alat bantuan hidup telah dilepaskan
dari tubuh keponakannya. Ia mengatakan saat ini kondisi Bobbi terus memburuk.
"Dia di tangan Tuhan sekarang," ujar Pat Houston, seperti yang dikutip
dalam Daily Mail, Kamis, 25 Juni 2015. Tim medis memberikan pilihan kepada
keluarga untuk tetap mempertahankan alat bantu hidup atau melepas alat tersebut.
Tim medis sepenuhnya menyerahkan keputusan tersebut kepada keluarga.
Akhirnya, keluarga memutuskan untuk melepas seluruh alat bantu hidup di tubuh
Bobbi agar ia dapat meninggal secara alami dan tidak merasakan kesakitan lagi.
Bobbi ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri di dalam bak mandi di
rumahnya di Atlanta pada 31 Januari 2015. Kejadian ini terjadi sekitar tiga tahun
setelah Whitney Houston ditemukan tewas di bak mandi. Insiden penemuan
1
Bobbi di bak mandi ini terjadi hanya beberapa jam sebelum ia diketahui
berencana bertemu dengan seorang teman untuk menceritakan masalah yang
dialaminya dengan Nick Gordon. Nick adalah anak angkat Houston, yang
kemudian berpacaran dan memutuskan menikahi Bobbi. Gordon sendiri saat ini
tengah menghadapi gugatan hukum terkait dengan perlakuan kasar dan kekerasan
fisik yang ia lakukan kepada Bobbi. Gordon juga digugat ihwal pencurian uang
Bobbi bernilai ribuan dolar yang dilakukan Gordon saat Bobbi koma. Atas
pelepasan alat bantu hidup Bobbi, Gordon menanggapinya dengan memasang
sebuah status di sosial media Twitter. "Kami terus berdoa, dia telah berjuang keras
selama ini, jangan putus asa."
Sumber : www.tempo.com. Tanggal : Kamis, 25 Juni 2015
Kasus di atas merupakan salah satu kasus dilema etik yang muncul di rumah
sakit. Dokter dan perawat sama-sama menghadapi masalah etika dan hukum
dalam pengambilan keputusan pengakhiran hidup dengan pelepasan alat bantu
hidup.
Kajian dan telaah dari sudut medis, etika-moral maupun hukum oleh masingmasing pakarnya akhirnya menyimpulkan adanya beberapa bentuk pengakhiran
kehidupan yang sangat mirip dengan euthanasia, tetapi sebenarnya bukan
euthanasia. Kasus kasus demikian disebut oleh Profesor Leenen sebagai Pseudo
Euthanasia. Salah satu bentuk pseudo- euthanasia adalah pengakhiran perawatan
medik karena gejala mati otak atau batang otak.
Berakhirnnya pernapasan dan detak jantung merupakan gejala utama
kematian pada zaman dahulu, namun dengan perkembangan ilmu kedokteran
yang sangat pesat, kini telah dibedakan antara mati klinis dan mati vegetative.
Dengan teknologi kedokteran, sekarang dimungkinkan jantung dan paru paru
tetap berfungsi (secara otonom), walaupun fungsi otak telah berhenti. Walaupun
pernapasan dan detak jantung masih ada, namun jika otak tidak lagi berfungsi
maka kehidupan secara intelektual dan psikis/ kejiwaan telah berakhir. Mati otak
menjadi tanda bahwa seseorang telah meninggal dunia dalam proses kematian.
Dalam kasus di atas tim medis perlu melakukan pengambilan keputusan etik.
Beberapa prinsip-prinsip etika yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam
pembuatan saat terjadi konflik antara prinsip-prinsip dan aturan-aturan yaitu :
a.
Kemurahan hati
Pada kasus ini tim medis telah menunjukkan prinsip etika kemurahan
hati dalam pengambilan keputusan terhadap kelangsungan hidup Bobbi.
Meskipun tim medis mengetahui bahwa Bobbi tidak mempunyai harapan
untuk hidup karena mengalami mati batang otak, tim medis tidak
menghentikan proses perawatan namun memberikan 2 pilihan alternatif bagi
keluarga, yaitu mempertahankan alat bantu agar Bobbi bisa terus hidup atau
melepaskan alat bantu dengan konsekuensi kondisi Bobbi akan semakin
menurun/buruk. Keputusan tim medis dengan menyerahkan sepenuhnya
keputusan tersebut kepada keluarga sudah tepat karena yang akan
bertanggung jawab terhadap pilihan tersebut adalah keluarga, sehingga tim
medis dapat mempertanggung jawabkan tindakan medis yang akan
dilakukan selanjutnya terhadap Bobbi.
b.
Keadilan
Keadilan merupakan salah satu dari etika keperawatan yang harus
dipertimbangkan oleh para perawat dalam pengambilan keputusan.
Pada kasus pelepasan alat bantu (withdrawal of life support) ini, keadilan dapat
dipertimbangkan dengan mengidentifikasi dampak dari tindakan tersebut,
apakah telah sesuai dengan prosedur yang ada dan tidak terlepas dari hukum
yang berlaku.
c.
Otonomi
Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan
menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih.
Berdasarkan kasus ini seorang perawat dapat menggunakan hak otonominya
untuk membela pasien dalam melanjutkan hak untuk hidupnya. Namun disisi
lain, melihat keadaan pasien yang hidup dengan alat bantu, dan tidak dapat
menentukan hak otonomi dirinya, keluarga mengambil alih keputusan pada diri
pasien. Perawat hanya dapat mengikuti keputusan keluarga sebagai pengganti
pasien dan mendukung keluarga dalam menghadapi proses kehilangan.
3
d.
Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
Ketaatan (Fidelity)
Ketaatan dapat ditampilkan oleh perawat dengan melakukan semua tindakan
sesuai dengan hukum yang berlaku atau kode etik profesi keperawatan yang
ada. Perawat pada kasus ini merupakan seorang care giver dan advokat bagi
pasien dimana perawat bertanggung jawab untuk tetap setia pada suatu
kesepakatan dan dituntut untuk dapat melakukan semua tindakan terkait
permasalahan pasien tanpa merugikan pasien, keluarga pasien dan tenaga
kesehatan lainnya.
Prinsip etik tersebut menjadi bagian yang tidak terlepas ketika perawat
mengambil keputusan etik. Tahap pengambilan keputusan etika keperawatan
berdasarkan kasus di atas dapat menggunakan metode Jameton yang membagi
tahapan pengambilan keputusan dalam enam langkah, yaitu:
a.
Identifikasi masalah
Pada tahap ini perawat melakukan identifikasi masalah terkait dengan
masalah etik yang berhubungan dengan kasus withdrawal of life support
(pelepasan alat bantu hidup). Masalah yang muncul pada kasus ini dapat menjadi
konflik baik pada sisi medis, perawat, maupun keluarga. Kondisi pasien yang
4
mengalami mati batang otak yaitu keadaan dimana telah terjadi kerusakan seluruh
isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum.
Bagi perawat yang menghadapi kondisi pasien seperti ini dapat muncul
konflik ketika menjelaskan dengan jujur dan berlandaskan prinsip etika kepada
keluarga tentang kondisi pasien yang tidak mungkin kembali pulih secara medis
serta kemungkinan yang akan didapatkan apabila alat tetap dipasang ataupun
dilepas.
Sedangkan dalam keluarga sendiri muncul konflik untuk memberikan
keputusan apakah alat bantu hidup akan tetap dipasang atau dilepas mengingat
kondisi pasien yang tidak memungkinkan lagi untuk sembuh dan keluarga
menginginkan pasien tidak merasakan kesakitan lagi.
b.
c.
pada pasien. Selain itu, keluarga memiliki harapan pasien dapat sembuh
kembali. Sesuai dengan hak pasien menurut Megan (1989) yaitu hak pasien
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang adil, memadai dan berkualitas
telah dipenuhi pada tindakan ini.
Kelemahan :
Ketika ilmu pengetahuan medis telah menyebutkan bahwa kondisi
pasien tidak dapat sembuh ataupun mengurangi penderitaan maka segala upaya
yang dilakukan akan sia-sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu
kebohongan, karena di samping tidak membawa kepada kesembuhan, keluarga
yang lain akan terseret dalam pengurasan dana sebagai dampak dari biaya
perawatan yang cukup besar untuk merawat pasien intensif di rumah sakit.
b.
kesembuhan
ataupun
pengurangan
penderitaan
maka
mendampingi
keluarga,
perawat
berkewajiban
untuk
hidupnya pasien dapat meninggal dengan tenang dan tanpa kesakitan. Hal ini
berdasarkan hak pasien untuk mempertahankan dying with dignity (meninggal
dengan kemuliaan) (Megan, 1989).
d.
kematian
dalam
kedamaian
sejauh
hal
tersebut
memungkinkan.
Komunikasi dimulai segera setelah pasien masuk ICU. Komunikasi awal
berfokus untuk membantu keluarga dalam memahami apa yang terjadi
kepada anggota keluarganya. Constructive the Story sangat tepat bagi
keluarga untuk dapat mengenali alur perjalanan penyakit dan pemahaman
8
b.
c.
d.
Membantu
keluaga
untuk
Penner dan Hukum. Selain itu kita dapat membedakan setiap maksud dan perbedaan
dari istilah-istilah tersebut. Dalam kasus tersebut kitas juga dapat mengenal dan
memahami tentang Prinsip-Prinsip Etik, Dilema Etik dalam Keperawatan, Faktor-
faktor yang mempengaruhi Pengambilan Keputusan Etik dan Kerangka Kerja untuk
Membuat Keputusan Etik.
Kita dapat mengenal dan memahami tentang aplikasi dari Tipe-tipe hukum
Hukum, yang terdiri dari Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Tata Negara,
Hukum Administrasi Negara, Hukum Pajak (tax law), Hukum Agraria, Hukum Pidana
dan Hukum Acara. Hukum yang berkenaan dengan kasus di atas adalah hukum pidana
dimana termasuk tindakan sengaja yang menyebabkan kematian seseorang.
Kasus tersebut juga memberikan gambaran kepada kita untuk dapat membedakan
antara hukum di Atlanta (Luar Negeri) dan hukum dalam negeri. Hukum luar negeri
telah mengizinkan untuk dilakukan euthanasia ataupun pseudo-euthanasia pada pasien
jika pasien menginginkan untuk mati atau kondisi pasien sudah tidak ada harapan lagi
untuk hidup atau seperti pada kasus tersebut di atas, yaitu hidup hanya dengan alat
bantu hidup.
10
BAB II
Perawat profesional harus menghadapi tanggung jawab etik dan konflik yang
mungkin meraka alami sebagai akibat dari hubungan mereka dalam praktik profesional.
Kemajuan dalam bidang kedokteran, hak klien, perubahan sosial dan hukum telah
berperan dalam peningkatan perhatian terhadap etik.
Standard perilaku perawat ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh asosiasi
keperawatan internasional, nasional, dan negera bagian atau provinsi. Perawat harus
mampu menerapkan prinsip etik dalam pengambilan keputusan dan mencakup nilai dan
keyakinan dari klien, profesi, perawat, dan semua pihak yang terlibat. Perawat memiliki
tanggung jawab untuk melindungi hak klien dengan bertindak sebagai advokat klien.
Keperawatan sebagai suatu profesi harus memiliki suatu landasan dan lindungan
yang jelas. Para perawat harus tahu berbagai konsep hukum yang berkaitan dengan
praktik keperawatan karena mereka mempunyai akuntabilitas terhadap keputusan dan
tindakan profesional yang mereka lakukan.
Secara umum terdapat dua alasan terhadap pentingnya para perawat tahu tentang
hukum yang mengatur praktiknya. Alasan pertama untuk memberikan kepastian bahwa
keputusan dan tindakan perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum.
Kedua, untuk melindungi perawat dari liabilitas.
Untuk alasan-alasan tersebut di atas, maka perawat perlu mempelajari dan
memahami dengan baik standar hukum yang mengatur profesinya. Dengan demikian
segala tindakan dan sikap yang berasal dari perawat sesuai dengan acuan hukum yang
berlaku.
11
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Perlu dilakukan sosialisasi tentang Etika dan Hukum dalam Keperawatan yang
melindungi praktek keperawatan baik bagi mahasiswa keperawatan maupun untuk
mereka yang sudah bekerja di berbagai tempat pelayanan kesehatan.
12
13
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Ubbe. (2000). Laporan Akhir Tim Pengkajian Masalah Hukum Pelaksanaan
Euthanasia. Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum Dan
Perundang-Undangan RI.
Allen, Jen; Chavez, Sonia; DeSimone, Sara; Howard, Debbie; Johnson, Keadron;
LaPierre, Lucinda; Montero, Darrel; Sanders, Jerry. 2006. Americans' Attitudes
toward Euthanasia and Physician-Assisted Suicide, 1936-2002. Journal of
Sociology & Social Welfare. 33 :2
Dewi, Alexandra. 2008. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Pustaka Book Publisher.
Grant, Marian. 2008. End-of-life issues. Evolve website.
Ismani, Nila.2001. Etika Keperawatan.Jakarta:Widya Medika
Muchson dan Samsuri, 2013. Dasar-dasar Pendidikan Moral. Jakarta: Ombak.
Neil M. Lazar. Sham Shemie et al. Bioethics For Clinicians 24. Brain Death. C MAJ Mar
20,2001;164
Prihardjo, Robert. 1995. Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarta : Kanisius
Rismalinda. 2011. Etika Profesi Dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Trans Info Media
Soesilo, R. 1981. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta KomentarKomentarnya Lenkap Pasal Demi Pasal. Bogor : Politea.
Sumijatun. 2010. Konsep Dasar Menuju Keperawatan Profesional. Jakarta: Trans Info
Media
Sunatrio, S. 2006. Penentuan Mati, Pengakhiran Resusitasi darurat dan jangka panjang
bagi Anastesiologi. FKUI/RSCM.
Williams, P. J. R. 2005. Medical Ethics Manual. Ethics Unit of the World Medical
Association.
Yusup, M. & Amri, A. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan (Edisi 3). Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC