Anda di halaman 1dari 41

TUGAS PROBLEM BASE LEARNING

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II

“Asuhan Keperawatan Dengan Kasus Kegawatan Sistem Muskuloskeletal Pada Pasien


Fraktur Terbuka ”

OLEH :

KELOMPOK 1

ANDI CINDEWI ANDI NYIWI (1701001)

ANA YULIAWATI (1701003)

ANDI NURUL FADILA (1701005)

FIDYAH FITRASARI NUGRAHA (1701013)

RAMLAH (1701017)

RIKA WULANDARI (1701019)

SITI HARDILA NASIR (1701023)

SRI DAMAYANTI (1701025)

SRY WAHYUNI MANSUR (1701027)

SUWARNI SYAM (1701029)

WIDHY NURMAYANI (1701031)

STIKES PANAKUKANG MAKASSAR

S1 KEPERAWATAN REGULER / TAHUN AJARAN 2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Kuasa, karena atas limpahan rahmat serta
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Problem Base Learning ini dengan
tepat pada waktu yang ditentukan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat II. Selama penyusunan Tugas Problem Base Learning ini, kami
mendapat pengetahuan beserta wawasan mengenai materi.

Untuk itu, ucapan terimakasih tak lupa kami sampaikan kepada dosen mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat II di Stikes Panakukkang Makassar yang dalam hal ini telah
memberi pengetahuan dalam bentuk materi maupun pemikiran sehingga dalam penyusunan
Tugas Problem Base Learning ini berjalan dengan lancar. Semoga Tugas ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi teman-teman para pembaca.

Makassar,30 September
2020

Penyusun

Kelompok 1

1
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar……………………………………………………………………………...1

Daftar Isi…………………………………………………………………………………....2

BAB 1 (PENDAHULUAN)

A. Latar belakang Penulisan………………………………………………………...…4


B. Tujuan Penulisan……………………………………………………………………5
C. Manfaat Penulisan…………………………………………………………………..6

BAB II (TINJAUAN PUSTAKA)

A. Konsep Medis………………………………………………………………………7
1) Defenisi fraktur…………………………………………………………………7
2) Etiologi fraktur…………………………………………………………….…....7
3) Patofisiologi fraktur …………………………………………………………....8
4) Manisfestasi klinik fraktur………………………………………………….…..8
5) Pemeriksaan diagnostic fraktur………………………………………………..11
6) Komplikasi fraktur…………………………………………………………….12
7) Penatalaksanaan fraktur……………………………………………………….14
B. Konsep Keperawatan……………………………………………………………...16
1) Pengkajian …………………………………………………………………….16
2) Diagnose keperawatan (NANDA)…………………………………………….21
3) Intervensi (NIC)……………………………………………………………….21
4) Evaluasi (NOC)………………………………………………………………..23

BAB III (TINJAUAN KASUS)

A. Skenario Kasus……………………………………………………………………24
B. Daftar pertanyaan…………………………………………………………………33

BAB IV (PEMBAHASAN)

A. Jawaban Pertanyaan………………………………………………………………34
B. Informasi tambahan………………………………………………………………36
1) Jurnal Ilmiah……………………………………………………………………...36

2
2) Diagnose Banding……………………………………………………………….37

BAB V (PENUTUP)

A. Kesimpulan……………………………………………………………………...38
B. Saran ……………………………………………………………………………38

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..39

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan


Fraktur adalah terputusnya diskontinuitas susunan tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik (Rendy & Margareth, 2012). Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada
lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa
trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan
tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang bergantung pada
jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul
yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang
yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi
dapat menyebabkan patah tulang yang disebut fraktur dislokasi (Sjamsuhidayat,
2011). Badan kesehatan dunia mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta
orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1,3 juta orang
mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi
cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah sekitar 40% dari insiden
kecelakaan yang terjadi.
Fraktur di Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga dibawah
penyakit jantung koroner dan tuberculosis. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 didapatkan bahwa angka kejadian cidera mengalami
peningkatan dibandingkan dari hasil pada tahun 2007. Kasus fraktur yang disebabkan
oleh cedera antara lain karena terjatuh, kecelakaan lalu lintas dan 2 trauma benda
tajam atau tumpul. Kecenderungan prevalensi cedera menunjukkan kenaikan dari 7,5
% pada tahun 2007 menjadi 8,2% pada tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013). Peristiwa
terjatuh terjadi sebanyak 45.987 dan yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang
(58 %) turun menjadi 40,9%, dari 20.829, kasus kecelakaan lalu lintas yang
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (25,9%) meningkat menjadi 47,7%, dari
14.125 trauma benda tajam atau tumpul yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang
(20,6%) turun menjadi 7,3%. Fraktur yang sering terjadi yaitu fraktur femur. Fraktur
femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai adanya kerusakan
jaringan lunak (Helmi, 2012).

4
Kejadian fraktur di Provinsi Bali cukup tinggi. Data registrasi Dinas
Kesehatan (Dinkes) Provinisi Bali tahun 2011, didapatkan data fraktur sebanyak
3.065 kasus (8,9%) dari seluruh penyakit yang dirawat di Rumah Sakit di Bali. Data
dari Dinkes Provinisi Bali pada tahun 2015 di RSUD Mangusada yang menderita
fraktur dari Bulan Januari - Desember 2015 penderita fraktur sebanyaak 1.589 kasus
(Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2015).
Penanganan fraktur terbagi menjadi dua jenis yaitu secara konservatif (tanpa
pembedahan) dan dengan pembedahan. Tindakan pembedahan salah satunya
pemasangan Open Reduction Internal Fixation (ORIF) sebagai alat fiksasi atau
penyambung tulang yang patah. Dengan tujuan agar fragment dari tulang yang patah
tidak terjadi pergeseran dan dapat menyambung lagi dengan baik. Setelah dilakukan
tindakan post operasi ORIF salah satu masalah keperawatan yang muncul yaitu
gangguan mobilitas fisik (Muttaqin, 2011). Gangguan mobilitas fisik adalah
keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri
(PPNI, 2017).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum

Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa


fraktur terbuka.

2. Tujuan khusus

Secara lebih khusus pemberian asuhan keperawatan pada pasien fraktur terbuka
bertujuan untuk:

a. Mengidentifikasi data hasil pengkajian pada pasien fraktur terbuka


b. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang dirumuskan pada pasien
fraktur terbuka
c. Mengidentifikasi intervensi yang direncanakan pada asuhan keperawatan
pasien fraktur terbuka
d. Mengidentifikasi implementasi yang dilakukan pada asuhan keperawatan
pasien fraktur
e. Mengideifikasi hasil evaluasi pada asuhan keperawatan pasien fraktur
terbuka

5
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa fraktur
terbuka
C. Manfaat Penulisan
Hasil studi kasus ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi mahasiswa
berikutnya yang akan melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan pada pasien
dengan diagnosa fraktur terbuka.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
1. Definisi Fratur
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu
tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali
terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang,
tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang
putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi
pemulihan klien ( Black dan Hawks, 2014).
2. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan
suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan.
Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan
hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa
memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang
dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi
pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio,
Jackson dan Keogh, 2014).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat
dibedakan menjadi:
a. Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
1. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan
2. Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga
menyebabkan fraktur klavikula
3. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur patologik

7
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan :
1. Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2. Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul salah satu proses yang progresif
3. Rakhitis
4. Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

3. Patofisiologi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :


Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur.
Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang
mungkin hanya retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti
tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkepingkeping. Saat terjadi
fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat
mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot
yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu menggeser
tulang besar, seperti femur. Walaupunbagian proksimal dari tulang patah tetap
pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena faktor penyebab
patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser
ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen
tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum
dari tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering
terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan
lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula),
hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah
periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan
menciptakan respon peradangan yang hebat sehingga akan terjadi
vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan
leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan
tulang.

4. Manifestasi Klinis menurut Black dan Hawks (2014)

8
Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien,
riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis.

Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:

a. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada
lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi
fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa
pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi
gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-
masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur
dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
f. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
g. Kehilangan fungsi Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan
fraktur atau karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang
terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau
gesekan antar fragmen fraktur.
i. Perubahan neurovaskular Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan
saraf perifer atau struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan

9
rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari
fraktur
j. Syok Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar
atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.

5. Patofisiologi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :


Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur.
Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang
mungkin hanya retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti
tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkepingkeping. Saat terjadi
fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat
mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot
yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu menggeser
tulang besar, seperti femur. Walaupunbagian proksimal dari tulang patah tetap
pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena faktor penyebab
patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser
ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen
tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum
dari tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering
terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan
lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula),
hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah
periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan
menciptakan respon peradangan yang hebat sehingga akan terjadi
vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan
leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan
tulang.

6. Klasifikasi fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera,
sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang.

10
Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi
berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :
a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada
jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka
dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.
7. Jenis Fraktur Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga
jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka
pada bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak
berhubungan dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya
luka pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan
udara luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang
yang patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak
semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka
memerlukan pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor
penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian
ekstermitas terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.

Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:

a. Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang
yang patah direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka
segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai
gips.
b. Fraktur kuminutif

11
Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang
terdiri dari dua fragmen tulang.
c. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut
terhadap tulang.
d. Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang
yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya,
fraktur jenis ini biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang
menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.
f. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat
sembuh dengan imobilisasi.

8. Komplikasi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :


Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis
cedera, usia klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan
penggunaan obat yang mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin,
kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi yang terjadi setelah fraktur antara
lain:
a. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan tungkai
klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan klien untuk
menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai. parestesia, atau adanya keluhan
nyeri yang meningkat.
b. Sindroma kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi oleh
jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika
otot mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon
terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen

12
yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler. Jika suplai darah lokal tidak
dapat memenuhi kebutuhan metabolikjaringan, maka terjadi iskemia.
Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi gangguan sirkulasi yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif
pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun yang menurunkan
ukuran kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor internal seperti
perdarahan atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan menyebabakan
pelepasan histamin oleh otot-otot yang terkena, menyebabkan edema lebih
besar dan penurunan perfusi lebih lanjut.
Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak metabolisme
anaerob dan peningkatan aliran darah yang menyebabakn peningkatan
tekanan jaringan. Hal ini akan mnyebabkan suatu siklus peningkatan
tekanan kompartemen. Sindroma kompartemen dapat terjadi dimana saja,
tetapi paling sering terjadi di tungkai bawah atau lengan. Dapat juga
ditemukan sensasi kesemutanatau rasa terbakar (parestesia) pada otot.
c. Kontraktur Volkman
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma
kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-
menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti oleh jaringan
fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma kompartemen setelah
fraktur tibia dapat menyebabkan kaki nyeri atau kebas, disfungsional, dan
mengalami deformasi.
d. Sindroma emboli lemak
Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada pasien
fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari tulang panjang
seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul.
Kompikasi jangka panjang dari fraktur antara lain:
a. Kaku sendi atau artritis Setelah cedera atau imobilisasi jangka
panjang , kekauan sendi dapat terjadi dan dapat menyebabkan
kontraktur sendi, pergerakan ligamen, atau atrofi otot. Latihan gerak
sendi aktif harus dilakukan semampunya klien. Latihan gerak sendi
pasif untuk menurunkan resiko kekauan sendi.
b. Nekrosis avaskular Nekrosis avaskular dari kepala femur terjadi
utamaya pada fraktur di proksimal dari leher femur. Hal ini terjadi

13
karena gangguan sirkulasi lokal. Oleh karena itu, untuk menghindari
terjadinya nekrosis vaskular dilakukan pembedahan secepatnya untuk
perbaikan tulang setelah terjadinya fraktur.
c. Malunion Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi
yang tidak tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang
serta gravitasi. Hal ini dapat terjadi apabila pasien menaruh beban pada
tungkai yang sakit dan menyalahi instruksi dokter atau apabila
alatbantu jalan digunakan sebelum penyembuhan yang baik pada
lokasi fraktur.
d. Penyatuan terhambat Penyatuan menghambat terjadi ketika
penyembuhan melambat tapi tidak benar-benar berhenti, mungkin
karena adanya distraksi pada fragmen fraktur atau adanya penyebab
sistemik seperti infeksi.
e. Non-union Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6
bulan setelah cedera awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya
tidak terjadi. Biasanya diakibatkan oleh suplai darah yang tidak cukup
dan tekanan yang tidak terkontrol pada lokasi fraktur.
f. Penyatuan fibrosa Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen
fraktur. Kehilangan tulang karena cedera maupun pembedahan
meningkatkan resiko pasien terhadap jenis penyatuan fraktur.
g. Sindroma nyeri regional kompleks Sindroma nyeri regional kompleks
merupakan suatu sindroma disfungsi dan penggunaan yang salah yang
disertai nyeri dan pembengkakan tungkai yang sakit.
k. Menurut Istianah (2017) Pemeriksan Diagnostik antara lain:
h. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
i. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan
fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
j. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
k. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau
menurun pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin
terjadi sebagai respon terhadap peradangan.
9. Penatalaksaan fraktur

14
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke
posisi semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan
patah tulang. Cara pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau
imobilisasi, misalnya menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada fraktur
iga dan fraktur klavikula pada anak. Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa
reposisi, biasanya dilakukan pada patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi.
Cara ketiga adalah reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan
imobilisasi, biasanya dilakukan pada patah tulang radius distal. Cara keempat
adalah reposisi dengan traksi secara terus-menerus selama masa tertentu. Hal
ini dilakukan pada patah tulang yang apabila direposisi akan terdislokasi di
dalam gips. Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi
dengan fiksasi luar. Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti
dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif. Cara ketujuh berupa
reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna yang biasa disebut
dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Cara yang terakhir berupa
eksisi fragmen patahan tulang dengan prostesis (Sjamsuhidayat dkk, 2010)

Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :

a. Diagnosis dan penilaian fraktur


Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan
untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan
perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik
yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama
pengobatan.
b. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran
garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi
terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau
mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi
untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup
gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka.
Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal
untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi
solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan

15
plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui
pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan
terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang
patah dapat tersambung kembali.
c. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan
plat atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi
ekstremitas yang mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah
pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan.
Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi
tiga kategori yaitu :
1. Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien
mempertahankan rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya
pelekatan atau kontraktur jaringan lunak serta mencegah strain
berlebihan pada otot yang diperbaiki post bedah.
2. Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan
yang sehat, katrol atau tongkat
3. Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan
memperkuat otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan
jaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan atau
dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan ekstremitas
atas.
B. Konsep Keperawatan
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah pertama yang paling penting dalam proses
keperawatan. Jika langkah ini tidak di tangani dengan baik, perawat akan
kehilangan kontrol atas langkah-langkah selanjutnya dari proses keperawatan.
Tanpa pengkajian keperawatan yang tepat, tidak ada diagnosa keperawatan,
dan tanpa diagnosa keperawatan, tidak ada tindakan keperawatan mandiri
(Herman, 2015). Meliputi:

16
1) Identitas Pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, nomer register, tanggal masuk Rumah
Sakit, diagnose medis.
2) Pengkajian Primer
Menurut Paul Krisanty (2016) Setelah pasien sampai di Instalasi
Gawat Darurat (IGD) yang pertama kali harus dilakukan adalah
mengamankandanmengaplikasikan prinsipAirway, Breathing, Circulation,
DisabilityLimitation, Exposure (ABCDE).
a) Airway : Penilaian kelancaran airway pada klien yang
mengalami fraktur meliputi, pemeriksaan adanya obstruksi jalan
nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur wajah,
fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trachea.
Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi
vertebral servikal karena kemungkinan patahnya tulang servikal
harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan chin
lift, tetapi tidak boleh melibatkan hiperektensi leher.
b) Breathing : Setelah melakukan airway kita harus
menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Dada
klien harus dibuka uantuk melihat pernafasan yang baik.
c) Circulation : Kontrol perdarahan vena dengan menekan
langsung sisi area perdarahan bersamaan dengan tekanan jari
pada arteri paling dekat dengan perdarahan. Curiga hemoragi
internal (pleural, parasardial, atau abdomen) pada kejadian syok
lanjut dan adanya cidera pada dada dan abdomen. Atasi syok,
dimana klien dengan fraktur biasanya mengalami kehilangan
darah. Kaji tanda- tanda syok yaitu penurunan tekanan darah,
kulit dingin, lembab dan nadi halus.
d) Disability :kaji kedaan neurologis secara cepat yang dinilai
adalah tingkat kesadaran (GCS), ukuran dan reaksi pupil.
Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen dan
penurunan perfusi ke otak, atau disebabkan perlukaan pada otak.

17
Perubahan kesadaran menuntut dilakukannya pemeriksaan
terhadap keadaan ventilasi, perfusi dan oksigenasi.
e) Exsposure : jika exsposure dilakukan di Rumah Sakit, tetapi jika
perlu dapat membuka pakaian, misalnya membuka baju untuk
melakukan pemeriksaan fisik thoraks. Di Rumah Sakit klien harus di
buka seluruh pakaiannya, untuk evaluasi klien. Setelah pakain
dibuka, penting agar klien tidak kedinginan klien harus diberikan
slimut hangan, ruangan cukup hangat dan diberikan cairan intravena.
3) Pengkajian Sekunder
Bagian dari pengkajian sekunder pada pasien cidera muskuloskeletal
adalah anamnesis danpemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder
adalah mencari cidera - cidera lain yang mungkin terjadi pada pasien
sehingga tidak satupun terlewatkan dan tidak terobati. Apabila pasien
sadar dan dapat berbicara maka kita harus mengambil riwayat AMPLE
daripasien, yaitu Allergies, Medication, Past Medical History, Last Ate
dan Event (kejadian atau mekanisme kecelakaan). Mekanisme kecelakaan
penting untuk ditanyakan untuk mengetahui dan memperkirakan cedera
apa yang dimiliki oleh pasien, terutama jika kita masih curiga ada cidera
yang belum diketahui saat primary survey, Selain riwayat AMPLE,
penting juga untuk mencari informasi mengenai penanganan sebelum
pasien sampai di rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal
yang penting untuk dievaluasi adalah (1) kulit yang melindungi pasien
dari kehilangan cairan dan infeksi, (2) fungsi neuromuskular (3)status
sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan tulang. Cara pemeriksaannya
dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada Look, kita menilai warna
dan perfusi, luka,deformitas, pembengkakan, dan memar. Penilaian
inspeksi dalam tubuh perlu dilakukan untuk menemukan pendarahan
eksternal aktif, begitu pula dengan bagian punggung. Bagian distal tubuh
pulsasi menandakan adanya gangguan vaskularisasi. Ekstremitas yang
bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan adanya crush injury
dengan ancaman sindroma kompartemen.
Pada pemerikasaan Feel, kita menggunakan palpasi untuk memeriksa
daerah nyeri tekan, fungsi neurologi, dan krepitasi.Pada periksaan Move
kita memeriksa Range of Motion dan gerakan abnormal. Pemeriksaan

18
sirkulasi dilakukan dengan cara meraba pulsasi bagian distal dari fraktur
danjuga memeriksa capillary refill pada ujung jari kemudian
membandingkan sisi yang sakit dengan sisi yang sehat. Jika hipotensi
mempersulit pemeriksaan pulsasi, dapat digunakan alat Doppler yang
dapat mendeteksi aliran darah di ekstremitas. Pada pasien dengan
hemodinamik yang normal, perbedaan besarnya denyut nadi, dingin,
pucat, parestesi danadanya gangguan motorik menunjukkan trauma arteri.
Selain itu hematoma yang membesar atau pendarahan yang memancar
dari luka terbuka menunjukkan adanya traumaarteria.
Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan mengingat cedera
muskuloskeletal juga dapat menyebabkan cedera serabut syaraf dan
iskemia sel syaraf. Pemeriksaan fungsi syaraf memerlukan kerja sama
pasien.
4) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada pasien fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lama serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri di gunakan:
a) Provoking Incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presitasi nyeri.
b) Quality Of Pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan.Apakah
seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
c) Region : Apakah rasaa sakit bias reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (scalr) Of Pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau menerangkkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
5) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. penyakit tersebut sehingga nantinya bias ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.

19
6) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
member petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit – penyakit tersebut seperti kangker tulang dan penyakit pagets
yang menyebabkan fraktur patologis yang sulit untuk menyambung.
7) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan
kangker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
8) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : dikaji GCS klien
b) System Integumen : kaji ada tidaknya eritema, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
c) Kepala : kaji bentuk kepala, apakah terdapat benjolan, apakah ada
nyeri kepala.
d) Leher : kaji ada tidaknya penjolan kelenjar tiroid, dan reflek
menelan.
e) Muka : kaji ekspresi wajah klien wajah, ada tidak perubahan fungsi
maupun bentuk. Ada atau tidak lesi, ada tidak oedema.
f) Mata : kaji konjungtiva anemis atau tidak (karena tidak terjadi
perdarahan).
g) Telinga : kaji ada tidaknya lesi, nyeri tekan, dan penggunaan alat bantu
pendengaran.
h) Hidung : kaji ada tidaknya deformitas, dan pernapasan cuping
hidung.
i) Mulut dan Faring : kaji ada atau tidak pembesaran tonsil, perdarahan
gusi, kaji mukosa bibir pucat atau tidak.
j) Paru :
1) Inspeksi : kaji ada tidaknya pernapasan meningkat.

20
2) Palpasi : kaji pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama
3) Perkusi : kaji ada tidaknya redup atau suara tambahan.
4) Auskultasi : kaji ada tidaknya suara nafas tambahan. (1) Jantung(a)
Inspeksi : kaji ada tidaknya iktus jantung.(b) Palpasi : kaji ada
tidaknya nadi meningkat, iktus teraba atau tidak.(c) Perkusi : kaji suara
perkusi pada jantung d) kaji adanya suara tambahan.
k) Abdomen
(a) Inspeksi : kaji
kesimetrisan, ada atau tidak
hernia
(b) Auskultasi : kaji suara
Peristaltik usus klien
(c) Perkusi : kaji adanya
suara
(d) Palpasi : ada atau tidak
nyeri tekan
l) Ekstremitas
(a) Atas : kaji kekuatan otot, rom kanandan kiri,capillary refile,
perubahan bentuk tulang
(b) Bawah : kaji kekuatan otot, rom kanan dan kiri, capillary refile, dan
perubahan bentuk tulang
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut NANDA (2015) diagnose keperawatan yang di tegakkan pada klien
dengan fraktur meliputi :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (00132).
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, nyeri, penurunan kekuatan otot (00085)
c. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan
pada tonjolan tulang (00047).
d. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan intregritas kulit
(kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif/ traksi tulang)
(00004)

21
3. INTERVENSI &IMPLEMENTASI
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (00132).
Tujuan : diharapkan nyeri berkurang
Kriteria hasil : Menyatakan nyeri berkurang, menunjukkan tindakan santai,
mampu berprtisipasi dalam beraktivitas.
Intervensi
1. Kaji nyeri klien
2. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan
3. Lakukan kompres air dingin selama fase akut 24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
4. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan


neuromuskuler, nyeri, penurunan kekuatan otot (00085)
Tujuan : Dapat menunjukkan kemampuan untuk melakukan aktifitas
Kriteria hasil :Meningkatkan dan mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi, mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan kekuatan
atau fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
Intervensi :

1) Kaji imobilisasi klien

2) Bantu latihan rentan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit


maupun yang sehat sesuai keadaan klien

3) Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/ eliminasi) sesuai


keadaan pasien

4) Lakukan perawatan tirah baring klien

c. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan


pada tonjolan tulang (00047)
Tujuan :Diharapkan ketidaknyamanan hilang, tidak ada kerusakan
integritas kulit

22
Kriteria hasil : Menunjukkan perilaku atau teknik untuk mncegah
kerusakan kulit atau memudahkan penyembuhuhan sesuai indikasi,
mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuuhan lesi.

Intervensi :

1) Kaji kulit untuk luka terbuka

2) Lakukan perawatan tirah baring

3) Masase kulit terutama dengan penonjolan tulang dan area distal


bebat / gips.

4) Bersihkan kulit menggunakan sabun dan air

d. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan intregritas kulit


(kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif/ traksi tulang)
(00004)

Tujuan : Diharapkan penyembuhan luka sesuai waktu

Kriteria hasil :Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu,


bebas drainase purulen atau eritema dan demam.

Intervensi :

1) Kaji adanya infeksi atau iritasi pada luka.


2) Gunakan perawatan luka dengan tehnik steril
3) Monitor tanda – tanda vital
4) Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai
indikasi.
4. EVALUASI
Menurut Wahid (2013) menyatakan evaluasi pada klien fraktur meliputi:
1. Nyeri berkuarang atau hilang
2. Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
3. Pertukaran gas adekuat
4. Tidak adanya gangguan dalam mobilisasi fisik
5. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
6. Infeksi tidak terjadi
7. Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
23
BAB III

TINJAUN KASUS

A. SKENARIO KASUS

SKENARIO

Seorang laki-laki berusia 38 tahun mendapatkan perawatan di ruangan ortopedi setelah


mengalami kecelakaan lalu lintas dan mengalami trauma pada daerah ekstremitas
bawah. Hasil pengkajian didapatakan data, terdapat luka laserasi pada kaki kanan, pasien
mengeluh nyeri, pasien mengatakan keterbatasan rentang gerak, dan daerah kaki tidak
bisa digerakkan karna akan terasa nyeri, Pasien juga mengatakan terdapat luka terbuk
pada daerah kaki kanan. Serta terdapat hermatom pada daerah yang mengalami cidera,
terdapat skala nyeri 8, dan terpasang kateter. Hasil pemeriksaan dignotic tampak adanya
retak pada ekstremitas dextra.

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien

24
a) Nama : Tn. K
b) Umur : 38 tahun
c) Jenis kelamin : Laki-laki
d) Status perkawinan : Belum
e) Agama : Islam
f) Suku : Makassar
g) Pendidikan : SMK
h) Alamt : Jalan Sunu
i) Diganosa medis : Open fraktur ekstremitas dextra.
j) Tanggal pengkajian : 1 oktober 2020
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama : Nyeri
b) Riwayat Penyakit Saat Ini : Tn. K mengatakan nyeri, daerah kaki tidak bisa
digerakkan. Pengkajian didapatkan data, terdapat luka laserasi pada kaki kanan,
serta terdapat hermatom pada daerah yang mengalami cidera. Hasil pemeriksaan
dignotic tampak adanya retak pada ekstremitas dextra.
c) Riwayat Masa Lalu : Klien belum pernah dirawat rumah sakit sebelumnya
d) Riwayat Kes Keluarga : Menurut keterangan dari keluarga klien dan dari klien,
tidak ada dari anggota keluarganya yang pernah dirawat sakit dan tidak ada dari
keluarganya yang menderita penyakit menular
3. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum :
a) Kesadaran : Compos Mentis
b) Keadaan umum : baik
c) Tinggi badan : 170 cm
d) Berat Badan : 59 kg
2) Tanda Vital :
a) TD : 120/90 mmHg
b) Nadi : 100 ×/menit
c) Pernapasan : 22 ×/menit
d) Suhu tubuh : 36 oC
3) Head to toe :
a) Kepala

25
a. Bentuk kepala :Bentuk simentris, rambut hitam dan tidak ada ketombe,
tidak nyeri tekan
b. Mata :Bentuk simentris, Bulat dan kecil, konjungtiva merah
muda
c. Telinga bentuk :Bentuk dan sementris
d. Hidung :Bentuk sementris, tidak dijumpai perandangan,
polip/sumbatan tidak ada
e. Mulut :Mukosa lembab, sariawan tidak ada
f. leher :Bentuk simetris, tidak terdapat kelainan dan
pembengkakan serta semua dalam keadaan normal
b) Thorax
a. Dada : Bentuk simetris
b. Paru-paru : pernapasan 22 ×/menit
c. Jantung : Bunyi jantung normal
c) Abdomen : Bentuk datar, tidak adanya berjolan dan tidak adanya nyeri
tekan
d) Eksterimitas atas :
Bentuk semetris, sensasi halus ada, pergerakan normal, feflek patella (+),
tidak ada pembengkakan.
Eksterimitas bawah :
Bentuk tidak simetris, terjadi pemendekan kaki kanan, sensasi tajam ada
gerakan rom terjadi gangguan, reflex bisep ada, ada terdapat pembengkakan
dibagian kaki kanan. Terdapat luka laserasi pada kaki kanan. Skala nyeri
yang dirasakan 8
e) Kulit : Kulit normal, turgo baik, adanya terdapat luka laserasi pada kaki
kanan

4. Kebutuhan Dasar
1) Personal Hygiene :
Dalam personal hygiene klien mengalami perubahan selama masuk rumah sakit
2) Pola Nutrisi :
Nafsu makan normal, setiap makan yang disediakan oleh rumah sakit selalu
dihabiskan. Jumlah frekuensi makan 3 ×/sehari.
3) Psikososial :

26
Hubungan dengan keluarga baik, suka berinteraksi dengan lingkungan sekitar,
sering mengikuti acara ditempat tinggalnya
4) Spiritual :
Ketaatan dalam menjalankan ibadah berkembangan, menjalan sholat terlambat,
tidak suka menbaca buku, tidak dapat menjalankan kegiatan keagamaan berupa
pengajian
5. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium: Sudah dilakukan pengambilan dan hasil masih dalam proses
2) X-Ray : Open Fraktur
6. Analisa Data :
Ds :
1) Pasien mengatakan nyeri pada daerah kaki
2) Pasien mnegatakan daerah kaki tidak bisa digerakkan
3) Pasien mengatkan keterbatasan rentang gerak
4) Pasien mengatakan berdarah pada daerah yang mengalami cidera
5) Pasien juga mengatakan terdapat luka terbuk pada daerah kaki kanan
6) Pasien mnegatakan kakinya tidak bisa digerakkan karna akan terasa nyeri
Do :
1) Pasien tampak nyeri
2) Skala nyeri yang dirasakan 8
3) Psien tampak focus pada diri sendiri melindungi area nyeri
4) terdapat luka laserasi pada kaki kanan
5) Pasien tampak terjadi pembengkakan dibagian kaki kanan
6) Pasien tampak terpasang kateter
7) Pasien tampak daerah kaki tidak bisa digerakkan, serta terdapat hermatom
pada daerah yang mengalami cidera
8) pemeriksaan dignotic tampak adanya retak pada ekstremitas dextra.

B. ANALISA DATA

N DATA MASALAH KEPERAWATAN


O
DS:
1. 1) Pasien mengatakan nyeri pada

27
daerah kaki
2) Pasien mengatakan berdarah
pada daerah yang mengalami
cidera
3) Pasien juga mengatakan
terdapat luka terbuk pada Nyeri Akut
daerah kaki kanan
4) Pasien juga mengatakan
kakinya tidak bisa digerakkan
karna akan terasa nyeri
DO:
1) Pasien tampak nyeri
2) Skala nyeri yang dirasakan 8
3) Psien tampak focus pada diri
sendiri melindungi area nyeri
4) terdapat luka laserasi pada
kaki kanan
5) Pasien tanpak daerah kaki
tidak bisa digerakkan, serta
terdapat hermatom pada
daerah yang
Mengalami cidera.
2. DS:
1) Pasien mnegatakan daerah
kaki tidak bisa digerakkan
2) Pasien mengataka keterbatasan
rentang gerak
3) Pasien mnegatakan kakinya
tidak bisa digerakkan karna
akan terasa nyeri Mobilitas fisik
DO:
1) terdapat luka laserasi pada
kaki kanan
2) Pasien tampak terjadi

28
pembengkakan dibagian kaki
kanan
3) Pasien tampak terpasang
kateter
4) Pasien tampak daerah kaki
tidak bisa digerakkan, serta
terdapat hermatom pada
daerah yang mengalami
cidera.
5) pemeriksaan dignotic tampak
adanya retak pada ekstremitas
dextra
3. DS:
1) Pasien mnegatakan daerah
kaki tidak bisa digerakkan
2) Pasien mengatakan berdarah
pada daerah yang mengalami
cidera
3) Pasien juga mengatakan
terdapat luka terbuk pada
daerah kaki kanan
4) Pasien mnegatakan kakinya Kerusakan integritas kulit
tidak bisa digerakkan karna
akan terasa nyeri
DO:
1) terdapat luka laserasi pada
kaki kanan
2) Pasien tampak terjadi
pembengkakan dibagian kaki
kanan
3) Pasien tanpak daerah kaki
tidak bisa digerakkan, serta
terdapat hermatom pada
daerah yang mengalami cidera

29
.
4.

1) Faktor Resiko Gangguan Resiko Infeksi


integritas kulit

1. DIAGNOSA KEPERAWTAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan factor mekanik gerakan atau tekanan
b. Mobilitas fisik berhubungan dengan Ganggun muskuloskeletal
c. Keruskan integritas kulit berhubungan dengan cedera fisik fraktur
terbuka
d. Resiko infeksi factor resiko gangguan itegritas kulit

2. Catatan data nic noc


a. Domain 12. Kenyamana
Kelas 1 kenyamanan fisik
Kode 00132
DX: Nyeri Akut
Batas Krakteristik
1) Ekspresi wajah nyeri
2) Focus pada diri sendiri/ melindungi area nyeri
3) Perilaku nyeri/ perubahan aktivitas gerak
Faktor yang berhubungan:
1) factor mekanik gerakan atau tekanan

NOC :

Kriteria Hasil :

30
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal

NIC :

1. Perubahan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,


bebat dan atau traksi
2. Tinggan posisi ekstremitas yang tertekan
3. Lakukan dan awasi latihan gerk pasif/aktif
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan(masase,
perubahan posisi)

b. Domain 4 Aktivitas/ Istirahat


Kelas 2 Aktivitas/ Olahraga
Kode 00085
DX: Hambatan mobilitas fisik
Batas Karakteristik:
1) Kesulitan membolak balikkan posisi
2) Keterbatasan rentang gerak

Faktor yang berhubungan:

1) Gangguan Muskuloskeletal

NOC :

Kriteria Hasil :

1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik


2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

31
3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)

NIK :

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, Koran,


kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klie.
2. Berikan papan penyangga kaki, gulungan krokanter/tangan sesuai
indikasi
3. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan
klien
4. Ubah posisi secara periodic seuai keadaan klien

c. Domain 11 keamanan/ perlindungan


Kelas 2 cedera fisik
Kode 00046
DX: Kerusakan integritas kulit
Batas Krakteristik:
1) Kerusakan itegritas kulit

Faktor yang berhubungan:

1) cedera fisik fraktur terbuka

NOC :

Kriteria Hasil :

1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan


2. Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri pada daerah kulit
yang mengalami gangguan
3. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya sedera berulang
4. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami
NIK :

32
1. Pertahankan tempt tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih alat
tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit.
2. Msase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal
bebat/gips
3. Lindungi gips pada daerah perianal
4. Observasi keadan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit,
insersipen/traksi

d. Domain 11 keamanan/ perlindungan


Kelas 1 infeksi
Kode 00004
DX: Resiko infeksi
Faktor resiko:
1) Gangguan integritas kulit

NOC :

Kriteria Hasil :

1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi


2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3. Jumlah leukosit dalam batas normal
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat.

NIK :

1. Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka seuai protocol


2. Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen
3. Kolaborasi pemberin anti biotik dan toksoid tetanus sesuai
indikasi
4. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap,
LED, kultur dan ensitivitas luka/serum/tulang)

B. DAFTAR PERTANYAAN
1. Apakah masalah utama pada skenario kasus tersebut?

33
2. Penyakit apa yang kemungkinan diderita klien pada skenario kasus?
3. Penyakit lain yang terkait keluhan utama pada kasus skenario kasus?
4. Jelaskan etiologi dan manifestasi klinik dari penyakit pada skenario kasus!
5. Jelaskan patofisiologi/patogenesis dari penyakit pada skenario kasus!
6. Jelaskan pemeriksaan diagnostik utama dari penyakit pada skenario kasus!
7. Jelaskan komplikasi yang dapat terjadi dari penyakit pada skenario kasus!
8. Jelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan dari penyakit pada skenario
kasus!

BAB IV

PEMBAHASAN

A. JAWABAN PERTANYAAN
1. masalah utama pada skenario kasus tersebut? Masalah utama pada skenario
kasus di atas adalah open fraktur dimana pasien mengalami kecelakaan dan
mengalami trauma pada ekstremitas bawah hasil pengkajiannya terdapat luka laserasi
pada kaki kanan kaki tidak dapat di gerakan serta terdapat hermatom pada pada
daerah yang mengalami cedera serta hasil pemeriksaan diagnostic tanpak adanya
retak pada ekstremitas dextra dimana di jelaskan Fraktur atau patah tulang adalah
ganguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang (Black 2014).
2. Penyakit yang kemungkinan diderita klien? Open Fraktur
3. Penyakit lain yang terkait keluhan utama pada klien? Keluhan utama trauma
ektremitas Terkait trauma ektremitas :
1) Faraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifsis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
2) Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponene tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi).
3) Traumatic Amputasi traumatic amputasi adalah terbuangnya suatu bagian
tubuh, anggota tubuh akibat trauma
4) Trauma jaringan lunak Terkilir, regangan dan memar yang dalam lebih
dulu ditangani dengan prosedur RICE.

34
5) Prevelensi Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olahraga,pekerjaan atau kecelakaan
4. Etiologi dan manifestasi klinik? Eetiologi Tekanan berlebihan atau trauma
langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan sehingga mengakibatkan
kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan akan
menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Manifestasi klinik terjadi
deformarmitan, pembengkakan, memar, spasme otot, nyeri,
ketegangan,hilangnya fungsi akibat nyeri,gerakan abnormal dan
krepitasi,perubahan neurovascular dan syok fragmen tulang.
5. Patofisiologi/patogenesis dari penyakit? yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin
hanya retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan
mobil, maka tulang dapat pecah berkepingkeping. Saat terjadi fraktur, otot
yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami
spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar
dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu menggeser tulang besar,
seperti femur. Walaupunbagian proksimal dari tulang patah tetap pada
tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena faktor penyebab patah
maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser ke
samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang
lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
6. pemeriksaan diagnostik utama? Pemeriksaan radiologis yang wajib dilakukan pada
fraktur terbuka yakni pemeriksaan rontgen Pemeriksaan radiologi diperlukan
untuk konfirmasi adanya fraktur, melihat sejauh mana pergerakan dan
konfigurasi fragmen serta pergerakannya, menentukan fraktur baru atau tidak,
fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler, keadaan patologis lain pada tulang,
adanya benda asing, serta menentukan tatalaksana yang diberikan.
7. komplikasi yang dapat terjadi? Cederah saraf, sindrom komportemen,
kontraktur volkam, sindrom embilo lemak dl.
8. penatalaksanaan medis dan keperawatan? mengembalikan posisi patahan ke
posisi semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan
patah tulang. Cara pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau
imobilisasi, misalnya menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada fraktur

35
iga dan fraktur klavikula pada anak. Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa
reposisi, biasanya dilakukan pada patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi.
Cara ketiga adalah reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan
imobilisasi, biasanya dilakukan pada patah tulang radius distal. Cara keempat
adalah reposisi dengan traksi secara terus-menerus selama masa tertentu. Hal
ini dilakukan pada patah tulang yang apabila direposisi akan terdislokasi di
dalam gips.

B. INFORMASI TAMBAHAN
1. Jurnal Iimila
Fraktur terbuka merupakan kondisi cidera serius patah tulang dimana
terdapat hubungan fragmen fraktur dengan dunia luar, kondisi ini sangatlah
membahayakan karena dapat menginfeksi daerah yang mengalami fraktur.
Kejadian infeksi pada fraktur terbuka lebih sering terjadi di karenakan energi
yang tinggi dari trauma seperti kecelakaan bermotor, serangan senjata api dan
jatuh dari ketinggian. Pada tibia cakupan jaringan lunak anteromedial nya
kurang, oleh karena itu Tibia bisa Fraktur bahkan pada mekanisme energi
rendah seperti terjatuh. suplai darah yang kurang baik dan kontaminasi pada
daerah patah tulang saat terjadi cidera, Selain itu fraktur terbuka juga banyak
melibatkan kerusakan pada otot, tendon dan ligamen di daerah terjadinya
fraktur terbuka. Hal ini yang dapat menyebabkan berpotensinya menimbulkan
berbagai komplikasi seperti terinfeksi atau terkontaminasi oleh
mikroorganisme dari luar, Kehilangan darah, Syok dll.1 Klasifikasi fraktur
terbuka dibagi menurut Gustilo dan Anderson menjadi tiga kelompok yaitu
Grade I, Grade II dan Grade III dimana Grade III di bagi lagi menjadi Grade
IIIA, Grade IIIB, dan Grade III C berdasarkan kerasnya cidera jaringan
lunak.2 Pada Umumnya penanganan awal kondisi fraktur terbuka itu sendiri
harus di tangani sebagai keadaan emergensi kemudian di lanjutkan dengan
melakukan evaluasi awal untuk mendiagnosis cidera lainnya serta di lakukan
debridasi dan irigrasi luka secara adekuat, setelah melakukan tahap-tahapan itu
barulah di lakukan operasi. Berbagai komplikasi pun biasanya muncul setelah

36
beberapa hari hingga beberapa bulan setelah operasi, komplikasi sendiri di
bagi menjadi dua menurut waktu yaitu early complication dan late
complication. Early complication muncul sebagai bagian dari cidera primer
atau timbul hanya setelah beberapa hari atau minggu, sedangkan late
complication merupakan komplikasi yang timbul dalam waktu lama Fraktur
terbuka lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada wanita (7:3) dengan usia
ratarata 40-56 tahun di populasi umum. Di amerika serikat setiap tahunnya
terjadi insiden fraktur terbuka tulang panjang yang di perkirakan 11,5 dari
10.000 penduduk.3 Data di indonesia sendiri tepat nya di RSUP Sanglah
Denpasar pada tahun 2013 tercatat pasien fraktur yang datang sebanyak 1.588
kasus baik yang rawat inap maupun rawat jalan dan 58,9% (253 kasus)
merupakan fraktur ekstremitas bawah. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti
ingin melakukan penelitian untuk mengetahui gambaran karakteristik dari
fraktur terbuka shaft tibia pada dewasa dengan judul “Gambaran Karakteristik
Fraktur Terbuka Shaft Tibia dengan Kasus Trauma pada Orang Dewasa di
RSUP Sanglah Periode januari 2017-desember 2017.
2. DIagnosa banding
Tibia fraktur Karena tibia merupakan tulang subkutan maka fraktur
tibia sering terbuka. Kecelakaan kendaraan adalah penyebab umum dari
fraktur tibia,Tibia dan fibular fraktur Fraktur tibia umumnya terkait dengan
fraktur fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membrane
interoseus/ligamen ke fibula. Penyebabnya adalah karena adanya kekuatan
langsung seperti kecelakaan. Karena kulit dan jaringan subkutan sangat tipis di
tibia anterior maka sebagian besar fraktur pada bagian ini adalah terbuka.
Tibia dan fibula mengartikulasikan pada syndesmosis tibia-fibrosis proksimal
(tidak elastic),Diaphyseal femur fraktur,Supracondyar femur fraktur
Femoral fraktur biasanya disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor,
jatuh dan luka tembak juga bisa disebabkan oleh fraktur stress, Fraktur tarsal
et metatarsal et phalanges.

37
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika
terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Tanda
dan gejala terjadinya fraktur antara lain:

1) Deformitas
2) Pembengkakan
3) Memar
4) Spasme otot
5) Nyeri
6) Ketegangan
7) Kehilangan fungsi
8) Gerakan abnormal dan krepitasi
9) Perubahan neurovaskular Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf
perifer atau struktur vaskular yang terkait.
10) Syok Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah.

DIAGNOSA KEPERAWTAN

38
e. Nyeri akut berhubungan dengan factor mekanik gerakan atau tekanan
f. Mobilitas fisik berhubungan dengan Ganggun muskuloskeletal
g. Keruskan integritas kulit berhubungan dengan cedera fisik fraktur terbuka
h. Resiko infeksi factor resiko gangguan itegritas kulit
B. SARAN
Sebagai seorang mahasiswa harus berhati-hati dalam menagani asuhan keperawatan
pada pasien fraktur, agar menjauh resiko terjadinya komplikasi pada klien.

DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1360/4/4%20CHAPTER%202.pdf
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://digilib.ukh.ac.id/download.php%3Fid
%3D2260&ved=2ahUKEwjrlqPI25TsAhXGzDgGHVFBZ8QFjAEegQICxAB&usg=AOvVa
w3mXoZKTHHs4WQMWnwzBWb &cshid=1601600849258

https://id.scribd.com/document/374948789/Diagnosis-Banding-Fraktur
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1370/3/BAB%20II%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:4EfHVSgmYXIJ:eprints.poltekkesjogja.ac.id/2079/1/KARYA%2520TULIS
%2520ILMIAH.pdf+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id

39
40

Anda mungkin juga menyukai