Anda di halaman 1dari 32

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM


PERSARAFAN: STROKE ISKEMIK

FG 1

Asmelya Dini Nurjannah 1806139916


Dhia Bakhitah Imtinan 1806203692
Dindainlez Nao Hava 1806203212
Nila Rachmatal Azza 1806203433
Muhammad Ulil Amri 1806203490
Rahma Adhalia 1806140256
Syechan Ari Rinaldo 1806203704
Syena Aulia Tasya Pratiwi 1806140363

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktu yang telah ditentukan. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada
fasilitator kelas A yaitu Ns. Muhamad Adam, M.Kep., Sp.KMB, yang telah
membimbing kami dalam pengerjaan tugas ini. Untuk menyempurnakan isi dari
makalah ini kami mencari referensi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, dan
artikel. Hal ini karena kami menginginkan makalah ini menjadi makalah yang dapat
dibaca oleh semua orang khususnya mahasiswa keperawatan dan bisa memberikan
informasi ataupun menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan gangguan
sistem persarafan: stroke iskemik.

Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Kami
menyadari makalah ini masih perlu pembenahan dan perbaikan karena keterbatasan
penulis. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
pengembangan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pembaca.

Depok, 3 Maret 2021

Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang....................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................1
1.3. Tujuan.................................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................3
A. Definisi dan Klasifikasi Stroke...............................................................................
B. Etiologi dan Epidemiologi Stroke...........................................................................
C. Gejala dan Manifestasi Klinis Stroke......................................................................
D. Patofisiologi Stroke.................................................................................................
D. Penatalaksanaan Stroke...........................................................................................
E. Asuhan Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik...................................................
F. Asuhan Keperawatan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral.........................
G. Asuhan Keperawatan Gangguan Komunikasi Verbal...........................................
BAB III............................................................................................................................
3.1. Kesimpulan...........................................................................................................
3.2. Saran.....................................................................................................................
Daftar Pustaka..................................................................................................................
1.1. Latar Belakang

Dewasa ini, banyak penyakit degeneratif yang menyerang kesehatan manusia.


Penyakit degeneratif ini muncul karena berbagai faktor. Mulai dari gaya hidup, hingga
faktor genetik yang cukup mempengaruhi munculnya penyakit ini. Stroke merupakan
salah satu penyakit degeneratif yang banyak diderita. Stroke yang menyerang
kardiovaskuler menjadi penyakit tidak menular yang cukup mematikan.

Stroke merupakan infark yang terjadi secara mendadak, tanpa adanya tanda-
tanda atau gejala yang diperlihatkan sebelumnya (AHA,2013). Dari Riskesdas (2018),
angka stroke meningkat sebanyak tiga persen. Angka tersebut didapat dari tahun 2015
hingga 2018. Prevalensi tersebut untuk rentang usia diatas lima belas tahun keatas.
Stroke ini spesifik menyerang sistem kardiovaskuler yang ada di otak. Dengan begitu,
pembuluh darah tidak dapat menyalurkan oksigen secara maksimal sehingga
menyebabkan infark dan atau pecahnya pembuluh darah otak.

Rusaknya pembuluh darah otak ini berefek pada tubuh. Efeknya tidak hanya
pada otak, namun juga pada sistem organ yang dikontrol oleh bagian otak yang
mengalami kerusakan. Pasien stroke biasanya mengalami berbagai penyakit penyerta.
Penyakit penyerta tersebut membuat pasien tidak dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya. Akibatnya, pasien perlu dibawa ke pelayanan kesehtan terdekat untuk
mendapatkan penangan lebih lanjut.

Oleh karena itu, pasien stroke perlu penanganan medis dan asuhan keperawatan.
Perawat melakukan pengkajian untuk mendapatkan data dari pasien. Data tersebut
kemudian digunakan untuk memberikan diagnosis keperawatan yang sesuai. Lalu,
setelah diketahui diagnosis keperawatan, selanjutnya diberikan intervensi dan
impelementasi.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa definisi dan klasifikasi stroke?
1.2.2. Bagaimana etiologi dan epidemiologi stroke?
1.2.3. Bagaimana gejala dan manifestasi klinis hipertiroid?
1.2.4. Bagaimana patofisiologi stroke dan proses terjadinya stroke?
1.2.5. Bagaimana penatalaksanaan mandiri dan kolaborasi (farmakologi dan
medis)?
1.2.6. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pada pasien stroke?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Mengetahui lebih lanjut mengenai definisi, klasifikasi, etiologi, gejala
dan manifestasi klinis, patofisiologi dan proses terjadinya stroke.
1.3.2. Mengetahui lebih lanjut mengenai penatalaksanaan mandiri dan
kolaborasi (farmakologi dan medis) stroke
1.3.3. Mengetahui asuhan keperawatan pada pada pasien stroke sesuai kasus
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi dan Klasifikasi

Stroke merupakan salah satu penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif


seringkali menyerang orang-orang dengan gaya hidup tidak sehat. Karena
bukan berasal dari mikroorganisme seperti virus, penyakit degenatif bukanlah
penyakit menular layaknya penyakit influenza. Stroke bukan penyakit menular
tapi mampu menjadi menyebab kematian.

Stroke adalah penyakit neurologi dimana terblokirnya pembuluh darah


otak. Terblokirnya pembuluh darah ini menyebabkan munculnya clot yang
mengganggu aliran darah. Arteri yang terserang stroke akan tersumbat dan
dinding pembuluh darah rusak yang menyebabkan perdarahan. Aliran yang
tersumbat dan rusak ini kemudian mengakibatkan ruptur pada daerah yang
tidak terdarahi dan menyebabkan kematian sel karena kekurangan oksigen
(Kuriakose & Xiao, 2020).

Stroke terjadi apabila pada bagian otak terdapat iskemia atau terjadinya
perdarahan pembuluh darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.
Kematian sel otak ini menyebabkan berbagai fungsi tubuh terdampak. Fungsi
tubuh yang terdampak seperti sistem gerak, penginderaan, atau bagian lain
yang pusat kontrolnya berada pada bagian otak yang terdampak. Dampak yang
ditimbulkan bergantung pada lokasi dan seberapa lama kerusakan otak (Lewis
et al., 2014).

Stroke iskemia merupakan stroke yang sering terjadi pada pasien.


Stroke ini diakibatkan adanya trombosis dan embolik pada otak (Kuriakose &
Xiao, 2020). Keduanya berefek pada pembuluh darah otak. Trombosis
mengakibatkan aliran darah tidak lancar akibat aterosklerosis. Embolisme
menyebabkan aliran darah berkurang ke bagian otak, aliran darah balik, dan
menyebabkan sel stres dan mengalami kematian (Kuriakose & Xiao, 2020).
Hal ini menyebabkan berbagai fungsi tubuh tidak berjalan dengan baik.
Stroke hemoragi memiliki angka kematian yang tinggi dan menjadi
penyebab 10-15% kasus stroke. Stroke hemoragi menyabkan infark. Pada
awalnya, jaringan otak mengalami stres dan luka akibat ruptur pembuluh darah.
Ruptur tersebut mengakibatkan efek pad sistem vaskularisasi otak. Stroke
hemoragi diklasifikasikan lagi menjadi hemoragi intraserebral dan hemoragi
subaraknoid (Kuriakose & Xiao, 2020).

2.2. Etiologi dan Epidemiologi

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan atau gejala hilangnya
fungsi sistem saraf pusat yang berkembang cepat. Stroke juga merupakan
istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan neurologis yang
disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian otak. Menurut data
American Heart Association (AHA) , 1 dari 6 orang di dunia akan mengalami
stroke dan setiap 2 detik nya seseorang di dunia akan mengalami stroke serta
80% stroke ulangan akibat sumbatan dapat dicegah. Pada tahun 2015 tercatat
bahwa stroke merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di dunia ,
sedangkan di Indonesia pada tahun 2014 tercatat bahwa stroke merupakan
kematian tertinggi (Kemenkes RI , 2014).

Berikut adalah penyebab (etiologi) stroke menurut Doenges, et.al , (2014) :

a. Stroke iskemik
- Trombotik pembuluh darah besar dan stroke emboli terjadi hipoperfusi,
hipertensi, dan emboli yang berpindah dari arteri besar ke cabang distal.
- Stroke trombotik pembuluh kecil biasanya berasal dari plak, diabetes
melitus, atau hipertensi.
- Hasil stroke kardioemboli dari fibrilasi atrium, penyakit katup, atau
trombus ventrikel.
- Jenis stroke iskemik lainnya disebabkan oleh hiperglikemia dan
hiperinsulinemia, diseksi arteri, arteritis, dan penyalahgunaan obat.
b. Stroke hemoragik
- Disebabkan oleh perdarahan subaraknoid atau intracerebral dari kondisi
seperti rupture aneurisma, malformasi arteriovenosa (AVM), trauma,
infeksi, tumor, atau defisiensi pembekuan darah.
- Faktor risiko utama: hipertensi
2.3. Gejala dan Manifestasi Klinis

Stroke atau cerebral vascular accident (CVA) adalah kehilangan fungsi


otak yang diakibatkan berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer &
Bare, 2010) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional
maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2012).
Stroke merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat cardiovascular disease (CVD) (Ignatavicius
et al, 2018). Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa stroke
merupakan kondisi penurunan fungsi maupun struktur otak akibat kurangnya
suplai darah ke otak yang terjadi secara tiba-tiba yang diakibatkan oleh
kejadian patologis yang terjadi pada pembuluh darah serebral. Stroke iskemik
adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh oklusi sebagian atau
lengkap dari pembuluh darah dengan transient atau efek permanen. Jenis stroke
ini sering diakibatkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis ateri otak atau
yang memberi vaskularisasi pada otak atau seuatu emboli dari pembuluh
darah di luar otak dan merupakan stroke yang paling sering terjadi (Doenges
& Moorhouse, 2010).

Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian: (1)
thrombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher), (2)
embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain), (3) iskemia (penurunan aliran darah ke area otak), dan
(4) hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak) (Smeltzer & Bare, 2010). Ada
beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi sebagai penyebab
terjadinya stroke, antara lain sebagai berikut (Lewis et al, 2014).

a. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis. Proses ini dapat


menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus
sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.
b. Aneurisma pembuluh darah cerebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu
tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah
penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

c. Kelainan jantung / penyakit jantung : Paling banyak dijumpai pada


pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja
jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah
ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber
pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
d. Diabetes mellitus (DM) : Penderita DM berpotensi mengalami stroke
karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga
memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan
microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi
pada pembuluh darah serebral.
e. Usia lanjut : Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah,
termasuk pembuluh darah otak.
f. Polocitemia : Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran
darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.
g. Peningkatan kolesterol (lipid total) : Kolesterol tubuh yang tinggi
dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari
lemak.
h. Obesitas : Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar
kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh
darah, salah satunya pembuluh darah otak.
i. Perokok : Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh
nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
j. Kurang aktivitas fisik. Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi
kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah
menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pasien stroke beragam tergantung dari daerah yang


terkena dan luasnya kerusakan jaringan serebral. Manifestasi yang
umumnya terjadi yaitu kelemahan alat gerak, penurunan kesadaran,
gangguan penglihatan, gangguan komunikasi, sakit kepala, dan gangguan
keseimbangan. Tanda dan gejala ini biasanya terjadi secara mendadak,
fokal, dan mengenai satu sisi (LeMone, 2015). Tanda dan gejala umum
mencakup kebas atau kelemahan pada wajah, lengan, atau kaki (terutama
pada satu sisi tubuh); kebingungan/konfusi atau perubahan status mental;
sulit berbicara atau memahami pembicaraan; gangguan visual; kehilangan
keseimbangn, pening, kesulitan berjalan; atau sakit kepala berat secara
mendadak (Brunner & Suddarth, 2013). Menurut Lewis et al (2014),
manifestasi klinis stroke diantaranya yaitu :

a. Hilangnya Kemampuan Gerak


Jika stroke mengenai upper motor neuron maka klien akan kehilangan
kemampuan mengendalikan gerakan. Dimana efeknya berlawanan
dengan tempat terjadinya infark serebri. Keadaan yang sering adalah
hemiplegi. Pada tahap awal mungkin terjadi flaccid paralisis dan
hilang/berkurangnya reflek tendon dalam.

b. Hilangnya Kemampuan Komunikasi


Terjadi dysartria (kesulitan berbicara) disebabkan oleh paralisis otot
pendukung bicara. Dyspasia/aphasia karena terjadi gangguan fungsi
bahasa yangdihasilkan dari otak tengah. Apraxia (tidak mampu
mengatakan sesuai yang dikerjakan).

c. Hilangnya Kemampuan Melihat


Homonimous hemianopia (hilangnya sebagian lapang pandang).
Keadaan ini bisa sementara atau menetap. Horners syndrom paralisis
dari saraf simpatik mata yang menyebabkan berkurangnya air mata,pupil
konstriksi. Agnosia merupakan gangguan menginterpretasikan
penglihatan,rasa atau informasi sensori lain.

d. Kehilangan Kemampuan Sensori


Terjadi kinestesia (gangguan kemampuan sensori) antara lain :
a. Hemianestesia (tidak merasakan posisi badan).
b. Parestesia (merasakan berat, baal/mati rasa).
c. Hilangnya rasa otot dan sendi.
e. Gangguan Eliminasi
Kurang dapat mengontrol bladder dan bowel karena kontrol sphingters
urinari dan ani berkurang atau hilang.

f. Gangguan Aktivitas Mental dan Psikologi


Jika yang terkena adalah bagian lobus frontal maka akan terjadi
gangguan pada kemampuan belajar, mengingat dan fungsi intelektual
lain. Terkadang juga timbul depresi, non kooperatif, dan emosi yang
labil sebagai masalah psikologi.

2.4. Patofisiologi dan Proses Terjadinya

Menurut the Centers for Disease Control and Prevention, sekitar


136.000 orang Amerika meninggal setiap tahunnya akibat stroke (CDC, 2011
dalam (Ignatavicius & Workman, 2013). Setiap stroke merupakan keadaan
darurat medis yang menyerang secara tiba-tiba, dan disebabkan oleh adanya
perubahan suplai darah normal ke otak (brain attack). Stroke umumnya
diklasifikasikan sebagai iskemik dan hemoragik (Ignatavicius & Workman,
2013).
Stroke iskemik adalah hilangnya fungsi secara tiba-tiba sebagai akibat
dari terhambat atau melambatnya suplai darah ke otak secara signifikan
(Williams & Hopper, 2015). Untuk stroke yang disebabkan oleh trombus
(gumpalan darah/oklusi yang terbentuk di arteri) disebut stroke trombotik,
sedangkan yang disebabkan oleh embolus (gumpalan yang terlepas/berjalan
melalui arteri dan terperangkap) disebut sebagai stroke emboli (Ignatavicius &
Workman, 2013).
Pada stroke iskemik, terjadi gangguan aliran darah otak akibat
terhalangnya pembuluh darah. Gangguan aliran ini memulai serangkaian
peristiwa metabolik seluler yang kompleks yang disebut sebagai kaskade
iskemik (Smeltzer., et al, 2010). Kaskade iskemik dimulai saat aliran darah
otak turun menjadi kurang dari 25mL/100g/menit. Pada titik ini, neuron tidak
dapat lagi mempertahankan respirasi aerobik. Mitokondria kemudian harus
beralih ke respirasi anaerobik, yang menghasilkan asam laktat dalam jumlah
besar, menyebabkan perubahan pada tingkat pH (Smeltzer., et al, 2010).

Peralihan ke respirasi anaerobik yang kurang efisien ini juga membuat


neuron tidak mampu memproduksi adenosin trifosfat (ATP) dalam jumlah
cukup untuk memicu proses depolarisasi. Dengan demikian, pompa membran
yang menjaga keseimbangan elektrolit mulai gagal dan sel berhenti berfungsi
(Smeltzer., et al, 2010). Di awal kaskade, terdapat jaringan otak yang
mengelilingi kerusakan, disebut sebagai daerah penumbra (jaringan sehat di
sekitar daerah infark) yang berisi sel-sel otak yang “terhenti” dan dapat
dihidupkan kembali jika otak
berfungsi ulang dengan cepat
(dengan intervensi tepat
waktu, mis: pemberian
aktivator plasminogen jaringan
(t-PA) dan penghambat
saluran kalsium), namun akan
mati jika suplai darah tidak
pulih (Williams & Hopper,
2015).

Kaskade iskemik
mengancam sel-sel di
penumbra karena depolarisasi
membran dinding sel menyebabkan peningkatan kalsium intraseluler dan
pelepasan glutamat. Jika terus berlanjut, dapat mengaktifkan sejumlah
perusakan jalur yang mengakibatkan kerusakan membran sel, pelepasan lebih
banyak kalsium dan glutamat, vasokontriksi, dan pembentukan radikal bebas.
Proses ini memperbesar area infark ke dalam penumbra, memperpanjang stroke
(Smeltzer., et al, 2010).

Faktor risiko, penyebab, dan gejala stroke identik dengan Transient


Ischaemic Attack (TIA) atau biasa dikenal dengan stroke ringan. TIA
merupakan penyumbatan sementara daerah ke otak yang menyebabkan
gangguan neurologis sementara (singkat). Episode ini biasanya berlangsung
beberapa menit hingga beberapa jam, dan pasien pulih sepenuhnya (Williams
& Hopper, 2015). Beberapa TIA menunjukkan risiko stroke yang tinggi
(Smeltzer., et al, 2010). Memang, jika penyumbatan yang menyebabkan TIA
tidak kunjung pulih, suatu area di otak akan rusak secara permanen, dan
peristiwa tersebut adalah stroke (Williams & Hopper, 2015).

Setiap langkah dalam kaskade iskemik merupakan kesempatan


intervensi untuk membatasi tingkat kerusakan otak sekunder yang disebabkan
oleh stroke. Saat ini, sejumlah uji klinis berfokus pada menghalangi masuknya
kalsium, glutamat, antioksidan, dan strategi pelindung saraf lainnya yang akan
membantu mencegah komplikasi sekunder (Smeltzer., et al, 2010).

Meskipun sekitar 15% dari semua stroke didahului TIA (American


Stroke Association, 2013 dalam Williams & Hopper, 2015). Namun, tidak ada
etiologi yang jelas dari TIA. Oleh karena itu, pengobatan sebagian besar
berpusat pada meminimalkan faktor risiko pasien untuk stroke (Williams &
Hopper, 2015).

2.5. Penatalaksanaan Mandiri dan Kolaborasi

Stroke merupakan salah satu gangguan di otak yang juga dikenal


sebagai cerebrovascular accident (CVA) atau serangan otak. Stroke iskemik
terjadi akibat adanya sumbatan pada arteri otak secara menyeluruh atau
sebagian yang dapat mengganngu sirkulasi darah pada otak (Harding, Kwong,
Roberts, Hagler, & Reinisch, 2019). Jenis perawatan yang diterima pasien
dengan stroke tergantung pada keparahan penyakitnya. Secara umum, ada tiga
tahapan penanganan pasien stroke, yaitu pencegahan stroke, perawatan akut
segera setelah stroke, dan rehabilitasi setelah stroke (LeMone et al., 2017;
Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher, 2014). Ketiga tahapan ini juga
mencakup penatalaksanaan mandiri oleh perawat dan tindakan kolaborasinya.
Selain itu, pasien dengan stroke akut juga dapat menerima perawatan medis
dan / atau pembedahan. (LeMone et al., 2017). Dalam tulisan kali ini, penulis
akan menjelaskan terkait penatalaksaan mandiri dan kolaborasi pasien stroke
iskemik.

Tahap pertama dari penanganan stroke adalah fase pencegahan.


Pencegahan primer merupakan prioritas untuk menurunkan morbiditas dan
risiko kematian akibat stroke. Tujuan pencegahan stroke meliputi promosi
kesehatan untuk gaya hidup sehat dan pengelolaan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi untuk mencegah stroke. Fokus promosi kesehatan pada penyakit
stroke sebagai berikut (Harding et al., 2019):
 pola makan sehat,
 pengendalian berat badan,
 olahraga teratur,
 tidak merokok,
 membatasi konsumsi alkohol,
 manajemen tekanan darah, dan
 penilaian kesehatan rutin.
Pasien dengan faktor risiko yang diketahui (misalnya, diabetes, hipertensi,
obesitas, lipid serum tinggi, gangguan jantung) membutuhkan manajemen yang
ketat.

Tahap perawatan akut pasien stroke iskemik dilakukan sesuai dengan


indikasi timbulnya gejala. Tujuan selama fase akut adalah mempertahankan
hidup, mencegah kerusakan otak lebih lanjut, dan mengurangi kecacatan
(Harding et al., 2019). Prioritas pertama pada perawatan akut adalah
mempertahankan jalan napas terbuka. Pada orang yang tidak responsif,
perawatan akut dimulai dengan pengkajian sirkulasi, jalan napas, dan
pernapasan. Pasien mungkin mengalami kesulitan menjaga jalan napas tetap
terbuka dan bersih karena penurunan kesadaran atau muntah dan hilangnya
refleks menelan. Penting untuk mempertahankan oksigenasi yang memadai.
Perawat dapat memulai administrasi O2, penyisipan jalan napas buatan,
intubasi, dan ventilasi mekanis untuk menjaga kepatenan jalan napas (DeWit,
Stromberg, & Dallred, 2016). Penilaian neurologis dasar dilakukan, dan pasien
dipantau secara ketat untuk tanda-tanda peningkatan defisit neurologis.

Elektrolit sering diperiksa untuk mencegah ketidakseimbangan. Perawat


perlu menjaga agar pasien tetap terhidrasi secara memadai untuk meningkatkan
perfusi dan mengurangi cedera otak lebih lanjut. Overhidrasi bisa
membahayakan perfusi dengan meningkatkan tekanan intrakranial (TIK) dan
edema serebral. Pertimbangan tentang penggantian terapi cairan dan elektrolit
adalah berdasarkan luasnya edema serebral, manifestasi kenaikan TIK, tingkat
tekanan vena sentral, tingkat elektrolit, serta input dan output cairan (Harding
et al., 2019).

Peningkatan TIK mungkin terjadi pada stroke hemoragik tetapi


mungkin juga terjadi pada stroke iskemik. Peningkatan TIK akibat edema
serebral biasanya memuncak dalam 72 jam dan dapat menyebabkan herniasi
otak. Penatalaksanaan TIK yang meningkat mencakup tindakan yang
memperbaiki drainase vena. Intervensi perawat termasuk meninggikan kepala
tempat tidur, menjaga kepala dan leher sejajar, dan menghindari fleksi pinggul
(Harding et al., 2019). Tindakan lain untuk mengurangi TIK termasuk
mengelola demam (suhu tujuan 36° C—37° C), terapi obat untuk mencegah
kejang, nyeri manajemen, dan mencegah sembelit. Jika suhu naik dan naik,
selimut hipotermia dapat digunakan untuk menjaga suhu tetap rendah (DeWit
et al., 2016).

Perawatan akut melalui penggunaan obat-obatan digunakan setelah


penyebab spesifik dari stroke telah ditentukan. Berikut beberapa uraian singkat
terkait jenis-jenis obat yang biasanya digunakan pada perawatan akut pasien
stroke (DeWit et al., 2016; Harding et al., 2019; LeMone et al., 2017):

 Terapi fibrinolitik, menggunakan aktivator jaringan plasminogen seperti


alteplase; Tissue plasminogen activator (rt-PA, tPA), kadang-kadang
diberikan bersamaan dengan antikoagulan, digunakan untuk mengobati
stroke trombotik. Obat tersebut mengubah plasminogen menjadi plasmin,
menghasilkan fibrinolisis dari bekuan darah. Agar efektif, obat ini harus
diberikan secara intravena sesegera mungkin setelah timbulnya manifestasi,
setelah memastikan (dengan CT scan) bahwa orang tersebut mengalami
stroke iskemik. Obat-obatan fibrinolitik digunakan melalui kateter yang
diposisikan selama angiografi dan diarahkan ke bekuan. Obat lain, seperti
caffeinol, meningkatkan hasil pada stroke iskemik bila diberikan melalui
IV;
 Terapi obat antikoagulan sering digunakan untuk kasus stroke iskemik.
Penghambat trombosit dan antikoagulan dapat diberikan untuk mencegah
pembentukan gumpalan lebih lanjut. Antikoagulan yang paling umum
digunakan adalah warfarin (Coumadin), heparin dan enoxaparin (Clexane).
Antikoagulan tidak diberikan pada pasien stroke hemoragik. Antikoagulan
mencegah perluasan gumpalan dan pembentukan gumpalan baru lebih
lanjut. Sodium heparin dapat diberikan secara subkutan atau dengan infus
IV kontinu, atau natrium warfarin (Coumadin) dapat diberikan secara oral.
Obat-obatan lain yang digunakan untuk mencegah pembentukan gumpalan
dan oklusi pembuluh darah antara lain aspirin, klopidogrel (Plavix),
dipyridamole (Persantine) dan ticlopidine hydrochloride (Ticlopidine
Hexal). Aspirin dosis rendah setiap hari mengurangi kejadian serangan
iskemik transien dan risiko stroke dengan mengganggu agregasi platelet.
Ticlopidine hydrochloride adalah inhibitor agregasi platelet yang telah
menunjukkan penurunan risiko stroke trombotik;
 Obat antihipertensi diresepkan sebagaimana mestinya. Pasien mungkin
mulai dengan warfarin oral (Coumadin), heparin dan enoxaparin (Clexane)
setelah tahap akut stroke trombotik;
 Rekombinan reseptor human interleukin-1 antagonis telah terbukti efektif
pada pasien dengan gejala stroke akut dalam mengurangi jumlah cedera dan
sisa defisit;
 Penggunaan faktor pertumbuhan alami, seperti neuregulin-1, terbukti secara
klinis melindungi sel-sel otak dari kerusakan yang disebabkan oleh stroke;
 Desmoteplase adalah versi rekayasa genetika protein dalam air liur
kelelawar vampir yang mencegah pembekuan. Obat dapat memecah
gumpalan tanpa mempengaruhi sistem koagulasi, sehingga menurunkan
risiko perdarahan intraserebral. Ini bekerja jika diberikan dalam waktu 9
jam setelah stroke dan berada dalam klinis fase III uji coba;
 Nimodipine atau nifedipine dapat diberikan untuk mengurangi spasme
arteri jika stroke berasal perdarahan subarachnoid.
Perawatan akut pada stroke selanjutnya melalui penanganan bedah.
Banyak kasus stroke yang dapat dicegah baik dengan prosedur pembedahan
atau dengan manajemen medis penyakit yang mempengaruhi seseorang
terhadap serangan otak. Pembedahan dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya stroke, untuk memulihkan aliran darah saat terkena stroke sudah
terjadi atau untuk memperbaiki kerusakan atau malformasi vaskular.
Angioplasti dengan pemasangan stent merupakan pilihan untuk membuka arteri
karotis yang tersumbat (Lewis et al., 2014). Lalu dilanjutkan dengan metode
endarterektomi karotis pada percabangan arteri karotis dilakukan untuk
menghilangkan plak aterosklerotik pada orang tersebut yang menderita
serangan iskemik transien.

(Lewis et al., 2014)

Angioplasti karotis dengan pemasangan stent adalah pilihan yang lebih baru
mengobati stenosis serebral. Selama prosedur, angioplasti kateter balon
dimasukkan melalui arteri di lengan orang tersebut atau kaki. Di bawah
fluoroskopi, kateter dimajukan ke area stenosis arteri karotis dan filter kecil
dimasukkan untuk menangkap gumpalan atau serpihan kotoran yang mungkin
lepas. Balonnya kemudian dipompa untuk memperlebar arteri, diikuti dengan
penyisipan yang permanen memasang stent di area angioplasti.
(DeWit et al., 2016)

Penanganan bedah biasanya juga dilakukan untuk perbaikan kondisi


aneurisma dan arteriovenous malformation (AVM), jika ditemukan sebelum
pecah. Tindakan pencegahan medis ditujukan untuk menghilangkan atau
mengelola beberapa kondisi yang mempengaruhi seseorang untuk terkena
stroke. Pengendalian hipertensi dan pengobatan efektif penyakit jantung
inflamasi, kelainan jantung bawaan, disritmia jantung, dan aterosklerosis telah
secara signifikan mengurangi kejadian stroke (DeWit et al., 2016). Selain itu,
pendidikan pasien terkait cara mencari bantuan segera ketika tanda-tanda stroke
terjadi memungkinkan intervensi medis yang akan mengurangi defisit
neurologis permanen.

Selanjutnya pada tahapan rehabilitasi, penaalaksanaannya dilakukan


setelah pasien stabil selama 12 hingga 24 jam. Fokus perawatan pada tahapan
ini bergeser dari prioritas mempertahankan hidup menjadi meminimalkan
kecacatan dan mencapai fungsi yang optimal. Beberapa intervensi pada fase
akut juga dilanjutkan pada tahap ini. Berbagai jenis terapi diperlukan untuk
rehabilitasi pasca stroke. Di bawah ini adalah jenis dan tujuan terapi yang
digunakan (LeMone et al., 2017):

 Fisioterapi dapat membantu mencegah kontraktur dan memperbaiki


keadaan kekuatan otot dan koordinasi. Fisioterapis mengajar latihan untuk
memungkinkan orang tersebut mempelajari kembali cara berjalan, duduk,
berbaring turun dan berubah dari satu jenis gerakan ke gerakan lainnya.
 Terapi okupasi menyediakan alat bantu dan rencana untuk mendapatkan
kembali keterampilan motorik yang hilang yang sangat meningkatkan
kualitas kehidupan setelah stroke. Keterampilan ini termasuk makan,
minum, mandi, memasak, membaca, menulis dan ke toilet.
 Terapi wicara disediakan untuk membantu orang tersebut belajar kembali
bahasa dan keterampilan komunikasi, serta meningkatkan menelan.

Stroke iskemik merupakan salah satu penyakit di orgran otak yang


umum terjadi. Jenis penanganan yang dilakukan pada pasien stroke tergantung
pada tingkat kegawatannya. Penanganan pasien stroke terbagi menjadi tida
tahapan, yaitu tahapan pencegahan, perawatan akut, dan rehabilitasi. Tujuan
perawatan stroke adalah untuk meminimalkan cedera otak dan memaksimalkan
pemulihan. Tahap pencegahan yang digunakan dalam penanganan stroke
mencakup promosi kesehatan dan terapi obat. Fokus pada tahap perawatan akut
adalah mendiagnosis jenis dan penyebab stroke, mendukung sirkulasi otak
dengan penanganan bedah, dan mengendalikan atau mencegah perburukan
lebih lanjut melalui tindakan rehabilitasi. Dengan demikian, maka penanganan
yang relevan tersebut diharapkan dapat menurunkan angka morbiditas dan
risiko kematian akibat stroke.

2.6. Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke

Seorang perempuan berusia 59 tahun dirawat dengan keluhan kelemahan


lengan kanan. Hasil pemeriksaan menunjukkan frekuensi napas 14 kali/menit,
TD 148/97 mmHg, frekuensi nadi 81 kali/menit, suhu 36,7 C, GCS E4M6V5,
bibir tampak mencong ke sisi kanan, dan facial drop yang tampak terutama saat
pasien tersenyum, respons pupil positif, genggaman tangan kiri lebih lemah
dibandingkan dengan kanan. Pasien juga merasakan mati rasa pada pipi kanan
dan tangan kanan. Pasien menyangkal adanya sakit kepala, mual, muntah, nyeri
dada, diaforesis dan gangguan penglihatan. Pasien mampu menelan tanpa
mengalami kesulitan.

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hemoglobin 14 g/dL,


Hematokrit 44%, Trombosit 294.000 mm3, Leukosit 8.000 sel/ mm3,
Prothrombin Time (PT) 12,9 detik, INR 1.10, natrium 149 mEq/L, K 4,5 mEq/L,
glukosa 105 mg/dL, Kalsium 9,5 mg/dL, BUN 15 mg/dL dan kreatinin 0,8
mg/dL. Pasien mendapat terapi heparin 25.000 unit dalam 500 cc D5W 18 mL
per jam.

2.6.1 Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik


A. Pengkajian

Berdasarkan kasus pemicu didapatkan data-data pengkajian sebagai


berikut:

Data Objektif:

1. Pemeriksaan TTV:
- Frekuensi napas 14 kali/menit
- TD 148/97 mmHg
- Frekuensi nadi 81 kali/menit
- Suhu 36,7 C
- GCS E4M6V5
2. Bibir tampak mencong ke sisi kanan
3. Facial drop tampak terutama saat pasien tersenyum
4. Respons pupil positif
5. Genggaman tangan kiri lebih lemah dibandingkan dengan kanan.
6. Pemeriksaan lab:
- Hemoglobin 14 g/dL
- Hematokrit 44%, Trombosit 294.000 mm3, Leukosit 8.000
sel/ mm3
- Prothrombin Time (PT) 12,9 detik, INR 1.10
- natrium 149 mEq/L, K 4,5 mEq/L, glukosa 105 mg/dL,
Kalsium 9,5 mg/dL
- BUN 15 mg/dL dan kreatinin 0,8 mg/dL
7. Pasien mendapat terapi heparin 25.000 unit dalam 500 cc D5W
18 mL per jam

Data Subjektif:

1. Pasien juga merasakan mati rasa pada pipi kanan dan tangan
kanan
2. Pasien menyangkal adanya sakit kepala, mual, muntah, nyeri
dada, diaforesis dan gangguan penglihatan.
3. Pasien mampu menelan tanpa mengalami kesulitan (tidak ada
gangguan menelan)

B. Analisis Data Diagnostik


Berikut analisis masalah keperawatan:
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Data Objektif: Obstruksi pembuluh darah Hambatan Mobilitas Fisik
1. Genggaman tangan otak
kiri lebih lemah ↓
dibandingkan dengan Suplai darah dan oksigen ke
kanan. jaringan otak tidak adekuat
2. Bibir tampak ↓
mencong ke sisi Infark jaringan otak sekitar
kanan daerah obstruksi
3. Facial drop tampak ↓
terutama saat pasien Penurunan fungsi motorik
tersenyum ↓
4. Pasien mendapat Kelemahan ekstremitas
terapi heparin 25.000 ↓
unit dalam 500 cc Hambatan mobilitas fisik
D5W 18 mL per jam
Data Subjektif:
1. Pasien merasakan
mati rasa pada pipi
kanan dan tangan
kanan
Berdasarkan hasil analisis data didapatkan diagnosa
keperawatan pada pasien yaitu hambatan mobilitas fisik. Menurut
NANDA-I (2017), hambatan mobilitas fisik yaitu keterbatasan
dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri
dan terarah. Dengan batasan karakteristiknya antara lain penurunan
keterampilan motorik halus dan/atau kasar, penurunan rentang
gerak, gerakan lambat, waktu reaksi memanjang, ketidaknyamanan.
Hal ini ditambahkan oleh Doenges dalam bukunya bahwa
hambatan fisik dibuktikan oleh adanya ketidakmampuan untuk
bergerak dengan sengaja dalam lingkungan fisik, koordinasi
terganggu, rentang gerak terbatas, dan penurunan kekuatan dan
kontrol otot. (Doenges, 2012).

C. Rencana Intervensi Keperawatan

Dalam menentukan rencana tindakan keperawatan, perawat


terlebih dahulu menentukan tujuan. Tujuan atau outcomes (NOC)
yang telah ditentukan ini akan menjadi acuan tindakan dan nantinya
akan dibandingkan dengan hasil yang didapat setelah pemberian
intervensi. Tujuan atau outcomes yang diharapkan antara lain
pasien dapat: (Doenges, 2012)

1. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi


bagian tubuh yang terpengaruh atau kompensasi
2. Mempertahankan posisi fungsi yang optimal, yang dibuktikan
dengan tidak adanya kontraktur(hilangnya lingkup gerak sendi
baik secara aktif maupun pasif) dan/atau
footdrop(ketidakmampuan mengangkat bagian depan kaki)
3. Memperagakan teknik dan perilaku yang memungkinkan untuk
memulai kembali aktivitas
4. Menjaga integritas kulit dengan baik

Setelah menentukan tujuan barulah perawat dapat mulai


merencanakan tindakan intervensi keperawatan. Menurut Doenges
dalam bukunya intervensi yang dapat diberikan kepada pasien
Stroke dengan hambatan mobilitas fisik antara lain penentusn posisi
dan terapi kontrol otot. (Doenges, 2012)

Intervensi (NIC) Rasionalitas


Penentuan posisi Penentuan Posisi
1. Kaji kemampuan fungsional 1. Membantu mengidentifikasi jenis teknik
dan luasnya gangguan secara terapi yang akan digunakan,
teratur mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan.
2. Ubah posisi setidaknya setiap 2. Mengurangi risiko cedera jaringan
2 jam
3. Sangga ekstremitas dalam 3. Mencegah hilangnya lingkup gerak sendi
posisi fungsional dan mencegah footdrop (ketidakmampuan
mengangkat bagian depan kaki)
4. Periksa kulit secara teratur 4. Titik-titik tekanan pada tulang menojol
terutama pada bagian tulang paling berisiko mengalami penurunan
yang menonjol perfusi dan iskemia

Terapi kontrol otot Terapi kontrol otot:


1. Lakukan ROM aktif dan pasif 1. meminimalkan risiko atrofi pada otot,
pada semua ekstremitas meningkatkan sirkulasi, dan mencegak
secukupnya kontraktur
2. Bantu pasien untuk 2. membantu melatih kembali jalur saraf dan
mengembangkan meningkatkan respons motorik
keseimbangan duduk dan
berdiri
3. Tetapkan tujuan dengan
pasien dan keluarga/kerabat 3. Meningkatkan harapan akan kemajuan dan
untuk meningkatkan memberikan rasa kendali dan kemandirian
partisipasi dalam aktivitas dan
latihan
4. Bantu pasien untuk latihan 4. Bagian yang sakit membutuhkan dorongan
menggunakan ekstremitas dan pelatihan aktif untuk kembali berfungsi
yang tidak sakit untuk seperti semula
mendukung sisi ekstremitas
yang lemah

2.6.2 Asuhan Keperawatan Perfusi Jaringan Serebral Tidak Efektif


A. Pengkajian
Pengkajian secara umum dapat dilakukan sebagai berikut.
Pengkajian Rasional
Kaji tanda-tanda penurunan perfusi Kelompok tanda dan gejala tertentu
jaringan serebral muncul dengan penyebab yang berbeda.
Evaluasi tanda dan gejala perfusi jaringan
yang tidak efektif memberikan data untuk
perawat dalam menentukan kondisi klien.
Kaji kemungkinan faktor yang Deteksi dini sumber yang berkontribusi
berkontribusi terkait dengan gangguan dalam pengelolaan yang cepat dan
sementara aliran darah. Contohnya efektif.
emboli, kateter arteri, posisi, trombus,
dan vasospasme.
Tinjau data laboratorium (ABG, BUN, Data pembekuan darah digunakan untuk
kreatinin, elektrolit, dan waktu memastikan bahwa faktor pembekuan
protrombin atau waktu tromboplastin tetap dalam tingkat normal. Pengukur
parsial) jika anti koagulan digunakan perfusi atau fungsi organ. Perubahan
untuk pengobatan. dalam koagulasi dapat terjadi sebagai
efek dari tindakan terapeutik.
Pantau pernapasan klien dan tanda Kondisi ini dapat menyebabkan
melemahnya pernapasan gangguan pernapasan.
Pantau perubahan cepat atau Kadar elektrolit/asam basa, hipoksia, dan
pergeseran status mental yang emboli sistemik mempengaruhi perfusi
berkelanjutan otak. Hal ini juga berkaitan dengan
kardiak output
Pantau TD terhadap perubahan TD yang stabil dibutuhkan untuk
ortostatik (penurunan TD sistolik 20 menjaga perfusi jaringan yang cukup.
mmHg atau TD diastolik 10 mmHg
jika ada perubahan posisi)
Pantau kemampuan tubuh sekitar Indikator lokasi atau derajat sirkulasi
wajah, seperti otot wajah dan untuk perfusi jaringan serebral salah
kemampuan berbicara dan berpikir. satunya dengan perubahan kognisi dan
kemampuan berbicara

Pengkajian sesuai kasus


Data Objektif Data Subjektif
Genggaman tangan kiri lebih lemah Mengeluh lemah pada lengan kanan
dari tangan kanan
Merasakan mati rasa pada tangan
kanan

B. Diagnosis
Berdasarkan pengkajian yang sudah dilakukan, diagnosis
yang diangkat adalah Perfusi jaringan serebral tidak efektif b. d.
gangguan aliran darah d. d. perubahan respons motorik atau
sensorik, kemampuan berbicara, kognisi, dan emosi, serta tanda-
tanda vital
Penyebab lain yang mungkin muncul:
 Kelainan oklusi
 Hemoragi
 Vasospasme serebral
 Edema serebral

C. Perencanaan
Diagnosis Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Kriteria Hasil dan Tujuan Intervensi
Perfusi Jaringan Tujuan: setelah diberikan Mandiri
Serebral Tidak asuhan keperawatan, 1. Pantau faktor-faktor yang berhubungan
Efektif diharapkan perfusi jaringan dengan situasi individu, penurunan
serebral klien membaik perfusi otak, dan potensi ICP.
Pengertian: Kriteria Hasil
2. Pantau dan dokumentasikan status
Penurunan Status Neurologis
neurologis sesering mungkin dan
sirkulasi 1. Meningkatkan fungsi
bandingkan dengan nilai normal.
jaringan otak kognisi, motorik dan
3. Pantau tanda-tanda vital, khususnya
yang dapat sensorik
a. tanda hipertensi atau hipotensi.
mengganggu 2. Tanda-tanda vital stabil
Dapat dibandingkan pembacaan
kesehatan. dan tidak adanya tanda-
tekanan darah (TD) pada kedua
tanda ICP yang
lengan.
meningkat.
b. denyut dan ritme jantung, lakukan
3. Tidak adanya penampilan
auskultasi untuk murmur jantung.
kemunduran fungsi tubuh
c. pernafasan, pola dan ritme, adanya
yang lebih lanjut.
periode apnea, hiperventilasi.
4. Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran,
bentuk, kesetaraan, dan reaktivitas
cahaya.
5. Dokumentasikan perubahan dalam
penglihatan, seperti penglihatan kabur
dan perubahan dalam bidang visual atau
lapang pandang.
Kolaborasi
6. Berikan obat-obatan sesuai indikasi,
misalnya: Trombolitik intravena,
seperti aktivator plasminogen jaringan
(tPA), alteplase (Activase), dan
prourokinase rekombinan
(Prourokinase)
7. Antikoagulan, seperti natrium warfarin
2.6.3 Asuhan Keperawatan Gangguan Komunikasi Verbal
A. Pengkajian
Berdasarkan kasus yang diberikan, dapat dianalisis data
pengkajian dengan mengelompokkan data objektif dan data
subjektif yang menunjang diagnosis Gangguan Komunikasi Verbal
sebagai berikut:

Masalah
Data Etiologi
Keperawatan
Objektif Gangguan Gangguan
 Seorang perempuan berusia 59 tahun Neuromuskular Komunikasi
dirawat dengan keluhan kelemahan Verbal
lengan kanan
 Bibir tampak mencong ke sisi kanan
 Facial drop yang tampak terutama saat
pasien tersenyum
Subjektif
 Pasien merasakan mati rasa pada pipi
kanan dan tangan kanan

B. Diagnosis
Berdasarkan data pengkajian tersebut, dapat ditegakkan
diagnosis keperawatan yaitu gangguan komunikasi verbal yang
disebabkan oleh gangguan neuromuskular berkaitan dengan kondisi
klinis stroke. Gangguan komunikasi verbal adalah berkurang,
tertunda, atau tidak ada kemampuan untuk menerima, memproses,
mentransmisikan, dan menggunakan sistem simbol (Herdman &
Kamitsuru, 2018). Batasan karakteristiknya meliputi: kesulitan
menyuarakan kata-kata, kesulitan membedakan dan
mempertahankan pola komunikasi yang biasa, gangguan dalam
asosiasi kognitif, ketidakmampuan untuk menemukan, mengenali,
atau memahami kata-kata, ketidakmampuan mengingat kata, frasa,
atau nama orang, objek, dan tempat yang dikenal, dan verbalisasi
yang tidak tepat (Herdman & Kamitsuru, 2018).  

C. Perencanaan
Setelah menegakkan diagnosis keperawatan, langkah
selanjutnya dalam asuhan keperawatan adalah merencanakan
intervensi keperawatan. Intervensi yang sesuai berdasarkan
diagnosis gangguan komunikasi verbal adalah
peningkatan komunikasi: defisit bicara, yaitu menggunakan teknik
komunikasi tambahan pada individu dengan gangguan bicara
(PPNI, 2018). Berikut adalah tabel intervensi keperawatan pada
diagnosis gangguan komunikasi verbal:

Diagnosis Outcome Intervensi


Keperawatan
Hambatan 1. Komunikasi: Observasi
Komunikasi Verbal penerimaan,  Monitor kecepatan, tekanan,
berhubungan dengan intrepretasi dan kuantitas, volume dan diksi bicara
gangguan ekspresi pesan  Monitor proses kognitif,
neuromuskular lisan, tulisan, dan anatomis, dan fisiologis yang
non verbal berkaitan dengan bicara
meningkat  Monitor frustrasi, marah, depresi
2. Komunikasi atau hal lain yang menganggu
ekspresif bicara
(kesulitan  Identifikasi prilaku emosional dan
berbicara): fisik sebagai bentuk komunikasi
ekspresi pesan Terapeutik
verbal dan atau  Gunakan metode komunikasi
non verbal yang alternative (mis: menulis,
bermakna berkedip, papan komunikasi
3. Komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat
reseptif (kesutitan tangan)
mendengar):
penerimaan  Sesuaikan gaya komunikasi

komunikasi dan dengan kebutuhan (mis: berdiri di

intrepretasi pesan depan pasien, dengarkan dengan

verbal dan/atau seksama, tunjukkan satu gagasan

non verbal atau pemikiran sekaligus,

4. Gerakan bicaralah dengan perlahan sambil

Terkoordinasi: menghindari teriakan, gunakan

mampu komunikasi tertulis).

mengkoordinasi  Modifikasi lingkungan untuk


gerakan dalam meminimalkan bantuan
menggunakan  Ulangi apa yang disampaikan
isyarat pasien
5. Pengolahan  Berikan dukungan psikologis
informasi: klien  Gunakan juru bicara, jika perlu
mampu untuk Edukasi
memperoleh,  Anjurkan berbicara perlahan
mengatur, dan  Ajarkan pasien dan keluarga
menggunakan proses kognitif, anatomis dan
informasi fisiologis yang berhubungan
6. Mampu dengan kemampuan berbicara
mengontrol respon Kolaborasi
ketakutan dan Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
kecemasan
terhadap
ketidakmampuan
berbicara

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Stroke iskemik atau cedera serebrovaskuler merupakan kehilangan fungsi otak


yang diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke terjadi karena
adanya gangguan perfusi ke bagian otak. Penyebab stroke kemungkinan besar adalah
kombinasi faktor risiko genetik dan lingkungan. Stroke biasanya diakibatkan oleh
thrombosis, embolisme, iskemia, dan hemoragi serebral. Manifestasi klinis pasien
stroke beragam tergantung dari daerah yang terkena dan luasnya kerusakan jaringan
serebral.

Secara umum, ada tiga tahapan penatalaksanaan pasien stroke, yaitu


pencegahan stroke, perawatan akut segera setelah stroke, dan rehabilitasi setelah
stroke. Ketiga tahapan ini juga mencakup penatalaksanaan mandiri oleh perawat dan
tindakan kolaborasinya. Selain itu, pasien dengan stroke akut juga dapat menerima
perawatan medis dan / atau pembedahan. Masalah keperawatan yang umum dijumpai
pada pasien stroke meliputi hambatan mobilitas fisik, intoleransi aktivitas, dan
gangguan komunikasi verbal. Dari diagnosis tersebut, perawat akan merencanakan
intervensi yang tepat agar masalah dapat teratasi dan perawat harus melakukan proses
evaluasi untuk menilai apakah kondisi klien mengalami kemajuan atau tidak.

3.2 Saran

Melalui makalah ini, diharapkan kepada setiap pembaca dapat memberi saran
dan kritik yang membangun bagi penulis demi kesempurnaan makalah ini. Sehingga
dapat memicu perluasan pengetahuan yang mendalam khususnya dalam bidang
kesehatan.

Adapun saran bagi perawat ialah perawat harus selalu sigap dalam penanganan
penyakit stroke iskemik. Selain itu perawat juga memberi health education kepada
klien dan keluarga agar mereka paham dengan kondisi stroke iskemik dan bagaimana
pengobatannya.

DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. (2013). Heart Disease and Stroke Statistics—2013
update. A Report from the American Heart Association Statistics Committee and
Stroke Statistics Subcommittee. Circulation, 127, 143–152.

American Stroke Association. (2017). Diaskses :


http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/General/World-Stroke-Day (24
Februari 2021)

Boehme, A. K., Esenwa, C., & Elkind, M. S. (2017). Stroke Risk Factors, Genetics,
and Prevention. Circulation research, 120(3), 472–495.
https://doi.org/10.1161/CIRCRESAHA.116.308398
DeWit, S. C., Stromberg, H. K., & Dallred, C. V. (2016). Medical-surgical nursing
concepts & practice (3th ed.). Missouri: Elsevier.
Doenges, Marylinn E. (2012). Nursing care plan: guidelines for Planning and
documenting patient care (3rd ed.). FA. Davis.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2014). Nursing care plans:
guidelines for individualizing client care across the life span. Edition 9.
Philadelphia, PA: F.A. Davis Company

Grossman, S. C. & Porth, C. M. (2014). Porth’s Pathophysiology: Concepts of Altered


Health States (9th ed). Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnósticos de Enfermagem da NANDA-I:
Definições e classificação 2018-2020. In The British Journal of Psychiatry.

Harding, M. M., Kwong, J., Roberts, D., Hagler, D., & Reinisch, C. (2019). Medical
surgical nursing: Assessment and management of clinical problems (11th ed.).
Missouri: Elsevier.
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2013). Medical surgical nursing: Patient-
centered collaborative care. In Journal of Chemical Information and Modeling.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Johnson, W., Onuma, O., Owolabi, M., Sachdev, S., (2016). Stroke: a global response
is needed. Bulletin of the World Health Organization. Retrieved from
https://www.who.int/bulletin/volumes/94/9/16-181636/en/

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Hitkemper, M. M., Bucher, L., & Harding, M. M. (2014).
Medical-Surgical Nursing Assessment and Management of Clinical Problems
9th ed.Missouri: Elsevier.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2010). Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing. 12th Ed. Philladelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta: PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta: PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. In DPP
PPNI.

Williams, L.S., & Hopper, P.D. (2015). Understanding Medical Surgical Nursing 5th
Ed. Philadelphia: F.A. Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai