KELAS A
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Gangguan
Sistem Persarafan “Stroke Iskemik” ini dengan baik tanpa ada halangan yang
berarti. Makalah ini disusun dengan menggunakan metode studi literatur dan
diskusi focus group 3 dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III Kelas A.
Makalah ini dapat terselesaikan tidak lepas dari bantuan, arahan, dan kerja
sama dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini terutama kepada fasilitator
Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III Kelas A, yaitu Ns Muhamad Adam,
S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman dan pihak lain yang telah mendukung dalam penyusunan makalah
hingga makalah dapat terselesaikan dengan baik.
Focus Group 3
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Terdapat dua tipe stroke, yaitu ischemic stroke (clots) yang disebabkan
oleh adanya gumpalan darah sehingga darah tidak dapat mengalir ke otak. Tipe ini
adalah yang mayoritas terjadi, sekitar 83 persen dari seluruh kasus stroke adalah
stroke iskemik. Tipe kedua adalah hemorrhagic stroke (bleeds) yang disebabkan
oleh perdarahan di otak akibat pembuluh darah yang ruptur. Stroke tipe ini
biasanya dialami oleh individu dengan tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol
(Black&Hawks,2009).
2
BAB II
ISI
3
2.2.Faktor Risiko
Secara umum faktor risiko stroke dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu
faktor risiko yang dapat diubah/dimodifikasi dengan melakukan perubahan
gaya hidup (seperti obesitas, merokok, konsumsi alkohol, sedentary lifestyle),
faktor risiko yang dapat diubah dengan manajemen medis, seperti hipertensi
dan diabetes mellitus (dengan pengobatan yang teratur), serta faktor risiko
yang tidak dapat diubah seperti riwayat keluarga, ras/etnis
(Ignatavicius,Workman,Rebar&Heimgartner,2018). Penelitian yang dilakukan
oleh National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases
(NIDDK) menyebutkan bahwa orang dengan diabetes, terutama orang dewasa
yang lebih tua dengan DM tipe 2, berisiko 2 sampai 6 kali lebih besar untuk
terkena stroke. Selain itu sekitar 75% penderita diabetes meninggal karena
penyakit kardiovaskular atau stroke. Aterosklerosis yang terjadi pada
pembuluh darah otak berkembang pada usia yang lebih dini dan terjadi lebih
cepat pada penderita diabetes karena kadar glukosa yang tinggi dari waktu ke
waktu sehingga menyebabkan peningkatan timbunan lemak di dinding
pembuluh darah (LeMone.,dkk,2017).
4
turbulensi. Pembentukan trombus biasanya terjadi secara bertahap ketika ada
plak aterosklerotik, sehingga stroke trombotik cenderung memiliki onset yang
lambat (Ignatavicius, Workman, & Rebar, 2017).
Sedangkan, stroke emboli disebabkan oleh trombus yang terlepas dari satu
area tubuh dan berjalan ke arteri serebral melalui arteri karotis atau sistem
vertebrobasilar. Sumber emboli pada stroke jenis ini biasanya berasal dari
jantung. Emboli dapat terjadi pada pasien dengan fibrilasi atrium, penyakit
katup jantung, mural trombus setelah infark miokard (MI), katup jantung
prostetik, atau endokarditis (infeksi). Sumber emboli lainnya mungkin berupa
plak atau gumpalan yang terlepas dari sinus karotis atau arteri karotis internal.
Emboli cenderung bersarang di pembuluh darah otak yang lebih kecil di titik
bercabang atau di mana lumen menyempit. Saat emboli menyumbat pembuluh
darah, dapat terjadi iskemia sehingga pasien mengalami tanda dan gejala
stroke. Oklusi atau penyumbatan dapat bersifat sementara jika embolus pecah
menjadi fragmen yang lebih kecil, kemudian memasuki pembuluh darah yang
lebih kecil dan diserap. Oleh karen itu stroke emboli biasanya ditandai dengan
gejala yang muncul tiba-tiba dan terjadinya defisit neurologis yang cepat.
Gejalanya bisa hilang dalam beberapa hari. Stroke jenis ini dapat menjadi
stroke hemorargik karena dinding pembuluh arteri rentan terhadap kerusakan
iskemik akibat gangguan suplai darah, serta stres hemodinamik yang tiba-tiba
dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah, kemudian menyebabkan
perdarahan langsung di dalam jaringan otak (Ignatavicius, Workman, & Rebar,
2017).
2.4.Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
a. Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
b. Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
c. Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
2. Pemeriksaan integumen
a. Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu perlu
5
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
b. Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c. Rambut: umumnya tidak ada kelainan
3. Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala: bentuk normocephalik
b. Muka: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
c. Leher: kaku kuduk jarang terjadi
4. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
5. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau
retensio urine.
7. Pemeriksaan ekstremitas sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
8. Pemeriksaan neurologi
a. Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
b. Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
c. Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
d. Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.
6
2.5.Pemeriksaan Penunjang
1. Computerized Tomography Scan
Untuk menentukan perdarahan atau penyumbatan atau massa di dalam
otak. Di samping itu juga bisa untuk menentukan lokasi dan ukuran lesi.
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. Akan
didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak.
4. EKG
7
Menunjukkan grafik detak jantung untuk mendeteksi penyakit jantung
yang mungkin mendasari serangan stroke serta tekanan darah tinggi. Untuk
mengevaluasi fungsi jantung sehingga dapat diketahui apakah ada gangguan
pada jantung yang dapat merupakan sumber emboli. EKG juga dapat
membantu menentukan apakah terdapat disritmia, yang dapat menyebabkan
stroke. Perubahan EKG lainnya yang dapat ditemukan adalah inversi
gelombang T, depresi ST, dan kenaikan serta perpanjangan QT.
6. Electroencephalogram (EEG)
Melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak. Elektro
encephalografi/EEG juga mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Angiogram
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
8. Sinar-X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada
trombosis serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan
subaraknoid.
8
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang menjamin kepastian dalam
menegakkan diagnosa stroke (Ignatavicious et al., 2018). Pungsi lumbal:
pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
9
Mati rasa atau penurunan (bagian wajah, lengan atau tungkai, khususnya
pada satu sisi tubuh);
Merasa kebingungan atau perubahan status mental;
Gangguan penglihatan:
Kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan;
Kesulitan berjalan, pusing, atau kehilangan keseimbangan;
Migrain (sakit kepala sebelah) secara mendadak
Gangguan motorik, sensorik, saraf kranial, kognitif, dan fungsi lainnya.
10
melakukan tindakan yang sebelumnya sudah dipelajari. Selain itu, Disfagia
yang ditandai dengan kesulitan dalam menelan (Smeltzer & Bare, 2010).
2.7.Penatalaksanaan Stroke
Penatalaksanaan stroke dilakukan sesuai jenisnya. Jadi penatalaksanaan
strok iskemik dan hemoragik itu akan berbeda. Manajemen medis yang dapat
dilakukan adalah drug therapy, surgical therapy, acute care, penatalaksanaan
stroke iskemik, penatalaksanaan stroke hemoragik, dan rehabilitasi.Menurut
Lewis (2016) pencegahan stroke bisa dilakukan dengan cara:
11
1. Mengurangi asupan garam dan natrium
2. Pertahankan berat badan normal,
3. Pertahankan tekanan darah normal,
4. Tingkatkan latihan fisik,
5. Hindari produk tembakau,
6. Batasi konsumsi alkohol, dan diet rendah lemak jenuh, lemak total, juga
hindari makanan berkolesterol tinggi.
7. Jika terjadi obesitas, lipid serum tinggi, atau disfungsi jantung maka harus
dilakukan perawatan.
A. Drug therapy
B. Surgical Therapy
12
meningkatkan aliran darah. Angioplasti transluminal adalah penyisipan
balon untuk membuka arteri yang kaku di otak dan meningkatkan aliran
darah. Balon diikat ke arteri karotis melalui kateter yang dimasukkan ke
dalam arteri femoralis. Bypass EC-IC melibatkan anastomosis
(pembedahan menghubungkan) cabang arteri ekstrakranial ke arteri
intrakranial (paling sering, arteri temporal superfisial ke otak tengah) di
luar area obstruksi dengan tujuan meningkatkan perfusi serebral.
2. Aspirin
13
3. Antikoagulan
4. Terapi suportif
5. Antihipertensi
Pada aliran darah otak yang buruk, pembuluh darah pada otak
kehilangan fungsi vasoregulator, sehingga untuk mempertahankan
tekanannya, pembuluh tersebut bergantung pada Mean Arterial
Pressure (MAP) dan cardiac output. Penggunaan antihipertensi dapat
mengurangi perfusi dan memperparah kejadian iskemik.
1. Penghentian perdarahan
2. Kontrol tekanan darah
3. Penanganan tekanan tinggi intracranial
4. Penanganan kejang dapat menggunakan diazepam 5-20 mg IV.
E. Rehabilitasi
14
dan gejala sisa gangguan dari stroke bisa diidentifikasi. Klien dengan
stroke dan keluarganya akan menghadapi kesulitan dalam penyesuaian
setelah fase akut berlalu dan kecacatan terlihat jelas.
1. Fisioterapi
Pada terapi fisioterapi ini bertujuan untuk membantu klien
membangun kekuatan dan mempertahankan rentang gerak (ROM)
dibagian otot yang tidak terkena stroke maupun otot yang terkena
stroke. Latihannya dapat berupa keterampilan atau kemampuan
merasakan posisi, lokasi, orientasi, serta Gerakan dari tubuh dan
bagian-bagiannya. Jika ada peningkatan pasien dapat diajarkan untuk
duduk pada ujung tempat tidur hingga akhirnya berlatih berjalan
kembali (Ignatavicius, 2018; Lewis, 2016; Smeltzer, 2010).
2. Terapi okupasi
Ahli terapi okupasi akan bekerja sama dengan klien untuk
mempelajari kembali activities of daily living atau ADL dan
menggunakan alat bantu yang bisa meningkatkan kemandirian klien.
Banyak klien stroke yang mengalami nyeri hemat akibat kehilangan
keseimbangan dan ROM, hal ini dapat membatasi mobilitas juga
perawatan diri. Ahli terapi okupasi akan mendampingi klien untuk
melakukan beberapa aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan
klien. Karena aktivitas yang berlebihan dapat memperburuk masalah
(Black & Hawks, 2014).
3. Terapi bicara dan manajemen kasus
Pada terapi ini ahli patologi akan membantu perkembangan
penyembuhan bicara dengan belajar kembali, intonasi, nada, dan
sebagainya atau menggunakan alat Komunikasi alternatif. Selain itu,
15
ahli patologi akan mengkaji pula mekanisme menelan klien (Black &
Hawks, 2014).
16
III. Analisis Data
Subjektif Objektif
Domain 4: 1. Pasien 1. TD 148/97 mmHg, Kelemahan
Aktivitas/Is merasakan 2. Kadar natrium 149 Penurunan
tirahat
kelemahan pada mEq/L kekuatan otot
Kelas2: bagian lengan 3. Bibir tampak
Aktivitas/O
kanan mencong ke sisi
lahraga
2. Pasien kanan, dan facial
00085
merasakan mati drop yang tampak
Hambatan rasa pada pipi terutama saat pasien
Mobilitas
kanan dan tersenyum
Fisik
tangan kanan 4. Genggaman tangan
Definisi :
kiri lebih lemah
Keterbatasa dibandingkan
n dalam
dengan kanan
gerakan
fisik atau
satu atau
lebih
ekstremitas
secara
mandiri dan
terarah
17
L., & Swanson, E.2013) Wagner, C. M.,2013)
18
posisi dan bidai selama ketika atau jika fungsi
kelumpuhan spastik: kembali. Kelumpuhan
- Letakan bantal lemah dapat mengganggu
dibawah ketiak untuk kemampuan menopang
lengan abduksi kepala, sedangkan
- Angkat lengan dan kelumpuhan kejang dapat
tangan menyebabkan
- Tempatkan gulungan penyimpangan kepala ke
tangan yang keras satu sisi.
ditelapak tangan 5. Selama paralisis lembek,
dengan jari dan ibu jari penggunaan sling dapat
berlawanan mengurangi risiko
- Letakkan lutut dan subluksasi bahu dan
pinggul dalam posisi sindrom bahu-tangan.
memanjang/lurus 6. Kontraktur fleksi terjadi
- Pertahankan kaki karena otot fleksor lebih
dalam posisi netral kuat daripanda ekstensor.
dengan trochanter roll - Mencegah adduksi
- Hentikan penggunaan bahu dan fleksi siku
footboard, jika perlu - Meningkatkan aliran
7. Amati bagian/sisi yang balik vena dan
mengalami kelemahan membantu mencegah
seperti warna, adanya pembentukan edema
edema, atau tanda-tanda - Kerucut yang keras
gangguan sirkulasi lainnya mengurangi
8. Periksa kulit secara rangsangan fleksi jari,
teratur, terutama pada menjaga jari tangan
bagian yang menonol. dan ibu jari dalam
Pijat dengan lembut area posisi fungsional.
yang memerah dan - Mempertahankan
berikan bantalan. posisi fungsional
- Mencegah rotasi
19
pinggul eksternal
- Penggunaan yang
berkelanjutan setelah
perubahan dari lumpuh
lembek menjadi kejang
dapat menyebabkan
tekanan berlebihan
pada bola kaki,
meningkatkan
kelenturan, dan
meningkatkan fleksi
plantar.
7. Jaringan edematosa lebih
mudah mengalami trauma
dan penyembuhan luka
yang lebih lambat
Terapi Latihan: Kontrol
Otot 1. Meminimalkan atrofi otot,
1. Mulailah ROM aktif atau meningkatkan sirkulasi,
pasif disemua dan membantu mencegah
ekstremitasnya. Dorong kontraktur. Mengurangi
latihan seperti latihan paha risiko hiperkalsiuria dan
depan, meremas bola karet, osteoporosisi jika masalah
ekstensi jari, tungkai, dan yang mendasarinya adalah
kaki. perdarahan.
2. Bantu klien untuk 2. Alat bantu dalam melatih
mengembangkan jalur saraf, meningkatkan
keseimbangan duduk propriosepsi dan respons
(seperti mengangkat kepala motorik
di tempat tidur, membantu 3. Membantu menstabilkan
untuk duduk di tepi tempat tekanan darah,
tidur, meminta klien memulihkan tonus
20
menggunakan lengan yang vasomotor, dan
kuat untuk menopang berat meningkatkan
badan dan kaki yang kuat pemeliharaan ekstremitas
untuk menggerakan kaki dalam posisi fungsional
yang terkena, meningkatkan dan pengosongan kandung
lama waktu duduk) dan kemih dan ginjal,
keseimbangan berdiri mengurangi risiko batu
(berjalan di tempat yang saluran kemih dan infeksi
rata, dukung punggung akibat stasis.
bawah klien, membantu 4. Mengurangi tekanan pada
menggunakan alat bantu tulang ekor dan mencegah
jalan). kerusakan kulit
3. Bangunkan klien di kursi 5. Meningkatkan harapan
segera setelah TTV stabil akan kemajuan dan
kecuali setelah perdarahan peningkatan, dan
otak. memberikan rasa kendali
4. Bantu klien memindahkan dan kemandirian
beban pada interval yang 6. Dapat membantu bagian
sering tubuh yang lemah untuk
5. Tetapkan tujuan dengan bisa bergerak normal
klien/orang penting secara satu kesatuan
lainnya/keluarga untuk
meningkatkan pasrtisipasi
dalam aktivitas, latihan, dan
perubahan posisi
6. Dorong klien untuk
membantu gerakan dan
latihan menggunakan
ekstremitas yang normal
untuk mendukung dan
menggerakan sisi yang
lebih lemah
21
Kolaborasi
Positioning
1. Sediakan kasue eeg-crate, 1. Mempromosikan
water bed , flotation pemerataan berat badan,
device, atau tempat tidur mengurangi tekanan pada
khusus seperti kinetik titik tulang dan membantu
sesuai indikasi mencegah kerusakan kulit
dan pembentukan ulkus.
Tempat tidur khusus
membantu posisi,
meningkatkan sirkulasi,
dan mengurangi stasis
vena untuk mengurangi
risiko cedera jaringan dan
komplikasi seperti
pneumonia ortostatik
Terapi Latihan
1. Memenuhi kebutuhan
1. Konsultasikan dengan ahli
tertentu dan menangani
terapi fisik mengenai
defisit keseimbangan,
latihan aktif resistif fan
koordinasi, dan kekuatanm
ambulasi klien
2. Dapat membantu
2. Bantu dengan stimulasi
memperkuat otot dan
listrik (TENS —
meningkatkan kontrol otot
Transcutaneous Electrical
serta pengendalian nyeri
Nerve Stimulator) sesuai
3. Meredakan spastisitas pada
indikasi
ekstremitas yang terkena
3. Berikan relaksan otot dan
antispasmodik sesuai
indikasi, seperti baclofen
22
(lioresal) dan dantrolene
(dantrium)
S: 36,6 C dengan stroke sensorik yang biasa situasi individu, 2. Perubahan tanda-tanda
23
Hasil menampilkan kegelisahan, lekas
Pemerikasaan: kemunduran lebih marah, dan
Pupil isokor lanjut atau timbulnya aktivitas
dan reaktif kekambuhan kejang.
terhadap cahaya defisit. Tindakan Kolaboratif:
Pemeriksaan (Doenges, 1. Pemeberian 1. Mengurangi risiko
funduskopi Moorhosue, & oksigen jika hipoksia
menunjukkan Murr, 2014) dibutuhkan 2. Pemberian medikasi
papilledema. 2. Pemberian tersebut merupakan
Terapi heparin medikasi seperti salah satu terapi awal
tissue plasminogen pada stroke iskemia
activator (tPA), akut, mengurangi
alteplase penyebaran area stroke
(Activase), and
recombinant
prourokinase
(Prourokinase)
Edukasi kesehatan Edukasi proses
(Moorhead, penyakit (Bulecheck,
Johnson, Maas, & Butcher, Dochterman, 1. Membantu dalam
Swanson, 2013) & Wagner, 2013). menetapkan ekspektasi
Tindakan indepen: yang realistis dan
1. Mendiskusikan mendorong
patologi spesifik pemahaman tentang
dan potensi situasi dan kebutuhan
individu. saat ini.
2. Identifikasi tanda 2. Evaluasi dan intervensi
dan gejala yang yang cepat mengurangi
membutuhkan risiko komplikasi dan
tindak lanjut lebih hilangnya fungsi lebih
lanjut, lanjut.
24
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pasien dengan stroke dapat menghadapi
risiko mengalami ketidakefektifan perfusi serebral atau otak. Penegakkan
diagnosis keperawatan risiko mengalami ketidakefektifan perfusi serebral atau
otak berhubungan stroke dapat dilakukan. Diagnosis ini dapat direncanakan
dengan outcome status neurologid dan edukasi kesehatan yang dapat dilakukan
intervensi yang sesuai dan mempertimbangkan rasional.
25
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Stroke atau Cerebrovascular Accident (CVA) merupakan salah satu
penyakit pada pembuluh darah otak. Stroke disebabkan oleh iskemia (kekurangan
oksigen) akibat trombus, embolus, vasospasme berat, atau perdarahan otak
(American Stroke Association,n.d.). Secara umum faktor risiko stroke dapat dibagi
atas tiga kelompok, yaitu faktor risiko yang dapat diubah/dimodifikasi dengan
melakukan perubahan gaya hidup (seperti obesitas, merokok, konsumsi alkohol,
sedentary lifestyle), faktor risiko yang dapat diubah dengan manajemen medis,
seperti hipertensi dan diabetes mellitus (dengan pengobatan yang teratur), serta
faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti riwayat keluarga, ras/etnis
(Ignatavicius,Workman,Rebar&Heimgartner,2018)
3.2.Saran
Sangat penting bagi setiap perawat untuk memiliki pemahaman dasar yang
kuat terkait penyakit stroke. Pemahaman dasar yang kuat terkait hal tersebut
tentunya membuat setiap perawat menjadi lebih peduli terhadap kesehatan tubuh.
Maka dari itu, penting bagi perawat untuk mempelajari materi terkait penyakit
stroke ini dengan baik dan cermat demi terwujudnya pelaksanaan proses belajar
26
secara lancar, sehingga nantinya pelayanan kesehatan dapat menjadi lebih
meningkat berkat adanya tenaga kesehatan yang berkualitas.
27
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, M.G., Butchenr, K.H., Dochterman, M.J., & Wagner, Cheryl. (2013).
Nursing Interventions Classification. 6th ed. St.Louis, Missouri: Elsevier.
Doenges, Marylinn E. (2012). Nursing care plan: guidelines for Planning and
documenting patient.
Doenges, M., Moorhouse, M., & Murr, A. (2014). Nursing Care Plans: Guidelines
for individualizing Client Care Across the Life Span. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Herdman, Heather T., & Kamitsuru, Shigemi. (2014). Nursing Diagnoses:
Definiton & Classifications 2015-2017. 10th ed. Oxford: Willey
Blackwell.
28
Ignatavicious, D. D., Workman, M. L., Rebar, C., & Heimgartner, N. M. (2018).
Medical-Surgical Nursing: Concepts for Interprofessional Collaborative
Care. 1808.
Jauch EC, Saver JL, Adams HP, et al. (2013). Guidelines for the early
management of patients with acute ischemic stroke: a guideline for
healthcare professionals from the American Heart Association/American
Stroke Association, Stroke 44:870
Junaidi, Iskandar. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI.
29
Smeltzer, S. C., Hinkle, J. L., Bare, B. G., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
18 Suddarth’s Textbook of Medical -Surgical Nursing (12th Ed).
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
White, L., Gena, D & Wendy, B. (2011). Foundations of Adult Health Nursing
3th Edition. USA: Delmar.
White, L., Duncan, G., & Baumle, W. (2013). Medical Surgical Nursing: An
integrated approach 3rd Edition. Delmar: New York.
30