Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN
A. KONSEP KESEHATAN JIWA PADA ANAK USIA SEKOLAH
1. Definisi Kesehatan Jiwa Usia sekolah
 Anak usia sekolah sudah mengembangkan kekuatan internal dan tingkat kematangan
yang memungkinkan mereka untuk bergaul di luar rumah. Tugas perkembangan utama pada
tahap ini adalah menanamkan interaksi yang sesuai dengan teman sebaya dan orang lain,
meningkatkan keterampilan intelektual khususnya di sekolah, meningkatkan keterampilan
motorik halus, dan ekspansi keterampilan motorik kasar. Pertumbuhan fisik dengan pesat 
mulai melambat pada usia 10 hingga 12 tahun. Bentuk wajah berubah karena tulang wajah
tumbuh lebih cepat dari pada tulang kepala. Anak usia sekolah menjadi lebih kurus, kakinya
lebih panjang, koordinasi neuromotorik lebih berkembang. Gigi tetap mulai tumbuh.
Keterampilan bersepeda, memainkan alat musik, menggambar/ melukis, serta keterampilan
lain yang di perlukan untuk kegiatan kelompok serta kegiatan hidup sehari-hari sudah
berkembang (Berger & williams,1992;kozier;Erb,Blais & wilkinson, 1995).
Untuk perkembangan emosional dan sosial, anak usia sekolah perlu di berikan
kesempatan untuk belajar menerapkan peraturan dalam berinteraksi dengan orang lain di
luar keluarga. Anak juga mengamati bahwa tidak semua keluarga berinteraksi dengan cara
atau sikap yang sama bahwa setiap keluarga mempunyai perbedaan norma tentang prilaku
yang di terima atau tidak di terima.
Oleh karena itu, perlu bagi anak untuk mengembangkan kesadaran dan penghargaan
terhadap perbedaan tiap keluarga sehingga dapat berhubungan dengan orang lain secara
efektif.
2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa pada Anak Usia Sekolah
Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa pada anak usia sekolah menurut
Depkes RI (2001, dalam Noviana, 2010) antara lain:
a. Guru
Perilaku guru menunjukan suatu pengaruh yang besar dan kuat terhadap iklim
atau suasana sekolah, baik sosial maupun emosional. Keberhasilan guru dalam mengajar
dan mendidik, khususnya dapat membantu perkembangan kepribadian anak.
b. Teman sebaya

1
Sehari-hari anak bergaul dengan teman sekolah atau teman di luar sekolah. Orang
tua dan guru harus mengetahui kelompok teman bermain anak baik di sekolah maupun di
luar sekolah. Di rumah anak berada dalam “dunia dewasa”, yang penuh dengan norma
dan nilai yang harus dipatuhi, sedangkan di luar rumah anak dalam “dunia usia sebaya”,
yang penuh dengan kebebasan.
c. Kondisi fisik sekolah
Anak tidak akan tenang belajar, apabila sekolah terletak di dekat pasar,
perkampungan yang padat, dekat pabrik, atau disekitar tempat hiburan. Keadaan
semacam ini sangat berpengaruh terhadap perilaku anak.
d. Kurikulum
Kurikulum sekolah merupakan pedoman proses pembelajaran yang sangat
penting. Undang-undang No. 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun
1990 sudah menggariskan jenis dan muatan kurikulum, khususnya kurikulum nasional
yang cukup fleksibel menampung keperluan khusus setempat dalam bentuk muatan lokal.
e. Proses pembelajaran
Suasana sekolah yang menantang dan merangsang belajar, akan menentukan
iklim sekolah. Hal ini tergantung pada kemampuan guru mengajar, serta tata tertib yang
berlaku di sekolah. Sekolah terasa nyaman dan menarik, sehingga anak senang berada di
sekolah dan guru pun bergairah dalam mengajar.
f. Keluarga
Keluarga merupakan faktor pembentuk kepribadian anak secara dini yang
pertama dan utama. Orang tua yang bersifat otoriter, tidak sabar, mudah marah, selalu
mengatakan “tidak”, selalu melarang, sering memukul, akan sangat berpengaruh buruk
terhadap perkembangan kepribadian anak.
3. Tugas – tugas Perkembangan pada Masa Sekolah
a) Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
Melalui pertumbuhan fisik dan otak, anak belajar dan berlari semakin stabil,
makin mantap dan cepat. Pada masa sekolah anak sudah sampai pada taraf penguasaan
otot, sehingga sudah dapat berbaris, melakukan senam pagi dan permainan-permainan
ringan, seperti sepak bola, loncat tali, berenang, dan sebagainya.

2
b) Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis
Hakikat tugas ini ialah;
1) mengembangkan kebiasaan untuk memelihara badan, meliputi kebersihan,
keselamatan diri, dan kesehatan;
2) mengembangkan sikap positif terhadap jenis kelaminnya (pria atau wanita) dan juga
menerima dirinya (baik rupa wajahnya maupun postur tubuhnya) secara positif.
c) Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya
Yakni belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru serta
teman-teman sebayanya. Pergaulan anak di sekolah atau teman sebayanya mungkin
diwarnai perasaan senang, karena secara kebetulan temannya itu berbudi baik, tetapi
mungkin juga diwarnai oleh perasaan tidak senang karena teman sepermainannya suka
mengganggu atau nakal.
d) Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya
Apabila anak sudah masuk sekolah, perbedaan jenis kelamin akan semakin
tampak. Dari segi permainan umpamanya akan tampak bahwa anak laki-laki tidak akan
memperbolehkan anak perempuan mengikuti permainnan khas yang laki-laki, seperti
main kelereng, main bola, dan layang-layang.
e) Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
Salah satu sebab masa usia 6-12 tahun disebut masa sekolah karena pertumbuhan
jasmani dan perkembangan rohaninya sudah cukup matang untuk menerima pengajaran.
Untuk dapat hidup dalam masyarakat yang berbudaya, paling sedikit anak harus tamat
sekolah dasar (SD), karena dari sekolah dasar anak sudah memperoleh keterampilan
dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
f) Belajar mengembangkan sikap sehari-hari.
Apabila kita sudah melihat sesuatu, mendengar, mengecap, mencium, dan
mengalami, tinggallah suatu ingatan pada kita. Ingatan mengenai pengamatn yang telah
lalu itu disebut konsep (tanggapan). Demikianlah kita mempunyai tanggapan tentang
ayah, ibu, rumah, pakaian, buku, sekolah, dan juga mengenai gerak-gerik yang dilakukan,
seperti berbicara, berjalan, berenang, dan menulis. Bertambahnya pengalaman akan
menambah perbendaharaan konsep pada anak. Tak perlu diuraikan lagi bahwa dalam
kehidupan sangat banyak konsep yang dibutuhkan. Semakin bertambah pengetahuan,

3
semakin bertambah pula konsep yang diperoleh. Tugas sekolah yaitu menanamkan
konsep-konsep yang jelas dan benar. Konsep-konsep itu meliputi kaidah-kaidah atau
ajaran agama (moral), ilmu pengetahuan, adat istiadat, dan sebagainya. Untuk
mengembangkan tugas perkembangan anak ini, maka guru dalam mendidik/ mengajar di
sekolah sebaiknya memberikan bimbingan kepada anak untuk:
1. Banyak melihat, mendengar, dan mengalami sebanyak-banyaknya tentang sesuatu
yang bermanfaat untuk peningkatan ilmu dan kehidupan bermasyarakat.
2. Banyak membaca buku-buku atau media cetak lainnya. Semakin dipahami konsep-
konsep tersebut, semakin mudah untuk memperbincangkannya dan semakin mudah
pula bagi anak untuk mempergunakannya pada waktu berpikir.
g) Mengembangkan kata hati
Hakikat tugas ini ialah mengambangkan sikap dan perasaan yang berhubungan
dengan norma-norma agama. Hal ini menyangkut penerimaan dan penghargaan terhadap
peraturan agama (moral) disertai dengan perasaan senang untuk melakukan tau tidak
melakukannya. Tugas perkembangan ini berhubungan dengan masalah benar-salah,
boleh-tidak boleh, seperti jujur itu baik, bohong itu buruk, dan sebagainya.
h) Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi
Hakikat tugas ini adalah untuk dapat menjadi orang yang berdiri sendiri dalam arti
dapat membuat rencana, berbuat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang bebas
dari pengaruh orangtua dan orang lain
i) Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga lembaga
Hakikat tugas ini ialah mengembangkan sikap sosial yang demokratis dan
menghargai hak orang lain. Umpamanya, mengembangkan sikap tolongmenolong, sikap
tengggang rasa, mau bekerjasama dengan orang lain, toleransi terhadap pendapat orang
lain dan menghargai hak orang lain (Yusuf, 2006).
4. Karakteristik Anak Usia Sekolah
Karakteristik pada masa usia sekolah ini dapat diperinci menjadi 2 fase :
1. Masa kelas rendah sekolah dasar (6 - 9 tahun) dengan karakteristik :
a) Adanya korelasi yang tinggi antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah.
b) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan.
c) Ada kecenderungan memuji diri sendiri.

4
d) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain.
e) Jika tidak dapat menyelesaikan sesuatu maka sesuatu tersebut tidak dianggap penting,
misalnya dalam mengerjakan soal, jika soal tersebut tidak mampu dijawab maka soal
itu dianggap tidak penting.
f) Anak menghendaki nilai-nilai (angka rapor, skor) yang baik, tanpa mengingat apakah
prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
2. Masa kelas tinggi sekolah dasar (9 - 13 tahun), dengan karakteristik :
a) Adanya perhatian kepada kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
b) Amat realistik, ingin tahu, ingin belajar.
c) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus.
d) Membutuhkan bantuan guru atau orang dewasa lainnnya untuk menyelesaikan tugas
dan memenuhi keinginannya.
e) Anak memandang nilai (angka rapor) adalah ukuran yang tepat mengenai prestasi
sekolahnya.
f) Gemar membentuk kelompok-kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain
bersama dan sering membuat peraturan sendiri.
Karakteristik- karakteristik ini diperjelas lagi oleh beberapa teori dari ahli
psikologi, dimana para ahli memandang anak dari beberapa sudut pandang dan
dalam bahasan ini akan peneliti uraikan dari aspek psikososial saja karena
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
5. Teori Perkembangan Anak Usia Sekolah
1. Teori Perkembangan Psikososial Erik Erikson.
Menurut Erickson (2000, dalam Keliat, 2006) perkembangan psikososial anak
usia sekolah adalah peningkatan kemampuan anak usia 7-12 tahun dalam berbagai hal,
termasuk interaksi dan prestasi belajar dalam menghasilkan suatu karya berdasarkan
kemampuan diri sendiri. Tantangan psikososial untuk tahuntahun sekolah inilah yang
disebut Erikson industry versus inferiority (ketekunan versus perasaan rendah diri).
Anak mulai melihat hubungan antara ketekunan dan perasaan senang bila sebuah
pekerjaan selesai. Kemampuan anak untuk berpindah-pindah antara dunia rumah,
lingkungan tempat tinggal, dan sekolah

5
serta untuk menguasai hal-hal akademis, kegiatan kelompok dan teman-teman
akan menumbuhkan perasaan kompeten.Hubungan dengan teman sebaya sehari-hari
memberikan interaksi sosial paling penting untuk anak usia sekolah. Untuk pertama
kalinya, anak mampu bergabung dalam aktivitas kelompok dengan antusiasme yang
tidak terbatas dan partisipasi yang mantap. Pengalaman berharga dipelajari dari
interaksi sehari-hari dengan teman sebaya. Pertama, anak belajar menghargai beberapa
perbedaan sudut pandang yang ditunjukkan dalam kelompok teman sebaya. Pada saat
anak berinterakasi dengan teman sebaya yang memandang dunia ini secara berbeda,
anak mulai menyadari bahwa sudut pandang mereka memiliki keterbatasan.
Kedua, anak bertambah sensitif terhadap norma sosial dan tekanan dari kelompok
teman sebaya. Kelompok teman sebaya menetapkan standar untuk menerima dan
menolak, dan anak-anak mungkin ingin memodifikasi perilaku mereka agar dapat
diterima kelompok. Kebutuhan untuk diterima teman sebaya menjadi pengaruh kuat
untuk penyesuaian.
Ketiga, interaksi diantara teman sebaya berperan penting dalam pembentukan
hubungan persahabatan dengan teman sesama jenis. Periode usia sekolah adalah waktu
ketika anak memiliki “sahabat” yaitu teman tempat berbagi rahasia, lelucon pribadi, dan
petualangan; mereka saling membantu jika temannya menghadapi masalah. (Wong,
2008)
2. Teori Perkembangan Kognitif Piaget.
Piaget (1985, dalam Woolfolk, 2009) mengidentifikasi tahapan perkembangan
intelektual yang dilalui anak pada usia sekolah adalah tahap operasional kongkrit. Pada
tahap ini anak mengembangkan pemikiran logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta
perseptual, artinya anak mampu berpikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek
kongkrit dan mampu melakukan penilaian terhadap sesuatu hal yang kongkrit, atau
dengan kata lain prinsip bahwa jumlah atau banyaknya sesuatu tetap sama meskipun
penataan atau penampilannya diubah, selama tidak ada yang ditambahkan atau diambil.
Operasi penting lain yang dikuasai pada tahap ini adalah pengelompokan.
Perkembangan afektif utama selama tahap operasional kongkrit adalah penilaian
perasaan. Perkembangan tersebut merupakan peningkatan cara berpikir efektif. Dengan
kata lain dapat dinyatakan bahwa penyusunan konsep pada anak muncul dari suatu

6
penilaian terhadap kondisi yang memungkinkan anak untuk meyakini bahwa motif akan
mampu membuat keputusan moral.
B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK USIA SEKOLAH
Sesuai dengan tahapan proses keperawatan dan dengan berorientasi pada keterampilan
kompetensi ego, pertama perawat perlu melakukan pengkajian.
1. Pengkajian
Perawat mengkaji penguasaan anak terhadap tiap area keterampilan yang dibutuhkan anak
untuk dapat menjadi seorang dewasa yang kompeten. Selain mengkaji keterampilan yang telah
diuraikan tersebut, perawat juga perlu mengkaji data demografi, riwayat kesehatan terdahulu,
kegiatan hidup anak sehari-hari, keadaan fisik, status mental, hubungan interpersonal, serta
riwayat personal dan keluarga.
a. Data demografi.
Pengkajian data demografi meliputi nama; usia; tempat; dan tanggal lahir anak; nama,
pendidikan, alamat orang tua; serta data lain yang dianggap perlu diketahui. Riwayat
kelahiran, alergi, penyakit da pengobatan yang pernah diterima anak, juga perlu di kaji.
Selain itu, aktifitas kehidupan sehari-hari anak meliputi keadaan gizi termasuk berat
badan,jadwal makan, dan minat terhadap makanan tertentu; tidur termasuk kebiasaan dan
masalah kualitas tidur;; eliminasi meliputi kebiasaan dan masalah yang berkaitan dengan
eliminasi; kecacatan dan keterbatasan lainnya.
b. Pengkajian fisik
Dalam pengkajian fisik perlu diperiksa keadaan kulit, kepala, rambut, mata, telinga,
hidung, mulut, pernapasan, kardiovaskuler, muskuloskeletal, dan neurologis anak.
Pemeriksaan fisik lengkap sangat diperlukan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh
gangguan fisik terhadap prilaku anak. Misalnya, anak yang menderita diabetes atau asma
sering berprilaku merusak dalam usahanya mengendalikan lingkungan. Selain itu, hasil
pemeriksaan fisik berguna sebagai dasar dalam menentukan pengobatan yang diperlukan.
Bahkan untuk mengetahui kemungkinan bekas penganiayaan yang pernah di alami anak.
c. Status mental.
Pemeriksaan status mental anak bermanfaat untuk memberi gambaran mengenai fungsi ego
anak. Perawat membandingkan perilaku dengan tingkat fungsi ego anak dari waktu
kewaktu. Oleh karena itu, status mental anak perlu dikaji setiap waktu dengan suasana

7
yang santai dan nyaman bagi anak. Menggunakan alat bermain sangat bermanfaat untuk
mengalihkan fokus anak (yang menimbulkan ansietas) ke karakter yang digunakan dalam
permainannya. Data dicatat sesuai dengan perilaku yang di amati untuk menjaga
objektivitas pengkajian, kesan, perasaan, dan pendapat perawat.Pemeriksaan status mental
meliputi keadaan emosi, proses berpikir, dan isi pikiran; halusinasi dan persepsi; cara
bocara dan orientasi; keinginan untuk bunuh diri atau membunuh. Pengkajian terhadap
hubungan interpersonal anak dilihat dalam hubungannya dengan anak sebayanya penting
untuk mengetahui kesesuaian perilaku dengan usia. Pertanyaan yang perlu diperhatikan
perawat ketika mengkaji hubungan interpersonal anak, antara lain sebagai berikut:
1. Apakah anak berhubungan dengan anak sebaya dan dengan jenis kelamin tertentu?
2. Apakah anak dalam struktur kekuasaan dalam kelompok?
3. Bagaimana keterampilan sosial anak ketika menjalin dan berhubungan dengan anak lain?
4. Apakah anak mempunyai teman dekat?
Kemampuan anak berhubungan dengan orang dewasa juga penting dikaji untuk
mengetahui kebutuhan anak akan tokoh panutan dan kebutuhan anak akan dukunga dan kasih
sayang.

d. Riwayat personal dan keluarga.


Riwayat personal dan keluarga meliputi faktor pencetus masalah, riwayat gejala, tumbuh
kembang anak, yang biasanya dikumpulkan oleh tim kesehatan. Data ini sangat diperlukan
untuk mengerti prilaku anak dan membantu menyusun tujuan asuhan keperawatan.
Pengumpulan data keluarga merupakan kebagian penting dari pengkajian melalui
pengalihan fokus dari anak sebagai individu ke sistem keluarga. Tiap anggota keluarga
diberi kesempatan untuk mengidentifikasi siapa yang bermasalah dan apa yang telah
dilakukan oleh keluarga untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Untuk menegakan diagnosis keperawatan,data yang telah dikumpulkan kemudian di
analisis sebagai dasar perencanaan asuhan keperawatan selanjutnya. Dalam keperawatan
psikiatri dapat digunakan PND(Pshyciatric Nursing Diagnosis), NANDA (North American
Nursing Diagnosis Association), dan DSM-III R

 (Diagnosis and statistical Manual of Mental Disorders).

8
2. Perencanaan
Setelah pengkajian selesai dan masalah utama yang dialami anak telah diidentifikasi,
rencana perawatan dan pengobatan yang komprehensif di susun. Tujuan asuhan keperawatan
disusun sesuai dengan kebutuhan anak, seperti modifikasi,penyesuaian sekolah anak dan
perubhan lingkungan anak. Tujuan umum untuk anak yang dirawat di unit perawatan jiwa
adalah sebagai berikut.
1. Memenuhi kebutuhan emosi anak dan dan kebutuhan untuk dihargai.
2. Mengurangi ketegangan pada anak dan kebutuhan untuk berprilaku defensive.
3. Membantu anak menjalin hubungan positif dengan orang lain.
4. Membantu mengembangkan identitas anak.
5. Memberikan anak kesempatan untuk menjalani kembali tahapan perkembangan terdahulu
yang belum terselesaikan secara tuntas.
6. Membantu anak berkomunuikasi secara efektif.
7. Mencegah anak untuk menyakiti, baik dirinya sendiri maupun diri orang lain.
8. Membantu anak memelihara kesehatan fisiknya.
9. Meningkatkan uji coba realitas yang tepat
3. Implementasi
Berbagai bentuk terapi pada anak dan keluarga dapat diterapkan yang terdiri atas sebagai
berikut.
1. Terapi bermain. Pada umumnya merupakan media yang tepat bagi anak untuk
mengekspresikan konflik yang belum terselesaikan, selain juga berfungsi untuk;.
2. Menguasai dan mengasimilasi kembali pengalaman lalu yang tidak dapat dikendalikan
sebelumnya;
3. Berkomunikasi dengan kebutuhan yang tidak disadari;
4. Berkomunikasi dengan orang lain;
5. Menggali dan mencoba belajar bagaimana berhubungan dengan diri sendiri, dunia luar,
dan orang lain;
6. Mencocokan tuntutan dan dorongan dari dalam diri dengan realitas.
7. Terapi keluarga. Semua anggota keluarga perlu diikutsertakan dalam terapi keluarga.
Orang tua perlu belajar secara bertahap tentang peran mereka dalam permasalahan yang
dihadapi dan bertanggung jawab terhadap perubahan yang terjadi pada anak dan

9
keluarga. Biasanya cukup sulit bagi keluarga untuk menyadari bahwa keadaan dalam
keluarga terus menimbulkan gangguan pada anak. Oleh karena itu, perawat perlu berhati-
hati dalam meningkatkan kesadaran keluarga.
8. Terapi kelompok. Terapi kelompok dapat berupa suatu kelompok yang melakukan
kegiatan atau berbicara. Terapi kelompok ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan uji
realitas, mengendaikan impuls (dorongan internal), meningkatkan harga diri,
memfasilitasi pertumbuhan; kematangan dan keterampilan sosial anak.

Kelompok dengan lingkungan yang terapeutik memungkinkan anggotanya umtuk


menjalin hubungan dan pengalaman sosial yang positif dalam suatu lingkungan yang
terkendali.
a) Walaupun terapi obat belum sepenuhnya diterima dalam psikiatrik anak, tatapi
bermanfaat untuk mengurangi gejala (hiperaktif, depresi, impulsif, dan ansietas) dan
membantu agar pengobatan lain lebih efektif. Pemberian obat ini tetap diawasi oleh
dokter dan menggunakan pedoman yang tepat.
b) Terapi individu. Ada berbagai terapi individu, terapi bermain, psikoanalitis, psikoanalitis
berdasarkan psikoterapi, dan terapi bermain pengalaman. Hubungan antara anak dengan
therapist memberi kesempatan pada anak untuk mendapatkan pengalaman mengenai
hubungan positif dengan orang dewasa dengan penuh kasih sayang dan uji realitas.
c) Pendidikan pada orang tua. Pendidikan terhadap orang tua merupakan hal yang penting
untuk mencegah gangguan kesehatan jiwa anak, begitu pula untuk meningkatkan kembali
penyembuhan setelah dirawat. Orang tua diajarkan tentang tahap tumbuh-kembang abak
sehingga orang tua dapat mengetahui prilaku yang sesuai dengan usia anak. Keterampilan
berkomunikasi juga meningkatkan pengertian dan empati antara orang tua dan anak.
Teknik yang tepat dalam mengasuh anak juga diperlukan untuk mengembangkan disiplin
diri anak. Hal-hal lain, seperti psikodinamika keluarga, konsep kesehatan jiwa, dan
penggunaan pengobatan, juga diajarkan.
d) Terapi lingkungan. Konsep terapi lingkungan dilandaskan pada kejadian dalam
kehidupan sehari-hari yang dialami anak. Lingkungan yang aman dan kegiatan yang
teratur daan terprogram, memungkinkan anak untuk mencapai tugas terapeutik dari
rencana penyembuhan dengan berfokus pada modifikasi perilaku. Kegiatan yang

10
terstruktur secara formal, seperti belajar, terapi kelompok, dan terapi rekreasi. Kegiatan
rutin meliputi bangun pagi hari, makan , dan jam tidur. Program yang berfokus pada
prilaku, memungkinkan staf keperawatan untuk memberi umpan balik terus-menerus
kepada anak-anak tentang perilaku mereka sesuai jadwal kegiatan. Untuk perilaku yang
baik, mereka menrima pujian, stiker, atau nilai, bergantung pada tingkat
perkembangannya. Sebaliknya, prilaku negatif tidak di toleransi.
Peran perawat sebagai orang tua yang baik menuntut perawat mampu
menciptakan lingkungan yang terbuka, komunikasi yang jujur, dan memberi gambaran
yang jelas tentang batasan hubungan anak-orang dewasa yang bebas dari keintiman yang
pura-pura. Lingkungan yang terapeutik harus memberi perlindungan pada anak dari
ancaman dinamika keluarganya yang patologis.

4. Evaluasi

Pada umumnyaa fasilitas penyembuhan anak dengan gangguan jiwa mempunyai program
yang dirancang untuk jangka waktu tertentu. Waktu perawatan jangka pendek biasanya
berkisar antar 2 sampai 4 minggu, dan direncanak untuk diagnosis dan evaluasi, intervensi
krisis, serta perencanaan yang komprehensif.

Apabila gejala telah berkurang dan gambaran klnis anak membaik, serta rencana jangka
panjang telah disusun, anak dikeluarkan dari rumah sakit. Penentuan rencana pemulangan
anak kerumahnya, lebih sulit dilakukan pada anak dengan perawatan jangka panjang.

Pada umumnya, pengamatan perawat berfokus pada perubahan perilaku anak. Apakah
anak menunjukan kesadaran dan penggertian tentang dirinya sendriri melalui refleksi diri dan
meningkatnya kemampuan untuk membuat keputusn secara rasional? Anak harus mulai
beradaptasi dengan lingkungan nya dan tidak impulsif. Aspek yang perlu di evaluasi, anatar
lain, sebagai berikut:

1. Keefektifan intervensi penanggulangan perilaku.


2. Kemampuan untk berhubungan dengan teman sebaya, orang dewasa dan orang tua secara
wajar.
3. Kemampuan untuk melakukan asuhan mandiri
11
4. Kemampuan untuk menggunakan kegitan program sebagai rekreasi dan proses belajar
5. Respons terhadap peraturan dan rutinitas.
6. Status mental secara menyeluruh
7. Koordinasi dan rencana pemulangan

12
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Masa anak usia sekolah adalah masa dimana anak mulai belajar memasuki dunia
pendidikan mengenal orang tua kedua dan teman sebaya  .karena itu perlunya pemahaman
akan penyesuaian diri dan semakin berkembang menjadi remaja itu seperti apa, sehingga
para anak  tidak langsung stres dan kemudian mengira perkembangan itu membuat mereka
takut. Maka keluargalah yang seharusnya memberikan pemahaman pada anak usia sekolah,
supaya tidak bertambah lagi anak usia sekolah bergaul sembarangan yang ada di Indonesia.
Selain orang tua, Jadi, para anak usia sekolah pun dituntut untuh lebih peka terhadap setiap
pengaruh yang ada. Anakpun harus bisa memilih mana yang baik dari setiap perilaku yang
akan mereka lakukan, agar tidak merugikan dirinya dan orang lain.
B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa keperawatan agar dapat lebih memahami tentang asuhan
keperawatan terhadap anak usia sekolah mulai dari pengkajian sampai penatalaksanaan.

13
DAFTAR PUSTAKA
https://novitasari1000.wordpress.com/2016/10/03/asuhan-keperawatan-sehat-jiwa-pada-
anak-usia-sekolah/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31480/Chapter%2011.pdf?
sequence=4&isAllowed=y

14

Anda mungkin juga menyukai