Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


DENGAN GANGGUAN STROKE HEMORAGIK


DI SUSUN OLEH :
BELLA ADHITYA MAHATVA
20186523009

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN + NERS PONTIANAK


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN DENGAN STROKE HEMORAGIK

MATA KULIAH : PKK 13 GADAR


SEMESTER : VIII ( GENAP )
INSTITUSI : POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
PRODI : SARJANA TERAPAN KEPERAWAT AN & NERS PONTIANAK

MENGETAHUI

MAHASISWA

Bella Adhitya Mahatva


20186523009

CLINICAL INSTRUKTUR DOSEN PEMBIMBING


A. KONSEP DASAR PENYAKIT STROKE HEMORAGIK

1. Pengertian
Stroke adalah penyakit serebrovaskular yang sering ditemukan di negara maju, saat
ini juga banyak terdapat di negara berkembang salah satunya di negara Indonesia.
Satu diantara enam orang di dunia akan terkena stroke. Masalah stroke di Indonesia
menjadi semakin penting karena di Asia menduduki urutan pertama dengan jumlah
kasusnya yang semakin banyak. Penyakit stroke merupakan salah satu dari penyakit
tidak menular yang masih menjadi masalah kesehatan yang penting di Indonesia.
Seiring dengan semakin meningkatnya morbiditas dan mortalitas dalam waktu yang
bersamaan, dimana di Indonesia peningkatan kasus dapat berdampak negatif terhadap
ekonomi dan produktivitas bangsa, karena pengobatan stroke membutuhkan waktu
lama dan memerlukan biaya yang besar (Kemenkes, 2018).
Stroke hemoragik merupakan suatu kondisi gawat darurat, yang disebabkan
oleh pecahnya salah satu pembuluh darah di dalam otak, yang memicu perdarahan di
sekitar otak. Akibatnya, aliran darah pada sebagian otak berkurang atau terhenti, yang
kemudian menyebabkan pasokan oksigen ke otak berkurang, sehingga memicu
kematian sel otak dan dapat mengganggu fungsi otak secara permanen. Jika
perdarahan terjadi di dalam otak disebut dengan perdarahan intraserebral, sedangkan
jika perdarahan terjadi pada ruang di antara selaput pembungkus otak bagian tengah
dan dalam disebut dengan perdarahan subarachnoid.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70 % kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
(Nurarif & Kusuma, 2013).
Stroke hemoragik ada dua jenis yaitu:
a. Hemoragik intra serebral: perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.
b. Hemoragik sub arachnoid: perdahan yang terjadi pada ruang sub arachnoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
(Nurarif & kusuma,2013).

2. Etiologi

a. Perdarahan intra serebra


Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak membentuk massa atau hematoma yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema disekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra serebral sering dijumpai di daerah putamen,
thalamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis
atau nekrosis fibrinoid.
b. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisme paling sering
didapat pada percabangann pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat
dijumpai pada jaringan otak dipermukaan piameter dan ventrikel otak, ataupun di
dalam ventrikel otak dan ruang sub arachnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah
ke ruang sub arachnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan inta kranial
yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala
hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatan tekanan intra kranial yang mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan sub arachnoid dapat
mengakibatkan vaso spasme pembuluh darah serebral. Vaso spasme ini sering kali
terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya pada hari ke 5-
9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vaso spasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke
dalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang sub arachnoid. Vaso
spasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-
lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen jadi kerusakan, kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kekurangan dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % maka akan terjadi gejala disfungsi serebral.
3. Patofisiologis
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau makin cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vascular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering
sebagai factor penyebab infark pada otak. Thrombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area stenosis, tempat aliran darah
mengalami perlambatan atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat dipecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kogestri disekitar area. Area
edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan massif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis. Jika terjadi septic infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah
maka akan terjadi abses atau ensefalitis atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisme pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisme pecah atau rupture. Perdarahan
pada otak disebabkan oleh rupture arteriosklerotik dan hipartensi pembuluh
darah.perdarahan intrasirebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskular,karena perdarahan yang
luas terjadi destruksi masa otak,peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat
dapat mengakibatkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,henisfer otak,dan perdarahan
sibatang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke bataang otak.Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nucleus
kaudatus,thalamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang enuksia serebral.perubahan
yang oleh enuksia serebral dapat reversible untuk waktu 4 sampai 6 menit. Perubahan
irreversible jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh
karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan
parenkin otak,akibat volume perdarahan yang relativ banyak akan mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan
drainase otak. Elemen-eleman vaso aktiv darah yang keluar dan kaskade iskemik
akibat menurunya tekanan perfusi,menyebabkan saraf di area yg terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika
volume darah lebih dari 60cc maka resiko kematian sebesar 93% pada perdarahan
dalam dan 71% pada perdarahan logar. Sedangkan jika terjadi perdarahan seregral
dengan volume antara 30 sampai 60cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar
75%,namun volume darah 5cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
4. Pathways

5. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena.
a. Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik, kesadaran
menempatkan posisi.
b. Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indra dan memori
c. Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan
d. Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental, emosi, fungsi fisik,
intelektual.
Stroke dapat mempengaruhi fungsi tubuh. Adapun beberapa gangguan yang
dialami pasien yaitu :
a. Pengaruh teradap status mental: tidak sadar, confuse
b. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguansentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan, hemiplegi (lumpuh tubuh sebelah).
c. Pengaruh terhadap komunikasi: afasia (kehilangan bahasa), disartria (bicara
tidak jelas).
Pasien stroke hemoragik dapat mengalami trias TIK yang mengindikasikan
adanya peningkatan volume di dalam kepala.Trias TIK yaitu muntah proyektil,
pusing dan pupil edem.

6. Komplikasi
a. Infark serebri.
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif.
c. Fistula caroticocavernosum.
d. Epistaksis.
e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal.
f. Gangguan otak berat.
g. Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernafasan atau kardiovaskuler.

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik


misalnya perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler
b. CT scan Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti
c. Lumbal pungsi Tekanan yang menngkat dan di sertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukan adanya hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance) Menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya di dapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik
e. USG Doppler Mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
arteri karotis)
f. EEG Melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak g. Sinar tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari
masa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral,
kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaraknoid. (Batticaca,
2018)

8. Penatalaksanaan Medis
a. Menurunkan kerusakan iskemik serebral.
Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik
dengan memberikan oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan
mengontrol atau memperbaiki disritmia serta tekanan darah.
b. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan, pemberian dexamethason.
c. Pengobatan
1) Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan perdarahan pada
fase akut.
2) Obat anti trombotik : pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik atau embolik.
3) Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
d. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak.
B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama,
alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil) dan identitas penanggung jawab (nama, umur, pendidikan, agama,
suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat).
b. Pengkajian primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
• Airway + cervical control
1) Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada
rongga mulut
2) Cervical Control
• Breathing + Oxygenation
1) Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
- KAD : Pernafasan kussmaul
- HONK :Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
2) Oxygenation : Kanula, tube, mask
• Circulation + Hemorrhage control
1) Circulation :
- Tanda dan gejala schok
- Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
2) Hemorrhage control : -
- Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon
thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyeri
c. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kotrasepsi oral yang lama, penggunan obat-obat anti koagulasi,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara, kadnag mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia, TTV
meningkat, nadi bervariasi.
a) B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan sputum, sesak
naps, penggunaan alat bantu napas, dan peningkatan frekuensi
napas. Pada klien dengan kesadaran CM, pada infeksi peningkatan
pernapasannya tidak ada kelainan, palpasi thoraks didapatkan taktil
fremitus seimbang, auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terdapat peningkatan dan dapat terjadi hipertensimasif
(tekanan darah >200 mmHg)
c) B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung
pada likasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran
arean perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sememntara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan dan ketidakmampuan mengendalian kandung kemih
karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol
sfingter urine eksternal hilang atau berkurang selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunujukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonojol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/hemiplegi serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Pada klien lanjut usia kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat latergi, stupor dan koma
3) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal dan hemisfer
4) Pangkajian Saraf Kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central
5) Pengkajian Sistem Motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh
6) Pengkajian Reflek
Pada fase akur refleks fisiologis yang lumpuh akan menghilang setelah
beberapa hari reflek fisiologian muncul kembali didahului refleks
patologis
7) Pengkajian Sistem Sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intra cranial.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular

3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat peningkatan
tekanan intracranial.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi
jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria Hasil :
1) Klien tidak gelisah.
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.
4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20 x/menit).
Intervensi:
1) Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya.
R/ : Keluarga dapat berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2) Berikan klien bed rest total.
R/ : Untuk mencegah perdarahan ulang.
3) Observasi dan catat TTV dan kelainan intrakranial tiap 2 jam.
R/ : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini untuk
penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30o dengan letak jantung (beri bantal
tipis).
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan selama 3x24 jam diharapkan kerusakan komunikasi
verbal klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi
2) Mampu berbicara yang koheren
3) Mampu menyusun kata-kata
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti spontan tidak tampak memahami
kata/mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
R/ : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang
terjadi.
2) Bedakan antara afasia dan disatria.
R: / Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.
3) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
R/ : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia
sensorik).
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan mobilisasi klien
mengalami peningkatan atau perbaikan.
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan posisi optimal.
2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang mengalami
hemiparese.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal.
R/ : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi
mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
R/ : Menurunkan ressiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
3) Latih rentang gerak/ROM
R/ : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontroktur.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2018). Implementasi keperawatan
terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana

5. Evaluasi
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat peningkatan
tekanan intracranial.
1) Klien tidak gelisah.
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.
4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20 x/menit).
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi
2) Mampu berbicara yang koheren
3) Mampu menyusun kata-kata
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
1) Mempertahankan posisi optimal.
2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang mengalami
hemiparese.
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung, dan Stroke.
Yogyakarta: Dianloka Pustaka.

Batticaca, F. B. 2008. Asuan Keperawatan Klien dengan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba
Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.

NANDA International. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:


EGC.

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional Jilid 2. Yogyakarta: Media Action Publishing.

Anda mungkin juga menyukai