Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN ACARA KEGIATAN PENYULUHAN

PERAN KELUARGA DALAM PENDAMPINGAN PASIEN


PSIKOGERIATRIK

Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Ruang Poli Umum


Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur
Tugas Kelompok Praktek Keperawatan Jiwa
Program Pendidikan Profesi Ners

Disusun Oleh :
Ihda Maulida Muhajjah
Siti Hajarul Fitriyah
Ifa Octafia Maslaha
Bayu Hadi Prakoso
Mohammad Sanusi

PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2018
LAPORAN ACARA KEGIATAN PENYULUHAN
Pokok Bahasan :Peran Keluarga dalam Pendampingan Psikogeriatrik
Hari/Tanggal : Rabu, 17 januari 2018
Tempat : Ruang Poli Umum Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi
Jawa Timur
Sasaran : Keluarga dan Pasien yang mengalami gangguan jiwa di
Ruang Poli Umum RS Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur
Waktu : 07.00
Penyuluh : Kelompok 10 (Pendidikan Profesi Ners Universitas
Muhammadiyah Surabaya)

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa pada lansia bukanlah penyakit jiwa yang tidak
dapat disembuhkan. Peningkatan angka relapse pada pasien gangguan jiwa
lansia pasca perawatan dapat mencapai 25% - 50% yang pada akhirnya
dapat menyebabkan keberfungsian sosialnya menjadi terganggu. Peranan
keluarga diperlukan untuk menekan sekecil mungkin angka relapse dan
mengembalikan keberfungsian sosialnya. Keluarga dapat mewujudkannya
dengan memberi bantuan berupa dukungan emosional, materi, nasehat,
informasi, dan penilaian positif yang sering disebut dengan dukungan
keluarga.
Peran keluarga dalam menangani anggota keluarganya yang
menderita gangguan jiwa tidak hanya penting di rumah, tetapi juga selama
di rumah sakit, keluarga mempunya peran yang diharapkan dapat
dilakukan untuk meningkatkan optimalisasi kesembuhan pasien. Keluarga
merupakan bagian dari tim pengobatan dan perawatan. Apalagi di
Indonesia dengan kultur sosialnya tinggi di tambah keterbatasan jumlah
perawat di rumah sakit sehingga tugas merawat orang sakit yang dirawat
di rumah sakit umumnya dilakukan oleh keluarga yang menjaga dan
menunggui secara bergantian, bahkan sering menjaga bersama-sama.
Sementara perawat di rumah sakit yang seharusnya merawat orang sakit
juga harus melakukan tugas-tugas yang lain di bangsal perawatan. Hal itu
harus dimaklumi.
Tugas keluarga biasanya memenuhi kebutuhan harian yang tidak
bisa dipenuhi pasien secara mandiri. Khususnya untuk pasien gangguan
jiwa yang dirawat di rumah sakit, jika secara fisik tidak mengalami
gangguan maka ketergantungan terhadap orang lain biasanya minimal
sehingga jarang pasien gangguan jiwa ditunggui oleh keluarga. Perawatan
dan pengawasan diserahkan kepada fihak rumah sakit.
Pasien yang dirawat di rumah sakit menemukan teman-teman dan
kelompok yang mengalami masalah yang sama. Walaupun begitu keluarga
perlu menjajagi kebutuhan pasien akan komunikasi dengan keluarga di
kurun waktu hospitalisasi. Berbagai respon yang berbeda tiap-tiap pasien
akan dialami saat mulai hari pertama di rumah sakit sampai pemulangan.
Pasien mungkin awalnya merasa terasing, mungkin juga kerasan, mungkin
tidak mau pulang, atau bahkan ingin pulang. Peran keluarga penting untuk
memantau kebutuhan pasien dari laporan perawat atau jika perlu
malakukan komunikasi langsung.
Pada beberapa rumah sakit mungkin mengizinkan pasien untuk
membawa alat komunikasi maka ini perlu digunakan. Pada pasien
gangguan jiwa di rumah sakit yang untuk memenuhi kebutuhan hiegien
dan toilet secara fisik tergantung maka keluarga berperan menjadi
caregiver (umumnya di Indonesia).
.
B. Tujuan Pembelajaran
a. Tujuan Instruksional Umum
Setelah menerima pendidikan kesehatan tentang peran keluarga dalam
pendampingan pasien psikogeriatrik, keluarga dan pasien gangguan jiwa di
Ruang Poli Umum Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa Timur mampu
memahami dan menyadari mengenai penatalaksaan pasien gangguan jiwa.
b. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah menerima pendidikan kesehatan, diharapkan keluarga dan pasien
gangguan jiwa di Ruang Poli Umum Rumah Sakit Jiwa Menur Provinsi Jawa
Timurmampu :
 Mengetahui pengertian lanjut usia
 Mengetahui pengertian psikogeriatrik
 Mengetahui penyebab kesehatan jiwa lansia
 Menjelaskan tanda dan gejala kesehatan jiwa lansia
 Mengetahui Penatalaksanaan kesehatan jiwa lansia
 Mengetahui peran dan fungsi keluarga dalam pendampingan pasien
Psikogeriatrik
 Mengetahui Upaya Yang Dapat Dilakukan Keluarga Dalam Membantu
Pemenuhan Kebutuhan Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan
Jiwa Yang Sudah Lanjut Usia
C. Materi
1. Menjelaskan pengertian lanjutusia
2. Menjelaskan pengertian psikogeriatrik
3. Menjelaskan penyebab mempengaruhi kesehatan jiwa lansia
4. Menjelaskan penatalaksanaan kesehatan jiwa lansia
5. Mengetahui peran dan fungsi keluarga dalam pendampingan pasien
Psikogeriatrik
6. Mengetahui Upaya Yang Dapat Dilakukan Keluarga Dalam
Membantu Pemenuhan Kebutuhan Anggota Keluarga Yang
Mengalami Gangguan Jiwa Yang Sudah Lanjut Usia
D. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
c. Diskusi
E. Media
a. Leaflet
b. Lembar Balik
F. Pengorganisasian
1. Leader : Bayu Hadi P
Uraian tugas :
a. Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim kepada
peserta
b. Mengatur proses dan lamanya penyuluhan
c. Menutup acara penyuluhan
2. Co Leader : Ihda Maulida
Uraian tugas :
a. Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan dengan bahasa
yang mudah dipahami oleh peserta
b. Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses
penyuluhan’
c. Memotivasi peserta untuk bertanya
3. Fasilitator : Ifa Octafia dan Mohammad Sanusi
Uraian tugas :
a. Ikut bergabung dan duduk bersama diantara peserta
b. Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan
c. Memotivasi peserta untuk bertanya materi yag belum jelas
d. Meginterupsi penyuluh tentang istilah / hal-hal yang dirasa kurang
jelas bagi peserta
e. Memperagakan atau mempraktekkan teknik mencuci tangan
f. Mengajari cara pembuatan dan pemberian oralit
4. Observer :Siti Hajarul F
Uraian tugas :
a. Mencatat nama, alamat dan jumlah peserta, serta menempatkan diri
sehingga memungkinkan dapat mengamankan jalannya proses
penyuluhan
b. Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta
c. Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses
penyuluhan
d. Menyampaikan evaluasi langsung kepada peyuluh yang dirasa tidak
sesuai dengan rencana penyuluhan
G. SETTING TEMPAT
LEADER COLEADER

AUDIEN

FASILITATOR OBSERVER

H. Evaluasi Pembelajaran
a. Tes awal cara mengajukan pertanyaan lisan.?
a. Apakah anda tau pengertian lanjutusia?
b. Apakah anda tau pengertian psikoggeriatrik?
c. Apa yang menyebabkan kesehatan jiwa pada lansia?
d. Bagaimana tanda dan gejala kesehatan jiwa lansia?
e. Apa saja penatalaksanaan kesehatan jiwa lansia?
f. Bagaimana peran dan fungsi keluarga dalam pendampingan pasien
Psikogeriatrik?
g. Bagaimana Upaya Yang Dapat Dilakukan Keluarga Dalam
Membantu Pemenuhan Kebutuhan Anggota Keluarga Yang
Mengalami Gangguan Jiwa Yang Sudah Lanjut Usia?
b. Tes akhir dengan cara mengajukan pertanyaan lisan yang sama dengan
pertanyaan pada tesawal.
I. Proses Penyuluhan
N Fase Kegiatan Kegiatan Sasaran
o.
1. Pembukaan  Memberi salam pembuka  Menjawab salam
:  Memperkenalkan diri  Memperhatikan
3 menit  Menjelaskan tujuan penyuluhan dan pokok  Memperhatikan
bahasan
 Membagi leaflet  Memperhatikan
2. Pelaksanaan  Menjelaskan pengertian lanjutusia  Memperhatikan
:  Menjelaskan pengertian kesehatan jiwa
20 menit lansia  Memperhatikan
 Menjelaskan penyebab kesehatan jiwa lansia
 Menjelaskan tanda dan gejala kesehatan jiwa  Bertanya dengan
lansia penuh antusias
 Mengetahui penatalaksanaan kesehatan jiwa  Bertanya dengan
lansia penuh antusias
 Mengetahui peran dan fungsi keluarga dalam  Bertanya dengan
pendampingan pasien Psikogeriatrik penuh antusias
 Mengetahui Upaya Yang Dapat Dilakukan
Keluarga Dalam Membantu Pemenuhan  Memperhatikan
Kebutuhan Anggota Keluarga Yang
Mengalami Gangguan Jiwa Yang Sudah  Memperhatikan
Lanjut Usia
 Bertanya dengan
penuh antusias
3. Evaluasi : Menanyakan kepada peserta tentang materi yang  Menjawab
5 menit telah diberikan dan memberi informasi kepada pertanyaan
sasaran yang dapat menjawab pertanyaan
4. Terminasi :  Mengucapakan terima kasih atas peran serta  Mendengarkan
2 menit peserta
 Mengucapkan salam penutup  Menjawab salam
J. Kriteria Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
 Peserta yang hadir dalam kegiatan penyuluhan sebanyak 18 orang
 Setting tempat penyuluhan berada di Ruang Poli Umum Sakit Jiwa
Menur Provinsi Jawa Timur
 Bahasa yang digunakan komunikatif dan efektif dibuktikan oleh
100% peserta mengerti tentang peran keluarga dalam pendampingan
pasien psikogeriatrik
 Mahasiswa mampu memfasilitasi audiens selama jalannya diskusi
 Peran dan tugas mahasiswa sebagai pelaksana acara telah sesuai
dengan tugas masing-masing
 Perlengkapan alat dan media yang digunakan sudah lengkap sesuai
dengan yang direncanakan yaitu leaflet dan flipchart
b. Evaluasi Proses
 Pelaksanaan kegiatan penyuluhan berlangsung pada hari Rabu,
17 Januari 2018 pada pukul 07.00 WIB dan berakhir pada pukul
07.30 WIB
 Kegiatan berjalan dengan lancar sesuai dengan rencana dan
kontrak yang telah disepakati diawal pembukaan
 Peserta aktif dalam kegiatan penyuluhan, perhatian, dan
sebanyak 90% peserta mengajukan pertanyaan mengenai
presentasi penyuluhan yang disampaikan
 Seluruh peserta mengikuti penyuluhan sampai akhir, tidak ada
peserta yang meninggalkan ruangan dipertengahan acara
c. Evaluasi Hasil
1. 90% Pasien dan keluarga mengetahui pengertian gangguan jiwa
lansia
2. 90% Pasien dan keluarga mengetahui masalah kesehatan jiwa
lansia
3. 90% Pasien dan keluarga mengetahui faktor yang mempengaruhi
kesehatan jiwa
4. 90% Pasien dan keluarga mengetahui pengertian Keluarga
5. 90% Pasien dan keluarga mengetahui peran dan fungsi keluarga
dalam pendampingan pasien Psikogeriatrik
6. 90% Pasien dan keluarga mengetahui Upaya Yang Dapat
Dilakukan Keluarga Dalam Membantu Pemenuhan Kebutuhan
Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Yang Sudah
Lanjut Usia
7. 90% Pasien dan keluarga mengetahui Hak Keluarga atas Informasi
Anggota Keluarga yang Dirawat di Rumah Sakit
d. Hambatan
Tidak ada halangan hanya 90% peserta merupakan pasien post sectio
cesarea pada hari ke-1 dan ke-2
e. Dokumentasi
(Terlampir)
f. Lembar balik
g. (Terlampir)
h. Daftar hadir
i. (Terlampir)
MATERI PENYULUHAN

1.1 PengertianLansia
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti died dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
diderita.
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah
kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang
mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai
kehidupan lansia.

1.2 Tanda dan Gejala Kesehatan Jiwa Lansia


Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan
Psikogeriatri, yaitu :
a) Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin
meningkatnya usia
b) Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
c) Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
1) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan
orang lain).
2) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan
karena berbagai sebab, diantaranya setelah menjalani masa pensiun,
setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup
dan lain-lain.
d) Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis)
sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan
(deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak,
misalnya bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya. Hal itu
biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling
berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga
dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.

1.3 Penyebab Kesehatan Jiwa Lansia


Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan
jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga
para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology),
misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin
rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik
seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara
berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan
fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan
suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia
agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu
menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik
maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi
kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu
mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan
bekerja secara seimbang.
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung,
gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai
operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan
kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat
tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
1) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada
lansia.
2) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya.
3) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
4) Pasangan hidup telah meninggal.
5) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan
sebagainya.
3. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses
belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara
fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat
bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga
mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan
kepribadian lansia.
4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari
tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan
sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan,
kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah
orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya
seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
1.4 Penatalaksanaan Kesehatan Jiwa Lansia
1. Terapi holistic
2. Psikoterapi keagamaan
3. Farmakoterapi
4. Terapi perilaku
Penatalaksanaa di Rumah :
1. Memberikan tindakan dan kegiatan positif
2. Memberikan perhatian dan penghargaan terhadap setiap kegiatan positif
yang dilakukan pasien
3. Berbicara dengan baik, tidak membentak, dan tanpa pemaksaan ketika
menyuruh pasien
4. Selalu jujur dengan pasien
5. Mendampingi pasien dalam melakukan kegiatan sehari hari
6. Menganjurkan dan memastikan klien minum obat yang diberikan dokter
selama dirumah
7. Mengajak control secara rutin
8. Libatkan keluarga dalam aktivitas atau kegiatan sehari-hari dan
pengambilan kepuusam

1.5 Peran dan Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (dalam Suparyanto, 2011) lima fungsi dasar


keluarga adalah sebagai berikut:
1. Fungsi afektif, adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih serta,
saling menerima dan mendukung.
2. Fungsi sosialisasi, adalah proses perkembangan dan perubahan individu
keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi social dan belajar berperan
di lingkungan social
3. Fungsi reproduksi, adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia
4. Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan
5. Fungsi perawatan kesehatan, adalah kekampuan keluarga untuk merawat
anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.Kemampuan
keluarga melakukan asuhan keperawatan atau pemeliharaan kesehatan
memengaruhi status kesehatan keluarga dan individu.

1.6 Upaya Yang Dapat Dilakukan Keluarga Dalam Membantu


Pemenuhan Kebutuhan Anggota Keluarga Yang Mengalami
Gangguan Jiwa Yang Sudah Lanjut Usia
2. Setelah Kembali ke Rumah
Penderita gangguan jiwa yang di bawah ke rumah sakit jiwa akan
memperoleh pengobatan yang diperlukan untuk mengurangi gejala,
mencegah kekambuhan, dan menghilangkan gejala. Pertanyaannya adalah
apakah pengobatan di rumah sakit sudah cukup? Jawabannya adalah
pengobatan pasien di Rumah Sakit tidaklah cukup sampai di situ saja,
begitu di rawat dan kemudian dinyatakan sembuh total kemudian pasien
pulang dan dengan pengobatan dan penaganganan kontinu dirumah pasien
diharapkan memperkecil peluang untuk kambuh. Pasien yang datang ke
rumah sakit dengan diagnosa gangguan jiwa memperoleh stressornya dari
lingkungan sebelumnya yaitu rumah tinggal atau lingkungan kerja dimana
waktu sering di gunakan di situ, begitu pasien datang ke rumah sakit,
pasien memperoleh ’situasi dan suasana terapi’ yang berbeda dengan
situasi sebelumnya.

3. Menyadari Masa Transisi: Adaptasi keluarga


Begitu kembali ke rumah atau lingkungan semula maka segala hal
di rumah bisa menjadi trigger pada situasi mental dimana kemudian
memudahkan pasien untuk kembali mengalami gangguan jiwa. Karena itu
pengobatan dan pengelolaan pasien di rumah sangat penting. Beberapa
waktu begitu pasien tiba dirumah setelah diputuskan pulang merupakan
masa terapi transisi. Adanya terapi transisi ini hendaknya disadari oleh
keluarga bahwa mereka berfungsi sebagai ’terapist’ yang mengajari dan
membimbing pasien agar bisa beradaptasi secara mental di lingkungan
yang ada. Keluarga melakukan pengawasan yang hati-hati dan mendeteksi
situasi emosional dan kemampuan beradaptasi pasien. Keluarga juga perlu
melakukan perubahan lingkungan yang diduga atau diyakini berkaitan
dengan stressor pasien. Pasien juga diajari untuk beradaptasi.

4. Memantau terapi farmakologi


Setelah pasien dinyatakan boleh dipulangkan dari Rumah Sakit
umumnya pasien tetap memperoleh terapi farmakologi yang perlu untuk
diminum dalam waktu tertentu kadang-kadang relatif lama untuk
mencegah kekambuhan. Pasien diberi tanggung jawab untuk melakukan
ke-ajeg-an minum obat. Ini merupakan bentuk ’kecil’ pengajaran tanggung
jawab yang berkonsekwensi ’besar’. Nah peran keluarga adalah memantau
sebarapa jauh tanggung jawab ini dapat ditunaikan oleh pasien. Pada titik
tertentu pasien teledor maka keluarga bukan sekedar memantau tetapi
memberikan penekanan ulang terhadap tanggung jawab ke-ajegan minum
obat ini secara persuasif untuk mencapai perubahan perilaku internal.
Pemaksaan terhadap suatu perilaku tertentu terhadap pasien hanya akan
memperoleh efek jangka pendek, bahkan pasien sering melakukan
manipulasi dengan pura-pura minum obat. Karena itu penyadaran terhadap
ke-ajegan minum obat ini penting sehingga pasien mampu mengontrol diri
sendiri, bukan keluarga.

5. Peka Terhadap Kemungkinan Reaksi Emosional Penderita


Keluarga adalah orang-orang terdekat. Saling melindungi dan
mencintai tumbuh tanpa disadari antar anggota keluarga. Interaksi paling
intens adalah keluarga sebagai orang terdekat. Setiap perilaku akan
direspon secara keseluruhan oleh anggota keluarga lain. Ada sebuah
ungkapan bahwa orang yang paling kita cintailah yang berpotensi besar
melahirkan sakit hati dan penderitaan pada seseorang. Artinya stressor
terbesar dapat dengan mudah kita temukan berasal dari dalam anggota
keluarga sendiri. Keluarga pasien gangguan mental perlu peka terhadap
setiap keputusan, tingkah laku dan sikap yang akan terespon secara
emosional atau fisikal oleh anggota keluarga yang sakit. Jadi harus diingat
yang dimaksud respon disini adalah bukan hanya gejala yang terlihat
tetapi juga yang bersifat laten. Jadi keluarga harus peka terhadap suasana
emosional pasien atas interaksi yang dihasilkan dengan anggota lainnya.

6. Garda Terdepan dan Tumbuhkan Keterbukaan


Kembali ke rumah setelah dinyatakan sembuh dari sakit jiwa
berbeda dengan pulang sembuh dari rumah sakit non jiwa. Beban lain
perlu di atasi oleh pasien yaitu rasa malu dan rendah diri karena stigma
’sakit ingatan’ yang pernah diderita. Pasien merasa dirinya akan menjadi
bahan gunjingan, mungkin jadi bahan olokan, atau akan ditolak dalam
kegiatan sosial dan kekhawatiran lepasnya peran penting di masyarakat
maupun lingkungan kerja. Belum lagi terjadi semua hal tersebut,
bayangan dan perasaan negatif ini saja sudah cukup membebani pasien.
Keluarga harus segera menyadari hal ini dan melakukan perlindungan
terhadap perasaan negatif ini dengan menjadi yang terdepan memberi rasa
aman, rasa positif, rasa memerlukan pasien, bersikap terbuka. Perilaku
minimal adalah anda jangan berbisik-bisik dengan anggota keluarga lain
atau orang lain di depan pasien. Hal ini akan membuka peluang pasien
untuk menciptakan prasangka negatif tentang dirinya, menumbuhkan rasa
curiga, dan akhirnya suasana tidak sehat karena hubungan dan interaksinya
tumbuh berdasarkan prasangka. Perilaku yang didasari prasangka pastilah
salah. Perilaku yang salah cenderung akan direspon salah jika tidak terjalin
suasana terbuka.

7. Terbuka terhadap Lingkungan Sosial


Selanjutnya keluarga sebagai lingkaran terdalam dari interaksi
pasien bertanggung jawab untuk melakukan ’edukasi’ terhadap komunitas
lingkaran lebih luar dari interaksi pasien dengan melakukan pendekatan-
pendekatan melalui kemungkinan kesempatan yang ada ataupun
kesempatan yang direncanakan. Mengidentifikasi dan mengenali orang
penting pasien diluar keluarga dan mengoptimalkan perannya dalam
perubahan komunitas interaksi pasien. Sebelum pasien tiba di rumah
menjelaskan secara terbuka tentang apa yang terjadi dan peran yang
diharapkan atas mereka.

8. Geser Aspek Nilai Kehidupan ke Nilai yang Menguatkan


Keluarga berperan dalam memberikan harapan yang realistis
terhadap anggota keluarga. Harapan yang tidak realistik terlalu tinggi
menjatuhkan pasien secara mental. Jatuh dari tempat tinggi tentu lebih
menyakitkan. Harapan yang tinggi bisa menghancurkan mental pasien
yang memandang harapan tersebut adalah segala-galanya. Berikan
alternatif harapan lain, dan ajari untuk belajar bersyukur dan puas dengan
apa yang sudah diterima. Sandaran nilai agama juga merupakan alternatif
utama. Islam misalnya mengajarkan bahwa apa yang kita raih milik Allah
dan semua akan kembali lagi kepada pemilik-Nya. Begitu juga dengan
nilai-nilai agama lain tentunya mengajarkan nilai-nilai yang menguatkan.

9. Senantiasa Belajar dan Mengikuti Pengetahuan Baru


Pengetahuan senantiasa berkembang, cara-cara baru relatif lebih
sempurna. Peran keluarga adalah selalu belajar dan mencari pengetahuan
dari sumber yang bisa dipercaya dan pada bidangnya. Masyarakat tertentu
begitu mendewakan dan fanatik pada figur keagaaman tertentu
dimasyarakat sehingga segala hal ditanyakan dan konsultasi pada figur
agama tersebut. Masalah bisnis, masalah pekerjaan, masalah rumah
tangga, masalah jodoh, masalah rumah dikonsultasikan dan pamit pada
satu orang. Ini adalah kultur yang perlu di kikis agar tidak menghancurkan.
Pengalaman penulis bertemu dengan seorang yang obesitas, dan perokok
berat dan mengalami hipertensi kronis. Saya berkata kepada orang
tersebut dengan cara halus bahwa merokok membahayakan dirinya. Dia
malah menceritakan pengalamannya tentang rasa pusing yang diderita
setelah itu dia bertanya kepada seoranga figur agama / tokok untuk
mencari jalan keluar, dan memperoleh jawaban dari tokoh tersebut agar
dia merokok, karena merokok menghilangkan pusing. Saat artikel ini
ditulis, orang tersebut meninggal dunia karena penyakit kardiovaskuler.
Pengalaman ini mengharuskan saya untuk menyarankan untuk
menanyakan informasi dari ahlinya.

10. Meningkatkan Partisipasi Anggota Keluarga Lain sebagai Support


Perlu diingat bahwa riwayat sakit mental atau kekambuhan sakit
mental merupakan faktor resiko bunuh diri. Penelitian menunjukkan
bahwa orang yang bunuh diri atau usaha bunuh diri mempunyai riwayat
gangguan kejiwaan atau sudah pernah di rawat-inapkan di rumah sakit
(HIMH, 2012). Peran keluarga juga bertambah berkaitan dengan faktor
resiko bunuh diri ini. Peran keluarga sangat penting dan telah didukung
dengan berbagai penelitian mengenai peran keluarga ini antara lain
Knitzer,Steinbergh, & Fleich, (1993) yang menyatakan bahwa partisipasi
keluarga mendorong peningkatan fokus keluarga.

Secara singkat menurut Marsh et all (2012) peran keluarga dalam


menangani anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa sbb:
- Pendampingan pengobatan
- Fahami dan normalkan pengalaman penderita
- Pusatkan pada kelebihan-kelebihan dan kekuatan penderita
- Pelajari tentang sakit jiwa dan sumber-sumber yang berkaitan
- Ciptakan lingkungan yang mendukung penderita
- Tingkatkan kemampuan memecahkan masalah
- Bantu memulihkan perasaan sedih dan kehilangan penderita
- Kembangkan harapan yang realistis
DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2012) Mental Disorder Toolkit Diakses di


http://www.relatedminds.com/ wp-content/uploads/ 2011/06/mdtoolkit.pdf
pada 10 Januari 2018

Anonim (2012). When a Family Member has Mental Illness Diakses di


http://wcmhar.org/familymembers.htm pada 10 Januari 2018

Marsh., D. & Schenk, S. & Cook., A (2012) Families and Mental Illness .
Diadaptasi oleh National Alliance on Mental Illness / NAMI.Diakses di :
www.namigc.org/content/fact_sheet/familyinfo/familiesweb.htm pada 10
Januari 2018

Hunter Institute Of Mental Health / HIMH (2012) Mental illness and Suicide
www.responseability.org/site/index.cfm?display=134913 Diakses pada 10
Januari 2018

Knitzer, J., Steinberg, Z., & Fleisch, B. (1993). At the Schoolhouse Door: An
Examination of Programs and Policies for Children with Behavioral and
Emotional Problems. New York: Bank Street College of Education.

Action of Mental Ilness (AMI) .(tanpa tahun) Role of the Family. Diakses di :
www.amiquebec.org/RoleoftheFamily.htm . Diakses pada : 10 Januari
2018

Suparyanto, 2011. Pengertian Keluarga.http://www.dr-suparyanto.blogspot.com.


Diakses tanggal 10 Januari 2018

Santoso, B.A. 2010. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan Aplikasi. Jakarta:
Selemba Medika
Lampiran

Dokumentasi Kegiatan Penyuluhan

Anda mungkin juga menyukai