Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KOMUNITAS PADA KELUARGA TN E DENGAN MASALAH


KESEHATAN DEMENSIA

Laporan Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Keperawatan Komunitas Pada


Minggu Ketiga Program Studi Profesi Ners Semester 2

Dosen Pembimbing :
Ns. Sigit Priyanto, M.Kep

Oleh :

Diah Septiani
19.0604.0014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMENSIA
1.1.Definisi Demensia
Demensia adalah sindrom penurunan kognitif dan fungsional, biasanya terjadi di
kemudian hari sebagai akibat neurodegenarif dan proses serebrosvaskuler (Killin,
2016). Demensia merupakan penyakit degeneratif yang sering menyerang pada
orang yang berusia diatas 60 tahun. Demensia terjadi akibat kerusakan sel-sel otak
dimana sistem saraf tidak lagi bisa membawa informasi ke dalam otak, sehingga
membuat kemunduran pada daya ingat, keterampilan secara progresif, gangguan
emosi, dan perubahan perilaku, penderita demensia sering menunjukkan gangguan
perilaku harian (Janiwarti dan Pieter, 2013). Demensia adalah kondisi dimana
hilangnya kemampuan intelektual yang menghalangi hubungan sosial dan fungsi
dalam kehidupan sehari-hari. Demensia bukan merupakan bagian dari proses
penuaan yang normal dan bukan sesuatu yang pasti akan terjadi dalam kehidupan
mendatang, demensia dapat juga di sebabkan pleh bermacammacam kelainan otak.
Hampir 55% penderita demensia disebabkan oleh Alzheimer, 25- 35% karena
strokedan 10-15% karena penyebab lain, banyak demensia yang diobati meskipun
sangat sedikit darinya yang dapat disembuhkan (Asrori dan putri, 2014).

Menurut Pieter et al (2013). Awalnya demensia bukan sekedar penyakit biasa,


melaikan suatu penyakit yang terdiri dari beberapa gejala dari suatu penyakit
sehingga membentuk perubahan kepribadian dan tingkah laku. Demensia timbul
secara perlahan dan menyerang orang yang usia diatas 60 tahun. Demensia bukan
merupakan bagian proses penuaan yang normal. Sejalan dengan bertambahnya
umur, maka perubahan dalam otak menyebabkan hilangnya beberapa ingatan,
terutama pada ingatan jangka pendek dan penurunan kamampuan. Perubahan
normal pada lansia tidak akan mempengaruhi fungsi. Orang yang lanjut usia lupa
pada usia bukan merupakan pertanda dari demensia atau penyakit Alzheimer
stadium awal. Pada penuaan normal, seseorang dapat lupa pada hal detail,
kemuadian akan lupa secara keseluruan peristiwa yang baru terjadi.
Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul
karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai dengan
gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan
mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi
kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi.

Menurut International Classification of Diseases 10 ( ICD 10 ). Penurunan memori


yang paling jelas terjadi pada saat belajar informasi baru, meskipun dalam. Pada
kasus yang lebih parah memori tentang informasi yang pernah dipelajari juga
mengalami penurun. Penurunan terjadi pada materi verbal dan non verbal.
Penurunan ini juga harus didapatkan secara objektif dengan mendapatkan informasi
dari orang – orang yang sering bersamanya, atau pun dari tes neuropsikologi atau
pengukuran status kognitif. Tingkat keparahan penurunan dinilai sebagai berikut:

1.1.1. Mild, tingkat kehilangan memori yang cukup mengganggu aktivitas sehari-
hari, meskipun tidak begitu parah, tapi tidak dapat hidup mandiri. Fungsi
utama yang terkena adalah sulit untuk mempelajari hal baru.
1.1.2. Moderat, derajat kehilangan memori merupakan hambatan serius untuk
hidup mandiri. Hanya hal – hal yang sangat penting yang masih dapat
diingat. Informasi baru disimpan hanya sesekali dan sangat singkat.
Individu tidak dapat mengingat informasi dasar tentang di mana dia tinggal,
apa telah dilakukan belakangan ini, atau nama-nama orang yang akrab.
1.1.3. Severe, derajat kehilangan memori ditandai oleh ketidakmampuan lengkap
untuk menyimpan informasi baru. Hanya beberapa informasi yang
dipelajari sebelumnya yang menetetap. Individu tersebut gagal untuk
mengenali bahkan kerabat dekatnya.

1.2. Gejala-Gejala Demensia


Menurut Pieter et al (2013), menyebutkan ada beberapa gejala antara lain : Gejala
awal yang dialami demensia adalah kemunduran fungsi kognitif ringan, kemudian
terjadi kemunduran dalam mempelajari hal-hal yang baru, menurunya ingatan
terhadap peristiwa jangka pendek, kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk
diucapkan. Pada tahap lanjut, gejala yang diamali demensia antara lain sulit
mengenali benda, tidak dapat bertindak sesuai dengan berancana, tidak bisa
mengenakan pakaian sendiri, tidak bisa memperkirakan jarak dan sulit
mengordinasinakan anggota tubuh. Gejala demensia selanjutnya yang muncul
biasanya berupa depresi yang dialami pada lansia, dimana orang yang mengalami
demensia sering kali menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi
seperti ini dapat saja di ikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat
ketakutan bahkan hingga berhalusinasi. Disinilah peran keluarga sangat penting
untuk proses penyembuhan, kerena lansia yang demensia memerlukan perhatian
lebih dari keluarganya.

Pada tahap lanjut demensia menimbulkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali keluarga mengetahui perubahn tingkah
laku yang dialami lansia pada demensia. Mengetahui perubahan tingkah laku pada
demensia dapat memuculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan anggota
keluarga, yakni harus dengan sabar merawat dan lebih perhatian terdapat anggota
keluarga yang demensia. Perubahan perilaku yang dialami lansia pada penderita
demensia bisa menimbulkan delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh,
cemas, disorientasi, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, marah, agitasi, apatis, dan kabur
dari tempat tinggal.

Menurut Asrori dan putri (2014), menyebutkan ada beberapa tanda dan gejala yang
dialami pada Demensia antara lain :

1) Kehilangan memori Tanda awal yang dialami lansia yang menderita demensia
adalah lupa tentang informasi yang baru di dapat atau di pelajari, itu merupakan
hal biasa yang diamali lansia yang menderita demensia seperti lupa dengan
pentujuk yang diberikan, nama maupun nomer telepon, dan penderita demensia
akan sering lupa dengan benda dan tidak mengingatnya.
2) Kesulitan dalam melakukan rutinitas pekerjaan Lansia yang menderita
Demensia akan sering kesulitan untuk menyelesaikan rutinitas pekerjaan
sehari-hari. Lansia yang mengadalami Demensia terutama Alzheimer Disease
mungkin tidak mengerti tentang langkahlangkah dari mempersiapkan aktivitas
sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menggunkan perlatan rumah tangga
dan melakukan hobi.
3) Masalah dengan bahasa Lansia yang mengalami Demensia akan kesulitam
dalam mengelolah kata yang tepat, mengeluarkan kat-kata yang tidak biasa dan
sering kali membuat kalimat yang sulit untuk di mengerti orang lain
4) Disorientasi waktu dan tempat Mungkin hal biasa ketika orang yang tidak
mempunyai penyakit Demensia lupa dengan hari atau diaman dia berada,
namun dengan lansia yang mengalami Demensia akan lupa dengan jalan, lupa
dengan dimana mereka berada dan baimana mereka bisa sampai ditempat itu,
serta tidak mengetahui bagaimana kebali kerumah.
5) Tidak dapat mengambil keputusan Lansia yang mengalami Demensia tidak
dapat mengambil keputusan yang sempurna dalam setiap waktu seperti
memakai pakaian tanpa melihat cuaca atau salah memakai pakaian, tidak dapat
mengelolah keuangan.
6) Perubahan suasana hati dan kepribadian Setiap orang dapat mengalami
perubahan suasan hati menjadi sedih maupun senang atau mengalami
perubahan perasaann dari waktu ke waktu, tetapi dengan lansia yang
mengalami demensia dapat menunjukan perubahan perasaan dengan sangat
cepat, misalnya menangis dan marah tanpa alasan yang jelas. Kepribadian
seseorang akan berubah sesuai dengan usia, namun dengan yang dialami lansia
dengan demensia dapat mengalami banyak perubahan kepribadian, misalnya
ketakutan, curiga yang berlebihan, menjadi sangat bingung, dan
ketergantungan pada anggota keluarga.

1.3.Faktor Penyebab Demensia


1.3.1. Penyakit Alzheimer
Penyebab utama penyakit demensia adalah penyakit alzheimer. Demensia 50% di
sebabkan oleh penyakit alzheimer, 20% disebabkan gangguan pembulu otak, dan
sekitar 20% gabungan keduannya serta sekitar 10% disebabkan faktor lain.
Penyebab alzheimer tidak diketahui pasti penyebabnya, tetapi diduga berhubungan
dengan faktor genetik, penyakit alzheimer ini ditemukan dalam beberapa keluarga
gen tententu.
1.3.2. Serangan Stroke Penyebab kedua demensia adalah serangan stoke yang
terjadi secara ulang. Stroke ringan dapat mengakibatkan kelemahan dan
secara bertahap dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak akibat
tersumbatkan aliran darah (infark). Demensia multiinfark serasal dari
beberapa stoke ringan, sebagian besar penderita stoke memliki tekanan
darah tinggi (hipertensi) yang menyebabkan kerusakan pembulu darah pada
otak.
1.3.3. Serangan lainnya Serangan lainnya dari demensia adalah demensia yang
terjadi akibat pencederaan pada otak (cardiac arrest), penyakit parkison,
AIDS, dan hidrocefalus.

(Duong, Patel, & Chang, 2017; Harvey, Skelton-Robinson & Rossor, 2003)

1.4.Jenis- Jenis Demensia


1.4.1. Demensia tipe Alzheimer
Demensia alzheimer adalah salah satu bentuk demensia akibat degerasi otak
yang sering ditemukan dan paling ditakuti. Demensia alzheimer, biasanya
diderita oleh pasien usia lanjut dan merupakan penyakit yang tidak hanya
menggerogoti daya pikir dan kemampuan aktivitas penderita, namun juga
menimbulkan beban bagi keluarga yang merawatnya. Demensia alzheimer
merupakan keadaan klinis seseorang yang mengalami kemunduran fungsi
intelektual dan emosional secara progresif sehingga mengganggu kegiatan sosial
sehari-hari. Gejalanya dimulai dengan gangguan memori yang mempengaruhi
keterampilan pekerjaan, sulit berfikir abstrak, salah meletakkan barang, perubahan
inisiatif, tingkah laku, dan kepribadian.
1.4.2. Demensia vaskuler
Demensia vaskuler merupakan jenis demensia terbanyak kedua setelah
demensia Alzheimer. Angka kejadian pada demensia vaskuler tidak beda
jauh dengan kejadian demensia alzheimer sekitar 47% dari populasi
demensia keseluruhan. Demensia alzheimer 48% dan demensia oleh
penyebab lain 5%. Kejadian vaskuler pada populasi usia 65 tahun
menunjukkan angkat kejadian 0,7%, dan 8,1% pada kelompok usia diatas
90 tahun.

(Cunningham, McGuinness, Herron, & Passmor, 2015)

1.5.Stadium Demensia (Howler, 2011)


1.5.1. Stadium I (stadium amnestik)
Berlangsung selama 2-4 tahun dengan gejala yang timbul antara lain
gangguan pada memori, berhitung, dan aktivitas spontan menurun. Fungsi
memori yang terganggu bisa menyebabkan lupa akan hal baru yang dialami,
kondisi seperti ini tidak mengganggu aktivitas rutin dalam keluarga.
1.5.2. Stadium II( stadium Demensia)
Berlansung selama 2-10 tahun dengan gejala yang dialami seperti
disorintasi, gangguan bahasa, mudah bingung, dan penurunan fungsi
memori lebih berat sehingga penderita pada stadium ini tidak dapat
melakukan kegiatan sampai selesai, mengalami gangguan visuospasial,
tidak mengenali anggota keluarganya, tidak ingat sudah melakukan
tindakan sehingga mengulanginya lagi, mengalami depresi berat sekitar 15-
20%. 3.
1.5.3. Stadium III
Pada stadium ini berlangsung sekitar 6-12 tahun dengan gejala yang
ditimbulkan penderita menjadi vegetatif, kegiatan sehari-hari membutuhkan
bantuan orang lain, membisu, daya ingat intelektual srta memori memburuk
sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri, tidak bisa mengendalikan
buang air besar maupun kecil. Menyebabkan trauma kematian atau akibat
infeksi.
1.6.Tahapan Demensia (Ryan & Rossor, 2011)
1.6.1. Early Stage
Lansia yang mengalami Demensia dimulai secara bertahap sehingga akan
sulit mengenali persis kapan gejala dimulai. Beberapa perubahan yang
sering dialami sebagai bagian dari proses penuaan yang normal. Dalam
tahap ini penderita mengalami kehilanganmemori jangka pendek, menjadi
depresi dan sering agresif, menjadi disorientasi pada waktu, menjadi
kehilangan keakraban dengan sekitarnya, menunjukan kesulitan dalam
berbahasa, kurangnya inisiatif dan motivasi, hilangnya minat dan hobi serta
aktifitas.
1.6.2. Middle Stage
Dalam tahap ini, gajala yang cukup jelas terlihat dan mengganggu
pekerjaan, sosialisasi serta kegiatan sehari-hari adalah menjadi sangan
pelupa terutama kejadian baru yang dialami, kesulitan melakukan pekerjaan
rumah tangga, kesulitan menemukan kata yang tepat untuk diungkapkan,
mudah berpergian dan tidak dapat kembali ketmpat asal, mendengar dan
melihat sesuatu yang tidak ada, tidak bisa mengatur dirinya sendiri dan
bergantung pada orang lain.
1.6.3. Late Stage
Pada tahan ini tahap akhir, pasien akan kehilangan fungsi serta lebih
ketergantungan pada orang lain seprtisusah untuk makan, sulit untuk
berbicara, tidak dapat mengenali orang atau obyek, berada di kursi roda
ataupun tempat tidur, kesulitan berjalan, memiliki inkontenesia bowel dan
urinary, kesulitan mengerti dan mengiterpretasikan kejadian.

1.7 Tingkatan Demensia


1.7.1. Demensia Buruk
Demensia yang dikatakan buruk yang memiliki skor pemeriksaan MMSE
dibawah 17 seperti disorintasi, gangguan bahasa, mudah bingung, dan
penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita pada kondisi ini
tidak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, mengalami gangguan
visuospasial, tidak mengenali anggota keluarganya (Gluhm et all,2013).
1.7.2. Demensia Sedang
Demensia yang dikatakan demensia sedang yaitu yang memiliki skor
MMSE 18- 23 yang artinya fungsi memori yang terganggu bisa
menyebabkan lupa akan hal baru yang dialami (Gluhm et all,2013).

1.7.3. Demensia dengan kondisi Baik


Demensia yang dikatakan demensia sedang yaitu yang memiliki skor
MMSE lebih 34 yang artinya lansia dalam kondisi ini masih mempunyai
daya ingat yang tinggi (Gluhm et all,2013).

1.8. Faktor Resiko Demensia


1.8.1. Udara
Faktor resiko lingkungan di udara menyebabkan terjadinya demensia,
disebabkan tingginya kadar nitrogen oksidan, asap tembakau terbukti terkait
dengan resiko demensia akibat paparan lingkungan, asap tembakau
dirumah, kantor dan di tempat kerja dan tempat lainnya. Durasi paparan
serta memperkirakan kumulatif eksposur (Killin et all, 2016).
1.8.2. Alumunium
Tingkat konsumsi aluminium dalam air minum lebih dari 0,1 mg per hari
dikaitkan dengan resiko demensia ( Killin et all, 2016).
1.8.3. Pekerjaan
Orang dengan pekerjaan yang terlalu sering terkena kebisingan atau radiasi
resiko terjadinya demensia ( Killin et all, 2016).
1.8.4. Vitamin D Orang yang kekurangan vitamin D dikaitkan dengan peningkatan
resiko dan pengembangan penyakit demensia ( Killin et all, 2016).

1.9. Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan
menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf pusat
yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30
sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan
kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri. Penyakit
degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta gangguan
nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung dapat
menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark,
inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan
mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal. Di samping itu, kadar
neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses konduksi saraf juga akan
berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya
pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir,
emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang
terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat
berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut
demensia (Darmojo, 2010).
1.10. Pathway

1.11. Menifestasi Klinik


(Darmojo, 2010)

Gejala klinis demensia berlangsung lama dan bertahap sehingga pasien dengan
keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit. Gejala klinik dari
demensia menyatakan jika dilihat secara umum tanda dan gejala demensia adalah
1) Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, lupa
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2) Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada.
3) Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali.
4) Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain,
rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak
mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5) Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.

1.12. Penatalaksanaan (Shaji et al., 2018; Damiani et al.,2014)


Penatalaksanaan pada pasien dengan demensia antara lain sebagai berikut :
1) Farmakoterapi Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan
antikoliesterase seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine ,
Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin
, Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak
sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan
dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-
depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik
(misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone).
2. Dukungan atau Peran Keluarga Mempertahankan lingkungan yang familiar
akan membantu penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar,
cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka.
3. Terapi Simtomatik Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi
simtomatik, meliputi :
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah
4. Pencegahan dan perawatan demensia Hal yang dapat kita lakukan untuk
menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga
ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
a) Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
b) Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
c) Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif :
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
d) Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
e) Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan demensia


antara lain :
1) Pemeriksaan laboratorium rutin
2) Imaging : Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging)
3) Pemeriksaan EEG Pemeriksaan cairan otak
4) Pemeriksaan genetika
5) Pemeriksaan neuropsikologis
1.11. Komplikasi
Kushariyadi (2010) menyatakan koplikasi yang sering terjadi pada demensia
adalah: 1) Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh.
a) Ulkus diabetikus
b) Infeksi saluran kencing
c) Pneumonia
d) Thromboemboli, infarkmiokardium
e) Kejang
f) Kontraktur sendi
g) Kehilangan kemampuan untuk merawat diri 6) Malnutrisi dan dehidrasi
akibat nafsu makan dan kesulitan menggunakan peralatan.
1.12.Konsep Keperawatan
1.12.1. Pengkajian
Data subyektif :
1) Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi.
2) Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu .
Data obyektif :
1) Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan
objek yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya.
2) Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya.
3) Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan
kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan katakata yang tidak tepat
atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat.
1.12.2. Diagnosa Keperawatan (Nanda,2018)
1) Kerusakan Memori (00131)
2) Resiko Jatuh (00155)
3) Defisit Perawatan Diri
4) Hambatan Komunikasi Verbal ( 00051)
1.12.3. Intervensi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Asrori, N., & Putri, O. O. (2014). Panduan Perawatan Pasien Demensia di Rumah.
Malang: Umm press.
Cunningham, E. L., McGuinness, B., Herron, B., & Passmore, A. P. (2015).
Dementia. The Ulster medical journal, 84(2), 79–87.
Damiani, G., Silvestrini, G., Trozzi, L., Maci, D., Iodice, L., & Ricciardi, W.
(2014). Quality of dementia clinical guidelines and relevance to the care
of older people with comorbidity: evidence from the literature. Clinical
interventions in aging, 9, 1399–1407. https://doi.org/10.2147/CIA.S65046
Darmojo., (2010), Keperawatan Gerontik, Jakarta; EGC.

Duong, S., Patel, T., & Chang, F. (2017). Dementia: What pharmacists need to
know. Canadian pharmacists journal : CPJ = Revue des pharmaciens
du Canada : RPC, 150(2), 118–129.
https://doi.org/10.1177/1715163517690745
Gluhm, S., Goldstein, J., Loc, K., Colt, A., Liew, C. V., & Corey-Bloom, J. (2013).
Cognitive performance on the mini-mental state examination and the
montreal cognitive assessment across the healthy adult
lifespan. Cognitive and behavioral neurology : official journal of the
Society for Behavioral and Cognitive Neurology, 26(1), 1–5.
https://doi.org/10.1097/WNN.0b013e31828b7d26.
Höwler E. Biografie und Demenz. Entstehung von herausforderndem Verhalten bei
Menschen mit einer Multi-Infarkt-Demenz oder einer senilen Demenz
vom Alzheimer Typ in der Langzeitversorgung auf biografischer Ebene
[Biography and dementia. Origin of challenging behavior in patients with
multi-infarct dementia or senile dementia of the Alzheimer type in long
term care with reference the biographical level]. Pflege Z.
2011;64(10):612-615.

Janiwarty, B dan Pieter, H. Z. (2013). Pendidikan Psikologi untuk Bidan Suatu


Teori dan Terapannya, Yogyakarta: Rapha Publishing.
Killin, L. O., Starr, J. M., Shiue, I. J., & Russ, T. C. (2016). Environmental risk
factors for dementia: a systematic review. BMC geriatrics, 16(1), 175.
https://doi.org/10.1186/s12877-016-0342-y
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba
Medika.
Ryan, N. S., & Rossor, M. N. (2011). Defining and describing the pre-dementia
stages of familial Alzheimer's disease. Alzheimer's research &
therapy, 3(5), 29. https://doi.org/10.1186/alzrt91.
Shaji, K. S., Sivakumar, P. T., Rao, G. P., & Paul, N. (2018). Clinical Practice
Guidelines for Management of Dementia. Indian journal of
psychiatry, 60(Suppl 3), S312–S328. https://doi.org/10.4103/0019-
5545.224472
ASUHAN
KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai