Anda di halaman 1dari 109

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun Oleh :

Novita Anggie
PO7120121012

Dosen Pembimbing :

Indra Pebriani,. S.Pd., M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas izin , rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan ini dengan baik. dengan judul “Laporan Pendahuluan Keperawatan
Gerontik” ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah
Keperawatan Gerontik. Melalui Laporan Pendahuluan ini, kami berharap agar
kami dan pembaca mampu memahami dengan baik tentang Laporan
Pendahuluan yang di buat.
Dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini, kami mendapatkan banyak
bimbingan dan dukungan dari Dosen pengampuh dalam materi yang dibahas
pada Laporan Pendahuluan ini.
Kami berharap agar Laporan Pendahuluan yang telah kami susun ini
dapat memberikan pengetahuan serta perkembangan wawasan yang cukup bagi
pembaca dan penulis yang lain. Kami juga berharap agar Laporan Pendahuluan
ini menjadi acuan yang baik dan berkualitas.

Palembang, 18 April 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
PEMBAHASAN ................................................................................................... 4
2.1 Penyakit Terminal.................................................................................. 4
2.2 Perubahan Kognitif ..................................................................................17
2.3 Risiko Jatuh ..............................................................................................43
2.4 Penyakit Kronis PTM ...............................................................................61
2.5 Penyakit Kronis PM .................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................108

3
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

PENYAKIT TERMINAL : STROKE

2.1 Konsep Penyakit Stroke

2.1.1 Definisi

Stroke adalah perdarahan ke dalam jaringan otak atau perdarahan


subarachroid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak. Stroke ini merupakan jenis stroke yang paling
mematikan dan merupakan sebagian kecil dari keseluruhan stroke yaitu 10-
15% untuk perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan
subarachoid (Felgin, V., 2017).

2.1.2 Etiologi

Stroke di bagi menjadi dua jenis yaitu Stroke iskemik dan Stroke
hemorogik.

1. Stroke iskemik atau Non hemoragik yaitu tersumbatnya pembuluh


darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
seluruhan terhenti. 80% adalah Stroke iskemik.
a. Stroketrombotik : proses terbentuknya trombus yang
menyebabkan penggumpalan.
b. Strokeembolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan
darah.
c. Hipoperfusion embolik : berkurangnya aliran darah
keselurh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut
jantung.
2. Stroke yang di sebebkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70% kasus Stroke hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi. Stroke hemoragik terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
a. Hemoragik intra serebral : perdarahan yang terjadi di dalam
jaringan otak.

4
b. Hemoragik subaraknoid : perdarahan yang terjadi pada
ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan
selaput yang menutupi otak.

2.1.3 Patofisiologi

Faktor pencetus dari Stroke seperti hipertensi,Dm,penyakit


jantung dan beberapa faktor lain seperti merokok, stress, gaya hidup
yang tidak baik dan beberapa faktor seperti obesitas dan kolestrol yang
meningkat dalam darah dapat menyebabkan penimbunan lemak atau
kolestrol yang meningkat dalam darah dikarenakan ada penimbunan
tersebut, pembuluh darah menjadi infarkdan iskemik. Dimana infark
adalah kematian jaringan dan iskemik adalah kekurangan suplai O2.
Hal tersebut dapat menyebabkan arterosklerosis dan pembuluh darah
menjadi kaku.Arterosklerosis adalah penyempitan pembuluh darah
yang mengakibatkan pembekuan darah di cerebral dan terjadi lah
Stroke non hemoragik.Pembuluh darah menjadi kaku, menyebabkan
pembuluh darah mudah pecah dan mengakibatkan Stroke.

Dampak dari Stroke yaitu suplai darah kejaringan cerebral non


adekuat dan dampak dari Stroke terdapat peningkatan tekanan
sistemik.Kedua dampak ini menyebabkan perfusi jaringan cerebral
tidak adekuat.Pasokan Oksigen yang kurang membuat terjadinya
vasospasme arteri serebral dan aneurisma. Vasospasme arteri serebral
adalah penyempitan pembuluh darah arteri cerebral yang
kemungkinan akan terjadi gangguan hemisfer kanan dan kiri dan
terjadi pula infar/iskemik di arteri tersebut yang menimbulkan
masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik.

Aneurisma adalah pelebaran pembuluh darah yang disebabkan


oleh otot dinding di pembuluh darah yang melemah hal ini membuat
di arachnoid (ruang antara permukaan otak dan lapisan yang menutupi
otak) dan terjadi penumpukan darah di otak atau disebut hematoma
kranial karena penumpukan otak terlalu banyak,

5
dan tekanan intra kranial menyebabkan jaringan otak berpindah/
bergeser yang dinamakan herniasi serebral. Pergeseran itu
mengakibatkan pasokan oksigen berkurang sehingga terjadipenurunan
kesadaran dan resiko jatuh. Pergeseran itu juga menyebabkan
kerusakan otak yang dapat membuat pola pernapasan tak normal
(pernapasan cheynes stokes) karena pusat pernapasan berespon
erlebhan terhadap CO2 yang mengakibatkan pola napas tidakefektif dan
resiko aspirasi (Amin, 2015).

6
2.1.4 WOC

2.1.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Stroke Hemoragik menurut Misbach (2016) antara


lain :

7
1. Kehilangan motorik

2. Kehilangan komunikasi

3. Gangguan persepsi

4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologi

5. Disfungsi kandung kemih

6. Vertigo, mual muntah, nyeri kepala terjadi karena


peningkatan tekanan intracranial, odema serebri.

2.1.6 Klasifikasi

Stroke di kelompokkan menjadi dua yaitu Stroke Iskemik (Non


Hemorgik) dan Stroke Hemoragik.

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi stroke menurut Sudoyo (2017) meliputi :

1. Hipoksia serebra
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang
dikirimkan kejaringan.Hipoksia serebral diminimalkan dengan
pemberian oksigenasi yang ade kuat ke otak. Pemberian oksigen
berguna untuk mempertahankan hemoglobin serta hematokrit yang
akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integrasi pembuluh darah serebral.Hidrasi adekuat cairan
intravena, memperbaiki aliran darah dan menurunkan viscositas
darah.Hipertensi atau hipotensi perlu di hindari untuk mencegah
perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cidera.
Distrimia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian thrombus lokal.

8
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan untuk


memastikan penyebab stroke pada lansia antara lain (Purwani, 2017):

1. Angiografi Serebral Membantu menentukan penyebab Stroke


secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.
2. Scan Tomografi Komputer (CT-Scan) Mengetahui adanya
tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli serebral, dan
tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli serebral, dan
tekanan intracranial (TIK).Peningkatan TIK dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
subarakhnoid dan perdarahan intracranial. Kadar protein total
meningkat, beberapa kasus thrombosis disertai proses
inflamasi..
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Menunjukan daerah
infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).
4. Ultrasonografi Doppler (USG doppler) Mengidentifikasi
penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis atau aliran
darah timbulnya plak dan arteriosklerosis).
5. Elektroensefalogram (EEG) Mengidentifikasi masalah pada
gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
6. Sinar tengkorak Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas,
klasifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral;
klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan
subarachnoid.
7. Pemeriksaan laboratorium rutin Berupa cek darah, Gula darah,
Urine, Cairan serebrospinal, AGD, Biokimia dara dan elektrolit.
2.1.9 Penatalaksanaan
Penderita Stroke sejak mulai sakit pertama kali dirawat sampai
proses rawat jalan di luar rumah sakit, memerlukan perawatan dan

9
pengobatan terus menerus sampai optimal dan mencapai keadaan fisik
maksimal. Pengobatan pada Stroke non hemoragik dibedakan menjadi:
1. Penanganan medis (Brunner & suddarth, 2016) :
a. Rekombian aktivator plasminogen jaringan (t-PA)
b. Penatalaksanaan peningkatan tekanan intracranial (TIK)
c. Kemungkinan hemikraniektomi untuk mengatasi
peningkatan TIK akibat edema otak pada stroke yang
sangat luas
d. Instubasi dengan selang endotrakeal untuk menetapkan
kepatenan jalan nafas, jika perlu
e. Pantau hemodinamika secara kontinu ( target tekanan
darah tetap kontroversial bagi pasien yang mendapatkan
terapi trombolitik : terapi antihipertensi dapat ditunda
kecuali tekanan darah sistolik melebihi 220mmHg atau
darah diastolic melebihi 20mmHg )
2. Penanganan komplikasi
a. Penurunan aliran darah serebral : perawatan pulmonal,
pemeliharaan kepatenan jalan nafas dan berikan suplemen
oksigen sesuai kebutuhan.
b. Pantau adanya infeksi saluran kemih, distrimia jantung
dan komplikasi berupa mobilisasi.
3. Penanganan farmakologi
a. Trombolisis Satu-satunya obat yang di akui FDA sebagai
standar adalah pemakaian rTPA ( recombinant- Tissue
plasminogen Activitor) yang di berikan pada penderita
Stroke iskemik dengan syarat tertentu baik i.v maupun
arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset
Stroke.
b. Antikoagulan Obat yang di berikan adalah heparin atau
heparinoid (fraxiparine).Efek antikoagualan heparin
adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah
atau memperkecil pembentukan fibrin dan propagasi

10
trombus.Antikoagulasia mencegah terjadinya gumpalan
darah dan embolisasi trombus.Antikoagulansia mencegah
terjadinya gumpalan darah dan emboisasi
trombus.Antikoagulansia masih sering di gunakan pada
penderita Stroke dengan kelainan jantung yang dapat
menimbulkan embolus.
c. Anti agregasi trombosit Obat yang di pakai untuk
mencegah penggumpalan sehingga mencegah
terbentuknya trombus yang dapat menyumbat pembuluh
darah.Obat ini dapat digunakan pada TIA. Obat yang
banyak digunakan adalah asetosal (aspirin) dengan dosis
40mg-1,3 gram/hari. Akhir-akhir ini di gunakan tiklodipin
dengan dosis 2 x 250 mg.
d. Anti edema Obat anti edema otak adalah cairan
hiperosmolar , missalnya manitol 20%, larutan gliserol
10%. Pembatas cairan juga dapat membantu.Dapat pula
menggunakan kortikosteroid.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

1. Anamnesis

a. Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa


yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, nomer register, tanggal masuk
rumah sakit, diagnosis medis (Padila, 2012). Menurut
Irianto, Komang Agung at all (2019) mayoritas penderita
fraktur geriatri adalah wanita.

b. Keluhan utama

11
Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain
itu klien juga akan kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan
menurut Padila (2012):

1. Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi


faktor presipitasi nyeri
2. Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk
3. Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana
rasa sakit terjadi.
4. Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit memepengaruhi
kemampuan fungsinya.
5. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari
Riwayat penyakit sekarang

c. Riwayat penyakit sekarang

Menurut Irianto, Komang Agung at all (2019), lokasi


fraktur geriatri dalam tiga besar adalah tulang belakang,
panggul, dan pergelangan tangan. Trauma berada di
peringkat kelima di antara penyebab kematian pada pasien
di atas usia 65 . Pasien geriatri lebih rentan terhadap risiko
trauma karena gangguan motorik dan kognitif terkait usia
serta kehidupan yang lebih aktif yang mereka jalani saat ini
. Bahkan trauma minor dapat menyebabkan cedera parah
pada pasien geriatri, dan bila dibandingkan dengan
kelompok usia lainnya, angka

12
kematian dan morbiditas lebih tinggi (Aschkenasy, 2006
dalam Söz, G., & Karakaya, Z. 2019).

d. Riwayat Kesehatan Dahulu

Adapun riwayat kesehatan dahulu yaitu memiliki


riwayat hipertensi, riwayat DM, memiliki penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, riwayat kotrasepsi oral yang
lama, riwayat penggunan obat- obat anti koagulasi, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Adanya riwayat keluarga dengan hipertensi, adanya riwayat


DM, dan adanya riwayat anggota keluarga yang menderita stroke.

f. Riwayat Psikososial

Adanya keadaan dimana pada kondisi ini memerlukan


biaya untuk pengobatan secara komprehensif, sehingga
memerlukan biaya untuk pemeriksaan dan pengobatan serta
perawatan yang sangat mahal dapat mempengaruhi stabilitas
emosi dan pikiran klien dan keluarga.

g. Pengkajian Fisik Age Related Changes (Perubahan Terkait


Proses

Menua, yaitu :

1. Fungsi Fisiologis, mengkaji tentang kondisi umum,


Integumen, Hematoepotic, kepala, mata, telinga, hidung
sinus, mulut dan tenggorokan, leher, pernapasan,
kardiovaskuler, gastrointestinal, perkemihan,
reproduksi, muskuloskeletal, dan persyarafan.

2. Potensi Pertumbuhan Psikososial dan Spiritual, meliputi :

3. Psikososial dan spriritual

13
4. Lingkngan

5. Negative Funtional Consequences.

6. Mengkaji tentang :Kemampuan ADL

2.2.2 Diagnosis

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian


klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(PPNI, 2017). Diagnosa yang akan muncul pada kasus stroke
non hemoragik dengan menggunakan Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia dalam Tim Pokja SDKI DPP PPNI
(2017) yaitu:

a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan


penurunan kekuatan otot
b. Ketidakefektifan perfusi jarungan serebral
berhubungan dengan aliran darah ke otak (spasme
arteri)
c. Resiko cidera atau jatuh berhubungan dengan penurunan
kesadaran

2.2.3 Intervensi

Diagnosa SLKI SIKI

Gangguan Setelah dilakukan Dukungan


mobilitas tindakan keperawatan Ambulasi
fisik diharapkan masalah
1. Observasi
berhubungan mobilitas fisik
dengan meningkat dengan • Identifikasi
kriteria hasil : adanya nyeri

14
penurunan 1. Pergerakan atau keluhan
kekuatan otot ekstremitas fisik lainnya
meningkat • Identifikasi
2. Kekuatan toleransi fisik
otot melakukan
meningkat ambulasi
3. Rentang • Monitor
gerak ROM frekuensi
meningkat jantung dan
tekanan darah
sebelum
memulai
ambulasi
• Monitor
kondisi umum
selama
melakukan
ambulasi

2. Terapeutik

• Fasilitasi
aktivitas
ambulasi
dengan alat
bantu (mis.
tongkat, kruk)
• Fasilitasi
melakukan
mobilisasi
fisik, jika perlu
• Libatkan
keluarga untuk

15
membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi

3. Edukasi

• Jelaskan tujuan
dan prosedur
ambulasi
• Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
• Ajarkan
ambulasi
sederhana yang
harus
dilakukan (mis.
berjalan dari
tempat tidur ke
kursi roda,
berjalan dari
tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)

16
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA
DENGAN GANGGUAN KOGNITIF : DEMENSIA

A. Konsep Dasar Demensia


1. Definisi Demensia
World Health Organisation (WHO, 2019) mengatakan demensia
adalah sindrom, biasanya bersifat kronis atau progresif dimana ada
penurunan fungsi kognitif (kemampuan untuk memproses pemikiran) di
luar apa yang mungkin diharapkan dari penuaan normal. Demensia dapat
mempengaruhi memori, pemikiran, orientasi, pemahaman, perhitungan,
kapasitas belajar, bahasa, dan penilaian. Demensia adalah istilah umum
yang mengacu pada disfungsi otak progresif dan degeneratif, termasuk
kemunduran dalam memori, konsentrasi, keterampilan bahasa, dan
penalaran yang mengganggu fungsi sehari- hari seseorang (Mauk, 2010).
Demensia adalah gangguan atau kehilangan kemampuan mental, terutama
dari kemampuan untuk mengingat, tetapi juga termasuk gangguan pikiran,
ucapan, penilaian, dan kepribadian (Edwards, 2013).

2. Anatomi Fisiologi Demensia

Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel
aktif yang saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi
mental dan intelektual kita.Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut
neuron (Leonard, 1998). Otak merupakan organ yang sangat mudah
beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak mengalami
regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi
tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-

17
bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru.Ini
merupakan mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan
stroke (Feigin, 2006).
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem
saraf pusat dan sistem saraf tepi.Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk
oleh otak dan medulla spinalis.Sistem saraf disisi luar SSP disebut
sistem saraf tepi (SST).Fungsi dari SST adalah menghantarkan
informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback
dkk, 2005).
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan
komponenbagiannya adalah:
❖ Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang
terdiridari sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari
korteks.Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus
(Ganong, 2003).Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus,
yaitu:
a. Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi
intelektualyang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir
abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat
penghidu, dan emosi.Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area
motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area
premotor).Pada lobus ini terdapat daerah broca yang
mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan
sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif
(Purves dkk, 2004).
b. Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian
korteksserebrum yang berjalan ke bawah dari fisura laterali
dan sebelah posterior dari fisura parieto- oksipitalis (White,

18
2008).Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal,
visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
perkembangan emosi.
c. Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaransensorik
di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba
dan pendengaran (White, 2008).
d. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan danarea
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses
rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain &
memori (White, 2008).
e. Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi
manusia,memori emosi dan bersama hipothalamus
menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas susunan
endokrin dan susunan otonom (White, 2008).
❖ Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang
mengandunglebih banyak neuron dibandingkan otak secara
keseluruhan.Memiliki peran koordinasi yang penting dalam
fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori
yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan
output.Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang
berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke
bagian lain dari sistem saraf pusat.
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot.Mengendalikan kontraksi otot-
otot volunter secara optimal.Bagian-bagian dari cerebellum
adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus
fluccolonodularis (Purves, 2004).

19
❖ Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk
mengaturseluruh proses kehidupan yang mendasar.
Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla
spinalis dibawahnya.Struktur-struktur fungsional batang otak
yang penting adalah jaras asendendan desenden traktus
longitudinalis antara medulla spinalis danbagian- bagian otak,
anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.Secara garis
besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon,
pons dan medulla oblongata.
3. Etiologi Demensia
Edwards (2013) mengatakan penyebab dari demensia adalah:

• Degenerasi neuronnal atau gangguan multifocal


• Penyakit vaskuler atau keadaan lanjut usia pada orang tua
• Faktor usia
Penyebab demensia yang reversible sangat penting diketahui karena
pengobatan yang baik pada penderita dapat kembali mejalankan
kehidupan sehari-hari yang normal. Keadaan yang secara potensial
reversible atau yang bisa dihentikan seperti :
• Intosikasi (obat, termasuk alkohol dan lain-lain)
• Infeksi susunan saraf pusat
• Gangguan metabolic.
• Gangguan vaskuler (dimensia multi-infark) Penyebab dari demensia
non reversible adalah :
a. Penyakit degenerative :
• Penyakit alzhemeir
• Demensia yang berhubungan dengan badan lewy.
• Penyakit pick.
• Penyakit hutington.
• Kelumpuhan supranuktural progresif.

20
• Penyakit parkinson dan lain-lain.
b. Penyakit vaskuler
• Penyakit sorebrovaskuler oklusif.
• Penyakit binswanger.
• Embolisme serebral.
• Arteritis.
• Anoksia sekunder akibat henti jantung, gagal jantung akibat
intoksikasi karbon monoksida.
c. Demensia traumatic
• Perlakuan kranio serebral.
• Demensia pugilistika.
d. Infeksi
• Sindrom defisiensi imun depatan (AIDS).
• Infeksi opportunistic.
• Penyakit creutzfeld-jacob progresif.
• Kokeonsefalopati multi fokal progresif.
• Demensia pasca ensefalitis.

4. Manifestasi Klinis Demensia


Dickerson (2014) mengatakan bahwa demensia lebih merupakan pada
suatu sindrome, bukan diagnosis, dengan tanda gejala yang muncul adalah:

a. Menurunya gangguan memori jangka pendek dan jangka panjang.


b. Menurunya bahasa (afasia nominal).
c. Pertanyaan yang berulang-ulang.
d. Menurunnya pemikiran dan penilaian.
e. Hilangnya kemampuan hidup sehari-hari (mencuci, memakai pakaian,
mengatur keuangan).
f. Perubahankarakter (menyerang, bejalan-jalan tampa tujuan,
disinhibisi seksual)
g. Apatis, depresi, dan ansietas.
h. Kehilangan minat dalam kegiatan sosial.
i. Kegelisahan di malam hari.

21
j. Fenomena psikotik, terutama waham kejar (diperburuk dengan sifat
pelupa).
k. Auditorik.
l. Halusinasi visual

5. Patofisiologi Demensia
Kemunduran progresif fungsi kognitif dalam ingatan dan setidaknya satu
dari domain kognitif seperti, orientasi, pengelompokan, bahasa,
pemahaman, dan penilaian. Demensia meningkat dengan bertambahnya
usia, dan ada insiden 30% pada orang yang berusia lebih dari 85 tahun.
Sekitar 5 juta orang di Amerika Serikat menderita demensia, hampir dua kali
lebih banyak orang mengalami gangguan kognitif ringan yang tidak
memenuhi kriteria demensia. Tujuh puluh persen orang di diagnosis dengan
demensia mengidap penyakit Alzheimer. Penyakit Alzheimer merupakan
penyebab demensia paling sering, demensia akibat hilangnya jaringan
kortikal terutama pada lobus temporalis, parientalis, dan frontalis. Tanda
histologik adalah adanya beberapa kekacauan neurofibrinalis dan plak
senilis. Plak dan kekacauan ditemukan dalam otak orang tua yang normal
tetapi meningkat jumlahnya pada penyakit Alzheimer, terutama dalam
hipokampus dan temporalis. Terkenanya hippokampal mungkin
bertanggung jawab terhadap gangguan ingatan, yang mungkin sebagian
diperantari oleh berkurangnya aktivitas kolinergik. Perubahan-perubahan
ini disertai dengan berkurangnya aliran darah serebral dan menurunya
metabolisme oksigen dan glukosa (Thanavaro, 2017).

6. Komplikasi Demensia
❖ Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh :
a. Ulkus Dekubitus
b. Infeksi saluran kencing
c. Pneumonia
❖ Thromboemboli, infark miokardium.
❖ Kejang
❖ Kontraktur sendi
❖ Kehilangan kemampuan untuk merawat diri

22
❖ Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan
menggunakan peralatan
❖ Kehilangan kemampuan berinteraksi
❖ Harapan hidup berkurang

7. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Demensia


❖ Pemeriksaan Laboratorium Rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis
demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia
khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang
demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium
normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium
darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
❖ Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan
demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
❖ Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik
dan pada sebagian besar EEG adalah normal.Pada Alzheimer
stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan
kompleks periodik.
❖ Pemeriksaan Cairan Otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia
akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan
meningen dan panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus
normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.
❖ Pemeriksaan Genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid
polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan
epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda.

23
Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia
Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan
pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin
meningkat.
❖ Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental,
aktivitas sehari- hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya.
(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003) Pemeriksaan neuropsikologis
penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan demensia, terutama
pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup atensi,
memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem
solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada
kasus yang sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau
proses depresi. Sebaiknya syarat pemeriksaan neuropsikologis
memenuhi syarat sebagai berikut:
➢ Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
➢ Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah
diindentifikaskan demensia.

Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini


(MMSE) adalah test yang paling banyakdipakai. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003 ;Boustani,2003 ;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi
sensitif untuk mendeteksi gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003)

❖ Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling


sering dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup
baik dalam mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar
dan memantau penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai
di bawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan
kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan
tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003). Penyandang dengan
pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling rendah 24 masih
dianggap normal, namun nilai yang rendah ini mengidentifikasikan
resiko untuk demensia. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003). Pada

24
penelitian Crum R.M 1993 didapatkan median skor MMSE adalah
29 untuk usia 18-24 tahun, median skor 25 untuk yang > 80 tahun,
dan median skor 29 untuk yang lama pendidikannya >9 tahun, 26
untuk yang berpendidikan 5-8 tahun dan 22 untuk yang
berpendidikan 0-4 tahun.Clinical Dementia Rating (CDR)
merupakan suatu pemeriksaan umum pada demensia dan sering
digunakan dan ini juga merupakan suatu metode yang dapat menilai
derajat demensia ke dalam beberapa tingkatan. (Burns,2002).
Penilaian fungsi kognitif pada CDR berdasarkan 6 kategori antara
lain gangguan memori, orientasi, pengambilan keputusan, aktivitas
sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi, perawatan diri.Nilai
yang dapat pada pemeriksaan ini adalah merupakan suatu derajat
penilaian fungsi kognitif yaitu; Nilai 0, untuk orang normal tanpa
gangguan kognitif. Nilai 0,5, untuk Quenstionable dementia. Nilai
1, menggambarkan derajat demensia ringan, Nilai 2,
menggambarkan suatu derajat demensia sedang dan nilai 3,
menggambarkan suatu derajat demensia yang berat. (Asosiasi
Alzheimer Indonesia,2003, Golomb,2001).

8. Penatalaksanaan Medis Demensia


❖ Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat -
obatan antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine,
Galantamine, Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat-obatan anti platelet
seperti Aspirin, Ticlopidine, Clopidogrel untuk melancarkan
aliran darah ke otak sehingga memperbaiki gangguan
kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat
diobati, tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau
bahkan dihentikan dengan mengobati tekanan darah tinggi
atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.

25
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan
obat anti-depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-
ledak, yang bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering
digunakanobat anti-psikotik (misalnya Haloperidol,
Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang efektif
dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat anti-
psikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami
halusinasi atau paranoid.
❖ Dukungan atau Peran Keluarga
a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu
penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar,
cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang
besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki
orientasi.
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada
pintu bisa membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada
penderita yang senang berjalan-jalan.
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya
secara rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada
penderita.
d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu,
bahkan akan memperburuk keadaan.
e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan
sosial dan perawatan, akan sangat membantu.
❖ Terapi Simtomatik

Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi


simtomatik, meliputi :

a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah

26
9. Gejala – Gejala Demensia
Ferro (2013) mengatakan gejal-gejala yang mungkin dialami oleh lansia
adalah :

a. Meningkatnya kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari.


b. Mengabaikan kebersihan diri.
c. Mudah marah dalam kondisi apapun.
d. Mengalami gangguan tidur.
e. Sering lupa akan kejadian-kejadian yang dialami, dalam keadaan yang
makin berat, nama orang atau keluarga dapat dilupakan.
f. Pertanyaan atau kata-kata sering diulang-ulang.
g. Sifat dan perilaku berubah menjadi keras kepala dan cepat marah.
h. Menjadi depresi dan menangis tampa alasan yang jelas.

10. Pencegahan dan Perawatan Demensia


Shea (2012) mengatakan Hal yang dapat dilakukan utuk menurunkan
resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya
ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak.

a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti


alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif.
d. Hindari merokok karena dapat meningkatkan resiko terjadinya demensia
dikemudian hari.
e. Rutin mengontrol tekanan darah karena dapat memicu demensia.
f. Kegiatan rohani dan memperdalam ilmu agama.
g. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi.
h. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

27
11. Pathway Demensia

28
B. Konsep Asuhan Keperawatan Demensia
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan, suatu proses yang sistematis
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Kodim, 2015).

a. Identitas
Identitas klien yang biasanya dikaji nama, alamat, usia, jenis kelamin,
pendidikan, dan pekerjaan (Kodim, 2015).
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering muncul pada pasien dengan demensia adalah
penurunan daya ingat, perubahan kognitif dan kelumpuhan gerak eksremitas
(Muttaqin, 2012)
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada anamnesa, pasien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang
baru dan pasien bahkan tidak bisa mengatur buang air, tidak dapat mengurus
keperluan dasar sehari-hari, atau mengenali anggota keluarganya (Muttaqin,
2012)
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya ada riwayat penyakit sistem neurologis (kecelakaan cerebrovaskuler,
trauma kepala, dan lain-lain), adanya riwayat penyakit sistem kardiovaskuler
dan riwayat penyakit sistem muskuloskeletal, riwayat penyakit sistem
persarafan. Obat-obatan yang pernah dikonsumsi sebelumnya seperti
antidepresan atau opiat yang dapat menyebabkan demensia (Barker, 2012).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita hipertensi dan diabetes melitus
diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat
mempercepat progresifnya penyakit (Muttaqin, 2012).
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem dan terarah (B1-
B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien (Barker, 2012)
g. Keadaan umum

29
Pasien dengan penyakit Demensia umunya mengalami penurunan daya ingat.
Adanya perubahan pada tanda vital meliputi bradikardi, hipotensi, dan
penurunan frekuensi pernapasan (Muttaqin, 2012).
h. B1 (Breathing)
Terjadinya gangguan pernapasan seperti hipoventilasi, berkurangnya fungsi
pembersihan saluran nafas.
i. B2 (Blood)
Hipotensi postural berhubungan dengan efek samping dari obat yang di
konsumsi oleh pasien seperti obat anti hipertensi.
j. B3 (Brain)
Terjadinya perubahan status kognitif pada pasien demensia.
k. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien biasanya apatis dan juga tergantung pada perubahan
status kognitif pasien (Barker, 2012).
l. Pemeriksaan fungsi serebri
Biasanya status mental pasien mengalami perubahan yang berhubungan dengan
penurunan status kognitif, terjadinya penurunan persepsi dan penurunan
memori jangka panjang dan pendek (Muttaqin, 2012).
m. Pola persepsi
Pasien dengan demensia biasanya suka merokok dan merupakan kebiasaan
sehari-hari (Aspiani, 2014).
n. Pola aktivitas
Pasien lebih banyak menghabiskan waktunya hanya berdiam diri saja, dan
jarang melakukan beraktifitas fisik seperti olah raga (Aspiani, 2014)
o. Pola nutrisi
Pasien biasanya mengalami penurunan nafsu makan minum pasien akan dengan
cepat mengalami dehidrasi yang dapat menyebabkan kebingungan (Barker,
2012).
p. Pola tidur
Pasien akan mengalami gangguan tidur pada malam hari, sering terbangun pada
malam hari (Nasrullah, 2016)
q. Pola kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan, dan pembau. Pada pasien

30
katarak ditemukan gejala dengan gangguan penglihatan perifer, kesulitan
memfokuskan kerja dengan diruangan gelap. Pengkajian status mental
menggunakan table short portable mental status quisioner (SPMSQ) (Aspiani,
2014).
r. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan
konsep diri. Konsep ini menggambarkan gambaran diri,harga diri, peran,
identitas diri (Nasrullah, 2016)
s. Pola Mekanisme Koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress. Biasanya pasien dengan
demensia sering memakai kata-kata yang cepat dan keras (Nasrullah, 2016).
t. Spritual
Biasanya pasien dengan demensia suka kehilangan apa yang dia inginkan dan
mereka lebih membutuhkan waktu dan ruang untuk menyendiri (Baker, 2012).

2. Pengkajian INDEKS KAZT (Indeks Kemandirian Pada Aktifitas Kehidupan


Sehari-hari).

Score Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar
kecil, berpakaian, dan mandi.
B Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
satu dari fungsi tersebut.
C Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, dan satu fungsi tambahan.
D Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan.
E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi.
F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi
tambahan.
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut.

31
Lain- Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
lain diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F.

3. Pengkajian Kemampuan Intelektual Menggunakan SPMSQ (Short Portable


Mental Status Quesioner)
Pertanyaan Jawaban Benar Salah

Tanggal berapa Tidak tahu √


hari ini ?
Hari apa sekarang Senin √
?
Apa nama tempat Panti jompolansia √
ini ?
Dimana alamat Tidak tahu √
anda ?
Berapa umur anda Lupa √
?
Kapan anda lahir ? Tidak tahu √

Siapa presiden Tidak tahu √


Indonesia
?
Siapa presiden Tidak tahu √
Indonesia
sebelumnya ?
Siapa nama ibu √
anda ?
Kurang 3 dari 20 Tidak tahu √
dan tetap
pengurangan 3
dari angka baru,
secara
menurun ?
jumlah 1 9

32
Interprestasi :

Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh.

Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan.Salah


6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang. Salah 9 –
10 : Fungsi intelektual kerusakan berat.
4. Pengkajian Mini Mental State Examination (MMSE)
No Item Penilaian Benar Salah

(1) (0)
1 ORIENTASI
1. Tahun berapa sekarang ? 1
2. Musim apa sekarang ? 0
3. Tanggal berapa sekarang ? 0
4. Hari apa sekarang ? 0
5. Bulan apa sekarang ? 0
6. Dinegara mana anda tinggal ? 1
7. Di Provinsi mana anda tinggal ? 1
8. Di Kabupaten mana anda tinggal ? 1
9. Di kecamatan mana anda tinggal ? 0
10. Di desa mana anda tinggal ? 0
2 REGISTRASI
Minta klien menyebutkan tiga objek
11. Karpet 1
12. Sapu 1
13. Sepatu 1
3 PERHATIAN DAN KALKULASI
Minta klien mengeja 5 kata dari belakang, misal

“BAPAK”
14. K 1
15. A 1
16. P 1
17. A 1

33
18. B 1
4 MENGINGAT
Minta klien untuk mengulang 3 objek diatas.
19. Kayu 0
20. Sandal 0
21. Kain 0
5 BAHASA
a. Penamaan
Tunjukan 2 benda minta klien
menyebutkan:
22. Pena 1
23. Jam tangan 1
b. Pengulangan
Minta klien mengulangi 3 kalimat berikut:
24. Tak ada jika, dan, atau tetapi 0
c. Perintah 3 langkah
25. Ambil kertas ! 1
26. Lipat dua ! 0
27. Taruh dilantai ! 0
d. Turuti hal berikut
28. Tutup mata 1
29. Tulis satu kalimat 0
30. Salin gambar 0
JUMLAH 16 14
Keterangan:

Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan
kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut. Kriteria demensia:
Ringan : 21-30

Sedang:11-20
Berat : < 10

34
5. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler (D.0109)
(SDKI, 2016).
b. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakpercayaan terhadap
kemampuan diri mengatasi masalah (D.0096) (SDKI, 2016).
c. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan defisiensi bicara (D.0118)
(SDKI, 2016).
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
(D.0119) (SDKI,2016).
e. Gangguan memori berhubungan dengan proses penuaan (D.0062) (SDKI,
2016).

6. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Defisit perawatan diri Setelah dilakukan Dukungan
berhubungan dengan intervensi perawatan diri :
gangguan neuromuskuler. keperawatan 1. Identifikasi
diharapkan defisit kebiasaan
Definisi : tidak mampu Perawatan diri aktivitas
melakukan atau teratasi dengan perawatan diri
menyelesaikan aktivitas kriteria hasil : sesuai usia.
perawatan diri. 2. Monitor tingkat
1. Kemampuan mandi kemandirian.
Gejala dan Tanda Mayor meningkat. 3. Dampingi dalam
Subjektif : melakukan
Menolakmelakukan 2. Verbalisasi perawatan diri
perawatan diri. keinginan melakukan sampai mandiri.
Objektif : perawatan diri 4. Jadwalkan
a. Tidak mampumandi meningkat. rutinitas
danmengenakan perawatan diri.
pakaian . 3. Minat melakukan 5. Anjurkan
b. Minat melakukan perawatan diri melakukan
perawatan diri meningkat. perawatan
kurang. dirisecara

35
Gejala dan Tanda Minor 4. Mempertahankan konsisten
(tidak tersedia) kebersihan diri. sesuai
kemampuan
Manajemen
Demensia :
1. Identifikasi
riwayat fisik,
sosial,
psikologis, dan
kebiasaan.
2. Identifikasi
pola aktivitas.
3. Sediakan
lingkungan
aman,
nyaman,
konsisten,dan
rendah
stimulus.
4. Orintasikan
waktu,
tempat dan
orang.
5. Gunakan
distraksi untuk
mengatasi
masalah
perilaku.
6. Libatkan
kegiatan
induvidu atau
kelompok
sesuai

36
kemampuan
kognitif
dan minat.
7. Ajurkan
memperbanyak
istirahat.
Koping tidak efektif Setelah dilakukan Dukungan
berhubungan dengan intervensi Pengambilan
ketidakberdayaan terhadap keperawatan Keputusan
kemampuan diri mengatasi diharapkan risiko 1. Identifikasi
masalah. cedera teratasi persepsi
dengan kriteria hasil mengenai
Definisi : ketidakmampuan Status Koping masalah dan
menilai dan merespon 1. Kemampuan informasi yang
stresor dan memenuhi peran memicu konflik.
ketidakmampuan sesuai usia 2. Fasilitasi
Menggunakan sumber- meningkat. mengklarifikasi
sumber yang ada untuk 2. Perilaku koping kan nilai dan
mengatasi masalah. adaptif meningkat. harapan yang
3. Verbalisasi membantu
Gejala dan Tanda kemampuan membuat
Mayor mengatasi masalah pilihan.
Subjektif : meningkat. 3. Diskusikan
a. Mengungkapkan 4. Verbalisasi kelebihan dan
tidak mampu kelemahan diri kekurangan dari
mengatasi masalah. meningkat. setiap solusi.
Objektif : 5. Kemampuan 4. Fasilitasi melihat
a. Tidak mampu membina situasi
memenuhi peran hubungan secara realistik.
yang diharapkan meningkat. 5. Motivasi
(sesuai usia). Interaksi Sosial mengungkapkn
b. Menggunakan 1. Perasaan nyaman tujuan perawatan
mekanisme koping dengan situasi yang diharapkan.

37
yang tidak sesuai. sosial meningkat 6. Fasilitasi
Gejala dan Tanda 2. Perasaan mudah pengambilan
Minor Subjektif : menerima atau keputusan secara
a. Tidak mampu mengkomunikasi kolaboratif.
memenuhi kebutuhan kan perasaan 7. Hormati hak
dasar. meningkat. 8. pasien untuk
b. Kekhawatiran 3. Responsif kepada menerima atau
kronis. orang lain menolak
Objektif : meningkat. informasi.
a. Penyalahgunaan zat. 4. Perasaan tertarik 9. Fasilitasi
b. Manipulasi orang pada orang lain menjelaskan
lain untuk meningkat. keputusan
memenuhi 5. Minat melakukan kepada orang
keinginan sendiri. kontak emosi lain.
c. Perilaku tidak meningkat. 10. Informasikan
asertif. 6. Kooperatif dengan alternatif solusi
d. Partisipasi sosial teman sebaya secara jelas.
kurang. meningkat. 11. Berikan
7. Perilaku sesuai 12. informasi yang
usia meningkat. diminta pasien.
Gangguan interaksi sosial Setelah dilakukan Modifikasi
berhubungan dengan intervensi Perilaku
Defisiensi bicara. keperawatan gangguan Keterampilan
interaksisosial dapat Sosial
Definisi : kuantitas dan atau teratasidengan kriteria 1. Identifikasi
kualitas hubungan sosial hasil penyebab
yang kurang atau berlebih. : kurangnya
Interaksi Sosial keterampilan
1. Perasaan nyaman sosial.
Gejala dan Tanda dengan situasisosial 2. Identifikasi
Mayor meningkat fokus pelatihan
Subjektif : keterampilan
a. Merasa tidak sosial.

38
nyaman dengan 2. Perasaan mudah 3. Motivasi untuk
situasi sosial. menerima atau berlatih
b. Merasa sulit mengkomunikasi kan keterampilan
menerima atau perasaanmeningkat. sosial.
mengkomunikasikan 4.Beriumpan
perasaan. 3. Minat melakukan balik positif.
kontak emosi
Objektif : meningkat. Manajemen
a. Kurang responsif Demensia
atau tertarik pada 4. Perasaan tertarik 1. Identifikasi
orang lain. pada orang lain riwayat fisik,
b. Tidak berminat meningkat. sosial, psikologis,
melakukan kontak dan kebiasaan
emosi dan fisik. 5. Perilaku sesuai 2. Orientasikan
Gejala dan Tanda usia. meningkat waktu,tempat dan
Minor orang.
Subjektif : 3.Libatkan
a. Sulit kegiatan induvidu
mengungkapkan atau kelompok
kasih sayang. sesuai
Objektif : kemampuan
a. Gejala cemas berat. kognitif dan
b. Kontak mata minat.
kurang. 4. Anjurkan
c. Ekspresi wajahtidak memperbanyak
responsif. istirahat.
d. Tidak koperatif
dalam bermain dan
berteman.
e. Perilaku tidak
susuai usia.
Gangguan komunikasi Setelah dilakukan Promosi
verbal berhubungan dengan intervensi Komunikasi :

39
gangguan neuromuskuler. keperawatan Defisit Bicara
gangguan komunikasi 1. Monitor
Definisi : penurunan, verbal dapat teratasi kecepatan,
perlambatan, atau ketiadaan dengan kriteria hasil : tekanan,
kemampuan untuk Komunikasi Verbal kualitas,
menerima, memproses, 1. Kemampuan volume,dan
mengirim, dan berbicara bicara.
menggunakan simbol. meningkat. 2. Monitor proses
2. Kemampuan kognitif,
Gejala dan Tanda mendengar anatomis, dan
Mayor meningkat. fisiologis yang
Subjektif : 3. Afasia menurun. berkaitan dengan
(tidak tersedia) 4. Disfasia bicara.
Objektif : menurun. 3. Gunakan
a. Tidak mampu Status Kognitif metode
berbicara atau 1. Komunikasi jelas komunikasi
mendengar. sesuai dengan usia alternatif
b. Menunjukan respon meningkat. 4. Anjurkan bicara
tidak sesuai. 2. Kemampuan perlahan.
membuat keputusan
Gejala dan Tanda meningkat. Promosi
Minor 3. Perhatian komunikasi :
Subjektif : meningkat. Defisit
(tidak tersedia) 4. Konsentrasi Pendengaran
Objektif : meningkat. 1. Periksa
a. Afasia Tingkat Demensia kemampuan
b. Disfasia 1. Kemampuan pendengaran.
c. Apraksia mengikuti 2. Identifikasi
d. Disleksia perintah metode
e. Disatria meningkat. komunikasi yang
f. Afonia 2. Kemampuan disukai pasien.
g. Dislania mengingat 3. Gunakan bahasa
h. Pelo sederhana.

40
i. Gagap peristiwa saat ini 4. Berhadapan
j. Tidak ada kontak meningkat. dengan pasien
mata 3. Kemampuan secara langsung
k. Sulit menyusun mengingat nama selama
kalimat meningkat. berkomunikasi
l. Sulit 4. Kemampuan 5. Hindari
mengungkapkan mempertahankan kebisingan saat
kata-kata percakapan berkomunikasi
m. Disorentasi meningkat.
orang,ruang,
waktu
Gangguan Memori Setelah dilakukan Latihan Memori
berhubungan dengan proses intervensi 1. Identifikasi
penuaan. keperawatan gangguan masalah yang
memoridapat teratasi dialami.
Definisi : ketidakmampuan dengan kriteria hasil : 2. Identifiksi
mengingat beberapa kesalahan
informasi atau perilaku. Memori terhadap
1. Verbalisasi orientasi.
Gejala dan Tanda kemampuan 3. Monitor perilaku
Mayor mempelajari hal danperubahan
Subjektif : baru meningkat. memori selama
a. Melaporkan pernah 2. Verbalisasi terapi.
mengalami kemampuan 4. Stimulasi
pengalaman lupa. mengingat menggunakan
b. Tidak mampu informasi factual memori pada
mempelajari meningkat. peristiwa yang
katerampilan baru. 3. Verbalisasi baru terjadi.
c. Tidak mampu kemampuan
mengingat informasi mengingat Orientasi Realita
faktual. peristiwa 1. monitor
d. Tidak mampu meningkat perubahan
mengingat perilaku. 4. Verbalisasi kognitif dan

41
e. Tidak mampu pengalaman lupa perilaku.
mengingat menurun. 2. Perkenalkan
peristiwa. nama saat
Orientasi Kognitif memulai
Objektif : 1. Identifikasi diri interaksi.
a. Tidak mampu sendiri meningkat. 3. Orientasi orang,
melakukan 2. Indentifikasi orang tempat, dan
kemampuan yang terdekat meningkat. waktu.
dipelajari 3. Identifikasi tempat 4. Hadirkan
sebelumnya. saat ini realita.
meningkat. 5. Sediakan
Gejala dan Tanda 4. Identifikasi hari lingkungan dan
Minor meningkat. rutinitas secara
Subjektif : 5. Identifikasi bulan konsisten.
a. Lupa melakukan meningkat. 6. Atur stimulus
perilaku pada waktu 6. Identifikasi tahun sensorik dan
yang telah meningkat. lingkungan.
dijadwalkan. 7. Berikan waktu
b. Merasa mudah istirahat yang
lupa. cukup.
Objektif : 8. Anjurkan
(tidak tersedia) perawatan
dirisecara
mandiri.

42
LAPORAN PENDAHULUAN
LANSIA DENGAN RESIKO JATUH : VERTIGO

A. 2.1 Konsep Dasar Vertigo

1. Definisi
Vertigo diartikan sebagai suatu perasaan (ilusi) berputar pada diri
penderita. “dizziness” didefinisikan sebagai perasaan ringan pada kepala,
pusing, atau perassan tidak menyenangkan (gelisah/khawatir) di dalam kepala.
(Howard L. Weiner & Lawrence P. Levitt, 2000, p.106)

2. Etiologi
Menurut (Zulfikar 2014) etiologi vertigo yaitu :
a. Keadaan lingkungan
Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
b. Obat- obatan
1) Alkohol
2) Gentamisin
c. Kelainan sirkulasi
Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena
berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri
vertebral dan arteri basiler.
d. Kelainan di telinga
1) Endapan kalsium pada salah satu kanalis semi sirkularis di dalam
telinga bagian dalam (menyebabkan Benigna Paroxysmal
Posisional Vertigo)
2) Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri
3) Herpes zoster
4) Labirinitis (infeksi labirin di dalam telinga)

43
5) Peradangan saraf vestibular
6) Penyakit Meniere
e. Kelainan neurologis
1) Sklerosis multipel
2) Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin,
persarafannya atau keduanya
3) Tumor otak
4) Tumor yang menekan saraf vestibularis.

3. Manifestasi Klinis
Menurut (Izzah baridah 2014) gejala -gejala vertigo meliputi :
a. Pusing
b. Kepala terasa ringan
c. Rasa terapung, terayun
d. Mual
e. Keringat dingin
f. Pucat
g. Muntah
h. Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan
i. Nistagmus

4. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing, (2013, p.31) pemeriksaan
diagnostik vertigo yaitu :
a. Tes Romberg yang dipertajam
Berdiri dengan satu kaki dengan mata terbuka dan kemudian dengan
mata tertutup. Bila seseorang mampu berdiri pada salah satu tungkai
dengan mata tertutup, keseimbangan dapat dianggap normal dan tes
vestibular lainnya tidak perlu dilakukan atau tidak ada manfaatnya.

44
b. Tes Melangkah ditempat (Stepping Test)
Penderita disuruh berjalan ditempat dengan mata tertutup sebanyak 50
langkah. Kedudukan akhir dianggap abnormal jika penderita
beranjak lebih dari satu meter atau badan berputar lebih dari 30
derajat.
c. Salah Tunjuk (post-pointing)
Penderita merentangkan lengannya dan telunjuknya menyentuh
telunjuk pemeriksa, kemudian ia disuruh menutup mata,mengangkat
lengan tinggi-tinggi (sampai fertikal) kemudian kembali kesemula.
d. Manuver Nylen Barang atau Manuver Hallpike
Penderita duduk di tempat tidur periksa lalu direbahkan sampai
kepala bergantung dipinggir tempat tidur dengan sudut 300 kepala
ditoleh kekiri lalu posisi kepala lurus kemudian menoleh lagi
kekanan pada keadaan abnormal akan terjadi nistagmus.
e. Tes Kalori yaitu dengan menyemprotkan air bersuhu 30 derajat
celcius ke telinga penderita
f. Elektronistagmografi
Yaitu alat untuk mencatat lama dan cepatnya nistagmus yang timbul.
g. Posturografi
Yaitu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system
visual, vestibular dan somatosensorik.

45
5. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing, (2013, p.46) Penatalaksanaan


Vertigo yaitu :
a. Vertigo Posisional Benigna (VPB)
Yaitu vertigo yang timbul bila kepala mengambil posisi atau sikap
tertentu.
1) Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat
remisi pada sebagian besar penderita VPB. Latihan inidilakukan
pada pagi hari dan merupakan kagiatan yang pertama pada hari
itu. Penderita duduk dipinggir tempat tidur, kemudian ia
merebahkan dirinya pada posisinya untuk membangkitkan
vertigo posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali ke
posisi duduk / semula. Gerakan ini diulang kembali sampai
vertigo melemah atau mereda. Biasanya sampai 2 atau 3 kali
sehari, tiap hari sampai tidak didapatkan lagi respon vertigo.
2) Obat-obatan : obat anti vertigo seperti Miklisin, Betahistin atau
Fenergen dapat digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu
melakukan latihan atau jika muncul eksaserbasi atau serangan
akut. Obat ini menekan rasa enek (nausea) dan rasa pusing.
Namun ada penderita yang merasa efek samping obat lebih
buruk dari vertigonya sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien
bahwa kelainan ini tidak berbahaya dan dapat mereda sendiri
maka dengan membatasi perubahan posisi kepala dapat
mengurangi gangguan.

46
b. Neurotis Vestibular
Yaitu vertigo yang mendadak dan berat, sering disertai nausea,
muntah dan rasa cemas.
Terapi farmakologi dapat berupa terapi spesifik misalnyapemberian
anti biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada
neurinitis vestibuler lebih meningkat bila pandangan diarahkan
menjauhi telinga yang terkena dan nigtagmus akan berkurang jika
dilakukan fiksasi visual pada suatu tempat atau benda.

c. Penyakit Meniere
Yaitu serangan vertigo yang berulang dan berlangsung dari beberapa
menit sampai beberapa hari, disertai oleh tinitus dan pekak yang
progresif. Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk
penyakit meniere. Tujuan dari terapi medik yang diberi adalah :
1) Meringankan serangan vertigo: untuk meringankan vertigo
dapat dilakukan upaya : tirah baring, obat untuk sedasi, anti
muntah dan anti vertigo. Pemberian penjelasan bahwa serangan
tidak membahayakan jiwa dan akan mereda dapat lebih
membuat penderita tenang atau toleransi terhadap serangan
berikutnya.
2) Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh
menjadi lebih jarang. Untuk mencegah kambuh kembali,
beberapa ahli ada yang menganjurkan diet rendah garam dan
diberi diuretic. Obat anti histamin dan vasodilator mungkin pula
menberikan efek tambahan yang baik.
3) Terapi bedah : diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak
dapat diredakan oleh obat atau tindaka konservatif danpenderita
menjadi infalid tidak dapat bekerja atau kemungkinan
kehilangan pekerjaannya.

47
d. Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)
Yaitu sering mengeluh puyeng dan rasa tidak stabil.
Rasa tidak stabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat
supresan vestibular dengan dosis rendah dengan tujuan
meningkatkan mobilisasi. Misalnya Dramamine, prometazin,
diazepam, pada penderita ini latihan vertibuler dan latihan gerak
dapat membantu. Bila perlu beri tongkat agar rasa percaya diri
meningkat dan kemungkinan jatuh dikurangi.

e. Sindrom Vertigo Fisiologis


Yaitu gejala vertigo yang dianggap fisiologis karena tidak disebabkan
oleh penyakit.
Misalnya mabok kendaraan dan vertigo pada ketinggian terjadi karena
terdapat ketidaksesuaian antara rangsang vestibuler dan visual
yang diterima otak. Pada penderita ini dapat diberikan obat anti
vertigo.

f. Stroke
Yaitu vertigo yang dijumpai pada stroke yang melibatkan batang otak
atau cerebellum, daerah yang didarahi oleh arteria vertebrobalaris.
1) TIA : Transient Ischemic Atack yaitu stroke ringan yang
gejala klinisnya pulih sempurna dalam kurun waktu 24 jam
2) RIND : Reversible Ischemic Neurologi Defisit yaitu
penyembuhan sempurna terjadi lebih dari 24 jam.
3) Meskipun ringan kita harus waspada dan memberikan terapi
atau penanganan yang efektif sebab kemungkinan kambuh
cukup besar, dan jika kambuh bisa meninggalkan cacat.

48
6. Komplikasi
Menurut Zulfikar (2014) komplikasi vertigo :
a. Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan
system syaraf dalam telinga.salah seorang dokter menyampaikan
bahwa ini adalah masalah kronis yang sangat fatal yang mana akan
menimbulkan beberapa gejala seperti vertigo, telinga berdengung,
gangguan pendengaran dan bias juga ada rasa tekanan dalam telinga.

b. Trauma Telinga dan Labirintitis


Trauma telinga atau labirintitis adalah masalah pendengaran berupa
tuli mendadak yang terjadi karena hal lain seperti ledakan atau suara
yang menggangu telinga dalam waktu yang lama misalnya saat anda
dalam perjalanan panjang. Hal ini juga bias sampai menimbulkan
gangguan pada syaraf telinga yang akhirnya anda akan merasakan
sensasi berputar pada pandangan mata anda.

c. Epidemic Atau Akibat Otitis Media Kronika


Adalah masalah serius yang terjadi karena ada peradangan pada
telinga bagian tengah. Masalah peradangan telinga ada 2 level mulai
dari akut sampai kronik. Yang jelas peradangan telinga bisa
menimbulkan komplikasi vertigo pada diri anda. Penyebabnya
adalah bakteri yang merusak telinga bagian dalam dan tengah seperti
streptococcus pneumonia dan ditambah haemophilus
influenza serta moraxella cattarhalis.

49
7. Patofisiologi
Menurut Riki Mulyadi (2015) Patofisiologi vertigo :

Vertigo disebabkan dari berbagai hal antara lain dari otologi seperti meniere,
parese N VIII, otitis media. Dari berbagai jenis penyakit yang terjadi pada
telinga tersebut menimbulkan gangguan keseimbangan pada saraf ke VIII,
dapat terjadi karena penyebaran bakteri maupun virus(otitis media).

Selain dari segi otologi, vertigo juga disebabkan karena neurologik. Seperti
gangguan virus, multiple sklerosis, gangguan serebelum, dan penyakit
neurologik lainnya. Selain saraf ke VIII yang terganggu, vertigo juga
diakibatkan oleh terganggunya saraf III, IV, dan VI yang menyebabkan
terganggunya penglihatan sehingga mata menjadi kabur dan menyebabkan
sempoyongan jika berjalan dan merespon saraf ke VIII dalam
mempertahankan keseimbangan.

Hipertensi dan tekanan darah yang tidak stabil (tekanan darah naik turun).
Tekanan yang tinggi diteruskan hingga ke pembuluh darah di telinga,
akibatnya fungsi telinga akan keseimbangan terganggu dan menimbulkan
vertigo. Begitupula dengan tekanan darah yang rendah dapat mengurangi
pasokan darah ke pembuluh darah di telinga sehingga dapat menyebabkan
parese N VIII.

Psikiatrik meliputi depresi, fobia, ansietas, psikosomatis yang dapat


mempengaruhi tekanan darah pada seseorang. Sehingga menimbulkan
tekanan darah naik turun dan dapat menimbulkan vertigo dengan
perjalanannya seperti diatas. Selain itu faktor fisiologi juga dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan. Karena persepsi seseorang
berbeda-beda.

50
8. Pathways

Gangguan virus, multiple Meniere, otitis media, Peradangan


sklerosis, gangguan serebelum,
infeksi telinga,
dan penyakit neurologik, tumor

Mabuk darat/laut, Jejas

obat-obatan traumatik
Terganggunya saraf
III, IV, dan VI
Gangguan konkusi
Gangguan keseimbangan di labirin
pada syaraf ke VIII

- Mata kabur
- Sempoyongan

Vertigo

Nyeri

Gambar 2.1 Pathway Keperawatan


Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing, (2013), Riki Mulyadi(2015) Kombinasi

51
B. Konsep Dasar Nyeri

1. Definisi

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan
hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan
mengevaluasi perasaan tersebut.(Mubarak, 2008, p.214)

2. Klasifikasi nyeri
Menurut Carpenito (2007, p. 53) nyeri dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Nyeri akut adalah keadaan ketika individu mengalami dan
melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau
sensasi yang tidak menyenangkan selama enam bulan atau
kurang.
Batasan Karakteristik:
1) Mayor (80% - 100%)
Pengungkapan tentang descriptor nyeri
2) Minor (60% - 79%)
a) Mengatupkan rahang atau mengepalkan tangan
b) Perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktivitas
sebelumnya
c) Agitasi
d) Ansietas
e) Peka rangsang
f) Menggosok bagian yang nyeri
g) Mengorok
h) Postur tidak biasanya (lutut ke abdomen)
i) Ketidakaktifan fisik atau imobilitas
j) Gangguan konsentrasi
k) Perubahan pola tidur

52
b. Nyeri kronis adalah keadaan ketika seseorang individu
mengalami nyeri yang menetap berlangsung lebih dari enam
bulan.
Batasan Karakteristik:
1) Mayor (Harus Terdapat)
Individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan
(mungkin satu – satunya pengkajian data yang ada).
2) Minor ( 60% - 79%)
a) Gangguan hubungan social dan keluarga
b) Peka rangsang
c) Ketidakaktifan fisik atau imobilitas
d) Depresi
e) Menggosok bagian yang nyeri
f) Ansietas
g) “Tampilan meringis”
h) Berfokus pada diri sendiri
i) Tegangan otot rangka
j) Pre okupasi somatik
k) Agitasi
l) Keletihan
m) Penurunan libido
n) Kegelisahan

3. Factor yang mempengaruhi nyeri


Nyeri merupakan suatu yang kompleks, banyak faktor yang
mempengaruhi pengalaman nyeri individu yaitu usia, jenis kelamin,
kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, keletihan,
pengalaman nyeri sebelumnya, gaya koping, serta dukungan
keluarga dan sosial ( Potter & Perry, 2005, p.1511).

53
4. Intensitas nyeri
Berat ringannya nyeri sifatnya individual, sehingga digunakan
alat-alat pengkajian nyeri untuk mengetahui persepsi nyeri
seseorang, antara lain :
a. Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10 menurut Smeltzer & Bare
(2001, p.218).

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri Nyeri hebat


nyeri berat
Nyeri ringan nyeri sedang

Gambar 2.2.Skala Nyeri Numeric

b. Skala wajah menurut Potter & Perry (2005, p.1520).

Gambar 2.3.Skala Nyeri Mc. Gill (Skala Faces)

5. Kualitas Nyeri

Terkadang nyeri terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-


tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan klienuntuk
menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat dapat
berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologinyeri serta pilihan
tindakan yang diambil. (Mubarak, 2008, p.214).

54
6. Pola
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi ,dan kekambuhanatau
interval nyeri. Karenanya, perawat perlu mengkaji nyeri dimulai,
berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang,dan kapan
nyeri terakhir muncul. (Mubarak, 2008, p.214)

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan nyeri ada 2 cara yaitu :
a. Tindakan Non Farmakologis
1) Teknik Distraksi
Distraksi mencakup mengalihkan perhatian pasien pada
sesuatu selain pada nyeri, dapat menjadi strategi yang sangat
berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yangbertanggung
jawab terhadap teknik kognitif efektif lainnya.Distraksi diduga
dapat menurun kan persepsi nyeri dengan menstimulasi system
control desenden, yang mengakibat kan lebih sedikit stimulus
nyeri yang di transmisikan ke otak (Potter & Perry, 2006,
p.1527). Teknik distraksi yang dapat dilakukan : Menonton
televisi, berbincang – bincang dengan orang lain,
mendengarkan musik.

2) Teknik Relaksasi
Teknik relaksasi yang dilakukan yaitu menganjurkan pasien
untuk menarik nafas dalam dan mengisi paru – paru dengan
udara, menghembuskannya secara perlahan, melemaskan otot
– otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal
yang sama sambil terus berkonsentrasi hingga didapat rasa
nyaman, tenang, dan rileks(Potter & Perry, 2006, p.1527)

55
3) Teknik Imajinasi
Teknik imajinasi yaitu klien menciptakan kesan dalampikiran,
berkonsentrasi pada kesan tersebut misalnya membayangkan
pemandangan, sehingga secara bertahap klien merasakan nyerinya
berkurang. (Potter & Perry, 2006, p. 1527).
b. Tindakan farmakologik
Menurut Potter & Perry (2006, p. 1527) pemberian obat analgetik,
yang dilakukan guna mengganggu atau memblok transmisi
stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi
nyeri. Jenis analgetik nya adalah:

1) Narkotika
Digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan menimbulkan
depresi pada fungsi vital, seperti respirasi.
2) Bukan narkotika
Golongan Aspirin (asety salicylic acid) digunakan untuk
memblok rangsangan pada sentral dan perifer. Golongan
Asetaminofen sama seperti Aspirin, akan tetapi tidak
menimbulkan perubahan kadar protombin dan jenis Nonsteroid
Anti Inflamatory Drug (NSAID)

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien
(Nursalam 2009, p.17).
Menurut Arif Muttaqin (2008, p.260) pengkajian identitas pasien,
meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,

56
status perkawinan, pendidikan, tanggal dan jam masuk rumah sakit, dan
diagnose medis.
Menurut Riki Mulyadi (2015)
a. Aktivitas / Istirahat
Letih, lemah, malaise, keterbatasan gerak, ketegangan mata, kesulitan
membaca, insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala,
sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau
karena perubahan cuaca.
b. Sirkulasi
Riwayat hypertensi, denyutan vaskuler, misal daerah temporal, pucat, wajah
tampak kemerahan
c. Integritas Ego
Faktor faktor stress emosional/lingkungan tertentu, perubahan
ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi, kekhawatiran,
ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala, mekanisme refresif/dekensif
(sakit kepala kronik)
d. Makanan dan cairan
Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang, keju,
alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus, hotdog, MSG
(pada migrain), mual/muntah, anoreksia (selama nyeri), penurunan berat
badan
e. Neurosensoris
Pening, disorientasi (selama sakit kepala), riwayat kejang, cedera kepala yang
baru terjadi, trauma, stroke, aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus, perubahan
visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis, parastesia,
kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore, perubahan pada pola
bicara/pola pikir, mudah terangsang, peka terhadap stimulus, penurunan
refleks tendon dalam, papiledema.
f. Nyeri/ kenyamanan
Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain,
ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis, nyeri,

57
kemerahan, pucat pada daerah wajah, fokus menyempit, fokus pada diri
sendiri, respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah,
otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
g. Keamanan
Riwayat alergi atau reaksi alergi, demam (sakit kepala), gangguan cara
berjalan, parastesia, paralisis, drainase nasal purulent (sakit kepala pada
gangguan sinus).
h. Interaksi sosial
Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan
dengan penyakit
i. Penyuluhan/ Pembelajaran
Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga, penggunaan
alkohol/obat lain termasuk kafein, kontrasepsi oral/hormone, menopause.

2. Diagnosa keperawatan
Nyeri akut terjadi setelah cedera akut , penyakit, atau intervensi bedah
dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi dan
berlangsung untuk waktu singkat.
Diagnosa keperawatan yang akan muncul adalah nyeri akut berhubungan
dengan peradangan, ditandai dengan mual, muntah, merintih, tekanan darah
naik, wajah menahan nyeri (Nurarif & Kusuma, 2015, p.130)

3. Perencanaan keperawatan
Intervensi disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada,
sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SMART. Spesifik (jelas
atau khusus) measureble (dapat diukur), achievable ( tujuan harus dapat
tercapai) rasional (dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah), time (batasan
waktu yang jelas) (Nursalam, 2009, p.24).

Masalah nyeri tidak dapat diatasi dalam waktu singkat dan perlu
penanganan terlebih dahulu karena nyeri berhubungan dengan kebutuhan
fisiologis, rasa nyaman dan harus terpenuhi (Potter & Perry, 1999, p.1526).

58
Selama 24 sampai 28 jam pertama, perhatian ditujukan pada pemberian
peredaan nyeri dan pencegahan komplikasi (Smeltzer& Bare , 2001, p.218).

Nurarif & Kusuma (2015 : 299-300) menyatakan intervensi


keperawatan pada klien yang mengalami nyeri antara lain :
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi.
Rasional : untuk mengetahui skala nyeri
b) Gunakan teknik komunikasi terapeutik.
Rasional : untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien dan menciptakan
suasana relaks.
c) Kaji tanda-tanda vital.
Rasional : untuk memantau tanda-tanda vital
d) Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi.
Rasional : untuk mengurangi nyeri
e) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Rasional : untuk mengurangi nyeri
f) Evaluasi keefektifan control nyeri.
Rasional : untuk mengetahui keefektifan mengontrol nyeri
g) Berikan posisi nyaman sesuai dengan klien.
Rasional : mengetahui tingkat penurunan nyeri untuk sembuh

4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan. Perawat memberi dan memantau terapi yang
diprogramkan untuk menghilangkan rasa nyeri baik sesuai terapi yang
diprogramkan dokter maupun secara mandiri (Potter & Perry, 1999,
p.1527).

59
5. Evaluasi
Evaluasi nyeri merupakan salah satu dari berbagi tanggung jawab
keperawatan yang membutuhkan pemikiran kritis yang efektif. Perawat harus
melakukan observasi dengan penuh perhatian dan mengetahui respons yang
akan di antisipasi berdasarkan jenis terapi nyeri. Perawat harus secara kontinu
mempertimbangkan karakter perubahan nyeri yang klien alami ada terapi secara
individual itu efektif atau tidak (Potter & Perry, 1999)

60
LAPORAN PENDAHULUAN LANSIA
DENGAN PENYAKIT KRONIS: HIPERTENSI

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg.
Menurut WHO, tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi.

2. Klasifikasi
1) Klasifikasi hipertensi menurut WHO dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Tingkat I yaitu tekanan darah meningkat tanpa gejala dari gangguan atau
kerusakan kardiovaskuler.
b. Tingkat II yaitu tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler,
tetapi yanpa adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau
organ lain.
c. Tingkat III yaitu tekanan darah meningkat dengan gejala-gejala yang
jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari target organ.
2) Klasifikasi hipertensi menurut JVC VII, sebagai berikut :
a. Kategori tekanan sistolik (mmHg) tekanan distolik (mmHg)
b. Normal < sbp = “sistole” pressure= “DBP”>= 160 dan DBP >=100
mmHg.
3) Klasifikasi hipertensi menurut TIM POKJA RS Harapan kita Jakarta, yaitu
sebagai berikut :
a. Hipertensi ringan yaitu tekanan darah diastolik 90-100 mmHg
b. Hipertensi sedang yaitu tekanan darah diastolik 105-114 mmHg
c. Hipertensi berat yaitu tekanan darah diastolik >115 mmHgg.
d. Hipertensi maligna/krisis yaitu tekanan darah diastolik > 120 mmHg,
yang disertai gangguan fungsi target organ.
e. Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah sistolik >160 mmHg. Hipertensi
sistolik dibagi menjadi 2 yaitu hipertensi emergensi akut yaitu hipertensi
yang membahayakan jiwa, terjadi karena disfungsi atau kerusakan organ
target. yang kedua yaitu hipertensi urgensi merupakan hipertensi berat
tanpa ada gangguan organ target akan tetapi tekanan darah perlu

61
diturunkan dengan segera atau secara bertahap dalam waktu 24-48 jam,
sebab penurunan tekanan darah dengan cepat akan mengakibatkan efek
ischemik pada organ target.
4) Klasifikasi hipertensi pada lansia berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan
menjadi 2 golongan besar yaitu :
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya.
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.

5) Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan


rekomendasi dari “The Sixth Report of The Join National Committee,
Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure” sebagai
berikut:
No Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)
1. Opt imal <120 <80
2. Normal 120 – 129 80 – 84
3. High Normal 130 – 139 85 – 89
4. Hipertensi
Grade 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Grade 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
Grade 3 (berat) 180 – 209 100 – 119
Grade 4 (sangat berat) >210 >120

3. Etiologi
Penyebab hipertensi pada lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan
pada :
1) Elastisitas dinding aorta menurun
2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi
5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

62
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-
data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1) Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi.

2) Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:


a. Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
b. Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
c. Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )

3) Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :


a. Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alkohol
f. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :


1) Ginjal
a. Glomerulonefritis
b. Pielonefritis
c. Nekrosis tubular akut
d. Tumor
2) Vascular
a. Aterosklerosis
b. Hiperplasia
c. Trombosis

63
d. Aneurisma
e. Emboli kolesterol
f. Vaskulitis
3) Kelainan endokrin
a. DM
b. Hipertiroidisme
c. Hipotiroidisme
4) Saraf
a. Stroke
b. Ensepalitis
c. SGB
5) Obat-obatan
a. Kontrasepsi oral
b. Kortikosteroid

4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan
dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I

64
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteribesar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer. Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan
adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak
dikompresi oleh cuff sphygmomanometer.

65
Pathway

umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas , arteriosklerosis

hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak ginjal Pembuluh darah Retina

Resistens Suplai O2otak Vasokonstriksi pembuluh darahginjal


i menurun
pembulu
h darah sinkop Blood flowmunurun
otak

Nyeri Gangguan Respon RAA


kepala pola tidur Gangguan
Nyeri dada Resti injuri
perfusi
jaringan
Fatique
Penurunan curah
Rangsang jantung
aldosteron
Intoleransi
aktifitas
Retensi Na

edema

66
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Jantung berdebar-debar
e. Gelisah
f. Penglihatan kabur
g. Vertigo (dunia terasa berputar)
h. Mual
i. Muntah
j. Kelemahan otot
k. Epistaksis (mimisan)
l. Kesadaran menurun

6. Pemeriksaan Penunjang
1) Hemoglobin / hematocrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor– factor resiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
a. BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal
b. Glukosa
Hiperglikemi ( diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).
c. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab)atau
menjadi efek samping terapi diuretik.
d. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
e. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya
pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
f. Pemeriksaan tiroid

67
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
g. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
a) Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanyadiabetes.
b) Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
c) Steroid urin
Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
h. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal,
batu ginjal / ureter
i. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
j. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
k. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.

7. Penetalaksanaan Medis
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1) Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai
tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini
meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

68
c) Penurunan berat badan
d) Penurunan asupan etanol
e) Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi
adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
a) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain
b) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik
atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
c) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona
latihan
d) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x
perminggu
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
a) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada
subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh
subyek dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai
untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga
untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
b) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita
untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
c) Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2) Terapi dengan Obat

69
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi
juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita
dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan
seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite
Dokter Ahli Hipertensi ( Joint National Committee On Detection, Evaluation
And Treatment Of High Blood Pressure, Usa, 1988) menyimpulkan bahwa
obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan
penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. Pengobatannya meliputi
:
a. Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b. Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
a) Dosis obat pertama dinaikkan
b) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
c) Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker,
Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
c. Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh
a) Obat ke-2 diganti
b) Ditambah obat ke-3 jenis lain
d. Step 4 : Alternatif pemberian obatnya
a) Ditambah obat ke-3 dan ke-4
b) Re-evaluasi dan konsultasi
3) Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat,
dokter) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan
adalah sebagai berikut :
a. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan
darahnya.
b. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan
darahnya.

70
c. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun
bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas
d. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya
tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanyadapat
diketahui dengan mengukur memakai alat tensimeter.
e. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu.
f. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita.
g. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
h. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau
keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah.
i. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x
sehari atau 2 x sehari.
j. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek
samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi.
k. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau
mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas
maksimal.
l. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
m. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering.
n. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
o. Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat
diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan
pelaksanaan pengobatan hipertensi.

71
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (Pada hipertensi lansia laki-laki lebih sering
menderita), umur (karena bertambahnya usia maka TD semakin meningkat
disebabkan oleh penurunan fungsi organ), alamat, agama, ras/suku bangsa
(Hipertensi lebih sering terjadi pada ras kulit hitam dari pada putih), bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, no. Register,
tanggal masuk rumah sakit, alasan berobat ke fasilitas kesehatan serta
harapan klien.
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Biasanya lansia dengan hipertensi akan mengeluhkan pusing dan nyeri pada
kepala.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk menunjang
keluhan utama klien. Tanyakan dengan jelas tentang gejala yang timbul
seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada
pengkajian klien hipertensi biasanya didapatkan keluhan mengalami pusing
dan nyeri kepala.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah di alami klien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah
klien mengalami DM, stres adanya kelainan jantung, adakah riwayat merokok
dll.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada klien apakah ada anggota kelaurga yang mempunyai riwayat
penyakit yang sama/hipertensi, DM dll.

72
c. Pola Fungsi Menurut Gordon
a) Aktivitas / istirahat
Gejala :
Kelemahan, letih, napas pendek dan gaya hidup monoton
Tanda :
Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
b) Sirkulasi
Gejala :
Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup,
penyakit serebrovaskuler
Tanda :
Kenaikan TD, Nadi : denyutan jelas, Frekuensi / irama : takikardia, berbagai
disritmia, Bunyi jantung murmur, Distensi vena jugularis, Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin ( vasokontriksi perifer ), pengisian
kapiler mungkin lambat.
c) Integritas Ego
Gejala :
Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor
stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )
Tanda :
Letupan suasana hati, Gelisah, Penyempitan kontinue perhatian, Tangisan
yang meledak, otot muka tegang ( khususnya sekitar mata ), Peningkatan pola
bicara
d) Eliminasi
Gejala :
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit
ginjal )
e) Makanan / Cairan
Gejala :
Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak
dan kolesterol, mual, muntah, riwayat penggunaan diuretik
Tanda :

73
BB normal atau obesitas, edema, kongesti vena, peningkatan JVP,glikosuria
f) Neurosensori
Gejala :
Keluhan pusing / pening, sakit kepala, episode kebas, kelemahan pada satu
sisi tubuh, gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia ), episode
epistaksis
Tanda :
Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori
( ingatan ), Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman, Perubahan
retinal optik
g) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
Nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen
h) Pernapasan
Gejala :
Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda :
Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan ( krekles, mengi ), sianosis
i) Keamanan
Gejala :
Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda :
Episode parestesia unilateral transien
j) Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM ,
penyakit serebrovaskuler, ginjal, faktor resiko etnik, penggunaan pil kb atau
hormon lain, penggunaan obat / alkohol.

74
2. Diagnosa
1) Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
3) Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan
dengan adanya tahanan pembuluh darah.
4) Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output
5) Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala
6) Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya
hipertensi yang diderita klien
7) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit.

75
3. Intervensi
No.Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 1. Untuk mengalihkan rasa nyeri.
Tujuan : 1. Berikan tindakan nyaman, misalnya 2. Untuk mengurangi rasa nyeri klien.
pijatan punggung, ciptakan lingungan 3. Untuk membantu meringankan
Setelah dilakukan tindakan yang tenang. kecemasan klien
keperawatan selama ...x24 jam 2. Ajarkan tekhnik relaksasi, distraksi. 4. Untuk meningaktkan kesehatan
diharapkan nyeri bisa teratasi. 3. Kontrol lingkungan yang dapat tubuh.
mempengaruhi nyeri seperti suhu, 5. Untuk mengetahui keadaan umum
Kriteria Hasil: pencahayaan dan kebisingan. klien
1. Klien tampak rileks. 4. Anjurkan untuk meningkatkan istirahat. 6. Untuk mengurangi rasa nyeri klien
2. Klien mampu 5. Monitor tanda-tanda vital
tidur/istirahat dengan 6. Kolaborasi pemberian obat nyeri.
tenang.
3. Klien tidak gelisah, tidak
merintih

2 Setelah di lakukan tindakan 1. Auskultasi TD: di bandingkan kedua 1. Hipotensi dapat terjadi sampai
keperawatan selama...x24 jam di lengan, ukur dalam keadaan berbaring, dengan dispungsi vertikel, hipertensi
harapkan penurunan curah jantung dudu, atau berdiri bila memungkinkan . juga penomena umum sampai dengan
tidak terjadi dengan kreteria hasil: 2. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi . nyeri cemas pengeluaran
1. Stabilitas hemodinamik 3. Catat murmur katekolamin.
baik (tekanan darahdalam 4. Pantau frekuensi jantung dan irama 2. Penurunan curah jantung
batas normal). 5. Kolaborasi berikan O2 tambahan sesuai mengakibatkan menurunnya
2. Curah jantung kembali indikasi kekuatan nadi.
meningkat 3. Menunjukkan gangguan aliran darah
3. Input dan outpt sesuai dalam jantung (kelainan katub,
4. Tidak menunjukkan kerusakan septum, atau pebrasi otot
tanda-tanda disritmia papilar).
4. Perubahan frekuensi dan irama
jantung menunjukan komplikasi
disritmia.
5. Oksigen yang dihirup akan lansunng
meningkatakan saturasi oksigen
darah.

3 1. Mengetahui keadaan umum pasien.


Setelah di lakukan tindakan NIC 2. Mengetahui adanya resiko peningkatan
keperawatan selama...x24 jam di TIK
harapkan perfusi jaringan serebral Circulatory care 3. Mengetahui adanya resiko peningkatan
teratasi dengan kreteria hasil: TIK
1. Monitor vital sign
2. Monitor status neurologi 4. Peningkatan aliran vena dari kepala
3. Monitor status hemodinamik menyebabkan penurunan TIK
NOC Outcome : 4. Posisikan kepala klien head Up 30o 5. Mengurangi edema cerebri
5. Kolaborasi pemberian manitol sesuai order
- Perfusi jaringan cerebral
- Balance cairan

Client Outcome :

- Vital sign membaik


Fungsi motorik sensorik membaik
4 1. Berikan lingkungan yang aman misalnya 1. menghindari cedera akibat kecelakaan
Setelah dilakukan tindakan menaikkan restrain, menggunakan atau terjatuh.
keperawatan selama ...x24 jam, pegangan tangga pada toilet. 2. istirahat dianjurkan untuk mencegah
pasien dapat melakukan aktivitas 2. Pertahankan istirahat tirah baring atau kelelahan dan mempertahankan
yang dapat ditoleransi dengan duduk. kekuatan.
kriteria hasil : mendemonstrasikan 3. Kolaborasi : konsul dengan fisioterapi. 3. Berguna dalam memformulasikan
perilaku yang memungkinkan program latihan.
melakukan aktivitas

5 1. Kaji pola tidur pasien 1. Mengkaji pola tidur pasien


Setelah dilakukan perawatan 2. Kondisikan suasana lingkungan yang 2. Mengkondisikan suasana lingkungan
selama ..x24 jam klien dapat tenang dan kondusif yang tenang dan kondusif
menyesuaikan pola tidur dengan 3. Beri minum air hangat kepada pasien 3. Memberikan minum air hangat kepada
kebutuhan istirahatnya sebelum tidur pasien sebelum tidur
4. Ajarkan pasien untuk melakukan relaksasi 4. Mengajarkan pasien untuk melakukan
sebelum tidur untuk mengurangi nyeri relaksasi sebelum tidur untuk
Kriteria hasil : 5. Beri obat analgesik mengurangi nyeri
5. Memberikan obat analgesic
1. Pasien mengatakan tidurnya
cukup
2. Pasien mengatakan tidurnya
nyenyak karena nyeri di
kepala berkurang
6 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tingkat kecemasan 1. Mengetahui tingkat kecemasan klien.
keperawatan selama …x24 jam 2. Jelaskan dengan sederhana tentang 2. Untuk mengurangi tingkat kecemasan
diharapkan ansietas bisa teratasi. tindakan yang akan di lakukan tujuan, klien
Kriteria Hasil : manfat. 3. Mengurangi kecemasan
1. Klien Tidak cemas lagi. 3. Berikan reinforcement untuk prilaku yang 4. Persepsi klien mempengaruhi
2. Klien rileks Dan tidak bingung positif. intensitas cemasnya
lagi 4. Kaji respon psikologis klien terhadap 5. Perubahan tanda vital menimbulkan
3. Klien dapat mengungkapkan kehamilan perubahan pada respon fisiologis
secara verbal rasa cemasnya 5. Kaji respon fisiologis klien( takikardia, 6. Ungkapan perasaan dapat mengurangi
dan mengatakan perasaan takipnea, gemetar ) cemas
cemas berkurang atau hilang. 6. Bantu klien mengidentifikasi rasa 7. Untuk meminimalisir kecemasan
cemasnya 8. Keluarga bisa membuat klien lebih
7. Jelaskan pentingnya keluarga pada masa merasa lebih nyaman.
kehamilan 9. Meningkatkan kepercayaan klien.
8. Libatakan keluarga untuk mendampingi 10. Mengidentifikasi peneyebab
klien kecemasan
9. Gunakan pendekatan yang
menyenangkan
10. Dorong klien untuk mrngungkapkan
perasaan, ketakutan dan persepsi
7 1. Memberikan pengetahuan dimana klien
Setelah dilakukan tindakan NIC dapat membuat pilihan berdasarkan
keperawatan selama 3x24 jam informasi dan kesempatan untuk
diharap pengetahuan pasien 1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit dan menjelaskan kesalahan konsepsi
bertambah dengan harapan masa datang. mengenai situasi individu
2. Kaji program diet sesuai individual.
2. Informasi yang jelas dapat
Kriteria hasil: 3. Jelaskan secara singkat dan sederhana
meningkatkan kerjasama klien dan
mengenai:
keluarga dalam proses keperawatan
1. Melakukan prosedur - Pengertian hiperetensi 3. Menambah pengetahuan klien.
yang diperlukan. 4. Untuk menghindariterjadinya
2. Memulai perubahan gaya - Penyebab hipertensi kekambuhan.
hidup. 5. Untuk mencegah resiko terjadinya
3. Ikut serta dalam proses - Tanda dan gejala
hipertensi.
keperawatan. - Penanganan hipertensi

- Pencegahan hipertensi

4. Diskusikan program obat -obatan hindari obat


yang dijual bebas dan membaca semua label
produk/kandungan dalam makanan.
5. Diet rendah garam dan mengindari alkohol
dan merokok.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi
5. Evaluasi
1) Nyeri ( sakit kepala ) dapat teratasi
2) Penurunan curah jantung dapat tertasi.
3) Resiko perubahan perfusi jaringan tidak terjadi.
4) Intoleransi aktifitas tidak terjadi.
5) Gangguan pola tidur teratasi.
6) Kecemasan/ansietas terarasi.
7) Kurangnya pengetahuan teratasi.

80
LAPORAN PENDAHULUAN

LANSIA PENDERITA PENYAKIT KRONIS DENGAN PM: TB PARU

1. Pengertian Tuberkulosis Paru

Tuberculosis paru adalah penykit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium

Tuberculosis) yang sebagian besar kuman Tuberkulosis menyerang

paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh lainnya.

Kuman tersebut berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus

yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut

juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA) dan cepat mati jika terpapar

sinar matahari langsung namun dapat bertahan hidup beberapa jam

di tempat yang gelap dan lembab (Muttaqin, 2012).

Tuberculosis (TBC) adalah infeksius kronik yang biasanya

mengenai paru- paru yang disebabkan oleh Mycobacterium

Tuberculosis. Bakteri ini ditularkan oleh droplet nucleus, droplet

yang ditularkan melalui udara dihasilkan ketika orangterinfeksi

batuk, bersin, berbicara atau bernyanyi (Priscilla, 2012).

2. Etiologi Tuberkulosis Paru

Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman berbentuk

batang yang berukuran dengan panjang 1-4 mm dan dengan tebal

0,3-0,6 mm. sebagian besar komponen M. tuberculosis adalah

berupa lemak atau lipid sehingga kuman mamputahan terhadap

asam serta sangat tahan dengan zat kimia dan factor fisik.

Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yaitu menyukai daerah

81
yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang

tinggal di daerah apeks paru-paru

yang dimana terdapat kandungan oksigen yang tinggi. Daerah

tersebut menjadi daerah yang kondusif untuk penyakit

Tuberkulosis (Somantri, 2008).

Kuman ini tahan pada udara kering maupun dalam keadaan

dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi

karena kuman pada saat itu berada dalam sifat dormant. Dari sifat

dormant ini kuman dapat bangkit dari tidurnya dan menjadikan

tuberculosis aktif kembali. Tuberculosis paru merupakanpenyakit

infeksi pada saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut

masuk kedalam jaringan paru melalui saluran nafas (droplet

infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)

selanjutnya menyerang kelenjar getah bening setempat dan

terbentuklah primer kompleks (ranke), keduanya ini dinamakan

tuberculosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan

mengalami penyembuhan. Tuberculosis paru primer, peradangan

terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadapbasil

mikobakterium. Tuberculosis yang kebanyakan didapatkan pada

usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberculosis post primer

(reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi

penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan

spesifik terhadap basil tersebut (Abdul, 2013).

82
3. Patofisiologi Turbekulosis Paru
Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara secara

langsung dari penderita penyakit tuberculosis kepada orang lain.

Dengan demikian, penularan penyakit tuberculosis terjadi melalui

hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular

(terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang

kerja yang sama. Penyebaran penyakit tuberculosis sering tidak

mengetahui bahwa ia menderita sakit tuberculosis. Droplet yang

mengandung basil tuberculosis yang

dihasilkan dari batuk dapat melayang di udara sehingga kurang

lebih 1 - 2 jam tergantung ada atau tidaknya sinar matahari serta

kualitas ventilasi ruangan dan kelembaban. Dalam suasana yang

gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampaiberhari-hari bahkan

berbulan-bulan. Jika droplet terhirup oleh orang lain yang sehat,

maka droplet akan masuk ke system pernapasan dan terdampar

pada dinding system pernapasan. Droplet besar akan terdamparpada

saluran pernapasan bagian atas, sedangkan droplet kecil akan masuk

ke dalam alveoli di lobus manapun, tidakada predileksi lokasi

terdamparnya droplet kecil. Pada tempat terdamparnya, basil

tuberculosis akan membentuk suatu focus infeksi primer berupa

tempat pembiakanbasil tuberculosis tersebut dan tubuh penderita

akan memberikan reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi tersebut akan

menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah

limfokinase yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang

macrofage, sehingga berkurang atau tidaknya jumlah kuman

83
tergantung pada jumlah macrophage. Karena fungsi dari macrofage

adalah membunuh kuman atau basil apabila prosesini berhasil dan

macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan

tubuhnya akan meningkat. Apabila kekebalan tubuhnya menurun

pada saat itu maka kuman tersebut akan bersarang di dalam jaringan

paru- paru dengan membentuk tuberkel (biji-biji kecil sebesar

kepala jarum). Tuberkel lama-kelamaan akan bertambah besar dan

bergabung menjadi satu dan lama-lama akan timbul perkejuan di

tempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis tersebut

dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh

darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe).

(Djojodibroto, 2014).

3. Tanda dan Gejala Tuberkulosis Paru

Tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yang artinya

suatu penyakityang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit

lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam.

Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga

diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik (Muttaqin,2012).

Gejala klinik Tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi 2

golongan yaitu gejalarespiratorik dan gejala sistemik :

a. Gejala Respiratorik, meliputi :

1) Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan gejala ini banyak

ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk

84
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat

batuk dimulai dari batuk kering (non produktif)kemudian setelah

timbul peradangan kemudian menjadi produktif (menghasilkan

sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan yang selanjutnya

adalah batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah

yang pecah.

2) Batuk darah

Pada saat baruk darah yang dikeluarkan yaitu dahak

bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah,

gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.

Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat

ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh

darah yang pecah. Gejala klinis Haemoptoe :

Kita harus memastikan bahwa perdarahan tersebut dari

nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :

a) Batuk darah

(1) Darah dibatukkan dengan rasa panas ditenggorokkan.

(2) Darah berbuih bercampur udara.

(3) Darah segar berwarna merah muda.

(4) Darah bersifat alkalis.

(5) Anemia kadang-kadang terjadi.

(6) Benzidin test negative.

b) Muntah darah

(1) Darah dimuntahkan dengan rasa mual.

85
(2) Darah bercampur sisa makanan.

(3) Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung.

(4) Darah bersifat asam.

(5) Anemia sering terjadi.

(6) Benzidin test positif.

c) Epistaksis

(1) Darah menetes dari hidung.

(2) Batuk pelan kadang keluar.

(3) Darah berwarna merah segar.

(4) Darah bersifat alkalis.

(5) Anemia jarang terjadi.

3) Sesak nafas

Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,

dimanainfiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru.

Gejala ini ditemukan apabila

terjadi kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal

yang menyertaiseperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan

lain-lain.

4) Nyeri dada

Nyeri dada pada Tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritic


yang ringan.

Gejala nyeri dada ini timbul apabila system persarafan di pleura terkena.

b. Gejala Sistemik, meliputi :

1) Demam

86
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Namun

kadang-kadang panas bahkan dapat mencapai 40-41ºC. Keadaan ini

sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat

ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk. Demam

merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore

hari danmalam hari mirip dengan deman influenza, hilang timbul

dan semakin lama semakin panjang serangannya sedangkan masa

bebas serangan semakin pendek.

2) Gejala sistemik lain

Gejala sistemik lainnya adalah keringat malam, anoreksia,

penurunan berat badan serta malaise (gejala malaise sering

ditemukan berupa : tidak nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri

otot, dll). Timbulnya gejala ini biasanya berangsur- angsur dalam

beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi penampilan akut

dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga

timbul menyerupai gejala pneumonia (naga, S , 2012).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyakit Tuberkulosis Paru

Kondisi social ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin dan

faktor toksis pada manusia merupakan faktor penting dari penyebab

penyakit tuberculosis yaitu

sebagai berikut (Naga, 2014) :

a. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam penularan

87
penyakit Tuberkulosis yaitu kaitannya dengan kondisi rumah,

kepadatan hunian, lingkungan perumahan, serta lingkungan dan

sanitasi tempat bekerja yang buruk. Semua faktortersebut dapat

memudahkan penularan penyakit tuberculosis.

b. Faktor social ekonomi

Pendapatan keluarga juga sangat mempengaruhi penularan

penyakit tuberculosis karena dengan pendapatan yang kecil

membuat orang tidak dapat hidup dengan layak seperti tidak

mampu mengkonsumsi makanan yang bergizi dan memenuhi

syarat-syarat kesehatan.

c. Status gizi

Kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi, dan lain-lain

(malnutrisi), akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang,

sehingga rentan terhadap berbagai penyakit termasuk tertular

penyakit tuberculosis paru. Keadaan ini merupakan faktor penting

yang berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa

maupunanak-anak.

d. Umur

Penyakit tuberculosis paru ditemukan pada usia muda atau

usia produktif, dewasa, maupun lansia karena pada usia produuktif

orang yang melakukan kegiatan aktif tanpa menjaga kesehatan

berisiko lebih mudah terserang tuberkulosis. Dewasaini, dengan

terjadinya transisi demografi akan menyebabkan usia harapan

hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut atau lebih

88
dari 55 tahun, system

imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap

berbagai penyakittermasuk penularan penyakit tuberculosis.

e. Jenis kelamin

Menurut WHO penyakit tuberculosis lebih banyak di derita

oleh laki-laki daripada perempuan, hal ini dikarenakan pada laki-

laki lebih banyak merokok dan minum alcohol yang dapat

menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga wajar jika perokok

dan peminum beralkohol sering disebut agen dari penyakit

tuberculosis paru.

5. Pencegahan penyakit Tuberkulosis Paru

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah

terjangkitnya penyakit tuberculosis paru. Pencegahan-pencegahan

berikut dapat dilakukan oleh penderitaa, masyarakat, maupun

petuhas kesehatan (Naga, 2014) :

a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan

menutup mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak

sembarangan tempat.

b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan

meningkatkan ketahanan terhadap bayi yaitu dengan

memberikan vaksinasi BCG.

c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan

memberikan penyuluhan tentang penyakit tuberculosis, yang

meliputi gejala, bahaya dan akibat yang ditimbulkannya

89
terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.

d. Petugas kesehatan juga harus melaukan pengisolasian dan

pemeriksaan terhadaporang-orang yang terinfeksi, atau dengan

memberikan pengobatan khusus kepada penderita tuberculosis

ini. Pengobatan dengan cara menginap di rumah sakit hanya

dilakukan oleh penderita dengan katagori berat dan memerlukan

pengembangan program pengobatannya, sehingga tidak

dikehendaki pengobatan jalan.

e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melakukan

desinfeksi, seperticuci tangan, kebersihan rumah yang ketat,

perhatiah khusus terhadapmuntahan atau ludah anggota keluarga

yang terjangkit penyakit tuberculosis (piring, tempat tidur,

pakaian) dan menyediakan ventilasi rumah dan sinar matahari

yangcukup.

f. Melakukan imunisasi pada orang-orang yang melakukan kontak

langsung dengan penderita, seperti keluarga perawat, dokter,

petugas kesehatan dan oranglain yang terindikasi, dengan vaksin

BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.

g. Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang yang terindikasi.

Perlu dilakukanTes Tuberkulin bagi seluruh anggota keluarga.

Apabila cara ini menunjukkan hasil negative, perlu diulang

pemeriksaan tiap bulan delama 3 bulan dan perlu penyelidikan

intensif.

90
h. Dilakukan pengobatan khusus. Pada penderita dengan TBC aktif

diperlukan pengobatan yang tepat, yaitu obat-obatan kombinasi

yang telah ditetapkan oleh dokter untuk diminum dengan tekun

dan teratur, selama 6-12 bulan. Perlu diwaspadai adanya resisten

terhadap obat-obat, maka dilakukan pemeriksaan penyelidikan

oleh dokter.

6. Pengobatan Tuberkulosis Paru

a. Farmakologi

1) Tujuan Pengobatan Tuberkulosis


Tujuan pengobatan pada penderita Tuberkulosis paru selain

untuk menyembuhkan atau mengobati penderita juga dapat

mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi

terhadap OAT serta memutuskan mata rantaipenularan.

Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam

bentuk paket yaitudengan tujuan untuk memudahkan pemberian

obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai

selesai. Satu paket obat untuk satu pasien dalam satu masa

pengobatan. Kombinasi Dosis Tetap (KDT) mempunyai beberapa

keuntungan dalam pengobatan TB yaitu (Departemen Kesehatan,

2011):

a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga

menjamin efektifitasobat dan mengurangi efek samping.

b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan

resiko terjadinyaresistensi obat ganda dan mengurangi

91
kesalahan penulisan resep.

c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga

pemberian obat menjadisederhana dan meningkatkan

kepatuhan pasien.

2) Obat-obat anti Tuberkulois

a) Obat-obat primer

Obat-obatan ini paling efektif dan paling rendah

toksisitasnya, tetapi dapat menimbulkan resistensi dengan cepat

bila digunakan sebagai obat tunggal. Oleh karena itu, terapi ini

selalu dilakukan dengan kombinasi dari 2-4 macam obat untuk

kuman tuberculosis yang sensitif. Berikut obat anti tuberculosis

yang termasuk obat-obat primer adalah (Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia(BPOM RI), 2017) :

(1) Isoniazid
Isoniazid (INH) merupakan devirat asam isonikotinat yang

berkhasiat untuk obat tuberculosis yang paling kuat terhadap

Mycobacterium tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat

bakterisid terhadap basil yang tumbuh pesat. Efeksamping dari

isoniazid adalah mual, muntah, demam, hiperglikemia, dan neuritis

optic.

(2) Rifampisin

Rifampisin adalah sebuah golongan obat antibiotic yang

banyak dipakai untuk menanggulangi infeksi Mycobacterium

tuberculosis. Rifampisin menghambat pertumbuhan bakteri dengan

menghambat sistesis protein terutama pada tahap transkripsi. Efek

92
samping dari rifampisin adalah gangguang saluran cerna, terjadi

gangguan sindrim influenza, gangguan respirasi, warna kemerahan

pada urine, dan udem.

(3) Pirazinamid

Pirazinamid adalah obat antibiotic yang digunakan untuk

mengobati infeksi bakteri Tuberkulosis dan bekerja dengan

menghentikan pertumbuhan bakteri. Indikasi dari pirazinamid

adalah tuberkulsis dalam kombinasi dengan obat lain. Efek

samping dari pirazinamid adalah anoreksia, icterus, anemia, mual,

muntah, dan gagal hati.

(4) Etambutol

Etambutol adalah obat antibiotic yang dapat mencegah

pertumbuhan bakteri tuberculosis di dalam tubuh. Indikasi dari

etabutanol adalah tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain.

Efek samping penurunan tajam penglihatan pada kedua mata,

penurunan terhadap kontras sensitivitas warna serta gangguan

lapang pandang.

(5) Streptomisin

Streptomisin adalah antibiotic yang dihasilkan oleh jamur

tanah disebut Streptomyces griseus yang dapat digunakan untuk

mengatasi sejumlah infeksiseperti tuberculosis untuk menghambat

pertumbuhan mikroba. Saat ini streptomisinsemakin jarang

digunakan kecuali untuk kasus resistensi. Efek samping dari

streptomisin adalah gangguang fungsi ginjal, gangguan

93
pendengaran, dankemerahan pada kulit.

(6) Obat-obat sekunder

Obat-obatan sekunder diberikan untuk tuberculosis yang

disebabkan oleh kuman yang resisten atau bila obat primer

menimbulkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi. Berikut

yang termasuk obat sekunder adalah kaproemisin, sikliserin,

macrolide generasi baru (asotromisin dan klaritromisin), quinolone

dan protionamid.

3) Pengobatan tuberculosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu :

a) Tahap intensif (2-3 bulan)

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapatkan obat setiap

hari dan diawasilangsung unutuk mencegah terjadinya kekebalan

terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap

intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita yang

menularkan penyakit menjadi tidak menularkan penyakit dalam

kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita Tuberkulosis BTA

positif menjadi BTA negative (konversi) pada akhir pengobatan

intensif. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting

untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.

b) Tahap lanjutan (4-7 bulan)


Pada tahap lanjutan penderita mendapatkan jenis obat lebih

sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan

ini penting untuk membunuhkuman persisten (dormant) sehingga

dapat mencegah terjadinya kekambuhan. Panduan obat yang

digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat

94
utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah

Rifampisipn, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol.

Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon,

Makrolode, dan Amoksisilin + Asan Klavulanat, derivate

Rifampisin/INH.

b. Terapi Komplementer

Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit

yang dilakukan sebagai pendukung kepada pengobatan medis

konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar

pengobatan medis (Budhi Purwanto, 2013). Modalitas

penyembuhan adalah metode penyembuhan yang digunakan

bersama dengan pengibatan berbasis obat dan tindakanpembedahan

sebagai upaya pemenuhan pelayanan holistic. Titik akupresur ini

dilakukan peijatan setiap titiknyaminimal 3 menit. Berikut yaitu

titik akupresur untuk mengurangi batuk berdahak pada penderita

penyakit tuberculosis sebagai berikut :

1) Titik refleksi paru-paru ditemukan pada telapak kaki 3 jari di

bawah jari kaki,di sela-sela antara jari tengah dan jari manis

2) Titik refleksi paru-paru ditemukan pada telapak kaki 2 jari

di bawah jari-jarikaki, di sela-sela antara ibu jari dan jari

telunjuk

3) Titik refleksi tenggorokkan pada punggung kaki di antara

sela-sela ibu jari danjari telujuk

4) Titik refleksi tenggorokan ditemukan pada telapak tangan di

95
sela-sela jari telunjuk dan jari tengah

5) Titik refleksi untuk meredakan batuk yang berada di telapak

tangan bagian 2 jari dibawah ibu jari

6) Titik refleksi untuk meredakan batuk pada dibawah tulang

tengkorak kepala, tulang tengah punggung leher kiri dan kanan,

dan di sebelah tulang belikat atassebelah kanan dan kiri.

96
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan proses pengumpulan

data, verifikasiserta komunikasi data yang mengenai pasien secara

sistematis. Pada fase inimeliputi pengumpulan data dari sumber

primer (pasien), sekunder (keluarga pasien,tenaga kesehtana), dan

analisis data sebagai dasar perumusan diagnose keperawatan

(Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010). Fokus

pengkajian keperawatan pada kasus Tuberkulosis paru (Abdul,

2013) :

a. Data Pasien

Penyakit tuberculosis (TB) dapat menyerang manusia mulai

dari usia anak sampai dewasa dengan perbandingan hampir sama

anatar laki-laki dengan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak

ditemukan pada pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat

kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam

rumah sangat minim. Tuberculosis pada anak dapat terjadi di usia

berapapun,namun usia yang paling umum apada usia dalah antara

97
1-4 tahun. Anak-anak lebihsering mengalami TB luar paru-paru

(extrapulmonary) disbanding TB paru-paru yaitu dengan

perbandingan 3:1. Tuberculosis luar paru-paru adalah tuberculosis

berat yang terutama ditemukan pada usia < 3 tahun. Angka kejadian

atau prevalensiTB paru-paru pada usia 5-12 tahun ckup rendah,

kemudian meningkat setelah usia remaja dimana TB paru-paru

menyerupai kasus pada pasien dewasa.

b. Riwayat Kesehatan

Keluhan yang sering muncul antara lain :

1) Demam : subfebris, febris (40-41º) biasanya hilang timbul.

2) Batuk : biasanya terjadi karena adanya iritasi pada bronkus,

batuk ini terjadi untuk membuang atau mengeluarkan produksi

radang yang dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk

purulent (menghasilkan sputum).

3) Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang

sampai setengah paru-paru.

4) Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi

radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritic.

5) Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun,

sakit kepala, nyeriotot, dan keringat malam.

6) Sianosis, sesak nafas, kolaps : merupakan gejala atelectasis.

Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan

jantung terdorong ke sisi yang sakit. Padafoto thoraks, pada sisi

98
yang sakit tampak bayangan hitam dan diafragma menunjol ke

atas.

7) Perlu ditanya dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya

penyakit ini munculbukan karena sebagai penyakit keturunan

namun merupakan penyakit infeksi menular.

c. Riwayat penyakit sebelumnya :

1) Pernah menderita batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.

2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh.

3) Pernah berobat namun tidak teratur.

4) Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.

5) Daya tahan tubuh yang menurun.

6) Riwayat vaksinasi yang tidak tertaur.

d. Riwayat pengobatan sebelumnya

1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.

2) Jenis, warna, dosis obat yang diminum

3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakit.

4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

e. Riwayat Sosial Ekonomi

1) Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja

dan jumlahpenghasilan.

2) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat

berkomunikasi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada

keluarga yang kurang mampu, masalah berhubungan dengan

99
kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan

biaya yang banyak, masalah tentang masa depan atau pekerjaan

pasien, tidakbersemangat dan putus harapan.

f. Factor pendukung

1) Riwayat lingkungan.

2) Pola hidup : nutrisi, kebiasaan merokok, minum alcohol,

pola istirahat dantidur, kebersihan diri.

3) Tingkat pengetahuan atau pendidikan pasien dan keluarga

tentang penyakitTBC, pencegahan, pengobatan dan

perawatannya.

g. Pemeriksaan Diagnostik

1) Kultur sputum : mikobakterium tuberculosis positif pada tahap akhir


penyakit.

2) Tes tuberculin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15

mm terjadi dalam 48-72 jam).

3) Foto thorax : infiltrasi lesi awal pada area paru atas. Pada tahap

ini tampak gambaran bercak-bercak-bercak seperti awan dengan

batas tidak jelas. Dapat kavitasi bayangan, berupa cincin. Pada

klasifikasi tampak bayangan bercak- bercak padat dengan

densitas tinggi.

4) Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan

paru karena TBparu.

5) Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).

100
6) Spirometry : penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

h. Pemeriksaan fisik

1) Pada tahap dini sulit diketahui.

2) Ronchi basah, kasar, nyaring.

3) Hipersonor/tympani bila terdapat kavitas yang cukup dan

pada auskultasimemberikan suara umforik.

4) Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi intercostal, dan fibrosis.

5) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memverikan suara


pekak).

i. Pola kebiasaan sehari-hari

1) Pola aktivitas dan istirahat

Subjektif : rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak

nafas (nafaspendek), sulit tidur, demam, menggigil,

berkeringat pada malam hari.

Objektif : takikardi, takipnea/dyspnea saat kerja, irritable, sesak

(tahap lanjut ;infiltrasi radang sampai setengah paru),

demam subfebris (40-41 ºC) yang terjadi hilangtimbul.

2) Pola nutrisi

Subjektif :anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat

badan. Objektif : turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik,

kehilangan lemak sub kutan.

3) Respirasi

101
Subjektif : batuk produktif/non produktif, sesak nafas, sakit dada.

Objektif : mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum

hijau/purulent, mucoid kuning atau bercak darah,

pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi

basah, kasar di daerah apeks paru, takipnea (penyakit

luas atau fibrosis parenkim paru pleural), sesak nafas,

pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleura),

perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural),

deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

4) Rasa nyaman/nyeri

Subjektif : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Objektif : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,

gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke

pleura sehingga timbul pleuritis.

5) Integritas ego

Subjektif : faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak

berdaya/tak ada harapan.

Objektif : menyangkal (selama tahan dini), ansietas, ketakutan, mudah


tersinggung.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah tahap kedua dalam proses

keperawatan dimana merupakan penialain klinis terhadap kondisi

individu, keluarga, atau komunitas baik yang bersifat actual, resiko,

atau masih merupakan gejala. Diagnosa

102
keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik berlangsung actualmaupun potensial (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2016). Penilaian ini berdasarkan pada hasil

analisis data pengkajian dengan cara berpikir kritis. Diagnosa yang

ditegakkan dalam masalah ini ialah ketidakpatuhan pengobatan

(Debora, 2017). Berikut diagnosa yang terkait dengan penyakit

tuberculosis adalah :

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme

d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru

e. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi

f. Deficit pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan,

pencegahan,berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan

g. Deficit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan factor


psikologis

h. Risiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh

menurun, fungsi siliamenurun, secret yang menetap

i. Keidakpatuhan Program Pengobatan berhubungan

dengan program terapikompleks dan atau lama

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi atau perencanaan adalah tahap ketiga dari proses

keperawatan. Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang

dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan

penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)yang diharapkan

103
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Standar Luaran Keperawatan

Indonesia (SLKI) adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai

pedoman penentuan luaran keperawatan dalam rangka memberikan

asuhan keperawatan yang aman, efektif, dan etis (Tim Pokja SLKI

DPP PPNI, 2018). Ada empat elemen

penting yang harus diperhatikan pada saat membuat perencanaan

keperawatan yaitu membuat prioritas, menetapkan tujuan dan

membuat kriteria hasil (Moorhead, 2015). Merencanakan

intervensi keperawatan yang akan diberikan (termasuk tindakan

mandiri dan kolabirasi dengan tenaga kesehatan lainnya), dan

melakukanpendokumentasian (Bulechek, 2015).

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


( SLKI ) ( SIKI )

Ketidakpatuhan Program Setelah diberikan asuhan 1. Dukungan kepatuhan


Pengobatan merupakan keperawatan selama 5 kali program pengobatan
perilaku individu tidak kunjungan dalam 45 menit a. Observasi
mengikuti sesuai dengan diharapkan tingkat 1) Identifikasi kepatuhan
rencana perawatan atau kepatuhan pasien meningkat menjalani program
pengobatan yang dengan kriteria hasil : pengobatan
disepakati dengan tenaga Perilaku patuh : b. Terapeutik
kesehatan, sehingga pengobatan yang 1) Buatkan jadwal
menyebabkan hasil disarankan pendamping keluarga
perawatan atau a. Partisipasi dalam untuk menemani klien
pengobatan tidak efektif. keputusan perawatan dalam menjalani
kesehatan program pengobatan
b. Klien mengonsumsi obat 2) Libatkan keluargauntuk
sesuai interval yang sudah mendukung program
ditentukan pengobatan yang di
c. Klien patuh dalam jalani
pengobatan sesuai dengan 3) Awasi jumlah dan104
yang diresepkan penggunaan obat
d. Menggunakan layanan c. Edukasi
kesehatan sesuai dengan 1) Informasikan program
kebutuhan pengobatan yang harus
dijalani
2) Informasikan manfaat
yang akan diperoleh
jika teratur menjalani
program pengobatan
3) Ajarkan klien dan
keluarga melakukan
konsultasi ke pelayanan
kesehatan terdekat
2. Edukasi penyakit
a. Berikan pendidikan
kesehatan mengenai
penyakit tuberculosis
Ajarkan pencegahan
penularan penyakit
tuberculosis dengan
menggunakan masker
untuk menutupi mulut
dan hidung dan
ingatkan klien untuk
berludah pada
tempatnya
3. Edukasi efek samping obat
a. Jelaskan tujuan obat
yang diberikan
pemberian obat yang
sudah diresepkan
b. Jelaskan dosis, cara

105
pemakaian, waktu dan
lamanya pemberian
obat
c. Jelaskan indokasi dan
kontraindikasi obat
yang dikonsumsi

(Sumber : Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018 & Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018)

D. Implementasi

Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan.

Tahap inimuncul jika perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada

klien. Implementasi terdiri atas melakukan dan

mendokumentasikan yang merupakan tindakan keperawatan

khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi. Tindakan

yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan

urutan yang telah dibuat pada perencanaan. Implementasi

keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas dimana

aplikasi yang akan dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan

dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan

olehklien (Debora, 2017).

E. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada

tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang telah

dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai

106
apakah masalah yang terjadi sudah

teratasiseluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan

belum teratasi semuanya. Evaluasiadalah proses

berkelanjutan yaitu proses yang digunakan untuk

mengukur dan memonitor kondisi klien untuk

mengetahui (1) kesesuaian tindakan keperawatan,

(2) perbaikan tindakan keperawatan, (3) kebutuhan klien saat ini,

(4) perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain,

dan (5) apakah perlu menyusun ulang

priorotasdiagnose supaya kebutuhan klien bisa

terpenuhi. Selain digunakan untuk mengevaluasi

tindakan keperawatan yang sudah dilakukan,

evaluasi juga digunakan untuk memeriksa sumua

proses keperawatan (Debora, 2017).

Evaluasi keperawatan terhadap pasien

tuberculosis dengan masalah ketidakpatuhan

program pengobatan diantaranya :

a. Pasien melakukan pengobatan sesuai dengan yang sudah diresepkan

b. Pasien mengonsumsi obat sesuai interval yang ditentukan

c. Pasien mematuhi pengobatan dengan

berpartisipasi dalamterapi yangdiberikan

d. Pasien dan keluarga mengikuti petunjuk

yang diberikan olehpemberipelayanan

kesehatan

107
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, S., Amalia, A., & Maslikah, S. I. (2019). In silico study on flavonoids from red betel
as microsomal Prostaglandin e Synthase-1 (mPGES-1) inhibitors in rheumatoid arthritis.
AIP Conference Proceedings, 2120(July 2019). https://doi.org/10.1063/1.5115740

Afnuhazi. (2018). Pengaruh Senam Rematik Terhadap Penurunan Rematik Pada Lansia.
XII(79), 117–124.

Antoni, A., Pebrianthy, L., Harahap, D. M., Suharto, S., & Pratama, M. Y. (2020). Pengaruh
Penggunaan Kompres Kayu Manis terhadap Penurunan Skala Nyeri pada Penderita
Arthritis Gout di Wilayah Kerja Puskesmas Batunadua. Jurnal Kesehatan Global, 3(1),
26. https://doi.org/10.33085/jkg.v3i1.4582

Arini & Eltrikanawati. (2022). Pemberian Terapi Massage Kaki Dalam Menurunkan Skala
Nyeri Pada Lansia Rheumatoid Arthritis. 3(3), 5471–5478.

Damanik, S. M., & Hasian. (2019). Modul Bahan Ajar Keperawatan Gerontik. Universitas
Kristen Indonesia, 26–127.

Dirgayunita, A. (2018). Depresi: Ciri, Penyebab dan Penangannya. Journal An-Nafs: Kajian
Penelitian Psikologi, 1(1), 1–14. https://doi.org/10.33367/psi.v1i1.235

Dhanvijay, R., & Pohekar, S. (2021). Case Report on Rheumatoid Arthritis. 33, 212–216.
https://doi.org/10.9734/JPRI/2021/v33i39A32162

Fauzi. (2021). Penilaian Rawatan Bagi Penyakit Varian Arhritis. October, 6–7.

Khusna, A. (2021). Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Rhematoid Arthritis.

Memon, M. N., Noor, S. S., Najjad, M. K. R., Zia, O. Bin, & Ghilzai, A. K. (2016). Functional
Outcome of Total Knee Replacement in Patients with Rheumatoid Arthritis. 1–4.

Oetari. (2019). Hubungan Aktivitas Fisik Denga Kejadian Arthritis. 9(2).

Olviani, Y., Sari, E. L., & Sari, E. L. (2020). Pengaruh Kompres Hangat Rebusan Air Serai
Terhadap Penurunan Nyeri Arthritis Rheumatoid Pada Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan. Dinamika Kesehatan:
Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, 11(1), 387–396.
https://doi.org/10.33859/dksm.v11i1.536

108
Rochmawati, D. H., & Febriana, B. (2020). Karakteristik Depresi Lansia Di Bandarharjo.
Unissula Nursing Conference …, 24–30. http://lppm-
unissula.com/jurnal.unissula.ac.id/index.php/unc/article/view/15442

Singjie et al. (2019). Penggunaan Antibodi Monoklonal Sebagai Terapi Pilihan Pada
Penderita Arthritis Reumatoid Untuk Mencegah Komplikasi Kardiovaskuler. 7(2), 115–
121.

109

Anda mungkin juga menyukai