Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KASUS KEJANG DEMAM

DISUSUN OLEH:

YULIA
21.04.044

CI LAHAN CI INSTITUSI

(…………………………) (………………………..)

YAYASAN PERAWAT SELAWESI SELATAN


STIKES PANAKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2021/2022

PENDAHULUAN
A. Definisi
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 oC) yang disebabkan
oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997). Kejang demam sering juga
disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak
usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus (Price &
Wilson, 1995).

B. Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan
cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya
tonsilitis ostitis media akut, bronchitis. Nilai ambang untuk kejang demam ini
berbeda untuk tiap anak dan insiden kejang demam pada suhu di bawah 39 oC
sebesar 6,3 % sedangkan pada suhu diatas 39˚C sebesar 19% sehingga bisa
dikatakan bahwa semakin tinggi suhu semakin besar kemungkinan untuk
kejang. Akan tetapi secara fisiologis belum diketahui dengan pasti pengaruh
suhu dan faktor yang berperan dalam kejang demam pada saat infeksi.

C. Tanda dan Gejala


Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah
beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf. Di sub
bagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai
pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali.

D. Klasifikasi
Menurut Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas dua golongan
yaitu:
1. Kejang demam sederhana, kejang ini harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy
b. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyakit apapun
c. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6
tahun.
d. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit.
e. Kejang tidak bersifat fokal
f. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
g. Sebelumnya tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas
perkembangan
h. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat.
2. Kejang demam kompleks
Bila kejang tidak memenuhi kriteria di atas maka digolongkan sebagai
kejang demam kompleks.

E. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+)
dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali
ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi
dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit / keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya
dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

F. Pathway
Etiologi

Metabolisme basal meningkat Kebutuhan O2 meningkat sampai 20%

10-15%

Perubahan difusi K+ & Na+

Perubahan beda potensial mambran sel neuron

Pelepasan muatan listrik neuron otak

Pelepasan muatan listrik semakin meluas ke seluruh sel maupun


membran sel sekitarnya dgn bantuan neurotransiter

Kejang Resiko Trauma

Singkat (<15 mnt) > 15 mnt

Hipoksemia hiperkapnia Kontraksi otot Asidosis laktat Denyut jantung

Demam Metabolisme otak Kerusakan neuron otak

hypertermia
Thermoregulasi
tdk efektif
HB hipertensi evaporesis takikardi Gangg. saraf otonom

kelemahan Resiko tinggi terhadap trauma

Akral dingin Jalan nafas tidak efektif

Perfusi perifer tidak efektif

G. Komplikasi
1. Kejang berulang
2. Retardasi mental
3. Palsi cerebralis
4. Epilepsi
5. Hemiparese

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Anamnesis: riwayat penyakit keluarga, penyakit ibu dan obat yang dipakai
selama kehamilan,  problem persalinan (asfiksia, trauma, infeksi
persalinan).
2. Pemeriksaan fisik: bentuk kejang, iritabel, hipotoni, gangguan pola nafas,
perdarahan kulit, sianosis, ikterus, ubun-ubun besar cembung.
3. Pemeriksaan laboratorium: darah rutin, gula darah, elektrolit, analisa gas
darah, punksi lumbal, kultur darah, bilirubin, pemeriksaan urine.
4. Pemeriksaan radiologi: USG dan CT Scan kepala
5. Pemeriksaan EEG
I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan kejang dibagi menjadi 3 hal, yaitu:
1. Pengobatan Fase Akut
a. Memberantas kejang
Kejang *Berikan diazepam rectal: 5 mg untuk BB < 10 kg
10 mg untuk BB > 10 kg
atau iv: 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
tunggu 5 menit, berikan oksigen.

Masih kejang * berikan diazepam rectal / iv, dosis sama, tunggu 5 menit
* oksigenasi adekuat 1 lt/menit
*berikan cairan intravena (D5, ¼ S; D5, ½ S atau RL)
Masih kejang
 Berikan fenitoin/difenilhidramin loading, iv dosis 10-15
mg/kgBB maksimal 200mg, tunggu sampai 20 menit.

Masih kejang: Kejang berhenti, rumatan:


 Masuk ICU-aneatesi umum. Fenitoin 5 – 8 mg/Kg

 Dormikum iv dosis Fenobalbital 4-5 mg/kgBB

 Fenitoin drip dengan dosis 15 mg/kgBB/24 jam.

b. Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya


c. Menurunkan panas bila demam atau hipereaksi dengan kompres
seluruh tubuh dan bila telah menunjukkan dapat diberikan paracetamol
10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB.
d. Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (>
10 menit) dengan intravena D5 1/4S, D5 1/2S, RL.

2. Mencari penyebab dan mengobati penyebab


Dengan penelusuran sebab kejang dan faktor risiko terjadinya kejang,
pengobatan terhadap penyebab kejang sesuai yang ditemukan.
3. Pengobatan pencegahan berulangnya kejang
Diberikan anti konvulsan rumatan yaitu fenitoin/difenilhidation 5-8
mg/kgBB/hari, dalam 2 kali pemberian (terbagi 2 dosis) atau fenobarbital
(bila tak ada fenitoin): 5-8 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.

J. Pengkajian
1. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
 Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali.
 Adakah dispersi bentuk kepala.
 Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-
ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar
menutup atau belum.
b. Rambut
 Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
c. Muka/wajah
 Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah, sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa sehingga wajah tertarik
ke sisi sehat.
 Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus.
 Apakah ada gangguan nervus cranial.
d. Mata
 Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan.
 Apakah keadaan sklera, konjungtiva.
e. Telinga
 Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
f. Hidung
 Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat
jalan napas.
 Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya.
g. Mulut
 Adakah tanda-tanda sardonicus.
 Adakah cynosis.
 Bagaimana keadaan lidah.
 Adakah stomatitis.
h. Tenggorokan
 Adakah tanda-tanda peradangan tonsil.
 Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat.
i. Leher
 Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid.
 Adakah pembesaran vena jugulans
j. Thorax
 Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale.
 Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan.
k. Jantung
 Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya.
 Adakah bunyi tambahan.
 Adakah bradicardi atau tachycardia.
l. Abdomen
 Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen.
 Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus.
 Adakah tanda meteorismus.
 Adakah pembesaran lien dan hepar.
m. Kulit
 Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya.
 Apakah terdapat oedema, hemangioma.
 Bagaimana keadaan turgor kulit.
n. Ekstremitas
 Apakah terdapat oedema atau paralise terutama setelah terjadi
kejang.
 Bagaimana suhunya pada daerah akral.
o. Genetalia
 Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi.

K. Diagnosa
Diagnosa yang mungkin muncul pada kejang demam menurut SDKI (2017),
yaitu:
1. Termogulasi tidak efektif b.d proses infeksi
2. Hipertermia b.d proses infeksi
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
4. pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan kejang

L. Rencana keperawataan
1. Termogulasi tidak efektif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
termogulasi membaik, dengan, kriteria hasil:
1. kejang menurun
2. suhu tubuh membaik
Regulasi teperatur (I.14578)

Observasi :

1. monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika perlu


2. .monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia
Terapeutik :

1. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu


2. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi.
3. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien.
Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian amtipretik, jika perlu.

2. Hipertermia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
hipertermia menurun, dengan, kriteria hasil:
1. kejang menurun
2. konsumsi oksigen membaik
3. suhu tubuh membaik
4. suhu kulit membaik
Manajemen Hipertermia (I.15506)

Observasi :

1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar


lingkungan panas).
2. Monitor suhu tubuh.
Terapeutik :
1. Longgarkan atau lepaskan pakaian.
2. Berikan cairan oral.
3. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat berlebih).
4. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Kompres dingin pada dahi,
leher,dada dan aksila).
Edukasi :

1. Anjurkan tirah baring.


Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu.
3. Perfusi perifer tidak efektif
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
perfusi perifer meningkat dengan Kriteria hasil :

1. Warna kulit pucat menurun


2. Pengisian kapiler membaik
3. Akral membaik
Pemantauan hasil laboratorium (l.02057)

Observasi :
1. Identivikasi pemeriksaan laboratorium yang diperlukan
2. Monitor hasil laboratorium yang diperlukan
3. Periksa kesesuaian laboratorium dengan penampilan klinis pasien
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan dokter jika hasil laboratorium memerlukan
intervensi media
4. pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan kejang
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pola
napas membaik dengan Kriteria hasil :
1. tekanan inpirasi meningkat
2. frekuensi napas membaik
kedalaman napas membaik
Manajemen jalan napas (l.01011)
Observasi :
1. monitor pola napas ( frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Terapeutik :
1. posisikan semi fowler atau fowler
2. berikan minum air hangat
3. berikan osigen
Edukasi :
1. anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator
DAFTAR PUSTAKA

Nanda. 2001. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006.


Philadelphia.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Price & Wilson. 1995. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Sumijati. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi
Pada Anak. Surabaya: PERKANI.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Wahidiyat. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Jakarta: Info Medika.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi


Dan Indikator Diagnostik ((Cetakan Iii) 1 Ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi


Dan Tindakan Keperawatan ((Cetakan II) 1 Ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi Dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((Cetakan II) 1 Ed.). Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai