Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS CEREBRAL INFACTION


DI RUANGAN SAWIT BELAKANG RUMAH SAKIT WAHIDIN
SUDIROHUSODO MAKASSAR

Di susun oleh :
YULIA
2104044

CI LAHAN CI INSTITUSI

(…………………….) (………………………)

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PANAKKUKANG MAKASSAR
2021/2022
I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. PENGERTIAN

Menurut WHO (2014) infark serebral atau yang biasa lebih


dikenal dengan stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 am atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah
otak)karena kematian jaringan otak (infark serebral). Penyebabnya
adalah berkurangnya aliran darah dan okesigen ke otak dikarenakan
adanya sumbatan sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh
darah. (Pudiastuti, 2011:153)
Penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan
otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh
keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem
pembuluh darah otak. Patologis ini menyebabkan perdarahan dari sebuah
robekan yang terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakaan sirkulasi
serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh darah dengan
pengaruh yang bersifat sementara atau permanen (Doenges, 2012:290)
B. ETIOLOGI

Menurut pudiastuti (2011) Penyebab stroke ada 3 faktor yaitu :

1. Faktor resiko medis, antar lain:

a. Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi).

b. Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah).

c. Migrain, pusing kepala sebelah.


d. Diabetes.

e. Kolesterol.

f. Gangguan jantung.

g. Riwayat stroke dalam keluarga.

h. Penyakit ginjal.

i. Penyakit vaskuler periver.

2. Faktor resiko prilaku, antara lain:

a. Kurang olahraga.

b. Merokok (aktif & pasif).

c. Makanan tidak sehat (junk food, fast food).

d. Kontrasepsi oral.

e. Mendengkur.

f. Narkoba.

g. Obesitas.

h. Stress.

i. Cara hidup.
3. Faktor lain Data statistik 93% pengidap penyakit trombosis ada
hubungannya dengan penyakit darah tinggi.
a. Trombosis serebral Terjadi pada pembuluh darah dimana oklusi
terjadi trombosis dapat menyebabkan ischemia jaringan otak,
edema dan kongesti di area sekitarnya.
b. Emboli serebral Penyumbatan pada pembuluh darah otak karena
bekuan darah, lemak atau udara. Kebanyakan emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat arteri
serebral.
c. Perdarahan intra serebral Pembuluh darah otak bisa pecah, terjadi
karena asterosclerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah
otak akan menyebabkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan akibatnya otak akan bengkak,
jaringan otak internal tertekan sehingga menyebabkan infark otak,
edema dan mungkin terjadi herniasi otak. (Pudiastuti, 2011)
d. Migren.

e. Trombosis sinus dura.

C. PATOFISIOLOGI

Menurut Fransisca Batticaca (2008). Setiap kondisi yang


menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan menyebabkan
keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan
iskemik otak. Iskemik otak terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari
10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit
permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak
mana yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan
pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering
mengalami iskemik adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis
interna. Defisit fokal permanen dapat tidak diketahui jika klien pertama
kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi. Jika aliran darah
ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai
terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen
dalam satu menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti
kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang
lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area
yang mengalami nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu
menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari
glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak.
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang
subarakhnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi
mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah
yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan
menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta
iritasi pada pembuluh darah otak. Perdarahan biasanya berhenti karena
pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan oleh tekanan jaringan.
Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulang merupakan
resiko serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama.
Ruptur ulang mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian
tertentu, menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal
tersebut dapat menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran,
peningkatan tekanan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan
gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut). Pendarahan mengisi
ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak. Perubahan
sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan
tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat.
Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan
herniasi unkus atau serebellum. Disamping itu, terjadi bradikardia,
hipertensi iskemik, dan gangguan pernafasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi
hemodialisa, darah dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen, dan
otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang
berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri atau vasospasme
biasa terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10 setelah terjadinya perdarahan
dan menyebabkan kontruksi arteri otak. Vasospasme merupakan
komplikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis,
iskemik otak, dan infark.
D. TANDA DAN GEJALA

Menurut Fransisca Batticaca (2008). Gejala klinis yang timbul tergantung


dari jenis stroke.
1. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:

a. Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang


terjadi pada saat istirahat atau bangun pagi.
b. Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran.

c. Terjadi terutama pada usia >50 tahun.

d. Gejala neurologi yang timbul bergantung pada berat ringannya


gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
2. Gejala klinis pada stroke akut berupa:

a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis)


yang timbul mendadak,
b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan
hemisensorik)
c. Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium,
letargi, stupor, atau koma).
d. Afasia (tidak lancar atau tidak dapat berbicara).

e. Disartria (bicara pelo atau cadel).

f. Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran).

g. Vertigo (mual dan muntau atau nyeri kepala)

E. KLASIFIKASI

Menurut Ariani (2012), gangguan peredaran darah otak atau stroke dapat
diklarifikasikan menjadi dua, yaitu non-hemoragi/ iskemi/ infark dan
stroke hemoragi:
1. Non-hemoragi/ iskemik/infark.

a. Serangan iskemi sepintas (Transient Ischemic Attack-TIA). TIA


merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan
sesaat dari satu disfungsi serebral fokal akibat gangguan
vaskular, dengan lama serangan sekitar 2-15 menit sampai
paling lama 24 jam.
b. Defisit Neurologis Iskemik Spintas (Reversible Ischemik
Neurology Deficit-RIND).
Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih
lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka
waktu kurang dari tiga minggu).
c. In Evolutional atau Progressing Stroke.

Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam


jam atau lebih.
d. Stroke komplet (Completed stroke / permanent stroke).

Gejala gangguan neurologis dengan lesi-lesi yang stabil selama


priode waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesivitas lanjut.
2. Stroke hemoragi

Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat


perdarahannya, yakni di rongga subraknoid atau di dalam parenkim
otak (Intraserebral). Ada juga perdarahan yang terjadi bersamaan
pada kedua tempat di atas seperti: perdarahan subaraknoid yang
bocor ke dalam otak atau sebaliknya. Selanjutnya gangguan-
gangguan arteri yang menimbulkan perdarahan otak spontan
dibedakan lagi berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak.
F. KOMPLIKASI

Menurut Ariani (2012) komplikasi stroke yaitu:

1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama).

a. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat


mengakibatkan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya
menimbulkan kematian.
b. Infark miokard : penyebab kematian mendadak pada stroke
stadium awal.
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama).

a. Pneumonia: akibat immobilisasi lama.

b. Infark miokard

c. Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali


pada saat penderita mulai mobilisasi.
d. Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.

3. Komplikasi jangka panjang,

Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit


vasikular perifer.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

AMenurut Fransisca Batticaca (2008), pemeriksaan penunjang diagnostik


yang dapat dilakukan adalah :
1. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan
serebrospinal, analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan
juga untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
3. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah sistem arteri karotis ).
4. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
5. MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) : menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik ).
6. EEG ( Elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
7. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi
karotis interna terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.
H. PENATALAKSANAAN

Menurut Tarwoto (2013) secara umum :

1. Penatalaksanaan umum

a. Pada fase akut

1) Terapi cairan, pada fase akut stroke beresiko terjadinya


dehidrasi karena penurunan kesadaran atau mengalami
disfagia. Terapi cairan ini penting untuk mempertahankan
sirkulasi darah dan tekanan darah. The American Heart
Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam
selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera
setelah hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa
diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini
lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi stroke,
larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara
homeostasis elektrolit, kususnya kalium dan natrium.
2) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik
mengalami gangguan aliran darah ke otak. Sehingga
kebutuhan oksigen sangat penting untuk mengurangi
hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolisme
otak. Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator merupakan tindakan yang dapat
dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisis gas darah atau
oksimetri.
3) Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial.
Peningkatan intrakranial biasanya disebabkan karena edema
serebri, oleh karena itu pengurangan edema penting
dilakukan misalnya dengan pemberian manitol, kontrol atau
pengendalian tekanan darah.
4) Monitor fungsi pernafasan : Analisa Gas Darah
5) Monitor Jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.

6) Evaluasi status cairan dan elektrolit.

7) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan,


dan cegah resiko injuri.
8) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi
lambung dan pemberian makanan.
9) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan.

10) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran,


keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial
dan refleks
b. Fase rehabilitasi

1) Pertahankan nutrisi yang adekuat.

2) Program management bladder dan bowel.

3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak


sendi (ROM).
4) Pertahankan integritas kulit.

5) Pertahankan komunikasi yang efektif.

6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

7) Persiapan pasien pulang.

2. Pembedahan

Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau


volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut.
3. Terapi obat-obatan

Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke.

a. Stroke iskemia

1) Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-


plasminogen).
2) Pemberian obat-obatan antung seperti digoksin pada aritmia
jantung atau alfa beta, kaptropil, antagonis kalsium pada
pasien dengan hipertensi.
b. Stroke haemoragik

1) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium.

2) Diuretik : Manitol 20%, furosemide.

3) Antikonvulsan : Fenitoi
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Klin

Selain nama, status, suku bangsa, agama, alamat pendidikan, diagnosa


medis, tanggal masuk dan tanggal dikasi biasanya pada pasien stroke
berfokus pada usia dan jenis kelamin.
a. Usia yang sering mengalami penyakit stroke yaitu tergantung
pada jenis stroke nya menurut (Fransisca Batticaca, 2008) :
Stroke hemoragik Parenchymatous Hemorrhage : 45-60 tahun
Stroke hemoragik Subarachnoid Hemorrhage : 20-40 tahun
Stroke iskemik Trombosis of cerebral vessels : 50 tahun Stroke
iskemik Embolism of cerebral vessels : tidak penting pada sumber
emboli.
b. Jenis kelamin, laki-laki lebih cenderung untuk terkena stroke
lebih tinggi dibandingkan wanita dengan perbandingan 3:1
kecuali pada usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak
berbeda.
2. Keluhan utama

Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan


kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran,
nyeri kepala,sampai terjadi kelumpuhan yang mengganggu aktivitas
klien.
3. Riwayat penyakit sekarang

Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan adanya kelemahan umum :


kehilangan sensorik/ refleks, terganggunya komunikasi verbal,
kelumpuhan satu sisi (unilateral), hemiparesis, kehilangan
komunikasi. Mulai terasa sejak beberapa hari, kemudian masuk RS
4. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,


anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan
alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes


melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

a. Kualitatif : Pada pasien stroke biasanya keadaan umum dapat


terjadi pada Compos Mentis sampai Coma
1) Compos Mentis adalah Kesadaran penuh.

2) Apatis adalah Kesadaran dimana pasien terlihat mengantuk


tetapi mudah di bangunkan dan reaksi penglihatan,
pendengaran, serta perabaan normal.
3) Somnolent adalah Kesadaran dapat dibangunkan bila
dirangsang, dapat disuruh dan menjawab pertanyaan. Bila
rangsangan berhenti pasien tidur lagi.
4) Sopor adalah Kesadaran yang dapat dibangunkan dengan
rangsangan kasar dan terus menerus.
5) Sopora Coma adalah Reflek motoris terjadi hanya bila
dirangsang nyeri.
6) Coma adalah Tidak ada reflek motoris sekalipun dengan
rangsangan nyeri.
b. Kuantitatif : GCS (Glasgow Coma Scale)

1) Eye (respon membuka mata) :

(4) : Spontan atau membuka mata dengan sendirinya tanpa


dirangsang
(3) : Dengan rangsang suara (dilakukan dengan menyuruh
pasien untuk membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (memberikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari)
(1) : Tidak ada respon meskipun sudah dirangsang.

2) Verbal (respon verbal atau ucapan) :

(5) : Orientasi baik, bicaranya jelas.

(4) : Bingung, berbicara mengacau (berulang-ulang),


disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Mengucapkan kata-kata yang tidak jelas.

(2) : Suara tanpa arti (mengerang)

(1) : Tidak ada respon


3) Motorik (Gerakan) :

(6) : Mengikuti perintah pemeriksa

(5) : Melokalisir nyeri, menjangkau dan menjauhkan stimulus


saat diberi rangsang nyeri.
(4) : Menghindar atau menarik tubuh untuk menjauhi stimulus
saat diberi rangsang nyeri.
(3) : Flexi abnormal, salah satu tangan atau keduanya menekuk
saat diberi rangsang nyeri.
(2) : Extensi abnormal, salah satu tangan atau keduanya
bergerak lurus (ekstensi) di sisi tubuh saat diberi
rangsang nyeri.
(1) : tidak ada respon

2. Tanda-tanda vital

a. Tekanan darah : Terjadi peningkatan darah 30-50 mmHg sistolik


dan diastolik 30 mmHg
b. Nadi : Terjadi peningkatan denyut nadi

c. Respirasi : Sesak bisa terjadi dan bisa tidak jadi

d. Suhu : suhu bisa naik dan juga turun

3. Pengkajian Saraf Kranial.

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII


(Muttaqin,2008)
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis

d. Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan


gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
e. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
f. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
g. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
h. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
i. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
j. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
4. Sistem Kerdiovaskuler

Bunyi jantung di S1-S2 normal, tidak terdengar bunyi mur-mur,

menurunnya curah jantung, peningkatan tekanan darah dan denyut


nadi.
5. Sistem Pernafasan

Kemungkinan ditemukan kesulitan bernafas atau tidak teratur,


penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pola pernafasan jenis
ronki (aspirasi sekresi), batuk atau hambatan jalan nafas.
6. Sistem Pencernaan Adanya distensi abdomen, adanya gangguan
mengunyah dan menelan, mual muntah selama fase akut (peningkatan
TIK), nafsu makan menghilang.
7. Sistem Perkemihan Biasanya ditemukan perubahan pola berkemih,
seperti inkontinensia urine, anuria, distensi kandung kemih.
8. Sistem Muskuloskeletal Dapat ditemukan kelemahan umum,
fasikulasi atau kontraktur, kehilangan refleks tonus dan kekuatan otot
menurun, hemiplegia, paralise, distonia, paratonia, kekakuan, adanya
gerakan involunter yaitu tremour.
9. Sistem Reproduksi Biasanya tidak di dapat kelainan pada sistem
reproduksi, kebersihan dan kelengkapan terjaga.
10. Sistem Pancaindra

a) Penglihatan

Biasanya mengalami penurunan penglihatan, pandangan kabur


dan keterbatasan lapang pandang.
b) Penciuman

Biasanya mengalami penurunan fungsi penciuman, seperti tidak


mencium bau apapun, penumpukan sekret pada hidung.
c) Pendengaran

Biasanya tidak terganggu atau pendengaran baik, bisa terjadi


penumpukan serumen pada telinga jika tidak di bersihkan.
d) Perasa atau pengecapan

Biasanya mengalami kehilangan rasa pengecapan, tidak napsu


makan dan kehilangan indra perasa pada semua makanan dan
minuman yang di berikan sehingga napsu makan menurun.
e) Perabaan

Biasanya ditemukan kehilangan indra peraba, kehilangan


kekuatan otot pada sebelah sisi tubuh.
C. DATA PENUNJANG

1. Computerized Tomograph scanning (CT-Scan)

Biasanya ditemukan tumor, perdarahan, infark, dan abnormalitas.


Cara ini merupakan teknik pemeriksaan penting untuk deteksi proses
patologis di otak secara langsung.
2. Angiografi serebral

Membantu mendeteksi kelainan pembuluh darah intrakranial,


misalnya aneurisma, angioma.
3. Elektroensefalografi (EEG)

Dengan menilai adanya gangguan sirkulasi, perubahan aliran listrik di


otak akibat gangguan metabolisme sel syaraf yang menghambat
hantaran impuls listrik, menilai beratnya perubahan dari derajat
gangguan kesadaran, letak lesi patologis otak, progresivitas penyakit.
4. Doppler ssonografi

Dapat mendiagnosis kelainan pembuluh darah, dan pembuluh darah


ekstrakranial (arteri karotis).
5. Tes rutin

Jumlah sel darah total, trombosit, glukosa darah, urea, protein, asam
urat, kreatinin, fungsi hati, urine lengkap, EKG.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema


serebral
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan
kelumpuhan
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
4. Gangguan persepsi sensori : perabaan berhubungan dengan penekanan
pada saraf sensori
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan nuromuskuler,
penurunan kkuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi otot
6. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
atau perceptual
7. Defisit pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan koognitif, kesalahan interpretasi informasi,
kurang mengingat.
E. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema


serebral
Tujuan (NOC) : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak
mngalami penurunan kesadaran dan tidak gelisah
Kriteria hasil : tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil,
tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
INTERVENSI (NIC)

a. Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma


glascow
R/: Mengkai adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran

b. Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah

R/: Autoregulasi mempertahankan aliran darah keotak yang


konstan
c. Pertahankan keadaan trah baring

R/: Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan tekanan


intra cranial
d. Letakkan kepala dengan posisi sedikit ditinggikan dan dalam
posisi anatomis (netral)
R/: Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral
e. Berikan obat sesuai indikasi. Contohnya : antikoagulan (heparin)
R/: Meningkatkan atau memperbaiki aliran darah serebral dan
selanjutnya mencgah pembekuan.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan
kelumpuhan (NANDA)
Tujuan (NOC) : klien mampu melaksanakan aktivitas sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi kontraktur sendi

2. Brtambahnya kekuatan otot

3. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobiilitas

INTERVENSI (NIC)

a. Ubah posisi klien tiap 2 jam


R/: menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi
darah yang tidak baik pada daerah yang tertekan
b. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstremitas yag sakit
R/: Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot
serta memperbaiki fungsi jaunting dan pernapasan.
c. Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit

R/: Otot volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila


tidak dilatih untuk digerakkan.
d. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

R/: mempermudah untuk menentukan jenis latihan fisik


kedepannya.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu
berkomunikasi sesuai dengan kadaannya.
Kriteria hasil : klien mampu mengmukakan bahasa isyarat dengan
tepat, tidak terjadi kesalahpahaman bahasa antara klien, prawat dan
keluarga
INTERVENSI (NIC)

a. Kaji kemampuan klien dalam berkomunikasi

R/: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator


dari derajat gangguan serebral
b. Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana

R/: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik


c. Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda
tersebut
R/: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik

d. Ajarkan klien teknik komunikasi non verbal (bahasa isyarat)

R/: Bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan


Konsultasikan/rujuk kepada ahli terapi wicara
R/: Untuk mengindetifikasi kekurangan/kebutuhan terapi

4. Gangguan persepsi sensori : perabaan berhubungan dengan penekanan


pada saraf sensori (NANDA)
Tujuan (NOC) : meningkatnya persepsi sensori: perabaan secara
optimal
Kritria hasil :

1. Klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi


persepsi
2. Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan
merasa
3. Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi
terhadap perubahan sensori

INTERVENSI (NIC)

a. Tentukan kondisi patologis klien

R/: Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan,


sebagai penetapan rencana tindakan.
b. Kaji kesadaran sensori, seprti membedaakan panas/dingin,
tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
R/: Penurunan kesadaran terhadap sensori dan perasaan kinetik
berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari
gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko
terjadinya trauma
c. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan
klien suatu benda untuk menyentuh atau meraba.
R/: melatih kembali jaras sensori untuk mengintegrasikan persepsi
dan interpretasi diri.
d. Lindungi klien dari suhu yang berlebihan

R/: Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko


terjadinya trauma.
e. Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu
dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit
R/: penggunaan stimulus penglihatan dan sentuhan membantu
dalam mengintegrasikan sisi yang sakit.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan nuromuskuler,
penurunan kkuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi otot
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan
perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil : klien mnjadi bersih dank lien dapat melakukan
kegiatan personal hygien secara minimal
INTERVENSI (NIC)

a. Kaji kemampuan pasien dan keluarga membantu dalam perawatan


diri
R/: Jika klin tidak mampu perawatan diri, kluarga dan perawata
dapat membantu
b. Bantu kien dalam personal Hygine

R/: Klien terlihat bersih dan rapi memberi rasa nyaman ada klien

c. Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dang anti pakaian


klien setiap hari
R/: Memberi kesan indah dan klien tetep terlihat rapi

d. Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene

R/: Dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program


peningkatan akativitas klien
e. Konsultasika dngan ahli fisioterapi

R/: Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan


rencana terapi.
6. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
atau perceptual
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak lagi terjadi
kerusakan menelan
Kriteria hasil : mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi
individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan
yang diinginkan
INTERVENSI (NIC)\

a. Tinjau ulang patologi/kemampuan menelan pasien


R/: Intervensi nutrisi ditentukan oleh faktor-faktor ini
b. Pasien dalam posisi duduk/ tegak selama dan setlah makan

R/: Menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan

c. Anjurkan pasien untuk menggunakan sedotan apabila ingin minum


R/: Menguatkan otot fasial dan otot menelan
d. Anjurkan pasien untuk berpartisipasi dalam program
latihan/kegiatan
R/: Meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak dan
meningkatkan perasaan senang dan nafsu makan
e. Berikan cairan melalui intravena dan/atau makan melalui slang

R/: Memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien


tidak mempu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
7. Defisit pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan koognitif, kesalahan interpretasi informasi,
kurang mengingat.
Tujuan : klien paham dan mengerti tentang penyakitnya
Kriteria hasil : berpartisipasi dalam proses belajar
INTERVENSI (NIC)
a. Kaji tingkat pengtahuan klie dan keluarga

R/: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien dan keluarga

b. Brikan informasi terhadap pencegahan, serta perawatan

R/: Untuk mendorong kepatuhan terhadap program terapeutik dan


mningkatkan pengetahuan.
c. Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan
hal-hal yang belum jelas
R/: Memberi kesempatan kepada keluarga untuk merawat klien

d. Sarankan pasien menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan


terutama selama kegiatan berfikirr
R/: Stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses
berpikir.
DAFTAR PUSTAKA

Ariani (2012). Sistem Neurobehabiour. Jakarta : Salemba Medika


Batticaca (2008). Asuhan keperawatan pada Klien dengan Gngguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Bulechek (2013). Nursing International Classification (NIC). Jakarta : EGC.
Doengus (2012). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Prencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
NANDA (2015). Diagnosis Kperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10. Jakarta : EGC
Pudiastuti, (2011). Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta : Nuha Medika
Tartowo, W (2013). Keeperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : CV. Sagung Seto.
WHO (2014). Maternal Mortality : World Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai