PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau
progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk
memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa, dan
penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsikognitif yang biasanya disertai,
kadang-kadang didahului, oleh kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku sosial,
atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan
dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow,
2006).
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia seringkali
terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. Dimensia tersebut
dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis (60 tahun); 2) Demensia Pra
Senilis (60 tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk Demensia
Alzheimer (4% dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan
32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini diperkirakan +/- 30 juta penduduk dunia
mengalami Demensia dengan berbagai sebab (Oelly Mardi Santoso, 2002).
Pertambahan jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990 2025,
tergolong tercepat di dunia (Kompas, 25 Maret 2002:10). Jumlah sekarang 16 juta dan
akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini
merupakan peringkat ke empat dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat.
Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk pria
dan 67 tahun untuk perempuan. (Meski menurut kajian WHO (1999), usia harapan hidup
orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke 103 dunia, dan
nomor satu adalah Jepang dengan usia harapan hidup rata-rata 74,5 tahun).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru sajaterjadi, tetapi
bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau
perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringandalam pola berbicara, penderita
1.3 Manfaat
1
2
3
4
5
6
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Demensia
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari - hari.
Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan
daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan seharihari (Nugroho,
2008).
Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul
karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai dengan gangguan
fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil
keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya
disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa,
melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
2.2 Etiologi
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
a) Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal, Sering
pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin kelainan terdapat pada
tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim, atau pada metabolisme
seperti yang ditemukan pada penyakit alzheimer dan demensia senilis.
b) Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
Penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1. Penyakit degenerasi spino-serebelar.
2. Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
3. Khorea Huntington
4. penyakit jacob-creutzfeld dll
c) Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan ini
diantaranya :
1. Penyakit cerebro kardiofaskuler
2.
3.
4.
5.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja
diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia.
Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi.
Disinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit dimana demensia
bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari
pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki
kemampuan untuk dapat mengkaji ddan mengenali gejala demensia.
Faktor Psikososial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh
faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit maka
semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual. Pasien
dengan awitan demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang
lebih sedikit daripada pasien yang mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan
depresi dapat memperkuat dan memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada
individu yang mengalami depresi dan mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada
kenyataannya ia mengalami gangguan depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi,
maka defek kognitifnya akan menghilang.
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1.
Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia
reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan
hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah
lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone
2.
3.
dipertanyakan.
Pemeriksaan EEG
5.
pada CT scan.
Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang
memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode
bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang
demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian
6.
7.
demensia.
Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah test
yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003 ;Boustani,2003
;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk mendeteksi gangguan memori
ringan. (Tang-Wei,2003)
2.6 Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase
seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine , Memantine
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi
Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa membantu
mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang berjalan-jalan.
Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa
memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
c. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
Diet
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah
klien agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan yang terdiri dari 3 kegiatan yaitu
mengumpulkan data,pengelompokan data,dan rumusan diagnosa keperawatan .(Arif
Muttaqin,2008)
1. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan.
2. Keluhan utama
Pasien mengeluh sering lupa dalam menaruh barang atau mengingat sesuatu misal
umur
3. Struktur keluarga : Genogram
4. Riwayat keluarga
Pada pengkajian ini bisa ditemukan keluhan yang sama pada generasi terdahulu
apakah oleh faktor adaptif dan maladaptive
5. Riwayat penyakit klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala
karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis .
a) kaji adanya depresi
b) singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti
geriatric depression scale.
c) ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
d) wawancarai klien ,pemberi asuhan atau keluarga
6. Lakukan observasi langsung terhadap:
a) Perilaku
k) Integumen
Kebersihan dan warna
9. Indeks Katz ( indeks kemandirian Pada aktivitas kehidupan sehari-hari )
Pengkajian ini berguna untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemandirian pada
lansia. Biasanya terdapat penurunan aktivitas seperti klien tidak pernah mengikuti
kegiatan dipanti.
10. Pengkajian Kemampuan Intelektual
Pengkajian yang biasa dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dapat
menyimpulkan hasil bahwa sejauh mana klien mengalami kerusakan fungsi
intelektual.
11. Pengkajian Kemampuan Aspek kognitif
Pengkajian yang mengkaji meliputi orientasi, regisrasi, perhatian, dan kalkulasi. Dan
biasanya pada klien demensia terdapat penurunan orientasi, ketidakmampuan klien
untuk memecahkan suatu masalah, dan klien mengalami kesulitan untuk berhitung.
12. Depresi Beck
Pengkajian untuk mengetahui tingkat depresi lansia. Biasanya terjadi depresi pada
klien yang merasa bahwa dirinya tidak bedaya dan gagal akan masa lalu.
3.2 Analisa Data
No.
1.
DATA
Ds :
-
MASALAH
Do :
-
2.
( Salah 6 )
MMSE : Gangguan kognitif berat ( Salah 15 )
Ds :
Do :
3.
Ds :
-
Nyeri
Do :
-
Rasional : pengertian yang baik dapat membantu klien mengerti dan dapat
melakukan sendiri tentang kebersihan diri.
d) Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
Rasional : menciptakan memori kebersihan diri
e) Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap
hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
Rasional : pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan
diharapkan klien dapat melakukan sendiri tentang kebersihan diri.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari - hari.
Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan
daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan seharihari (Nugroho,
2008).
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah adanya
perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.
Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal,
mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif.
Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit untuk mengingat dan
sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut
dan meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka.
Dari penjelasan diatas kami menyimpulkan bahwa untuk penderita demensia maupun
klien lanjut usia yang lain diperlukan pendampingan untuk setiap aktivitas dan
kebutuhannya. Di usia mereka ini telah banyak terjadi perubahan dan penurunan kognitif .
Untuk itu baik keluarga maupun orang disekitarnya hendaknya memahami keadaan
umum dan apa yang dirasakan oleh lansia tersebut.
4.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini bias menjadi panduan dalam menerapkan
asuhan keperawatan pada klien penderita demensia. Makalah ini juga masih banyak
kekurangan dan perlu dilakukan penelitian lagi terkait dengan masalah yang terjadi
seiring dengan berjalannya waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Alzheimer Indonesia. (2003). Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer
dan Demensia lainnya. Konsensus Nasional, Edisi I Jakarta,
Durand, V. M. dan Barlow, D. H. 2006.Psikologi Abnormal. Alih Bahasa: Linggawati Haryanto.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Imunologi.
Jakarta: Salemba Medika