Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM PERSYARAFAN: STROKE
Sebagai Penugasan Kelompok Pada Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem
Muskuloskeletal, Integumen, Persepsi Sensori Dan Persyarafan

DOSEN PENGAMPU :
Ns. Dewin Safitri, M. Kep.
NIDN. 1109049103

DISUSUN OLEH :
Kelompok 1
1. Elfrida Sinambela 4. Konstansius Wiwid Ardi
2. Fenny Wulandari Pribadi
3. Frima 5. Nurfifthriani
6. Vera Rosety Yusanti

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM
PONTIANAK
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Mahas Esa karena atas
berkat dan Rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Stroke” yang bertujuan untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh “Ns. Dewin Safitri, M. Kep“ Selaku
dosen pengampu mata kuliah “Keperawatan Dewasa”

Dengan segala kerendahan hari penulis menyadari masih banyak terdapat


kekurangan dalam penulisan makalah ini, sehingga penulis menghaarapkan
adanya saran dan kritis yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini

Pontianak, 24 September 2023

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................3

A. Konsep Teori.................................................................................................3

B. Konsep Asuhan Keperawatan......................................................................11

BAB III PEMBAHASAN...................................................................................18

A. Hasil Penelitian...........................................................................................18

B. Keterbatasan................................................................................................20

C. Implikasi pada Asuhan Keperawatan..........................................................21

BAB IV..................................................................................................................22

PENUTUP.............................................................................................................22

A. Kesimpulan.................................................................................................22

B. Saran............................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyebab umum kedua kematian dan menjadi
masalah yang utama penyebab kecacatan di seluruh dunia. Penderita
stroke di Amerika sebanyak 75% mengalami kelumpuhan, sedangkan di
Inggris kasus stroke sudah menduduki urutan ketiga penyebab kematian
setelah penyakit jantung dan kanker. Hampir lima belas juta orang di dunia
menderita stroke setiap tahunnya. Menyerang orang dengan usia diatas 40
tahun dan sering kali penyebab utamanya adalah hipertensi (Prastiwi &
Fitriyani, 2019).
Stroke merupakan kondisi kedaruratan ketika terjadi gangguan
neurologis akibat penurunan tiba-tiba aliran darah ke otak yang
terlokalisir. Stroke merupakan suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal atau global dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam tanpa diketahui penyebab yang jelas, selain
penyebab vaskuler. Stroke terbagi atas dua jenis yaitu stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik. Dari banyaknya kejadian stroke dua
pertiganya adalah kejadian stroke non hemoragik. Stroke non hemoragik
adalah terjadinya sumbatan pada pembuluh darah oleh tromboembolik
yang mengakibatkan daerah di bawah sumbatan tersebut mengalami
iskemik (Patricia et al., 2015).
Stroke disebabkan oleh dua faktor risiko yaitu faktor risiko yang
tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Factor yang
tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga
sedangka faktor yang dapat dimodifikasi yaitu riwayat hipertensi,
kebiasaan merokok, riwayat diabetes melitus, dan kebiasaan
mengkonsumsi alkohol (Mutiarasari, 2019).
Manifestasi klinis yang timbul pada pasien stroke seperti kecacatan
fisik, perubahan fungsi organ, dan gangguan psikososial menjadi masalah
keperawatan. Di dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan masalah
keperawatan yang muncul dengan tanda klinis stroke yaitu bersihan jalan
napas tidak efektif, pola napas tidak efektif, risiko perfusi serebral tidak
efektif,. Dalam penelitian diagnosis keperawatan pada pasien stroke non
hemoragik yang muncul yaitu, bersihan jalan napas tidak efektif, risiko
aspirasi, gangguan mobilitas fisik, defisit perawatan diri, gangguan
komunikasi verbal, risiko defisit nutrisi, konstipasi, dan intoleransi
aktivitas (Indah ningrum et al., 2020).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Mengintegrasikan hasil-hasil penelitian ke dalam Asuhan
Keperawatan dalam Mengatasi Masalah system Persyarafan :Stroke?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Mengintegrasikan hasil-hasil penelitian ke dalam
Asuhan Keperawatan dalam Mengatasi Masalah system
Persyarafan :Stroke?
Tujuan Khusus
1) Untuk Mengetahui Bagaimana Mengintegrasikan hasil-hasil
penelitian ke dalam Asuhan Keperawatan dalam Mengatasi
Masalah system Persyarafan :Stroke
2) Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi, farmakologi dan
terapi diet dalam asuhan keperawatan pada klien dengan stroke.
3) Untuk mengetahui bagaimana memberikan Pendidikan kesehatan
pada klien dengan stroke.
4) Untuk mengetahui bagaimana Upaya-upaya pencegahan primer,
sekunder dan tersier
5) Untuk mengetahui bagaimana Evidence Based Practice pada
penatalaksanaan asuhan keperawatan klien dengan stroke

2
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Konsep Teori
1. Pengertian
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke
otak terganggu karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak
dengan gejala seperti hemiparesis, bicara pelo, kesulitan berjalan,
kehilangan keseimbangan dan kekuatan otot menurun (Agusrianto, N.
R., & Rantesigi, N, 2020).
Stroke non hemoragik adalah tertutupnya pembuluh darah oleh
bekuan darah gumpalan hasil terbentuknya thrombus. Stroke non
hemoragik adalah stoke yang diakibatkan oleh penyumbatan pembuluh
darah di otak oleh thrombosis maupun emboli sehingga suplai glukosa
dan oksigen ke otak berkurang mengakibatkan kematian sel atau
jaringan otak yang di suplai (Wijaya & Putri, 2013).
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa stroke non
hemoragik adalah hilangnya fungsi otak yang diakibatkan oleh
thrombus atau emboli yang menyumbat pembuluh darah sehingga otak
mengalami kekurangan oksigen dan suplai gula yang cukup.
2. Klasifikasi
Stroke menurut patologi dan gejala klinik terbagi menjadi dua
yaitu (Nopia, D., & Huzaifah, Z, 2020).
a. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah perdarahan serebral dan mungkin
perdarahan subaraknoid yang disebabkan pecahnya pembuluh
darah ke otak pada daerah otak tertentu.
Stroke hemoragik terbagi menjadi 2 jenis yaitu:

3
1) Hemoragik Intraserebral: Perdarahan yang terjadi di dalam
jaringan otak.
2) Hemoragik Subaraknoid: Perdarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jarigan yang menutupi otak).
b. Stroken Non Hemoragik
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik adalah tersumbatnya
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian
atau keseluruhan terhenti. Sebanyak 80% kejadian stroke
merupakan kejadian stroke iskemik.
1) Hemoragik Trombotik: Proses terbentuknya thrombus yang
membuat penggumpalan.
2) Stroke Simbolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan
darah.
3) Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh
bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
3. Etiologi
Stroke non hemoragik terjadi karena terjadinya hambatan arteri
membawa darah ke otak sehingga otak kekurangan pasokan aliran
darah yang membawa oksigen dan gula.
Penyebab stroke terbagi menjadi (Smeltzer et al., 2013):
a. Thrombosis Serebri
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral
merupakan faktor penyebab utama terjadinya stroke.
b. Emboli Serebri
Merupakan penyebab kedua terjadinya stroke. Hal ini terjadi
karena banyak emboli serebri dari thrombus dalam jantung.
c. Hemoragik
Sebagian stroke non hemoragik terjadi pada hemisfer otak,
meskipun Sebagian terjadi di otak kecil atau batang otak. beberapa
stroke non hemoragik di hemisfer tampak bersifat ringan. stroke
non hemoragok dapat terjadi akibat penurunan atau berhentinya

4
sirkulasi darah sehinga sel-sel tidak mendapatkan substrat yang
dibutuhkan.
4. Faktor Risiko
Faktor risiko yang menjadi pemicu terjadinya stroke yaitu
(Susilawati & SK, 2018):

a. Hipertensi
Hipertensi disebabkan areterosklerosis pembuluh darah
serebral, sehingga pembuluh darah mengalami penebalan dan
degenarasi yang kemudian pecah yang mengakibatkan terjadinya
perdarahan.
b. Penyakit Kardiovaskuler
Penyakit kardiovaskuler seperti arteri koronaria, gagal
jantung kongestif, MCI, hipertrofi ventrikel kiri. Pada fibrisi atrium
menyebabkan penurunan CO, sehingga perfusi darah ke otak
menurun, maka otak mengalami kekurangan oksigen yang
akhirnya mengakibatkan stroke. Stroke juga dapat terjadi pada
arterosklerosis elastisitas pembuluh darah menurun, sehingga
perfusi ke otak menurun juga pada akhirnya terjadi stroke.
c. Diabetes Melitus
Penderita diabetes melitus mengalami penyakit vaskuler
sehingga terjadi mikrovaskularisasi dan terjadi arterosklerosis.
Terjadinya arterosklorosis dapat menyebabkan emboli yang
kemudian menyumbat dan terjadinya iskemia. Iskemia
menyebabkan perfusi otak menurun dan pada akhirnya terjadi
stroke.
d. Merokok dan Alkohol
Terjadinya penumpukan arterosklerosis akibat dari
timbulnya plaque oleh nikotin yang kemudian berakibat stroke.
Alkohol dapat menyebabkan hipertensi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan
motalitas pembuluh darah sehingga terjadi emboli serebral.

5
e. Peningkatan Kolestrol
Akibat terbentuknya emboli lemak yang menyebabkan
aliran darah mengalir lambat ke otak, sehingga perfusi otak
menurun.
f. Obesitas
Obesitas dapat memicu hipertensi dan penyakit stroke
melalaui mekanisme pengaktifan sistem ren-angiostensin-
aldosteron, dan peningkatan aktivitas simpatis. Leptin yang
disekresikan oleh sel adiposa berikatan dengan reseptor pada
hipotalamus dan meningkatkan sodium renal dan eksresi air dan
mengubah substasi vasoaktif seperti nitric oxide pada pembuluh
darah.
g. Arterosklerosis
Tumpukan kolesterol dan zat lain pada pembuluh darah
sehingga aliran darah menyempit dan mengganggu sirkulasi
peredaran yang membawa oksigen menuju otak.
h. Umur
Semakin bertambah usia, semakin meningkatkan risiko
stroke karena terjadi penurunan fungsi organ tubuh atau perubahan
struktur terutama pada sistem peredaran darah sehingga otak tidak
mendapat oksigen dengan cukup.
i. Riwayat Stroke
Riwayat stroke yang diakibatkan faktor genetik seperti
tekanan darah tinggi dan penyakit jantung bisa menjadi faktor
risiko yang menyebabkan stroke, selain itu juga, gaya hidup suatu
keluarga yang memiliki riwayat stroke medorong risiko stroke .
j. Stress
Stress yang berkepanjangan dapat memicu terjadinya
peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol sehingga dapat
memicu stroke.
5. Manifestasi Klinis

6
Menurut pendapat dari (Sarani, 2021). Manifestasi klinis stroke
antara lain:
a. Tiba-tiba seseorang akan mengalami kelumpuhan pada separuh
badannya dan mengalami kelemahan
b. Tiba-tiba seseorang akan kehilangan rasa peka pada dirinya.
c. Seseorang akan mengalami kesulitan untuk berbicara (cedal dan
pelo)
d. Sering kali pasien akan mengalami gangguan pada saat bicara dan
bahasa.
e. Mengalami gangguan penglihatan
f. Seseorang yang telah terkena stroke akan mengalami perubahan
pada bentuk mulutnya yang berubah menjadi mencong atau tidak
bisa simetris lagi.
g. Gangguan daya ingat juga mulai berkurang dan bisa saja hilang.
h. Mengalami nyeri kepala yang sangat hebat.
i. Vertigo
j. Mengalami penurunan kesadaran.
k. Proses kencing akan mengalami gangguan
l. Gangguan pada bagian fungsi di dalam otak
Selain itu, Menurut Smeltzer et al., 2013, stroke menyebabkan
terjadinya berbagai defisit neurologi, gejala yang muncul diakibatkan
daerah otak yang mengalami penyumbatan tidak berfungsi dengan
baik, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Menurut Nurarif A. H, 2015, manifestasi umum yang biasa terjadi
pada stroke yaitu:
a) Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan.
b) Gangguan persepsi
c) Bicara pelo atau kehilangan komunikasi
d) Nyeri kepala hebat
e) Kesadaran menurun
f) Kemampuan kognitif menurun

7
g) Disfungsi kandung kemih
6. Patofisiologi
Otak sangatlah bergantung pada oksigen. Apabila aliran darah ke
otak terhambat karena thrombus dan embolus maka akan terjadi
kekurangan oksigen ke jaringan otak. Jika kekurangan oksigen dalam
kurun waktu yang lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopis
neiron neuron. Area nekrotik atau disebut infark. Kekurangan oksigen
mungkin awalnya akibat iskemia atau hipoksia akibat proses anemia
dan kesukaran untuk bernafas. Stroke karena embolus akibat dari
bekuan darah, udara, plaque, atheroma fragmen lemak. Jika etiologi
stroke adalah hemoragik maka faktor pencetus adalah hipertensi. Pada
stroke thrombosis maka otak akan mengalami iskemia dan infark yang
sulit ditentukan, ada peluang dominan stroke akan meluas setelah
serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral dan
peningkatan tekanan darah intrakranial dan kematian pada area yang
luas (Nurjannah, 2020).
Prognosis tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya
saat terkena. Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana
saja di dalam arteri-arteri pembentuk sirkulasi willisi seperti artei
karotis interna dan sistem, vertebrobasilar dan semua cabang-
cabangnya. Secara umum, apabila jaringan darah ke jaringan otak
terputus selama 15 hingga 20 menit maka akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Perlu diketahui bahwa oklusi disuatu arteri tidak
selalu menyebabkan infark didaerah otak yang diperdarahi oleh arteri
tersebut (Nurjannah, 2020 ).

8
7. Pathway

Sumber : Pathway Stroke No Hemoragik (Price & Wilson, 2013).

8. Komplikasi

9
Menurut Smeltzer et al., 2013, komplikas stroke meliputi:
a. Hipoksia
Fungsi otak bergantung pada kesediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan. Hipoksia merupakan kejadian dimana otak
mengalami kekurangan oksigen.
b. Penurunan aliran darah serebral
Jantung darah serebral bergantung pada tekanan darah,
curah jantung, dan integrasi pembuluh darah serebral. Hidrasi
adekuat cava intravena, memperbaiki aliran darah dan menurunkan
viskositas darah. Hipertensi atau hipotensi perlu dihindari unuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral
Terjadi setelah infark miokard atau fibrasi atrium.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya
akan menurunkan aliran darah ke serbral. Disritmia dapat
menimbulkan curah jantung tidak konsisten, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus segera diperbaiki.
d. Dekubitus
Penderita stroke dengan tirah baring lama akibat kekuatan
otot yang menurun dapat mengalami dekubitus atau luka terbuka
akibat dari adanya tekenan yang terlalu lama.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat pada pasien stroke non hemoragik
sebagai berikut (Aditya, P. E., dkk, 2022)
a. Fase akut:
1) Pertahankan fungsi vital seperti: jalan nafas, pernafasan,
oksigenasi, dan sirkukasi.
2) Reperfusi dengan tromolitik atau vasodilatasi menggunakan
nimotop. Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trmbolitik/embolik.

10
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-
30 derajat menghindari fleksi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethasone.
4) Mengurangi edema cerebral dengan deurotik
5) Pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup
dengan kepala tempat tidur agak ditinggika samapai tekanan
vena serebral berkurang.

b. Post fase akut:


1) Pencegahan spatik parilis dengan antispasmodic.
2) Program fisioterapi.
3) Penanganan masalah psikososial.
10. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut
(Wijaya & Putri, 2013):
a. Angiografi serebral
Untuk menetukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan aertiovena atau adanya ruptur dan untuk mengetahui
sumber perdarahan seperti aneurisma atau maformasi vascular.
b. Computer tomografi scan (CT Scan)
Pemeriksaan ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau iskemia,
dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau
menyebar ke permukaan otak.
c. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada respiratori
rate lumbal yang menunjukkan adanya hermoragi subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein yang
menunjukkan terdapat proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
darah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan

11
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal di hari
pertama.
d. Pemeriksaan darah rutin.
e. Pemeriksaan kimia darah, pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum.
f. Pemeriksaan darah lengkap.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan dimaksudkan untuk memberikan bantuan,
bimbingan, pengawasan, perlidungan, dan pertolongan secara indvidu
maupun kelompok, seperti di rumah/lingkungan keluarga, puskesmas dan
rumha sakit yang diberikan oleh perawat.
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik
yaitu (Nurarif & Kusuma, 2015):
a. Identitas klien
Pada tahap pengkajian identitas klien meliputik nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, pendidikan
terakhir, tanggal masuk panti suku bangsa, dan penangguang
jawab.
b. Status kesehatan saat ini
Meliputi kesehatan umum selama setahun yang lalu, status umum 5
tahun yang lalu, keluhan utama yang dirasakan klien. Pada klien
dengan stroke biasanya mengalami kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
Pengetahuan tentang penatalaksanaan masalah kesehatan, obat-
obatan yang sering klien konsumsi, status imunisasi, nutrisi klien
apakah ada pembatasan makan dan minum apakah ada masalah
yang dapat mempengaruhi masukan makanan misal, kesulitan
menelan, gangguan mobilisasi.
c. Status Kesehatan Masa Lalu
Meliputi penyakit masa anak-anak yang pernah diderita, penyakit
serius atau kronik yang diderita klien seperti penyakit jantung

12
koroner, diabetes melitsu, hipertensi, dan obesitas. Apakah klien
pernah dirawat dirumah sakit apakah klien pernah di operasi.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pada pengkajian riwayat penyakit keluarga yaitu berupa gambaran
kesehatan silsilah atau keturunan dalam keluarga. Gambarkan
dengan genogram. Pada penderita stroke biasanya memiliki
riwayat hipertensi, diabetes mellitus, atau ada riwayat dari keluarga
terdahulu.

e. Riwayat psikologi
1) Persepsi dan harapan klien terhadap masalahnya
2) Persepsi dan harapan keluarga terhadap masalah klien
3) Pola interaksi dan komunikasi
4) Pola pertahanan
5) Pola nilai dan kepercayaan
6) Pengkajian konsep diri
f. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Ada riwayat perokok, pengguna alkohol.
b) Pola nutrisi dan metabolism
Ada keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi
Terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan.
Kehilangan sensori atau parilisis/hemiplegi, mudah lelah.
e) Pola tidur dan istirahat
Klien mengalami kesukaran untuk beristirahat karena kejang
otot/nyeri otot.

13
f) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara
g) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun
pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir

h) Pola reproduksi seksual


Terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran pada klien stroke umumnya mengalami penurunan,
kadang mengalami kesulitan bicara misal, bahasanya susah
untuk dimengerti dan mungkin tidak bisa bicara serta, tekanan
darah meningkat.
2) Pemeriksaan integumen
Jika klien kekurangan oksigen akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada klien yang bedrest
2-3 minggu.
3) Pemeriksaan dada
Pada pernapasan kadang didapatkan suara napas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara napas tambahan, pernafasan
tidak teratur.
4) Pemeriksaan abdomen

14
Didapatkan penurunan peristaltic usus akibat bedrest yang
lama, dan kadang terdapat kembung.
5) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Terkadang terjadi inkonentiensia atau retensi urin.
6) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
7) Pemeriksaan neurologi
a) Pemeriksaan nervus kranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus kranialis VII dan XII
central.
b) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah
satu sisi tubuh
c) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemiprase
d) Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflex fisiologi sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari reflex fisiologi akan
muncul kembali didahului dengan reflex patologi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan menurut PPNI, 2016, merupakan penilaian
klinik tentang respon manusia terhadap gangguan kesehatan,
kerentanan dari seseorang, keluarga, kelompok atau komunitas. Pada
buku Standar Keperawatan diagnosis prioritas yang muncul dengan
tanda klinis stroke yaitu:
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017)
b. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
c. Gangguan komunikasi verbal (D. 0119)
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan
1. Risiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan tekanan
serebral tidak keperawatan diharapkan perfusi intracranial (I.09325)

15
efektif (D.0017) serebral meningkat dengan kriteria Observasi
hasil: - identifikasi penyebab
a) Tingkat kesadaran meningkat peningkatan TIK
b) Kognitif meningkat - monitor tanda/gejala peningkatan
c) Tekananan intra kranial TIK
menurunsakit kepala - Monitor MAP
menurrun - monitor CVP
d) Gelisah menurn - monitor PAWP
e) Kecemasan menurun - monitor PAP
f) Demam menurun - monitor ICP
g) Nilai rata-rata tekanan darah - monitor CPP
membaik - monitor gelombang ICP
h) Kesadaran membaik - monitor status prnapasan
i) Tekanan darah sistolik - monitor intake dan output cairan
membaik - monitor cairan serebro-spinalis
j) Tekanan darah diastolic Teraupetik
membaik - minimastimulasi dengan
Reflex saraf membaik menyediakan lingkungan yang
tenang
- berikan posisi semi fowler
- hindari manuvervalsava
- cegah terjadinya kejang
- hindari penggunaan PEEP
- hindari pemberian cairan IV
hipotonik
- atur ventilator agar PaCO2
optimal
- pertahnkan suhu tubuh norma
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian sedasi dan
anti konvulsan, jika perlu
- kolaborasi pemberian diuretic
osmosi, jika perlu
- kolaborasi peberian pelunak tinja,
jika perlu
2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi (I. 06171)
mobilitas fisik keperawatan diharapkan mobilitas Observasi
(D.0054) fisik meningkat dengan kriteria hasil: - Identifkasi adanya nyeri atau
a) Pergerakan ekstremitas keluhan fisik lainnya
meningkat - Identifkasi toleransi fisik
b) Kekuatan oto meningkat melakukan ambulasi
c) Rentang gerak (ROM) - Monitor frekuensi jantung dam
meningkat tekanan darah sebelum memulai
d) Nyeri menurunkaku sendi ambulasi
menurun - Monitor kondisi umum selama
e) Gerakan tidak terkoordinasi melakukan ambulasi
menurun Teraupetik
f) Gerakan terbats menurun - Fasilitasi aktivitas ambulasi
g) Kelemahan fisik menurun dengan alat bantu
- Fasilitasi melakukan mobilitas
fisik, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk

16
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
- Anjurkan melakukan monbilisasi
dini
Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan
3. Gangguan Setelah dilakukan intervensi Defisit Bicara (I.13492)
Komunikasi keperawatan selama …x24 jam, maka Observasi
Verbal (D. 0119) komunikasi verbal meningkat engan - Monitor kecepatan, tekanan,
kriteris hasil : kuantitas, volume dan diksi
a) Kemampuan berbicara bicara
meningkat - Monitor progress kognitif,
b) kemampuan mendengar anatomis, dan fisiologis yang
meningkat berkaitan dengan bicara (mis.
c) Kesesuaian ekspresi memori, pendengaran dan
wajah/tubuh meningkat Bahasa)
- Monitor frustasi, marah, depresi
atau hal lain yang mneganggu
bicara
- Identifikasi perilaku emosional
dan fisik sebagai bentuk
komunikasi
Terapeutik
- Gunakan metode komunikasi
alternatif (mis. menulis, mata
berkedip, papan komunikasi
dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan dan computer)
- Sesuaikan gaya komounikasi
dengan kebutuhan (mis. berdiri
di depan pasien, mendengarkan
dengan seksama)
- Modifikasi lingkungan untuk
meminimalka bantuan
- Ulangi apa yang disampaikan
pasien
- Berikan dkungan psikologis
- Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan berbicara perlahan
- Ajarkan pasien dengan keluarga
proses kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan bicara
Kolaborasi
- Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis
4. Implementasi Keperawatan

17
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencaa intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah
rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nurarif &
Kusuma, 2015).
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap terakhir adalah proses evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambungan dengan
melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehantannya. Tujuan evaluasi
adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan yang
disesuaikan dengan kriteria hasil pada perencanaan apakah masalah
klien bisa teratasi, teratasi sebagian, atau belum teratasi (Muntiasari &
Dian, 2021).
Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau
perkembangan klien digunakan kompionen SOAP yaitu :
1) S : Data Subyektif Perkembangan keadaan yang didasarkan pada
apa yang dirasakan, dikeluhkan dan dikemukakan pasien.
2) O : Data Obyektif Perkembangan yang bisa diamati dan diukur
oleh perawat atau tim kesehatan lain.
3) A : Analisis Penelitian dari kedua jenis data (baik subyektif maupun
obyektif) apakah berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran.
4) P : Perencanaan Rencana penanganan pasien yang didasarkan pada
hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan perencanaan
sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratas
(Muntiasari & Dian, 2021)

18
BAB III

PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah hilangnya fungsi otak
secara mendadak akibat suplai darah ke bagian otak. Sekitar 85% dari
segala jenis stroke adalah stroke non hemoragik (Agustin & Adityasto,
2019).
Stroke non hemoragik merupakan sindroma klinis sebagai akibat
dari gangguan vaskuler. Saat terjadi stroke, aliran darah ke otak
terganggu sehingga terjadinya iskemik yang berakibat kurangnya aliran
glukosa, oksigen dan bahan makanan lainnya ke sel otak. Stroke non
hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat menimbulkan edema
sekunder (Agustin & Adityasto, 2019).
Dalam praktik asuhan keperawatan pada pasien dengan
terdiagnosis Stroke Non Hemoragik terdapat beberapa gejala yang sering
ditemukan dan selalu menjadi masalah utama pada kasus ini, yaitu Risiko
perfusi serebral tidak efektif dan Gangguan mobilitas fisik. Menurut
SDKI (2017), Risiko perfusi serebral tidak efektif didefinisikan sebagai
berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak, sedangkan
gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. Gangguan mobilitas fisik
merupakan masalah yang menjadi fokus tersendiri bagi berbagai profesi
kesehatan. Hal in dikarenakan gangguan mobilitas fisik dapat
mengancam kelumpuhan bahkan disfungsi tubuh pada penderita stroke
(SDKI, 2017).
Terdapat beberapa cara untuk mengobati stroke non hemoragik
yaitu dengan cara farmakologi dan non farmakologi. Penatalaksanaan

19
farmakologi yang bisa dilakukan untuk pasien stroke yaitu pemberian
cairan hipertonis jika terjadi peninggian tekanan intra kranial akut tanpa
kerusakan sawar darah otak (Bloodbrain Barrier), diuretika (asetazolamid
atau furosemid) yang akan menekan produksi cairan serebrospinal, dan
steroid (deksametason, prednison, dan metilprednisolon) yang dikatakan
dapat mengurangi produksi cairan serebrospinal dan mempunyai efek
langsung pada sel endotel (Affandi dan Reggy, 2016).
Intervensi keperawatan yang pertama umumnya dilakukan
padaklien stroke adalah memperbaiki mobilitas dan mencegah
deformitus. Pilihan pengobatan stroke dengan menggunakan obat yang
biasa direkomendasi untuk penderita stroke iskemik yaitu tissue
plasminogen activator (tPA) yang diberikan melalui intravena. Fungsi
tPA ini yaitu melarutkan bekuan darah dan meningkatkan aliran darah ke
bagian otak yang kekurangan aliran darah (National Stroke Association,
2016).
Selain itu pengobatan non farmakologi sangat berperan besar di
dalam kasus stroke non hemoragik. ekstremitas atas maupun bawah, yaitu
dilakukannya ROM (Range of Motion) pasif menggunakan media mauun
tidak menggunakan media. Sekitar 90% pasien stroke non hemoragik
alami kelemahan otot atau yang disebut dengan hemiprase. Pasien stroke
non hemoragik yang mengalami hemiprase memerlukan penanganan
dalam meningkatkan kekuatan otot. (Rahmadani & Rustandi, 2019).
Dalam artikel yang berjudul “ Upaya peningkatan mobilitas fisik
melaluiu terapi rom pada asuhan keperawatan pasien stroke non
hemoragik” menjelaskan bahwa didapatkan data Ny. K dengan data
subyektif yaitu klien mengatakan tangan kanan dan kaki kanan sudah bisa
digerakkan, klien mengatakan melakukan latihan ROM 2 kali sehari, data
obyektif yaitu pergerakan sendi jari (5), pergerakan sendi jempol (5),
pergerakan pergelangan tangan dan kaki (4), pergerakan otot yang
signifikan (4), mempertahankan kekuatan otot (4), Sedangkan pada Tn. P
dengan data subyektif yaitu klien mengatakan dapat menggerakkan tangan
kiri dan kaki kiri tetapi tidak kuat melawan pengaruh gravitasi, klien

20
mengatakan melakukan latihan ROM 2 kali sehari, data obyektif yaitu
pergerakan sendi jari (4), pergerakan sendi jempol (4), pergerakan
pergelangan tangan dan kaki (3), pergerakan otot yang signifikan (3),
mempertahankan kekuatan otot (3)
B. Keterbatasan
Setelah penulis melakukan analisis terhadap jurnal yang dipilih,
ditemukan beberapa kekurangan keterbatasan dalam penulisan jurnal
tersebut, beberapa poin yang ditemukan yaitu Tidak bisa mengendalikan
pemberian obat sesuai terapi yang kegunaannya untuk peningkatan
kekuatan otot,Ada salah satu pasien yang mendapatkan progam dari
fisioterapi,Penelitian dilakukan tidak pada pasien dengan serangan yang
sama.
Didalam penelitian juga tidak disebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kesembuhan pasien dengan stroke non hemoragik, di
dalam penelitian hanya menjelaskan mengenai pengobatan farmakologi
terutama non farmakologi..
C. Implikasi pada Asuhan Keperawatan
Latihan ROM dilakukan pada bagian-bagian tubuh yaitu jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki. ROM dapat
dilakukan pada semua persendian atau pada bagian-bagian yang dicurigai
mengalami proses penyakit, Latihan-latihan ROM bisa dilakukan sehari
2x pada pagi hari dan sore hari.
Rangsangan melalui neuromuskuler akan meningkatkan
rangsangan pada serat saraf otot ekstermitas terutama saraf pasimpatif
yang merangsang untuk produksi asetilcolin, sehingga mengakibatkan
kontraksi. Mekanisme melalui muskulus terutama otot polos ekstermitas
akan meningkatkan metabolisme pada matakonderia untuk menghasilkan
ATP yang dimanfaatkan oleh otot ekstermitas sebagai energi untuk
kontraksi dan meningkatkan tonus otot polos ekstermitas.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rahayu (2014)
tentang Pengaruh 3 Pemberian Latihan Range of Motion (ROM)
Terhadap Kemampuan Motorik, setelah dilakukan intervensi, hasil

21
penelitian ini menunjukkan bahwa setelah di lakukan ROM 2 kali perhari
pada hari ketiga terdapat 17 responden mengalami peningkatan pada
kemampuan motorik pada pasien post stroke di RSUD Gambiran.

22
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan

Stroke non hemoragik merupakan sindroma klinis sebagai akibat


dari gangguan vaskuler. Saat terjadi stroke, aliran darah ke otak terganggu
sehingga terjadinya iskemik yang berakibat kurangnya aliran glukosa,
oksigen dan bahan makanan lainnya ke sel otak. Stroke non hemoragik
dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi
saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak
terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat menimbulkan edema sekunder (Agustin & Adityasto,
2019)

Dalam praktik asuhan keperawatan pada pasien dengan


terdiagnosis Stroke Non Hemoragik terdapat beberapa gejala yang sering
ditemukan yaitu Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh
badan yang menimbulkan diagnosis menurut SDKI (2017) yaitu Gangguan
Mobilitas Fisik. Penanganan Gangguan Mobilitas Fisik pada pasien dengan
Stroke Non Hemoragik salah satu metode yang bisa digunakan adalah
dengan ROM exercise menggunakan media bola karet.

Praktik ini sudah dilakukan oleh beberapa peneliti, Tentunya hal


ini membuahkan hasil yang sesuai, dimana praktik ROM menggunakan
media Bola Karet ini terbukti dapat meningkatkan kekuatan otot genggam
dan ekstremitas.

B. Saran
Setelah disusun makalah ini diharapkan agar tenaga Kesehatan
khususnya perawat paham dengan konsep penyakit pada kasus stroke non
hemoragik dan mengetahui konsep asuhan keperawatan secara teoritis
maupun Ketika menemukan kasus dilapangan secara langsung, selain itu
perawat diharapkan mampu untuk menilai sekaligus menentukan diagnosis
utama yang sering muncul pada pasien dengan meningitis, dalam
penyusunan makalah ini diagnosis utama yang muncul yaitu gangguan

23
mobilitas fisik. Setelah melakukan telaah jurnal diharapkan perawat dapat
mempraktikkan ROM (Range Of Motion) dengan media exercise
menggenggam bola karet dalam mengatasi masalah keperawatan gangguan
mobilitas fisik, karena hal ini berhubungan dengan pelaksanaan langsung
Tindakan mandiri keperawatan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, P. E., Utami, M. N., & Multazam, A. (2022). Penatalaksanaan Fisioterapi


Pada Non-Hemorrhagic Stroke: Studi Kasus. Physiotherapy Health
Science (PhysioHS), 4(1), 27-30.

Agusrianto, N. R., & Rantesigi, N. (2020). Penerapan latihan range of motion


(rom) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot ekstremitas pada pasien
dengan kasus stroke. Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIKA) Vol, 2(2).

Ahnaf Dwi Cahyani, J. (2023). PENERAPAN RANGE OF MOTION (ROM)


PASIF DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK PADA
PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG ALAMANDA I RSUD
SLEMAN (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Aini DN, Rohana N, Windyastuti E. 2020. Pengaruh Latihan Range Of Motion


Pada Ekstremitas Atas Dengan Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Pasien
Stroke Rsud Dr. H. Soewondo Kendal. Proceeding Widya Husada Nursing
Conference.

Dharma, K. K. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan (Pedoman


Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). Penerbit Buku Kesehatan.
Faridah, U., Sukarmin, S., & Sri, K. (2018). Pengaruh Rom Exercise Bola Karet
Terhadap Kekuatan Otot Genggam Pasien Stroke Di Rsud Raa Soewondo
Pati. Indonesia Jurnal Perawat, 3(1), 36–43.
Indahningrum, R. putri, Naranjo, J., Hernández, Naranjo, J., Peccato, L. O. D. E.
L., & Hernández. (2020). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者にお
ける 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title. Applied Microbiology
and Biotechnology, 2507(1), 1–9.
https://doi.org/10.1016/j.solener.2019.02.027%0Ahttps://www.golder.com/
insights/block-caving-a-viable-alternative/%0A???
Indahningrum, R. putri, Naranjo, J., Hernández, Naranjo, J., Peccato, L. O. D. E.
L., & Hernández. (2020). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者にお
ける 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title. Applied Microbiology
and Biotechnology, 2507(1), 1–9.
https://doi.org/10.1016/j.solener.2019.02.027%0Ahttps://www.golder.com/
insights/block-caving-a-viable-alternative/%0A???

25
Johnson. (2018). Tujuan Efektifitas Terapi ROM Exercise Genggam Bola Karet
Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke. Jurnal Cendikia Muda, 1(3),
283–288.
Margiyati, M., Rahmanti, A., & Prasetyo, E. D. (2022). Penerapan Latihan
Genggam Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Pada Klien Stroke Non
Hemoragik. Jurnal Fisioterapi Dan Ilmu Kesehatan Sisthana, 4(1), 1–6.
https://doi.org/10.55606/jufdikes.v4i1.1
Margiyati, M., Rahmanti, A., & Prasetyo, E. D. (2022). Penerapan Latihan
Genggam Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Pada Klien Stroke Non
Hemoragik. Jurnal Fisioterapi Dan Ilmu Kesehatan Sisthana, 4(1), 1–6.
https://doi.org/10.55606/jufdikes.v4i1.1
Muntiasari, D. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA
PENDERITA STROKE NON HEMORAGIK DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN RESIKO PERFUSI JARINGAN SEREBRAL TIDAK
EFEKTIF (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).

Mutiarasari, D. (2019). Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, and


Prevention. Jurnal Ilmiah Kedokteran Medika Tandulako, 1(1), 60–73.
Nopia, D., & Huzaifah, Z. (2020). Hubungan antara klasifikasi stroke dengan
gangguan fungsi kognitif pada pasien stroke. Journal of Nursing
Invention, 1(1), 16-22.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aolikasi Asuhan Keerawatan berdasarkan


Diagnosa Medis Nanda NIC NOC. Mediaction.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aolikasi Asuhan Keerawatan berdasarkan
Diagnosa Medis Nanda NIC NOC. Mediaction.
Nurartianti, N., & Wahyuni, N. T. (2020). Pengaruh Terapi Genggam Bola
Terhadap Peningkatan Motorik Halus Pada Pasien Stroke. Jurnal Kesehatan,
8(1), 922–926. https://doi.org/10.38165/jk.v8i1.98
Ofori, D. A., Anjarwalla, P., Mwaura, L., Jamnadass, R., Stevenson, P. C., Smith,
P., Koch, W., Kukula-Koch, W., Marzec, Z., Kasperek, E., Wyszogrodzka-
Koma, L., Szwerc, W., Asakawa, Y., Moradi, S., Barati, A., Khayyat, S. A.,
Roselin, L. S., Jaafar, F. M., Osman, C. P., … Slaton, N. (2020). No 主観的
健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分
散 構 造 分 析 Title. Molecules, 2(1), 1–12.
http://clik.dva.gov.au/rehabilitation-library/1-introduction-rehabilitation
%0Ahttp://www.scirp.org/journal/doi.aspx?DOI=10.4236/
as.2017.81005%0Ahttp://www.scirp.org/journal/PaperDownload.aspx?
DOI=10.4236/as.2012.34066%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.pbi.201
Patricia, H., Kembuan, M. A. N., & Tumboimbela, M. J. (2015).
KARAKTERISTIK PENDERITA STROKE ISKEMIK YANG DI RAWAT INAP

26
DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO TAHUN 2012-2013 1Heidy.
3.
PPNI. (2016). STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA: DEFENISI
DAN INDKATOR DIAGNOSTIK.
PPNI. (2018a). STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN INDONSIA:
DEFENISI DAN TINDAKAN KEPERAWATAN.
PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (Edisi 1). DPP PPNI.
Putri, S. M., & Silvitasari, I. (2023). Penerapan Rom Exercise Bola Karet
Terhadap Kekuatan Otot Genggam Pasien Stroke Di RSUD Soediran
Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri. Jurnal Ilmiah Penelitian Mandira
Cendikia, 1(2), 129-139.

Sarani, D. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik


Dengan Masalah Keperawatan Ketidakberdayaan (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Ponorogo).

Sudarta, I. M. (2022). Pengaruh Latihan Range Of Motion Pada Ekstremitas Atas


Dengan Genggam Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke
(Studi Literature). Jurnal Berita Kesehatan, 15(1).

Susilawati, F., & SK, N. (2018). Faktor Resiko Kejadian Stroke. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Sai Betik, 14(1), 41. https://doi.org/10.26630/jkep.v14i1.1006
Wijaya, & Putri. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika.

27
28
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
Topik :Range Of Motion (ROM)
Sub Topik : Manfaat dan Cara Range of Motion
Sasaran : Pada pasien Stroke
Tempat Penyuluhan : Bangsal
Hari / Tanggal : Senin, 25 September 2023
Waktu : 25 menit
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan, Klien dan keluarganya diharapkan
dapat mengetahui dan memahami tentang Gerakan ROM, tujuan dari
Gerakan ROM, prinsip Gerakan ROM, klasifikasi Gerakan ROM, dan cara
Gerakan ROM baik aktif maupun pasif
2. Tujuan Khusus
a) Klien dan keluarga mampu menyebutkan kembali pengertian dari ROM
b) Klien mampu menyebutkan tujuan dari Gerakan ROM.
c) Klien mampu menyebutkan prinsip dari gerakan ROM.
d) Klien dan Keluarga mampu menyebutkan klasifikasi dari ROM
e) Klien dan keluarga mampu mempraktekkan/ mendemonstrasikan cara
gerakan ROM pada ektremitas bawah

B. Karakteristik Peserta
Pasien stroke dengan kelemahan anggota gerak.

C. Materi
1. Menjelaskan Definisi ROM
2. Menjelaskan Tujuan
3. Menjelaskan Indikasi ROM
4. Menjelaskan kontraindikasi
5. Menjelaskan Prinsip Gerakan ROM
6. Menjelaskan Klasifikasi ROM
7. Menjelaskan Gerakan ROM
D. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi Tanya jawab

E. Media
1. Lembar balik
2. Leafleat

F. Proses Pelaksanaan
No Tahap Waktu Kegiatan
Perawat Respon keluarga/klien
1 Pembukaan 5 Menit 1. Memberikan 1. Menjawab salam
salam 2. Menyimak
2. Memperkenalkan 3. Menyimak
diri 4. Menyimak
3. Menyampaikan
pokok bahasan
4. Menyampaikan
tujuan
2 Isi 15 Menit Penyampaian materi 1. Peserta mendengarkan
1. Menjelaskan Definisi 2. Peserta memperhatikan
ROM 3. Peserta ikut
2. Menjelaskan Tujuan mempraktikan Prosedur
3. Menjelaskan Indikasi ROM
ROM
4. Menjelaskan
kontraindikasi
5. Menjelaskan Prinsip
Gerakan ROM
6. Menjelaskan
Klasifikasi ROM
7. Menjelaskan Gerakan
ROM
3 Penutup 5 menit 1. Diskusi 1. Aktif bertanya
2. Evaluasi 2. Menjawab
3. Kesimpulan Pertanyaan
4. Memberikan salam 3. Memperhatikan
penutup 4. Menjawab
salam

2
G. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a) Rencana kegiatan dan penyaji materi penyuluhan dipersiapkan dari
sebelum kegiatan
b) Kesiapan SAP.
c) Kesiapan media: Leaflet.
2. Evaluasi Proses
a) Klien dan keluarga mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan
secara benar
b) Waktu sesuai dengan rencana (15 menit)
3. Evaluasi Hasil
a) Mampu menjawab pertanyaan dan mengulang kembali pengertian
gerakan ROM
b) Keluarga dan pasien mengetahui tentang tujuan dilakukan ROM
c) Keluarga dan pasien mengetahui prinsip dari gerakan ROM

3
MATERI
A. Definisi ROM
ROM adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh
sendi yang bersangkutan. (Suratun, 2008). Latihan range of motion(ROM)
merupakan istilah baku untuk menyatakn batasan gerakan sendi yang normal
dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk
menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal. (Arif, M, 2008)
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan persendian atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggeraka persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot. (Potter & Perry, 2005)

B. Tujuan
Latihan ini memberikan manfaat yaitu :
1. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot
2. Memperbaiki tonus otot
3. Meningkatkan pergerakan sendi
4. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
5. Meningkatkan massa otot
6. Mengurangi kelemahan
7. Mencegah kontraktur dan kekakuan pada persendian

C. Indikasi dilakukan ROM


1. Stoke atau penurunan kesadaran
2. Kelemahan otot
3. Fase rehabilitasi fisik
4. Klien dengan tirah baring lama

D. Kontra indikasi
1. Kelainan sendi atau tulang
2. Nyeri hebat
3. Sendi kaku atau tidak dapat bergerak

4
4. Trauma baru yang kemungkinan ada fraktur yang tersembunyi

E. Prinsip gerakan ROM


1. ROM harus diulang pada tiap gerakan sebanyak 8 kali dan di lakukan
sehari minimal 2 kali
2. ROM harus dilakukan perlahan dan hati-hati
3. Bagian – bagian tubuh yang dapat digerakkan meliputi persendian seperti
leher, jari, lengan , siku, tumit, kaki, dan pergelangan kaki
4. ROM dapat dilakukan pada semua bagian persendian atau hanya pada
bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit

F. Klasifikasi ROM
1. Gerakan ROM Pasif
Latihan ROM yang dilakukan dengan bantuan perawat setiap gerakan.
Indikasinya adalah pasien semi koma dan tidak sadar, pasien usia lanjut
dengan mobilisasi terbatas, pasien tirah baring total, atau pasien dengan
paralisis.
Gerakan yang dapat dilakukan meliputi
a) Fleksi  Gerakan menekuk persendian
b) Ekstensi  yaitu gerakan meluruskan persendian
c) Abduksi  gerakan satu anggota tubuh ke arah mendekati aksis tubuh
d) Adduksi  gerakan satu anggota tubuh ke arah menjauhi aksis tubuh
e) Rotasi  gerakan memuatar melingkari aksis tubuh
f) Pronasi  gerakan memutar ke bawah
g) Supinasi  gerakan memutar ke atas
h) Inversi  gerakan ke dalam
i) Eversi  gerakan ke luar
2. Gerakan ROM Aktif
Latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa bantuan perawat
dari setiap gerakan yang dilakukannya. Indikasinya adalah pasien yang
dirawat dan mampu untuk ROM sendiri dan Kooperatif.

5
G. Gerakan ROM Pasif
Latihan Pasif Anggota Gerak Atas
a. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

b. Fleksi dan Ekstensi Siku

c. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah

6
d. Fleksi dan Ekstensi Bahu

e. Abduksi dan Adduksi Bahu

f. Rotasi bahu

7
Latihan Pasif Anggota Gerak Bawah
a. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari kaki

b. Inversi dan Eversi Kaki

c. Fleksi dan ekstensi Lutut

d. Rotasi Pangkal Paha

8
e. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha

9
Daftar Pustaka

Perry, Peterson dan Potter. 2005. Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar ;
Alih bahasa, Didah Rosidah, Monica Ester ; Editor bahasa Indonesia,
Monica Ester – Edisi 5. Jakarta, EGC

Suratun, 2008. Klien Gangguan sitem Muskuloskeletal. Seri Asuhan Keperawatan


; Editor Monika Ester. Jakarta : EGC

Meltzer, Suzanne C &Bare,Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi
bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8 Vol. 3. Jakarta : EGC.

10
JURNAL PENELITIAN TERKAIT
No Komponen Hasil Penelitian
yang kritisi
1. Judul Upaya Peningkatan Mobilitas Fisik Melalui Terapi ROM Pada
Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Non Hemoragik

The Efforts Increased Physical Mobility Through Therapeutic


Nursing Care Of Rome In Stroke Patients Of Non Hemoragik

Kekuatan :
Judul penelitian ini telah menggambarkan secara sederhana apa
yang ingin diteliti. pada judul ini telah memuat variabel-variabel
penelitian baik variable independent dan variabel dependen.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif observasional
melalui asuhan keperawatan.

Saran :
Perlu mencantumkan tahun penelitian.
2. Abstrak Latar Belakang :
Stroke non hemoragik merupakan suatu gangguan yang
disebabkan oleh iskemik, trombosis, emboli, dan penyempitan
lumen (Haryanto, dkk, 2015). Masalah ini dapat diatasi dengan
tindakan keperawatan menggunakan terapi Latihan ROM setiap 2
kali sehari (pagi dan sore).

Tujuan :
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis bagaimana upaya
pemberian ROM terhadap kemampuan motorik pada pasien
stroke, khususnya Stroke Non Hemoragik.

Metode :
Metode penelitian ini menggunakan metode observasi parsipasif,
wawancara dan dokumentasu dengan menggunakna format
asuhan keperawatan, lembar observasi, dan alat tulis serta jadwal
aktivitas.

Kesimpulan :
Kesimpulan hasil penelitian adalah terdapat peningkatan pada
ketiga pasien tersebut dnegan menggunakan jadwal latihan ROM
yang diberikan pada Ny. K dan Tn. P selama 3x24 jam dengan
frekuensi 2x untuk meningkat mobilitas didapatkan hasil
ekstremitas yang lemah sudah bisa digerakkan.
3. Variabel- Variabel Bebas :
variabel Upaya Peningkatan Mbilitas Fisik Melalui Terapi ROM
penelitian
Variabel Terikat :
Pasien Stroke Non Hemoragik
Kekuatan :
Terdapat dua jenis variabel pada penelitian ini sudah sangat jelas
secara rinci.

Kata kunci :
Mobilitas, ROM, Stroke
4. Definisi Tidak mencantumkan definisi operasional
Operasional
5. Metode Metode penelitian ini menggunakan metode observasi parsipasif,
Penelitian wawancara dan dokumentasu dengan menggunakna format
dan asuhan keperawatan, lembar observasi, dan alat tulis serta jadwal
Pengambilan aktivitas.
Sampel Sampel di ambil dari pasien yang menderita Stroke Non
Hemoragik di RS PKU Muhammadiyah Delanggu pada bulan
April 2019.

Kelemahan :
Peneliti tidak menyebutkan nama ruangan dan jumlah pasien
secara keseluruhan secara spesifik. Tidak bisa mengendalikan
pemberian obat sesuai terapi yang kegunaannya untuk
peningkatan kekuatan otot,Ada salah satu pasien yang
mendapatkan progam dari fisioterapi,Penelitian dilakukan tidak
pada pasien dengan serangan yang sama
6. Pengolahan Pengolahan data diambil dari hasil instrumen-intrumen
Data keperawatan yang digunakan oleh peneliti, yang dikelola selama
3x24 jam.
7. Hasil Didapatkan data Ny. K dengan data subyektif yaitu klien
mengatakan tangan kanan dan kaki kanan sudah bisa digerakkan,
klien mengatakan melakukan latihan ROM 2 kali sehari, data
obyektif yaitu pergerakan sendi jari (5), pergerakan sendi jempol
(5), pergerakan pergelangan tangan dan kaki (4), pergerakan otot
yang signifikan (4), mempertahankan kekuatan otot (4).
Sedangkan pada Tn. P dengan data subyektif yaitu klien
mengatakan dapat menggerakkan tangan kiri dan kaki kiri tetapi
tidak kuat melawan pengaruh gravitasi, klien mengatakan
melakukan latihan ROM 2 kali sehari, data obyektif yaitu
pergerakan sendi jari (4), pergerakan sendi jempol (4), pergerakan
pergelangan tangan dan kaki (3), pergerakan otot yang signifikan
(3), mempertahankan kekuatan otot (3).
Sedangkan pada Tn. M dengan data subyektif yaitu klien
mengatakan dapat menggerakkan tangan kiri dan kaki kiri tetapi
tidak kuat melawan pengaruh gravitasi, klien mengatakan
melakukan latihan ROM 2 kali sehari, data obyektif yaitu
pergerakan sendi jari (3), pergerakan sendi jempol (3), pergerakan
pergelangan tangan dan kaki (4), pergerakan otot yang signifikan
(3), mempertahankan kekuatan otot (3).
8. Pembahasan Latihan ROM dilakukan pada bagianbagian tubuh yaitu jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki. ROM dapat
dilakukan pada semua persendian atau pada bagian-bagian yang
dicurigai mengalami proses penyakit.
Rangsangan melalui neuromuskuler akan meningkatkan
rangsangan pada serat saraf otot ekstermitas terutama saraf
pasimpatif yang merangsang untuk produksi asetilcolin, sehingga
mengakibatkan kontraksi. Mekanisme melalui muskulus terutama
otot polos ekstermitas akan meningkatkan metabolisme pada
matakonderia untuk menghasilkan ATP yang dimanfaatkan oleh
otot ekstermitas sebagai energi untuk kontraksi dan meningkatkan
tonus otot polos ekstermitas. Latihan ROM dapat menimbulkan
rangsangan sehingga meningkatkan aktivitas dari kimiawi,
neuromuskuler dan muskuler.
9. Kesimpulan Dari hasil yang telah menguraikan tentang Dari hasil pengkajian
didapatkan data klien Ny. K mengeluh anggota ekstermitas
sebelah kanan mengalami gangguan gerak, Tn. P mengeluh
anggota ekstermitas sebelah kiri mengalami gangguan gerak dan
mulut perot, dan Tn. M mengeluh anggota ekstermitas sebelah kiri
mengalami gangguan gerak dan susah berkomunikasi (pelo).
Didapatkan masalah keperawatan yaitu hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Intervensi dari
masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik yaitu mengkaji
kemampuan klien dalam mobilisasi, mendampingi dan bantu klien
saat mobilisasi, mengajarkan pasien bagaimana merubah posisi,
mengajarkan klien melakukan latihan ROM sehari 2x.
Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi hambatan
mobilitas salah satunya yaitu melakukan latihan ROM. 2. Latihan
ROM yang dilakukan pada Ny. K dan Tn. P selama 3x24 jam
dengan frekuensi 2x sehari ternyata secara teori efektif dilakukan
untuk meningkatkan mobilitas didapatkan hasil ektermitas yang
lemah sudah bisa digerakkan setelah melakukan latihan ROM.

Implikasi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu dasar dalam melaksanakan
intervensi oleh perawat untuk membantu meningkatkan kekuatan otot pada
penderita stroke non hemoragik.
Jurnal Endurance : Kjian Ilmiah Problema Kesehatan
UPAYA PENINGKATAN MOBILITAS FISIK MELALUI
TERAPI ROM PADA ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN STROKE NON HEMORAGIK
Vol. 4(3). E-ISSN-2477-6521
UPAYA PENINGKATAN MOBILITAS FISIK MELALUI
TERAPI ROM PADA ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN STROKE NON HEMORAGIK

UPAYA PENINGKATAN MOBILITAS FISIK MELALUI TERAPI ROM PADA


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN STROKE NON HEMORAGIK

Datik Indriyani1* , Yuli Widyastuti2 , M. Hafiduddin3


1
Mahasiwa DIII Keperawatan Institut Teknologi Sains dan Kesehatan PKU Muhammadiyah
Surakarta
2
Dosen DIII Keperawatan Institut Teknologi Sains dan Kesehatan PKU Muhammadiyah
Surakarta
3
Dosen DIII Keperawatan Institut Teknologi Sains dan Kesehatan PKU Muhammadiyah Surakarta
JL.Tulang Bawang Selatan No.26 Tegalsari RT 02 RW 32, Kadipiro, Surakarta

Kata Abstrak
Kunci Stroke disebabkan gangguan peredaran darah ke otak, disebabkan oleh karena
Mobilitas, penyumbatan maupun perdarahan. Mobilitas pada stroke non hemoragik akan
ROM, mengalami kemunduran aktivitas seperti kelemahan menggerakkan kaki, kelemahan
Stroke menggerakkan tangan, salah satu yang digunakan untuk meningkatkan mobilisasi
adalah terapi ROM.Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh penulis di RS PKU
Muhammadiyah Delanggu pada bulan april 2019 didapatkan pasien stroke.
Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada Ny K, Tn P, dan Tn M dengan tindakan
ROM untuk mengatasi mobilitas fisik. Rencana studi kasus yang digunakan adalah
penelitian deskriptif observasional dengan proses asuhan keperawatan Rencana studi
kasus yang digunakan adalah penelitian deskriptif observasional dengan proses asuhan
keperawatan, dari studi kasus didapatkan bahwa latihan ROM aktif dan pasif 2 kalisehari
pada pasien stroke non hemoragik dapat meningkatkan mobilitas fisik Terapi ROM yang
dilakukan selama 3x24 jam dengan frekuensi 2 kali sehari ternyata secara efektif
dilakukan untuk meningkatkan mobilitas.

THE EFFORTS INCREASED PHYSICAL MOBILITY THROUGH


THERAPEUTIC NURSING CARE OF ROME IN STROKE PATIENTS OF NON
HEMORAGIK

Keywords Abstract
Mobility, The Stroke caused disturbances to blood circulation to the brain, caused by
a blockage ROM, or bleeding. Mobility at the stroke of non hemoragik will experience
a slowdown of Stroke activity such as a debilitation moves the legs, weakness of
moving his hands, one of which is used to improve the mobilization is the ROM
therapy. Based on the results of studies conducted by the author at the PKU
Muhammadiyah Delanggu in April 2019 obtained stroke patients Describe the care
nursing in Ny K, P, Tn and Tn M ROM with action to address the physical mobility.
Plan case studies used was descriptive observational research with nursing care
process. from the case studies is obtained that active and passive ROM exercises
twice a day on stroke patients of non hemoragik can increase physical mobility.
Conclusion: ROM Therapy performed during 3x24 hours with the frequency of twice a
day turned out to be effectively to do increase mobility.

PENDAHULUAN gangguan yang disebabkan oleh iskemik,


Stroke adalah disfungsi neorologi akut trombosis, emboli, dan penyempitan
yang disebabkan oleh gangguan aliran lumen (Haryanto, dkk, 2015).
darah yang timbul secara mendadak Pravalensi stroke di Indonesia
sehingga pasokan darah keotak berdasarkan diagnose dokter pada tahun
terganggu mengakibatkan kelainan 2013 7 per mil mengalami peningkatan
fungsional dari sistem pusat (Haryanto, pada tahun 2018 sebanyak 10,9 per mil.
dkk, 2015). Prevalensi stroke berdasarkan diagnose
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang dokter pada tahun 2018 tertinggi di
berkembang cepat akibat gangguan Kalimantan Timur (14,7%), dan terendah
fungsi otak fokal (global), dengan gejala- Papua (4,1 %) (Riskedas, 2018).
gejala yang berlangsung selama 24 jam Pravalensi stroke di Provinsi Jawa Tengah
atau lebih dapat menyebabkan berdasarkan riset kesehatan pada tahun
kematian, tanpa penyebab lain selain 2015 jumlah stroke hemoragik sebanyak
tanpa vaskuler (Pork, dkk, 2016). 4558 dan stroke non hemoragik
Secara umum stroke dibagi menjadi dua sebanyak 12795. Jumlah kasus stroke
jenis yaitu stroke hemoragik dan stroke hemoragik tahun 2015 tertinggi terdapat
non hemoragik. Stroke hemoragik di Kota Kebumen sebesar588 kasus,
disebabkan adanya pendarahan urutan kedua di Kabupaten Demak
intrakranial disertai dengan kesadaran sebesar 556 kasus, untukurutan ketiga di
pasien yang menurun, sedangkan stroke Kota Surakarta sebesar 365 kasus,
non hemoragik merupakan suatu urutan keempat terdapat di Kota
Boyolali sebesar 320 kasus dan urutan seringkali mengganggu activity daily
kelima yaitu di Sragen sebesar 287 kasus living pada manusia (Herman, 2015).
(Nasution, 2015).
Mobilisasi adalah kemampuan
Sejauh ini stroke masih penyebab seseorang untuk bergerak bebas, mudah
kematian pertama dirumah sakit dan teratur yang bertujuan agar mampu
Indonesia dan penyebab kecacatan memenuhi kebutuhan hidup sehat,
terbanyak pada kelompok usia dewasa. memperlambat proses penyakit
Angka kejadian strokemenurut data degeneratif, dan aktualisasi. Kehilangan
dasar rumah sakit 63,52 per1 juta kemampuan untuk bergerak
penduduk pada kelompok usia diatas 56 menyebabkan ketergantungan dan perlu
tahun secara kasar tiap hari, 2 orang membutuhkan tindakan keperawatan
penduduk Indonesia terkena stroke (Mubarak dan Cahyatin, 2015).
(Suyono, 2015).
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam
Disfungsi motorik diharapkan klien tidak ada keterbatasan
yang terjadi mengakibatkan gerakan pada pergerakan fisik tubuh
pasien mengalami keterbatasan dalam dengan kriteria hasil: Pergerakan sendi
menggerakkan bagian tubuhnya jari (5), pergerakan sendi jempol (5),
sehingga meningkatkan resiko terjadinya pergerakan pergelangan tangan (5),
komplikasi. Komplikasi akibat imobilisasi terlihat pergerakan otot yang signifikan
menyebabkan 51% kematian pada 30
(4), klien mampu menjaga keseimbangan
hari pertama setelah terjadinya
(4), pasien dapat mempertahankan
serangan stroke iskemia. Imobolitas juga
dapat menyebabkan kekakuan sendi kekuatan otot (4) (Bulechek, 2013).
(kontraktur), komplikasi ortopedik, Intervensi keperawatan yang pertama
otropi otot, dan kelumpuhan saraf akibat umumnya dilakukan padaklien stroke
penekanan yang lama (neve pressure adalah memperbaiki mobilitas dan
palsies) (Restu, 2017). mencegah deformitus. Imobilisasi
Secara klinis gejala yang sering muncul merupakan suatu kondisi relatif.
adalah hemiparece atau hemiplagi. Mobilisasi adalah kemampuan
Keadaan hemiparace atau hemiplagi seseorang untuk bergerak bebas,
merupakan salah satu faktor penyebab terarah, leluasa dan terarah dan
hilangnya mikanisme reflek postural, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
seperti mengontrol siku untuk bergerak, hidup sehatkehilangan kemampuan
mengontrol gerak kepala untuk motorik saat bergerak menyebabkan
keseimbangan, berputarnya tubuh untuk ketergantungan dan ini membutuhkan
gerakan fungsional pada anggota gerak tindakan keperawatan (Bulechek, 2013).

(Irdawati, 2015). Berdasarkan hasil penelitian yang


dilakukan Rahayu (2014) tentang
Diagnosa yang muncul pada stroke Pengaruh
yaituhambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot (Nanda, 20152017).
Mobilitas fisik adalah keterbatasan pada
pergerakan fisik tubuh sehingga
Pemberian Latihan Range of Motion (ROM) otot yang signifikan (3), mempertahankan
Terhadap Kemampuan Motorik, setelah kekuatan otot (3).
dilakukan intervensi, hasil penelitian ini
Sedangkan pada Tn. M dengan data subyektif
menunjukkan bahwa setelah di lakukan ROM 2
yaitu klien mengatakan dapat menggerakkan
kali perhari pada hari ketiga terdapat 17
tangan kiri dan kaki kiri tetapi tidak kuat
responden mengalami peningkatan pada
melawan pengaruh gravitasi, klien mengatakan
kemampuan motorik pada pasien post stroke
melakukan latihan ROM 2 kali sehari, data
di RSUD Gambiran.
obyektif yaitu pergerakan sendi jari (3),
pergerakan sendi jempol (3), pergerakan
pergelangan tangan dan kaki (4), pergerakan
METODE PENELITIAN otot yang signifikan (3), mempertahankan
Studi kasus ini menggunakan metode observasi kekuatan otot (3). Melotot/pandangan tajam,
parsipasif, wawancara, dan dokumentasi tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
dengan menggunakan format asuhan memerah dan tegang, Latihan ROM dikatakan
keperawatan pada pasien stroke non dapat mencegah terjadinya penurunan
hemoragik, lembar observasi, alat tulis, lembar flekibelitas sendi dan kekakuan sendi. Latihan
jadwal aktivitas terjadwal sebagai instrumen ROM dapat menigkatkan fleksibelitas dan luas
dan dilaksanakan di RS PKU Muhammadiyah gerak sendi pada pasien stroke. Latihan ROM
Delanggu, di bangsal BBA, yang diambil 3 dapat menimbulkan rangsangan sehingga
pasien , Studi Kasus dilaksanakan pada tanggal meningkatkan aktivitas dari kimiawi,
24 April 2019 sampai 26 April 2019. neuromuskuler dan muskuler.

Rangsangan melalui neuromuskuler akan


meningkatkan rangsangan pada serat saraf otot
HASIL DAN PEMBAHASAN ekstermitas terutama saraf pasimpatif yang
Studi Kasus didapatkan data yang diperoleh merangsang untuk produksi asetilcolin,
dari wawancara dengan pasien, observasi sehingga mengakibatkan kontraksi. Mekanisme
langsung dan dari status pasien yang ada di melalui muskulus terutama otot polos
rumah sakit, didapatkan data Ny. K dengan ekstermitas akan meningkatkan metabolisme
data subyektif yaitu klien mengatakan tangan pada matakonderia untuk menghasilkan ATP
kanan dan kaki kanan sudah bisa digerakkan, yang dimanfaatkan oleh otot ekstermitas
klien mengatakan melakukan latihan ROM 2 sebagai energi untuk kontraksi dan
kali sehari, data obyektif yaitu pergerakan meningkatkan tonus otot polos ekstermitas
sendi jari (5), pergerakan sendi jempol (5), (Sanchez, et all, 2008).
pergerakan pergelangan tangan dan kaki (4), Latihan ROM dilakukan pada bagianbagian
pergerakan otot yang signifikan (4), tubuh yaitu jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki,
mempertahankan kekuatan otot (4). dan pergelangan kaki. ROM dapat dilakukan
Sedangkan pada Tn. P dengan data subyektif pada semua persendian atau pada bagian-
yaitu klien mengatakan dapat menggerakkan bagian yang dicurigai mengalami proses
tangan kiri dan kaki kiri tetapi tidak kuat penyakit (Hidayat, 2009).
melawan pengaruh gravitasi, klien mengatakan Pada Ny.K anggota tubuh yang mengalami
melakukan latihan ROM 2 kali sehari, data kelemahan yaitu ekstermitas kanan dengan
obyektif yaitu pergerakan sendi jari (4), kekuatan otot pada ekstermitas kanan derajat
pergerakan sendi jempol (4), pergerakan 2 dengan bantuan atau dengan menyangga
pergelangan tangan dan kaki (3), pergerakan sendi dapat melakukan ROM, pada Tn.P

8
anggota tubuh yang mengalami kelemahan sebelah kanan mengalami gangguan gerak,
ekstermitas kiri dengan kekuatan otot pada Tn. P mengeluh anggota ekstermitas
ekstermitas kiri derajat 1 kontraksi otot sebelah kiri mengalami gangguan gerak
minimal teraba pada otot bersangkutan tanpa dan mulut perot, dan Tn. M mengeluh
menimbulakan gerak, dan pada Tn.M anggota anggota ekstermitas sebelah kiri
tubuh yang mengalami kelemahan ekstermitas mengalami gangguan gerak dan susah
kiri dengan kekuatan otot pada ekstermitas kiri berkomunikasi (pelo). Didapatkan masalah
derajat 1 kontraksi otot minimal teraba pada keperawatan yaitu hambatan mobilitas
otot bersangkutan tanpa menimbulakan gerak. fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot. Intervensi dari masalah
Setelah dilakuan latihan 3 x 24 jam dengan keperawatan hambatan mobilitas fisik
intesitas 2 kali sehari didapatkan hasil pada yaitu mengkaji kemampuan klien dalam
Ny.K ekstermitas kanan bisa digerakkan dengan mobilisasi, mendampingi dan bantu klien
skor 4 dapat melakukan ROM secara penuh saat mobilisasi, mengajarkan pasien
dan dapat melawan tahanan ringan,pada Tn.P bagaimana merubah posisi, mengajarkan
ekstermitas kiri bisa digerakkan dengan skor 3 klien melakukan latihan ROM sehari 2x.
dapat melakukan ROM secara penuh dengan Implementasi yang dilakukan untuk
melawan gaya gravitasi, tetapi tidak dapat mengatasi hambatan mobilitas salah
melawan tahanan, dan pada Tn.M ekstermitas satunya yaitu melakukan latihan ROM.
2. Latihan ROM yang dilakukan pada Ny. K
kiri bisa digerakkan dengan skor 3 dapat
dan Tn. P selama 3x24 jam dengan
melakukan ROM secara penuh dengan
frekuensi 2x sehari ternyata secara teori
melawan gaya gravitasi, tetapi tidak dapat
efektif dilakukan untuk meningkatkan
melawan tahanan.
mobilitas didapatkan hasil ektermitas yang
lemah sudah bisa digerakkan setelah
melakukan latihan ROM.

Saran
1. Bagi Penulis
Untuk menambah
KETERBATASAN STUDI pengetahuan penulis khususnya dalam
penatalaksanaan pada pasien dengan
KASUS stroke non hemoragik.
Pada penulisan studi kasus ini mengalami 2. Bagi pasien dan keluarga
keterbatasan dalam hasil penyusunan hasil Pasien dan keluarga
yaitu : Tidak bisa mengendalikan pemberian pasien mengetahui penyakit dan
obat sesuai terapi yang kegunaannya untuk perawatan stroke non hemoragik untuk
peningkatan kekuatan otot,Ada salah satu diterapkan dirumah.
pasien yang mendapatkan progam dari 3. Bagi profesi
fisioterapi,Penelitian dilakukan tidak pada Meningkatkan profesional
pasien dengan serangan yang sama. kerja perawat dalam penatalaksanaan
stoke non hemoragik dan bagi peneliti
selanjutnya melakukan penelitian pada
pasien stroke dengan serangan yang sama.
SIMPULAN
1. Dari hasil yang telah menguraikan tentang REFERENSI
Dari hasil pengkajian didapatkan data klien Bulechek, dkk. 2013. Nursing Intervension
Ny. K mengeluh anggota ekstermitas Classification. Edisi ke-6: Elseiver

9
Bulechek, dkk. 2013. Nursing Outcomes

Classification. Edisi ke-6: Elseiver


RISKEDAS. 2018. Prevalensi Stroke Menurut
Diagnosa Dokter. Kementrian RI
Hidayat, A.A.A. 2014. Metode Penelitian
Kebidanan dan Teknik Analisa Data.
Edisi 2. Jakarta Selatan : Salemba
Medika
Hidayat. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Pinzon, R dkk. 2010. Awas Stroke! Pengertian,
Gejala, Tindakan, Perawatan dan
Pencegahan. Yogyakarta :
ANDI
Riyadi, S. & Purwanto, T. 2009. Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Potter, P.A & Perry, A.G. 2012. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 1.
Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk.

Jakarta
Yusuf, A.H & Fitryasari, P.K. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :

Salemba Medika.

10
1

Anda mungkin juga menyukai