Anda di halaman 1dari 23

A.

Pengertian
Demam tifoid ( typhus abdominalis, typhoid fever, enteric fener) merupakan
penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala
demam selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2009).
Tifoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan
terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
(Mansjoer, A, 2009).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A, B
dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.

B. Anatomi Fisiologi
Susunan saluran pencernaan terdiri dari : Oris (mulut), faring (tekak),
esofagus (kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus),
intestinum mayor (usus besar ), rektum dan anus. Pada kasus demam tifoid,
salmonella typi berkembang biak di usus halus (intestinum minor). Intestinum minor
adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan
berakhir pada seikum, panjangnya 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari : lapisan usus
halus, lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan
otot memanjang (muskulus longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum.
Duodenum disebut juga usus dua belas jari, panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu
kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dari bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir yang membukit yang disebut papila vateri. Pada
papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledikus) dan saluran pankreas
(duktus wirsung/duktus pankreatikus). Dinding duodenum ini mempunyai lapisan
mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar brunner
yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 meter. Dua perlima
bagian atas adalah yeyenum dengan panjang 2 meter dari ileum dengan panjang 4
5 m. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan
vena mesenterika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan
peritonium yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum
tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang
yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileoseikalis
dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukhim yang
berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tidak masuk kembali ke dalam
ileum.
Didalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel, termasuk banyak
leukosit. Disana-sini terdapat beberapa nodula jaringan limfe, yang disebut kelenjar
soliter. Di dalam ilium terdapat kelompok-kelompok nodula itu. Mereka membentuk
tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisis 20 sampai 30 kelenjar soliter yang
panjangnya satu sentimeter sampai beberapa sentimeter. Kelenjar-kelenjar ini
mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat peradangan pada demam usus
(tifoid). Sel-sel Peyers adalah sel-sel dari jaringan limfe dalam membran mukosa.
Sel tersebut lebih umum terdapat pada ileum daripada yeyenum (Pearce E.C., 2009).
Absorbsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung dalam usus
halus melalui dua saluran, yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di
sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisi lakteal, pembuluh darah
epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama jaringan limfoid seluruhnya diliputi
membran dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus
maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang di absorbsi ke dalam lakteal
kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah
di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan.
Fungsi usus halus : Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap
melalui kapiler-kapiler darah dan saluran saluran limfe. Menyerap protein dalam
bentuk asam amino. Karbohidrat diserap dalam betuk monosakarida. Didalam usus
halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan
makanan. Enzim yang bekerja ialah :
1. Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik.
2. Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
3. Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida.
4. Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida.
5. Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida,
Hepar merupakan organ terbesar di dalam tubuh , berwarna coklat kemerahan,
beratnya 1 kg, berperan penting dalam metabolisme dan penetralan obat Kandung
Empedu merupakan organ berbentuk buah pir, letaknya dalam sebuah lobus di
sebelah permukaan bawah hati, berwarna hijau gelap, berfungsi dalam pencernaan
dan penyerapan lemak (Syair, H. 2010).

C. Etiologi
Penyebab typhoid adalah kuman salmonella typosa, yang merupakan basil
gram negatif bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora. Kuman mempunyai 3
macam :
1. Antigen O (Ogne Houch) Somaus (terdiri dari rantai kompleks lipopoli
sakarida).
2. Antigen H (Houch) terdapat pola flagella.
3. Antigen Vi (Kapsul) merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositosis \
Dalam serum pasien terdapat zat anti (agglutinin) terhadap ketiga macam
antigen tersebut.
D. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya
seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk
ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam
lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam
dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan
penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis
typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam
disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

E. Manifestasi Klinik
Menurut Ngastiyah (2009) gambaran klinis demam tifoid pada anak lebih
ringan dari pada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari , yang tersingkat 4 hari jika
infeksi melalui makan sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. selama
masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodomal yaitu perasaan tidak enak badan,
lesu, nyeri kepala pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang.
Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat
dikelompokan dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan
dan gnagguan kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri kepala, anoreksia,
mual, muntah, diare, konstipasi dan suhu badan meningkat (39-410C). Setelah
minggu kedua gejala makin jelas berupa demam remiten, lidah tifoid dengan tanda
antara lain nampak kering, dilapisi selaput tebal, dibagian belakang tampak lebih
pucat, dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Pembesaran hati dan limpa, perut
kembung dan nyeri tekan pada perut kanan bawah dan mungkin disertai gangguan
kesadaran dari ringan sampai berat seperti delirium.
Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu
pertama atau awal minggu kedua. Merupakan emboli kuman dimana di dalamnya
mengandung kuman salmonella. Berikut gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
Menurut Ngastiyah (2009), gejala prodromal ditemukan seperti perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan
berkurang. Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah :
1. Demam
Biasanya berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhu tidak tinggi
sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari,
biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu
ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah
kotor, perut kembung, hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan, dapat
disertai konstipasi atau diare.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis
sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat).
Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola (bintik-bintik
kemerahan).
Disamping gejalagejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula
ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik
bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.Biasanya dtemukan alam
minggu pertama demam kadang kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan
mungkin pula ditemukan epistaksis. Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman
yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa
kuman/karier. Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman
ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak
sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang
sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang
andal (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi. 2006).
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering
dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan
jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt
Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal
ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain,
hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan
darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
5. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum
klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid. Uji
widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella
typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada
pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali
pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti
demam tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif belum
menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu pengaruh
pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. Sesuai dengan kemampuan
SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam
tifoid diklasifikasikan atas:
1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan
hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini hanya
dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta
didukung oleh gambaran laboraorium yang menyokong demam tifoid (titer widal
O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan).
3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan
ataupositif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titerWidal 4
kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640
(pada pemeriksaan sekali) (Widodo, D. 2009).

G. Komplikasi
Komplikasi demam typhoid dapat dibagi atas dua bagian :
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan usus
Dapat terjadi pada saat demam masih tinggi, ditandai dengan suhu mendadak
turun, nadi meningkat/ cepat dan kecil, tekanan darah menurun. Jika perdarahan
ringan mungkin gejalanya tidak terlihat jelas, karena darah dalam feses hanya dapat
dibuktikan dengan tes benzidin. Jika perdarahan berat ditemukan melena.
b. Perforasi usus
Komplikasi ini dapat terjadi pada minggu ketiga ketika suhu sudah turun.
Gejala perforasi usus adalah pasien mengeluh sakit perut hebat dan akan lebih nyeri
lagi jika ditekan, perut tegang/ kembung. Anak menjadi pucat, dapat juga keringan
dingin, nadi lembut; pasien dapat syok (Ngastiyah, 2005)

2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, Sindroma Guillain Bare dan Sidroma Katatonia.

H. Penatalaksanaan Medik
Menurut Ngastiyah (2009) menjelaskan pasien yang dirawat dengan diagnosis
typhus abdominalis harus dianggap dan diperlakukan sebagai pasien typhus
abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut:
1. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain.
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal
kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk ; jika tidak panas lagi boleh
berdiri kemudian berjalan di ruangan.
4. Diet.
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila kesadaran pasien menurun diberikan
makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik
dapat juga diberikan makanan lunak.
5. Obat pilihan ialah kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak cocok dapat
diberikan obat lainnya seperti kortikoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan
dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg BB/hari (maksimum 2 gram per hari), diberikan 4
kali sehari per oral atau intavena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi
tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya
adalah mungkin pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat
dimusnahkan.
6. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi
dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena dan sebagainya.

I. Penatalaksanaan Keperawatan
Penyakit typhus abdominalis adalah penyakit menular yang sumber infeksinya
berasal dari faeses dan urin, sedangkan lalat sebagai pembawa atau penyebar dari
kuman tersebut. Pasien tifoid harus dirawat di ruang isolasi yang dilengkapi dengan
peralatan untuk merawat pasien yang menderita penyakit menular, seperti
desinfektan untuk mencuci tangan, merendam pakaian kotor dan pot atau urinial
bekas pakaian pasien. Yang merawat atau sedang menolong pasien agar memakai
celemek (Ngasyiyah, 20009).
J. WOC
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama dan umur untuk panggilan dan membedakan klien yang satu dengan
yang lain. Dapat terjadi pada anak laki-laki dan perempuan, kelompok umur yang
terbanyak adalah diatas umur lima tahun. Faktor yang mendukung terjadinya demam
thypoid adalah iklim tropis social ekonomi yang rendah sanitasi lingkungan yang
kurang.

b. Keluhan utama
Pada pasien typus abdominalis keluhan utamanya adalah demam.
c. Riwayat penyakit sekarang
Demam yang baik turun remiten, demam dan mengigil lebih dari satu minggu.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tidak didapatkan penyakit sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga ada yang karier
f. Riwayat psiko social dan spiritual
Kelemahan dan gangguan interaksi sosial karena bedrest serta terjadi
kecemasan.
g. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
2. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, persafasan dan tekanan darah klien
3. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau lesi pada kepala
4. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
5. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/
tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
6. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan
yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
7. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak,
apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam
menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
8. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi
vena jugularis
9. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
10. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri
tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan
bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
11. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut
kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada
wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia
mayora.
12. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah
ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
13. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan
bentuk.

2. Diagnosa Keperawatan yang muncul


a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan, dispnea.
b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi kuman
salmonella thypii.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
e. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
f. Resiko devisit volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan
peningkatan suhu tubuh.
g. Gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan konstipasi
h. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
i. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
j. Gangguan personal hygiene berhubungan dengan kelemahan
k. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan kondisi anaknya.

l) Analisa Data
no Data Etiologi Masalah

1. DS : klien merasakan panas Infeksi Hipertermi


dingin ( demam ) peradangan pada
DO: intestine
Suhu: diatas normal >37C
Klien menggigil, klien Stimulus
memakai selimut, klien hypothalamus
teraba panas, mukosa bibir
mulai mongering
Perubahan set point

Suhu sistemik naik

Hipertermi

2 DS: klien merasakan panas Thypoid Resiko defisit


dan kering pada bibir volume cairan
DO: Hipertermi
mukosa bibir mulai
mengering Benyak
Klien menggigil, klien mengeluarkan
memakai selimut, klien cairan/evaporasi
teraba panas, klien lemas,
Vol cairan <
kebutuhan
3 Ds : Klien mengatakan Resiko
nafsu makan berkurang, ketidakseimbangan
terasa mual dan muntah nutrisi kurang dari
Do : - Klien tampak kebutuhan tubuh
mengeluh dan meringis
- Ada penurunan berat
badan
-Klien hanya
menghabiskan 4-6
sendok makan
Intervensi
no Diagnisa keperawatan NOC NIC
1 Hipertemia b/d proses NOC: NIC :
infeksi salmonella thyposa Thermoregulasi Fever treatment
Monitor suhu
Definisi : suhu tubuh naik Setelah dilakukan sesering mungkin
diatas rentang normal tindakan keperawatan Monitor IWL
selama 2 X 24 jam Monitor warna dan
Batasan Karakteristik: pasien menunjukkan : suhu kulit
kenaikan suhu tubuh Suhu tubuh dalam batas Monitor tekanan
diatas rentang normal normal dengan kreiteria darah, nadi dan RR
serangan atau hasil: Monitor penurunan
konvulsi (kejang) v Suhu 36 37 0 C tingkat kesadaran
kulit kemerahan v Nadi dan RR dalam Monitor WBC, Hb,
pertambahan RR rentang normal dan Hct
takikardi v Tidak ada perubahan Monitor intake dan
saat disentuh tangan warna kulit dan tidak ada output
terasa hangat pusing, merasa nyaman Kolaborasi
pemberian anti piretik
Faktor faktor yang Berikan pengobatan
berhubungan : untuk mengatasi
- penyakit/ trauma penyebab demam
- peningkatan Selimuti pasien
metabolisme Lakukan tapid
- aktivitas yang sponge
berlebih Kolaboraikan
- pengaruh dengan dokter
medikasi/anastesi mengenai pemberian
- cairan intravena sesuai
ketidakmampuan/penurunan program
kemampuan untuk Kompres pasien
berkeringat pada lipat paha dan
- terpapar aksila
dilingkungan panas Tingkatkan
- dehidrasi sirkulasi udara
- pakaian yang tidak Berikan pengobatan
tepat untuk mencegah
terjadinya menggigil
2 Resiko defisit volume cairan NOC: Fluid management 1. Untuk
b/d pemasukan yang kurang, v Fluid balance Timbang mengetahui
mual, muntah/pengeluaran v Hydration popok/pembalut jika tingkat skala
yang berlebihan, diare, v Nutritional Status : diperlukan nyeri
panas tubuh Food and Fluid Intake 1. Pertahankan 2. Untuk
Kriteria Hasil : catatan intake dan membantu
Definisi : Penurunan cairan v Mempertahankan output yang akurat mengurangi
intravaskuler, interstisial, urine output sesuai 2. Monitor status nyeri
dan/atau intrasellular. Ini dengan usia dan BB, BJ hidrasi ( 3. Untuk
mengarah ke dehidrasi, urine normal, HT normal kelembaban mengurangi
kehilangan cairan dengan v Tekanan darah, nadi, membran mukosa, nyeri
pengeluaran sodium suhu tubuh dalam batas nadi adekuat,
normal tekanan darah
Batasan Karakteristik : v Tidak ada tanda tanda ortostatik ), jika
- Kelemahan dehidrasi, Elastisitas diperlukan
- Haus turgor kulit baik, 3. Monitor vital sign
- Penurunan turgor membran mukosa 4. Monitor masukan
kulit/lidah lembab, tidak ada rasa makanan / cairan
- Membran mukosa/kulit haus yang berlebihan dan hitung intake
kering kalori harian
- Peningkatan denyut nadi, 5. Lakukan terapi IV
penurunan tekanan darah, 6. Monitor status
penurunan volume/tekanan nutrisi
nadi 7. Berikan cairan
- Pengisian vena menurun 8. Berikan cairan IV
- Perubahan status mental pada suhu ruangan
- Konsentrasi urine 9. Dorong masukan
meningkat oral
- Temperatur tubuh 10. Berikan
meningkat penggantian
- Hematokrit meninggi nesogatrik sesuai
- Kehilangan berat badan output
seketika (kecuali pada third 11. Dorong keluarga
spacing) untuk membantu
Faktor-faktor yang pasien makan
berhubungan: 12. Tawarkan snack (
- Kehilangan volume jus buah, buah
cairan secara aktif segar )
- Kegagalan mekanisme 13. Kolaborasi dokter
pengaturan jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk
14. Atur kemungkinan
tranfusi
15. Persiapan untuk
tranfusi
3 Resiko ketidakseimbangan NOC : Nutrition Management
nutrisi kurang dari v Nutritional Status : Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh b/d intake food and Fluid Intake makanan
kurang akibat mual, muntah, Kriteria Hasil : Kolaborasi dengan
anoreksia, atau output yang v Adanya peningkatan ahli gizi untuk
berlebihan akibat diare. berat badan sesuai menentukan jumlah
dengan tujuan kalori dan nutrisi yang
Definisi : Intake nutrisi v Berat badan ideal dibutuhkan pasien.
tidak cukup untuk keperluan sesuai dengan tinggi Anjurkan pasien
metabolisme tubuh. badan untuk meningkatkan
v Mampu intake Fe
Batasan karakteristik : mengidentifikasi Anjurkan pasien
- Berat badan 20 % atau kebutuhan nutrisi untuk meningkatkan
lebih di bawah ideal v Tidak ada tanda tanda protein dan vitamin C
- Dilaporkan adanya malnutrisi Berikan substansi
intake makanan yang v Tidak terjadi gula
kurang dari RDA penurunan berat badan Yakinkan diet yang
(Recomended Daily yang berarti dimakan mengandung
Allowance) tinggi serat untuk
- Membran mukosa dan mencegah konstipasi
konjungtiva pucat Berikan makanan
- Kelemahan otot yang yang terpilih ( sudah
digunakan untuk dikonsultasikan
menelan/mengunyah dengan ahli gizi)
- Luka, inflamasi pada Ajarkan pasien
rongga mulut bagaimana membuat
- Mudah merasa kenyang, catatan makanan
sesaat setelah mengunyah harian.
makanan Monitor jumlah
- Dilaporkan atau fakta nutrisi dan kandungan
adanya kekurangan kalori
makanan Berikan informasi
- Dilaporkan adanya tentang kebutuhan
perubahan sensasi rasa nutrisi
- Perasaan Kaji kemampuan
ketidakmampuan untuk pasien untuk
mengunyah makanan mendapatkan nutrisi
- Miskonsepsi yang dibutuhkan
- Kehilangan BB dengan
makanan cukup
- Keengganan untuk
makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
- Nyeri abdominal dengan
atau tanpa patologi
- Kurang berminat
terhadap makanan
- Pembuluh darah kapiler
mulai rapuh
- Diare dan atau
steatorrhea
- Kehilangan rambut yang
cukup banyak (rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi,
misinformasi

Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna
makanan atau mengabsorpsi
zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah, 2009. Perawatan Anak Sakit.Jakarta : EGC

Nanda Internasional Nursing Diagnoses Definitions and Classification,2011

Departemen Kesehatan RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI,
Jakarta

Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.

Nainggolan, R. 2011. Karakteristik Penderita Demam Tifoid. Medan: Fakultas


Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Nanda, 2011, Diagnosis Keperawatan, Jakarta : EGC

Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Umum

Ramadhan, 2011, Asuhan Keperawatan Demam


Thypoid, http://dhanwaode.wordpress.com/2011/02/01/askep-hemoroid/, di akses
pada tanggal 8 oktober 2012
Ramali, A. 2005. Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.

Simanjuntak, C. H, 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan


Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83.

Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC

Soegijianto, S. 2002. Ilmu Penyakit Anak. Jakarta: Salemba Medika

Soeparman. (2007). Ilmu Penyakit Dalam Edisi I, Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
FKUI

Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi
IV. Jakarta: Penerbit FK-UI.
Syair, H. 2010. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia. http://mutiarasyair-
syairklasik.blogspot.com/2010_10_01_archive.html. Diakses pada tanggal 8 Oktober
2012
WHO. 2009. Thypoid Fever. http://www.WHO.int. diakses pada tanggal 8 Oktober
2012
Widodo, D. 2009. Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI

Advertisements

Anda mungkin juga menyukai