KEPERAWATAN GERONTIK
DISUSUN OLEH :
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Derilium
2.1.1 Definisi Delirium
Delirium adalah suatu gangguan organik global akut dan sementara dari fungsi sistem
saraf pusat yang menyebabkan gangguan kesadaran dan perhatian (Allison dkk, 2004 dalam
Septian, 2015). Istilah delirium sama dengan keadaan bingung akut, secara tegas, hal ini
menjelaskan berbagai keadaan bingung akut yang terpisah secara klinis ditandai oleh periode
gelisah, aktivitas mental yang meninggi, mudah terbangun, ketidaksiapan yang jelas dalam
memberikan respons terhadap stimuli tertentu (seperti suara bising yang tiba-tiba), halusinasi
visual yang mengganggu, hiperaktivitas motorik, dan stimulasi autonom. Gangguan
perhatian, penting pada keadaan bingung akut, terjadi meskipun kebingungan yang tampak.
Agitasi delirium secara khas berfluktuasi dan dapat berubah atau berlanjut menjadi keadaan
bingung yang redup. Gambaran klinis ditunjukkan oleh adanya halusinasi yang gembira dari
delirium tremens yang menyertai berhentinya minum alkohol. Akan tetapi delirium mungkin
tampak pada keadaan bingung akut dari setiap penyebab (Isselbacher dkk, 1999 dalam
Aggraini, 2014).
Delirium adalah suatu sindrom yang mencakup gangguan kesadaran yang disertaidengan
perubahan kognisi. Delirium biasanya terjadi dalam waktu singkat, kadang kadangtidak lebih
dari beberapa jam, dan berfluktuasi atau berubah sepanjang hari. Klien sulitmemberikan
perhatian, mudah terdistraksi, disorientasi, dan dapat mengalami gangguansensori seperti
ilusi, salah interpretasi atau halusinasi. Suara keras dari kereta cucian dilorong
dapat disalahartikan sebagai suara tembak (salah interpretasi), kabel listrik yang terletak di
lantai dapat terlihat seperti ular (ilusi) atau individu dapat melihat “malaikat”melayang
layang di udara ketika tidak ada sesuatu di sana ( halusinasi ). Kadang kadangindividu juga
mengalamai gangguan siklus tidur-bangun, perubahan aktivitas psikomotor dangangguan
emosionalseperti ansietas, takut,iritabilitas, euforia, atau apati (DSM-IV-TR,2000 dalam
Septian, 2015).
3
2.1.2 Etiologi
Bila membicarakan etiologi delirium, maka faktor predisposisi dibedakan dengan faktor
presipitasi. Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami delirium,
sedangkan faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium.
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami delirium. Faktor
predisposisi gangguan otak organik: seperti demensia, umur lanjut, kecelakaan otak
seperti stroke, penyakit parkinson, gangguan penglihatan dan pendengaran,
ketidakmampuan fungsional, hidup dalam institusi, ketergantungan alkohol, isolasi sosial,
depresi, gangguan sensorik dan gangguan multiple lainnya, dan riwayat delirium post-
operative sebelumnya.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium. Termasuk perubahan
lingkungan (perpindahan ruangan), pneumonia, infeksi, dehidrasi, hipoglikemia,
imobilisasi, malagizi, dan pemakaian kateter buli-buli. Penggunaan anestesia juga
meningkatkan resiko delirium, terutama pada pembedahan yang lama. Demikian pula
pasien lanjut usia yang dirawat di bagian ICU beresiko lebih tinggi Aggraini, (2014).
2.1.3 Gambaran Klinis
Berdasarkan kriteria DSM-IV, delirium dicirikan oleh gejala yang mulainya sangat cepat
(biasanya dalam beberapa jam sampai hari) dan cenderung berfluktuasi, dengan perubahan
tingkat kesadaran, ketidakmampuan berfokus, perhatian yang bertahan atau teralih, dan
perubahan kognitif (seperti gangguan memori, disorientasi, gangguan bahasa) atau
terjadinya gangguan perseptual hanya dapat dijelaskan oleh demensia. Lebih lanjut,
terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratoris bahwa gangguan
tersebut disebabkan oleh konsekuensi fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum,
atau intoksikasi/withdrawal senyawa, atau karena berbagai penyebab (Popeo, 2011; Martins
dan Fernandes, 2012 dalam Aggraini, 2014).
Awal perjalanan yang tiba-tiba dan akut adalah gambaran sentral delirium. Oleh karena
itu, penting bagi kita untuk memastikan tingkat fungsi kognitif dasar pasien serta perjalanan
perubahan kognitifnya. Kesadaran sebagai fungsi otak memungkinkan kewaspadaan
terhadap dirinya sendiri serta kewaspadaan terhadap lingkungannya dan dicirikan oleh dua
4
aspek utama: tingkat dan isi kesadaran. Tingkat kesadaran mencerminkan bangkitan
kewaspadaan: bangun, tidur, atau koma. Isi kesadaran, atau bagiannya, dialami oleh subyek
sebagai kewaspadaan terhadap dirinya sendiri serta lingkungannya saat subyek bangun dan
sadar baik. Isi kesadaran dan kognitif hanya dapat diperiksa jika subyek minimal memiliki
tingkat kesadaran tertentu (Browne, 2010; Popeo, 2011; Martins dan Fernandes, 2012
dalam Septian, 2015).
Pada delirium, gangguan kesadaran adalah salah satu manifestasi paling awal, yang
sering berfluktuasi, terutama di malam hari saat stimulasi lingkungan berada pada titik
terendah. Tingkat kesadaran dapat berflukutasi pada yang paling ekstrim untuk pasien yang
sama, atau dapat muncul dengan tanda yang lebih ringan seperti mengantuk atau gangguan
tingkat perhatian. Faktanya, pasien dapat tampak benar benar mengantuk, letargi, atau
bahkan semi-koma pada kasus yang lebih berat.
2.1.4 Peranan Proses Penuaan pada Delirium
Proses penuaan yang disertai perubahan fisiologis pada penuaan merupakan faktor risiko
terjadinya delirium. Proses penuaan berhubungan perubahan pada otak misalnya
pengaturaran neurotransmiter yang berkaitan dengan stress metabolik, penurunan aliran
darah otak , penurunan densitas vaskuler, kehilangan sel saraf (terutama pada locus cereleus
dan substantia nigra) dan penurunan transduksi intraseluler. Proses-proses ini yang
menjelaskan mengapa proses penuaan berkaitan dengan beberapa gangguan defisist
kognitif dan peningkatan risiko dementia. Beberapa penelitian menyatakan bahwa ada
hubungan resiprokal antara delirium dan penurunan fungsi kognitif. Dementia merupakan
faktor risiko utama delirium pada pasien-pasien usia lanjut dan kelanjutan proses delirium
itu sendiri tampaknya meningkatkan risiko penurunan fungsi kognisi, termasuk dementia.
Penuaan itu sendiri menunjukkan peningkatan jumlah mediator inflamasi di dalam sirkulasi
yang menunjukkan bahwa proses neurodegenerasi kronik yang disebakan oleh respon
inflamasi mengaktivasi sel mikroglia SSP. Sel mikroglia ini menghasilkan respon inflamasi
yang berlebihan terhadap perubahan imunologi. Perubahan pada sistem imun yang
berkaitan dengan penuaan (immunosenescence) menyebabkan peningkatan sekresi sitokin
oleh jaringan adiposit. Hal ini merupakan penyebab utama inflamasi kronik, yang lebih
dikenal sebagai “inflammaging”. Proses inflamasi ini mungkin berkontribusi terhadap
progresifitas penyakit melalui produksi mediator inflamasi. Proses penuaan berhubungan
5
dengan peningkatan nilai baseline dua sampai empat kali mediator inflamasi termasuk
sitokin dan protein fase akut. Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap delirium pada
pasien usia lanjut adalah lower cognitive reserves, kapasitas metabolik yang rendah,
peningkatan sensitivitas terhadap obat-obatan dan rendahnya threshold terhadap efek obat-
obat antikoloinergik.
Beberapa mekanisme utama yang berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya delirium pada usai lanjut:
1. Kehilanagn sel saraf terutama pada lokus coereleus dan substantia nigra.
2. Perubahan pada berbagai sistem neurotransmitter.
3. Penurunan intergritas white matter yang berhubungan dengan usia.
4. Penurunan aliran darah otak, terutama pada gyrus cingulate anterior, basal
ganglia bilateral, bagian prefrontal kiri, bagian frontal lateral kiri dan bagian temporal
superior kiri, dan korteks insular.
5. Penurunan metabolisme oksigen pada otak.
6. Berkurangnya suplai oksigen (misalnya hipoksia).
7. Berkurangnya metabolism oksidatif otak Rara, (2016).
6
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan sebab utama yang menyebabkan klien datang berobat (menurut
klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun.
3. Riwayat
Karena penyebab delirium sering terkait dengan penyakit medis, alkohol, atau obat lain,
perawat perlu mendapatkan riwayat keseluruhan area ini. Perawat mungkin perlu
mendapatkan informasi dari anggota keluarga jika kemampuan klien untuk memberikan
data terganggu.
4. Faktor predisposisi
Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis serta menentukan
tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat
menerangkan riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang terdapat. Dari gejala-gejala
psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu dilakukan
pemeriksaan intern dan nerologik yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan
jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat
bantuan dari keluarga, teman dan petugas kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri
kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan
oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan
oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (meningoensephalitis, gangguan
pembuluh darah otak, tumor otak dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau
tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi dan
sebagainya).
5. Fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun, takikardia,
febris, berat badan menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau makan.
6. Psikososial
a. Genogram: minimal tiga generasi masalah yang terkait
7
1) Interaksi di dalam keluarga
2) Penentu kebijakan di dalam keluarga
b. Konsep diri
1) Gambaran diri, stressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri karena proses
patologik penyakit.
2) Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
3) Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, tidak sesuaian antara satu peran dengan
peran yang lain dan peran yang ragu deman individu tidak tahun dengan jelas
perannya, serta peran berlebihan sementara tidak mempunyai kemampuan dan
sumber yang cukup.
4) Ideal diri, keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kemampuan yang ada.
5) Harga diri, ketidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa harga
dirinya rendah karena kegagalannya.
c. Hubungan social
Perkembangan hubungan sosial yang tidak menyebabkan kegagalan individu untuk
belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien cenderung
memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak
memerlukan kontrol orang lain. Keadaan ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial,
hubungan dangkal dan tergantung.
d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agama dan keyakinannya masih kuat. tetapi tidak atau kurang
mampu dalam melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
e. Status mental
1) Penampilan
2) Pembicaraan
Bicara juga dapat dipengaruhi, yaitu menjadi kurang koheren dan lebih sulit dimengerti
ketika delirium memburuk. Klien dapat mengulang-ulang satu topik atau bahasan,
berbicara melantur dan sulit untuk diikuti, atau mengalami logorea yang cepat, terpaksa,
dan biasanya lebih keras dari normal. Kadang-kadang klien dapat berteriak atau
menjerit, terutama pada malam hari (Burney-Puckett, 1996).
f.Aktivitas motoric
8
Klien delirium sering mengalami gangguan perilaku psikomotor. Klien mungkin gelisah
dan hiperaktif, sering menarik-narik seprai atau berupaya bangun dari tempat tidur
secara mendadak dan tidak terkoordinasi. Sebaliknya, klien dapat mengalami perilaku
motorik yang lambat, tampak lesu dan letargi dengan sedikit gerakan.
Klien delirium sering mengalami perubahan mood yang cepat dan tidak dapat diperkirakan.
rentang respons emosional yang luas mungkin terjadi, seperti ansietas, takut, iritabilitas,
marah, euforia, dan apati. Perubahan mood dan emosi ini biasanya tidak terkait dengan
lingkungan klien. Ketika klien merasa sangat takut dan merasa terancam, klien mungkin
melawan untuk melindungi dirinya dari bahaya yang dirasakan.
8. Persepsi
Halusinasi yang paling sering terjadi adalah halusinasi penglihatan: klien melihat benda-
benda yang tidak ada stimulusnya dalam realitas, seperti malaikat atau gambaran yang
mengerikan melayang di atas tempat tidur. Ketika lebih mampu berpikir jernih, beberapa
klien dapat menyadari bahwa mereka mengalami mispersepsi sensori. Akan tetapi klien
lainnya benar-benar meyakini salah interpretasi mereka sebagai hal yang benar dan tidak
dapat diyakinkan hal yang sebaliknya.
9. Proses pikir
Proses pikir sering mengalami disorganisasi dan tidak masuk akal. Pikiran juga dapat
terpecah (tidak berkaitan dan tidak lengkap). Klien juga dapat memperlihatkan pikiran
waham yang meyakini bahwa perubahan persepsi sensorinya adalah nyata.
10. Tingkat kesadaran
Tanda utama delirium dan sering kali tanda awal delirium adalah perubahan tingkat
kesadaran yang jarang stabil dan biasanya berfluktuasi sepanjang hari. Klien biasanya
terorientasi pada orang, tetapi sering kali terdisorientasi terhadap waktu dan tempat. Klien
menunjukkan penurunan kesadaran terhadap lingkungan atau situasi dan dapat berfokus
pada stimulus yang tidak berkaitan, seperti warna seprai atau ruangan. Klien juga mudah
terdistraksi oleh suara, orang, atau mispersepsi sensorinya.
11. Memori
Klien tidak dapat memfokuskan, mempertahankan atau mengubah perhatiannya secara
efektif, dan terdapat kerusakan memori yang baru dan yang sangat baru (DSM-IV-
9
TR,2000). Hal ini berarti bahwa perawat harus menanyakan atau memberikan arahan secara
berulang-ulang; meskipun kemudian klien mungkin tidak mempu melakukan hal-hal yang
diminta.
12. Kemampuan penilaian
Penilaian klien mengalami gangguan. Klien sering tidak dapat menyadari situasi yang
potensial membahayakan dan tidak dapat bertindak demi kepentingan terbaik mereka
sendiri. Misalnya, klien mungkin mencoba mencabut slang intravena atau keteter urine
secara berulang-ulang sehingga menyebabkan nyeri dan mengganggu terapi yang penting.
13. Daya tilik diri
Daya tilik bergantung pada keparahan delirium. Klien yang mengalami delirium ringan
dapat mengenali bahwa ia bingung, sedang mendapatkan terapi, dan mungkin akan sembuh.
Akan tetapi, klien yang mengalami delirium berat dapat tidak memiliki daya tilik dalam
situasi ini.
14. Kebutuhan klien sehari-hari
a. Tidur
Klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan gelisah . Kadang-
kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur kembali. Tidurnya mungkin terganggu
sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari.
b. Selera makan
Klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya sedikit, karena putus asa,
merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.
c. Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kadang lebih sering dari biasanya,
karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu
pola makan.
d. Mekanisme koping
Apabila klien merasa tidak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir, mengingkari
atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Ketidak
mampuan mengatasi secara konstruktif merupakan faktor penyebab primer terbentuknya
pola tiungkah laku patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam
10
keadaan delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan
keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.
DO :
11
tidak enak duduk dan tidak
enak tidur, mata merah
12
orang lain
agak keras
Isolasi Sosial : Menarik
Diri
Klien gelisah
DO :
DO :
13
III. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi mencederai diri,orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
3. Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem pendukung yang
tidak adekuat dan harga diri yang rendah
4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan intoleransi aktifitas
5. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan system pendukung
yang tidak adekuat
Diagnosa 1 : Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi.
Diagnosa 2 : Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
TUK :Dalam 2 minggu klien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan kegelisahan
dan melaporkan pada perawat agar dapat diberikan intervensi sesuai kebutuhan.
TUM :Klien tidak akan membahayakan diri, orang lain dan lingkungan selama di
rumah sakit.
INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan agar lingkungan klien pada
tingkat stimulus yang rendah (penyinaran
Tingkat ansietas atau gelisah akan
rendah, sedikit orang, dekorasi yang
meningkat dalam lingkungan yang
sederhana dan tingakat kebisingan yang
penuh stimulus.
rendah)
14
b. Bina hubungan saling percaya
(menyapa klien dengan ramah,
memanggil nama klien, jujur , tepat
janji, empati dan menghargai).
c. Tunjukkan sikap perawat yang
bertanggung jawab
TUK :Klien siap masuk dalam terapi aktivitas ditemani oleh seorang perawat yang
dipercayai dalam 1 minggu
TUM :Klien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama klien lainnya dan perawat
dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap.
INTERVENSI RASIONAL
1. Ciptakan lingkungan terapeutik:
Lingkungan fisik dan psikososial yang
a. Bina hubungan saling percaya (menyapa
terapeutik akan menstimulasi
klien dengan ramah, memanggil nama
kemmapuan klien terhadap kenyataan.
klien, jujur , tepat janji, empati dan
menghargai).
b. Tunjukkan perawat yang bertanggung
jawab.
c. Tingkatkan kontak klien dengan
lingkungan sosial secara bertahap.
2. Perlihatkan penguatan positif pada klien. Hal ini akan membuat klien merasa
menjadi orang yang berguna.
Temani klien untuk memperlihatkan
dukungan selama aktivitas kelompok yang
mungkin mnerupakan hal yang sukar bagi
16
klien.
3. Orientasikan klien pada waktu, tempat dan Kesadaran diri yang meningkat dalam
4. Berikan obat anti psikotik sesuai dengan Obat ini dipakai untuk mengendalikan
TUK : Klien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dalam
1 minggu
TUM : Klien ampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan
mendemosntrasikan suatu keinginan untuk melakukannya.
INTERVENSI RASIONAL
1. Dukung klien untuk melakukan
Keberhasilan menampilkan kemandirian
kegiatan hidup sehari-hari sesuai
dalam melakukan suatu aktivitas akan
dengan tingkat kemampuan kien.
meningkatkan harga diri.
kegiatan.
17
dilakukaknya.
memahaminya.
berpartisipasi. didalamnya.
9. Sampaikan kepada klien dengan Ketika diberikan umpan balik dengan cara
cara yang sesuai dengan fakta yang tidak menghakimi, klien dapat merasa
12. Bantu klien untuk menyusun Aktivitas yang rutin atau yang menjadi
Diagnosa 5: Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan system
pendukung yang tidak adekuat
19
tidak, kurang dalam mengintake
kebutuhan.
makanan.
b. Pemberian cairan perparenteral
c. Serum elektrolit yang normal
(IV-line)
menunjukkan adanya homestasis dalam
c. Pantau hasil laboraotirum (serum
tubuh.
elektrolit)
Menurut Sheila L. Videbeck (2008) pada pasien delirium selain dibutuhkan intervensi seperti
demikian juga dibutuhkan penyuluhan kepada klien atau keluarga antara lain:
20
V. Evaluasi
21
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas diri
Nama : Tn. R
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jangkat
Pendidikan : Lulusan STM Teknik Mesin
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Masuk RS : 10 Februari 2015
Tanggal Pengkajian : 11 Februari 2015
Sumber Data : Klien, dan keluarga
2. Keluhan Utama : Klien sering ngomel-ngomel
Autoanamnese : Klien dapat menyebutkan namanya yang dijawab dengan lambat dan
dengan suara yang agak keras, tetapi klien salah dalam penyebutan nama istri dan
anaknya nya serta teman yang ada disekitarnya.
Heteroanamnese :
a. 1 minggu yang lalu klien sakit panas, disertai bicara ngelantur, gelisah, sulit tidur
dan seperti orang bingung dan marah-marah.
b. Klien sering melihat dan mendengarkan sesuatu yang terasa pada tangan yang
dipasang infus, ada bunyi derap sapi sebanyak 4 ekor yang sedang berkejar-kejaran
(“tak tuk tak tuk”).
c. Klien juga tidak mengenal orang-orang disekitarnya yang sebelumnya sudah
dikenalnya (salah menyebutkan namanya).
d. Klien banyak melamun, tidak bisa tidur dan juga tidak mau makan.
3. Faktor Predisposisi
a. Klien belum pernah mengalami gangguan jiwa
b. Tidak ada anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa
22
c. Klien pernah menjalani operasi usus buntu bulan desember 2000 di RS
4. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran yang meningkat, GCS 456, Refleks fisiologi (+), refleks patologis (-), tensi
120/70 mmHg, nadi 80x/mnt, RR 20 x/mnt, S=37,1 c, BB 44 kg, TB 158 cm,
takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau
makan.
5. Psikososial
a. Genogram :
+ +
+
+ Wanita
Arsir=Klien
Pria
X Meninggal
Serumah
23
b. Hubungan Sosial : Klien menganggap bahwa keluarga yang paling penting dan
orang lain tidak penting.
c. Spiritual : Keyakinan klien terhadap agama masih kuat, tetapi klien kurang mampu
dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannnya.
6. Status Mental
a. Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri,
berbaring dan dipasang infuse dextrose 5% 20 tts/mnt pada tangan kiri.
e. Sikap klien terhadap pemeriksa kurang kooperatif, kontak mata kurang, serta secara
mimik menunjukkan sikap bermusuhan.
h. Klien mengalami gangguan daya ingat yang baru saja terjadi (kejadian beberapa jam
atau hari yang lampau) dan yang sudah lama terjadi (kejadian beberapa tahun yang
lalu).
a. Tidur : Klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan gelisah.
Kadang-kadang suka terbangun tengah malam dan sulit untuk tidur lagi. Tidurnya
terganggu sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar dipagi hari yang ditandai
adanya klien tampak mengantuk, mata merah.
b. Klien tidak mempunyai selera makan atau makanan yang dihidangkan hanya
dimakan sedikit saja, karena klien merasa putus asa, tidak berharga, aktivitas terbatas
sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.
24
c. Eliminasi : Klien terganggu buang air kecil nya. Kadang-kadang dibantu dan kadang-
kadang ngompol dan belum BAB 2 hari setelah masuk RS.
8. Mekanisme Koping
9. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan Labratorium :
Hb : 12,5 gr%
LED : 45 mg/L
b. Pemeriksaan Widal :
S. Thyphi O : negative
S. Thyphi H : negative
S. Para A : negative
S. Para B : negative
25
10. Analisa Data
b. Keluarga kadang-kadang
memegangi klien dikala sedang
gelisah dan tidak enak duduk dan
tidur serta berkeinginan untuk
melepaskan jarum infuse yang
terpasang ditangan kirinya.
DO :
26
dan salah mengucapkan namanya
bila diajak kenalan (berjabatan
dengan yang kuat) tetapi klien bisa
menjawabnya dengan dituntun dan
lambat.
DO :
27
b. Klien gelisah.
DO :
11. Intervensi
a. Resiko terhadap penyiksaan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
berespon pada gangguan sensori-sensori preseptual (halusinansi dengar dan lihat).
Batasan Kriteria :
- Sasaran jangka pendek : Dalam 2 minggu klien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan
kegelisahan dan melaporkan pada perawat agar dapat diberikan intervensi sesuai kebutuhan.
28
- Sasaran jangka panjang : Klien tidak akan membahayakan diri, orang lain dan lingkungan
selama dirumah sakit.
Intervensi Rasional
(menyapa klien dengan ramah yang tepat dapat diberikan segera dan untuk
memanggil nama klien, jujur, tepat selalu memastikan bahwa klien berada dalam
29
5. Lindungi klien dan keluarga dari 7. Obat ini dipakai untuk mengendalikan
bahaya halusinasi : psikosis dan mengurangi tanda-tanda agitasi.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, status
emosional yang mengingkat.
Batasan criteria : Penurunan berat badan, konjungtiva dan membrane mukosa pucat, turgor kulit
jelek, ketidakseimbangan elektrolit dan kelemahan.
- Hasil laboratorium elektrolit serum klien akan kembali dalam batas normal dalam 1 minggu
Sasaran jangka panjang : Klien tidak memperlihatkan tanda-tanda atau gejala malnutrisi saat
pulang.
Intervensi Rasional
30
jumlah kalori sesuai kebutuhan. pengkajian nutrisi yang akurat dan
2. Timbang berat badan setiap pagi mempertahankan keamanan klien.
sebelum sarapan. 2. Kehilangan berat badan merupakan
3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang informasi penting untuk mengetahui
cukup bagi kesehatan dan proses perkembangan status nutrisi klien.
penyembuhan. 3. Klien mungkin tidak memiliki
4. Kolaborasi : pengetahuan cukup berkenaan dengan
a. Dengan ahli gizi untuk kontribusi nutrisi yang baik untuk
menyediakan makanan dalm porsi kesehatan.
yang cukup sesuai dengan kebutuhan. 4. Kolaborasi :
b. Pemberian cairan perparenteral a. Klien lebih suka menghabiskan
(IV-line). makanan yang disukai klien.
c. Pantau hasil laboratorium (serum b. Cairan infuse diberikan pada klien
elektrolit). yang kurang dalam mengintake
5. Sertakan keluarga dalam memenuhi makanan.
kebutuhan sehari-hari (makan dan c. Serum elektrolit yang normal
kebutuhan fisiologi lainnya). menunjukkan adanya haemostatis
dalam tubuh.
5. Perawat bersama keluarga harus
memperhatikan pemenuhan
kebutuhan secara adekuat.
c. Kurangnya interkasi social (isolasi social) berhubungan dengan system pendukung yang tidak
adekuat
Batasan kriteria : Kurang rasa percaya pada orang lain, sukar berinteraksi dengan orang lain,
komunikasi yang tidak realistic, kontak mata kurang, berfikir tentang sesuatu menurut pikirannya
sendiri, afek emosi dangkal.
Sasaran jangka pendek : Klien siap masuk dalam terapi aktivitas ditemani seseorang perawat
yang dipercaya dalam 1 minggu.
31
Sasaran jangka panjang : Klien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama klien lainnya
dan perawat dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap.
Intervensi Rasional
Hari Pertama
No Dx Implementasi Evaluasi
32
I 1. Mempertahankan agar lingkungan S:
klien pada tingkat stimulus yang
a. Keluarga mengatakan bahwa
rendah.
klien kadang mendengar suara
2. Menciptakan lingkungan psikososial. yang membisikan dirinya(berupa
suara atau bunyian yang keras).
3. Mengobervasi secara ketat perilaku
dan peningkatan psikomotor klien tiap b. Keluarga kadang-kadang
15 menit sekali. memegangi klien dikala sedang
gelisah dan tidak enak duduk dan
4. Mengembangkan orientasi klien
tidur serta berkeinginan untuk
pada kenyataan.
melepaskan jarum infuse yang
5. Melindungi klien dan keluarga dari terpasang ditangan kirinya.
bahaya halusinasi.
33
P : Lanjutkan intervensi
1,2,3,4,5,6,7
DX II 1. Memonitoring masukan, S:
keluaran dan jumlah kalori
- Keluarga mengatakan klien
sesuai kebutuhan.
sudah mau makan tetapi hanya
2. Mejelaskan pentingnya nutrisi
sedikit.
yang cukup bagi kesehatan dan
proses penyembuhan pada klien
dan keluarga. O:
3. Kolaborasi :
- Porsi makanan yang disediakan
a. Dengan ahli gizi untuk
RS hanya dimakan 3 suap saja.
menyediakan makanan dalm
porsi yang cukup sesuai dengan - Klien masih terpasang infuse
kebutuhan. ditangan sebelah kiri.
b. Memantau tetetsan infuse
- Suhu tubuh sub febris 36,5 c,
dan tanda-tanda pelebits.
TD 120/70 mmHg.
4. Mengikutsertakan keluarga
dalam memenuhi kebutuhan
A : Masalah belum teratasi
sehari-hari (makan dan minum).
Hari Kedua
No Dx Implementasi Evaluasi
35
15 menit sekali. - Ditempat infuse terpasang
terjadi phlebitis dan akhirnya
4. Mengembangkan orientasi klien
infuse dilepas.
pada kenyataan.
- Kontak verbal mulai membaik,
5. Melindungi klien dan keluarga dari
masih irealistic dan kesadaran
bahaya halusinasi.
berkabut.
6. Meningkatkan peran serta keluarga
- Kesadaran berkabut, proses
pada tiap tahap perawatan dan jelaskan
berfikir non realistic, asosiasi
prinsip-prinsip tindakan pada
longgar dan pemikiran tidak
halusinasi.
memadai.
7. Melakukan kolaborasi dengan tim
medis dalam memberikan obat-obatan
antipsikotik (neroleptika) sesuai A : Masalah belum teratasi
dengan program terapi yaitu
Haloperidol 2x1 mg dan memantau
efek samping obat. P : Lanjutkan intervensi
2,3,4,5,6,7
DX II 1. Memonitoring masukan, S:
keluaran dan jumlah kalori
- Keluarga mengatakan klien
sesuai kebutuhan.
sudah mau makan dan
2. Mejelaskan pentingnya nutrisi
menghabiskan makanan yang
yang cukup bagi kesehatan dan
disajikan rumah sakit.
proses penyembuhan pada
klien dan keluarga. - Klien disuapi makannya oleh
A : Masalah teratasi
- Komunikasi pasif
37
A : Masalah belum teratasi.
Hari Ketiga
No Dx Implementasi Evaluasi
38
Haloperidol 2x1 mg dan memantau
efek samping obat.
P : Lanjutkan mensosialisasikan
klien kepada keluarga, teman
dank lien lainnya.
39
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Delirium adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan kognisi
yang terjadi secara akut dan berfluktuasi. Delirium memiliki banyak penyebab yang
40
semuanya mengakibatkan pola gejala yang serupa berkaitan dengan tingkat kesadaran
dan gangguan kognitif pasien.
2. Penyebab utama delirium adalah penyakit susunan saraf pusat, penyakit sistemik, serta
intoksikasi maupun keadaan putus zat psikoaktif.
3. Penegakan diagnosis delirium yang diinduksi zat psikoaktif dapat ditegakkan
berdasarkan criteria diagnosis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta pemeriksaan EEG.
4. Tatalaksana dapat berupa non farmakologis dan farmakologis. Non farmakologis terdiri
dari memberikan dukungan fisik, sensorik, dan lingkungan. Tatalaksana farmakologis
dapat diberikan haloperidol ataupun benzodiazepine (kecuali pada delirium akibat
benzodiazepine).
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/12619544/ASKEP_DELIRIUM_tinggal_evaluasi_nya_Autosaved
(Diakses pada tanggal 21 Desember 2020)
https://www.academia.edu/36355630/
Asuhan_Keperawatan_Pada_Lansia_Dengan_Gangguan_Delirium (Diakses pada tanggal 21
Desember 2020)
41