Oleh Kelompok:
Dwi Istutik 21.0604.0015
Islamiyah 21.0604.0020
Rafika Rahmawati 21.0604.0037
Dhian Dwi Hartini 21.0604.0063
Eva Aprilia San 21.0604.0066
Ilham Prasetyawan Suhada 21.0604.0074
b. Fisiologi jantung
Siklus jantung adalah rangkaian kejadian dalam satu irama jantung. Dalam bentuk
yang paling sederhana, siklus jantung adalah kontraksi bersamaan kedua atrium,
yang mengikuti suatu fraksi pada detik berikutnya karena kontraksi bersamaan
kedua ventrikel.
Sisklus jantung merupakan periode ketika jantung kontraksi dan relaksasi. Satu
kali siklus jantung sama dengan satu periode sistole (saat ventrikel kontraksi) dan
satu periode diastole ( saat ventrikel relaksasi). Normalnya, siklus jantung dimulai
dengan depolarisasi spontan sel pacemarker dari SA node dan berakhir dengan
keadaan relaksasi ventrikel.
Pada siklus jantung, systole (kontraksi) atrium diikuti systole ventrikel sehingga
ada perbedaan yang berarti antara pergerakan darah dari ventrikel ke arteri.
Kontraksi atrium akan diikuti relaksasi atrium dan ventrikel mulai ber kontraksi.
Kontraksi ventrikel menekan darah melawan daun katup atrioventrikuler kanan
dan kiri dan menutupnya. Tekanan darah juga membuka katup semilunar aorta
dan pulmonalis. Kedua ventrikel melanjutkan kontraksi, memompa darah ke
arteri. Ventrikel kemudian relaksasi bersamaan dengan pengaliran kembali darah
ke atrium dan siklus kembali.
Curah jantung merupakan volume darah yang dipompakan selama satu menit.
Curah jantung ditentukan oleh jumlah denyut jantung permenit dan stroke volume.
Isi sekuncup ditentukan oleh :
1. Beban awal (pre-load)
a. Pre-load adalah keadaan ketika serat otot ventrikel kiri jantung memanjang
atau meregang sampai akhir diastole. Pre-load adalah jumlah darah yang
berada dalam ventrikel pada akhir diastole.
b. Volume darah yang berada dalam ventrikel saat diastole ini tergantung
pada pengambilan darah dari pembuluh vena dan pengembalian darah dari
pembuluh vena ini juga tergantung pada jumlah darah yang beredar serta
tonus otot.
c. Isi ventrikel ini menyebabkan peregangan pada serabut miokardium
d. Dalam keadaan normal sarkomer (unit kontraksi dari sel miokardium)
akan teregang 2,0 µm dan bila isi ventrikel makin banyak maka
peregangan ini makin panjang.
e. Hukum frank starling : semakin besar regangan otot jantung semakin besar
pula kekuatan kontraksinya dan semakin besar pula curah jantung. pada
keadaan preload terjadi pengisian besar pula volume darah yang masuk
dalam ventrikel.
f. Peregangan sarkomet yang paling optimal adalah 2,2 µm. Dalam keadaan
tertentu apabila peregangan sarkomer melebihi 2,2 µm, kekuatan kontraksi
berkurang sehingga akan menurunkan isi sekuncup
2. Daya kontraksi
a. Kekuatan kontraksi otot jantung sangat berpengaruh terhadap curah
jantung, makin kuat kontraksi otot jantung dan tekanan ventrikel.
b. Daya kontraksi dipengaruhi oleh keadaan miokardium, keseimbangan
elektrolit terutama kalium, natrium, kalsium, dan keadaan konduksi
jantung.
3. Beban akhir
a. After load adalah jumlah tegangan yang harus dikeluarkan ventrikel
selama kontraksi untuk mengeluarkan darah dari ventrikel melalui katup
semilunar aorta.
b. Hal ini terutama ditentukan oleh tahanan pembuluh darah perifer dan
ukuran pembuluh darah. Meningkatnya tahanan perifer misalnya akibat
hipertensi artau vasokonstriksi akan menyebabkan beban akhir.
c. Kondisi yang menyebabkan baban akhir meningkat akan mengakibatkan
penurunan isi sekuncup.
d. Dalam keadaan normal isi sekuncup ini akan berjumlah ±70ml sehingga
curah jantung diperkirakan ±5 liter. Jumlah ini tidak cukup tetapi
dipengaruhi oleh aktivitas tubuh.
e. Curah jantung meningkat pada waktu melakukan kerja otot, stress,
peningkatan suhu lingkungan, kehamilan, setelah makan, sedang kan saat
tidur curah jantung akan menurun.
C. Etiologi
Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut : (Aspani,
2016).
a. Disfungsi miokard
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload).
1. Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus arteriosus paten
2. Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
3. Disaritmia
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload)
d. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)
Kelas 1 Tidak ada batasan : aktivitas fisik yang biasa tidak menyebabkan
dipsnea napas, palpitasi atau keletihan berlebihan
Kelas 4 Tidak dapat melakukan aktifitas fisik apapun tanpa merasa tidak
nyaman : gejala gagal jantung kongestif ditemukan bahkan pada saat
istirahat dan ketidaknyamanan semakin bertambah ketika melakukan
aktifitas fisik apapun
G. Pathway
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal jantung
kongestive di antaranya sebagai berikut :
a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk menentukan
kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
c. Ekokardiografi
1. Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan
kelainan regional, model M paling sering diapakai dan ditanyakan bersama
EKG)
2. Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
3. Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung)
d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi
e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh
darah abnormal
f. Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal
terapi diuretik
g. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory
ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi
j. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid
sebagai pencetus gagal jantung
I. Penatalaksanaan
Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu sebagai berikut :
a. Terapi farmakologi : Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan diuretik,
angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI), beta bloker, angiotensin receptor
blocker (ARB), glikosida jantung , antagonis aldosteron, serta pemberian
laksarasia pada pasien dengan keluhan konstipasi.
b. Terapi non farmakologi : Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah baring,
perubahan gaya hidup, pendidikan kesehatan mengenai penyakit, prognosis, obat-
obatan serta pencegahan kekambuhan, monitoring dan kontrol faktor resiko.
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
1. Identitas pasien : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah
sakit (MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
2. Identitas Penanggung Jawab Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin,
alamat, pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien.
b. Keluhan utama :
1. Sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal paroksimal, ortopnea
2. Lelah, pusing
3. Nyeri dada
4. Edema ektremitas bawah
5. Nafsu makan menurun, nausea, dietensi abdomen
6. Urine menurun
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan
tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan gejala-
gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, batuk,
dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu
pasien
d. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien apakah
pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi,
DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya diminum
oleh pasien pada masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga
alergi yang dimiliki pasien
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan penyakit
keteurunan lain seperti DM, Hipertensi.
f. Pengkajian data
1. Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang
istirahat, sakit dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
2. Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia,
fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis,
pucat.
3. Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit paru.
4. Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.
5. Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare atau
konstipasi.
6. Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
7. Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang
8. Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis
g. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress,
sikap dan tingkah laku pasien.
2. Tanda-tanda Vital :
a. Tekanan Darah Nilai normalnya :
Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg
Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg
b. Nadi Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardi atau
takikkardi)
c. Pernapasan Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit Pada pasien :
respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat / aktivitas
d. Suhu Badan Metabolisme menurun, suhu menurun
3. Head to toe examination :
a. Kepala : bentuk , kesimetrisan
b. Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
c. Mulut: apakah ada tanda infeksi?
d. Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
e. Muka; ekspresi, pucat
f. Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
g. Dada: gerakan dada, deformitas
h. Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
i. Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, edema,
clubbing, bandingakan arteri radialis kiri dan kanan
j. Pemeriksaan khusus jantung :
1. inspeksi : vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus cordis
(normal : ICS ke5)
2. Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau
hepertrofi ventrikel
3. Perkusi : batas jantung normal pada orang dewasa Kanan atas : SIC
II Linea Para Sternalis Dextra Kanan bawah : SIC IV Linea Para
Sternalis Dextra Kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis sinistra Kiri
bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
4. auskulatsi : bunyi jantung I dan II
BJ I : terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikular,
yang terjadi pada saat kontraksi isimetris dari bilik pada permulaan
systole
BJ II : terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta dan arteri
pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada
permulaan diastole. (BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I)
4. Pemeriksaan penunjang
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi keperawatan
5. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
2. Etiologi
Etiologi terjadinya bronkopneumonia dapat disebabkan dari beberapa faktor.
Berikut adalah penyebab bronkopneumonia antara lain:
a. Bakteri : Neumokokus, Streptokokus, Stafilokokus, Haemopilus influenza, dan
Klebsiela mycoplasma pneumonia.
b. Virus : virus adena, virus parainfluenza, virus influenza.
c. Jamur/fungi : Histoplasma, capsutu, koksidiodes.
d. Protozoa : penumokistis katini
e. Bahan kimia : aspirasi makanan/susu/isi lambung, keracunan hidrokarbon
(minyak tanah/ bensin).
(Riyadi, 2011 dalam Dewi & Erawati, 2016)
Faktor resiko penyebab bronkopneumonia antara lain :
a. Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)
b. Kekurangan nutrisi
c. Tidak mendapat asi yang cukup
d. Polusi udara dan kepadatan tempat tinggal.
3. Gambaran Klinis
Gambaran klinis bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
a. Biasanya didahului infeksi traktus respratori atas.
b. Demam (39 ⁰C – 40 ⁰C) kadang- kadang disertai kejang karena demam yang
tinggi.
c. Anak sangat geliasah dan adanya nyeri dada yang terasa di tusuk-tusuk, yang
dicetuskan oleh pernapasan dan batuk.
d. Pernapasan cepat dan dangkal disertai penapasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut.
e. Kadang - kadang disertai muntah dan diare.
f. Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi dan wheezing.
g. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipokisia apabila infeksinya serius.
h. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mucus yang menyebabkan
ateletaksis absorbs
i. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan seperti : nyeri pleuritik, nafas dangkal
dan mendengkur, takipnea (nafas cepat)
j. Gerakan dada tidak simetris.
k. Diaforesis
l. Anoreksia
m. Malaise
n. Batuk kental, produktif. Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan atau berkarat.
(Wijyaningsih, 2013 dalam Dewi & Erawati, 2016)
4. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh
virus penyebab bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernapasan sehingga terjadi
peradangan bronkus dan alveolus dan jaringan sekitarnya. Inflamasi pada bronkus
ditandai adanya penumpukan secret, sehingga terjadi demam, batuk produktif ronchi
positif dan mual. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradanan yang meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon perdangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini di tandai dengan peningkatan aliran
darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi
b. Stadium II/Hepatiasi Merah (48 jam berikutnya)
Disebut hepatiasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit, dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3-8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositostis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit
di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
d. Stadium IV/resolusi (7-12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis diabsorbsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke struktrunya semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya
penumpukan secret, sehingga terjadi demam, batuk produkif, ronchi positif dan
mual.
(Wijayaningsih, 2013 dalam Dewi & Erawati, 2016)
5. Pathways
Virus, bakteri, jamur
(penyebab)
Ketidakefektifan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
a. Foto thoraks
Pada foto thoraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu
atau beberapa lobus.
b. Laboratorium
Leukositosis dapat mencapai 15.000 - 40.000 mm3 dengan pergeseran ke kiri.
c. GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada.
d. Analisa gas darah arteri bisa menunjukkan asidosis metabolik dengan atau tanpa
retensi CO2.
e. LED meningkat.
f. WBC (white blood cell) biasanya kurang dari 20.000 cells mm3
g. Elektrolit natrium dan klorida mungkin rendah.
h. Bilirubin mungkin meningkat.
i. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paruh terbuka menyatakan intranuklear tipikal
dan keterlibatan sistoplasmik.
(Padila, 2013 dalam Dewi & Erawati, 2016)
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada pasien bronkopneumonia adalah
1. Pasien diposisikan semi fowler 45⁰ untuk inspirasi maksimal.
2. Pemberian oksigen 1-5 lpm.
3. Infus KDN 1 500 ml/24 jam. jumlah cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan
suhu dan status hidrasi.
4. Pemberian ventolin yaitu bonkodilator untuk melebarkan bronkus.
5. Pemberian antibiotic diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu sampai
pasien tidak mengalami sesak nafas lagi selama tiga hari dan tidak ada
komplikasi lain.
6. Pemberian antipiretik untuk menurunkan demam
7. Pengobatan simtomatis, Nebulizer, Fisioterapi dada
8. Komplikasi
Komplikasi bronkopneumonia adalah sebagai berikut:
a. Atelektasis
Adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru akibat
kurangnya mobilisasi reflek batuk hilang apabila penumpukan sekret akibat
berkurangnya daya kembang paru-paru terus terjadi dan penumpukan secret ini
menyebabkan obstruksi bronkus intrinsic.
b. Emfisema
Adalah suatu keadaan di mana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat
di suatu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru
Adalah penumpukan pus dalam paru yang meradang.
d. Infeksi sistemik
e. Endocarditis
Adalah peradangan pada katup endokardial.
f. Meningitis
Adalah infeksi yang menyerang pada selaput otak.
(Ngastiyah, 2012 dalam Dewi & Erawati, 2016).
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Umur : Bonkopnemonia merupakan penyakit yang di sebabkan oleh virus
yang sering menyebabkan kematian pada anak usia < 5 tahun dan pada lansia
> 65 tahun.
2) Jenis kelamin: secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada penderita
bronkopneumonia
3) Tempat tinggal : penyakit ini di temukan pada lingkungan yang padat
penduduk dan kurangnya ventilasi pada rumah.
b. Keluhan Utama
Penderita biasanya mengeluh sesak nafas, batuk berdahak, flu dan badanya panas
(peningkatan suhu tubuh)
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita biasanya mengalami sesak nafas, batuk berdahak, pilek, sianosis dan
lemas, mual, muntah, penurunan nafsu makan dan kurang pengetahuan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penderita biasanya sering mengalami penyakit saluran pernafasan atas riwayat
penyakit peradangan pernapasan dengan gejala bertahap dan panjang yang di
sertai degan wheezing pada pneumonia
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya penyakit bronkopneumonia di dalam keluarga yang lain (yang
tinggal di dalam satu rumah atau beda rumah dengan jarak rumah yang
berdekatan) sangat menentukan karena ditularkan melalui bakteri, virus, dan
jamur
f. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Bronkopneumoni di tularkan melalui Bakteri, Virus, Protozoa dan Bahan kimia
dan penyebaran melalui makan, peralatan pernafasan yang terkontaminasi dan
melalui percikan mukus.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keluhan umum sesak nafas, adanya peningkatan suhu tubuh, batuk pilek.
2) Sistem penapasan / Respirasi (Breath / B1)
Sesak nafas, pernafasan cuping hidung, pernapasan nagkal, pergerakan
simetris, terdapat mukus, pada auskultasi terdengar ronchi, perkusi sonor
3) Sistem cardiovascular (Blood / B2)
Kelemahan fisik, denyut nadi perifer melemah, batas jantung tidak mengalami
pergeseran, tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya
tidak di temukan.
4) Persarafan (Brain/B3)
Terjadi penurunan kesadaran, sianosis perifer pada pengkajian objektif wajah
klien tampak meringis, menangis, merintih.
5) Perkemihan-eliminasi urine (Bladder / B4)
Tidak ada gangguan elminasi dan pengukuran volume urine berhubungan
dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena awal
terjadinya syok.
6) Pencernaan / Gastrointestinal (Bowel / B5)
Mual muntah, penuruan nafsu makan, penuruan berat badan. Membran
mukosa kering tampak sianosis dapat terjdi terdapat pendarahan.
7) Integument (Bone / B6)
Warna kulit kemerahan, bibir kering, turgor kulit tidak elastis, terdapat
sianosis, akral panas kering merah CRT >2 detik, odema, panas batuk
berdahak, pilek.
h. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan nafas, distress
pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara pernafasan
melalui hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3) Circulation
Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan kelembaban kulit, tanda-
tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan
responnya terhadap cahaya
5) Exposure
Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
b. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
c. Intoleransi aktivitas (D.0056)
3. Intervensi
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi Keenam.
Missouri: Mosby Elsevier
Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima. Missouri:
Mosby Elsevier
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10.
Jakarta: EGC
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: MediAction Publishing
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan keperawatan ada anak. Jogjakarta: Graha Ilmu.
Wulandari, Dewi & Meira Erawati. 2016. Buku Ajar Keperawatan Anak. Jogjakarta: Pustaka
Pelajar.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
g. Riwayat imunisasi
Tidak ada riwayat imunisasi.
Jenis imunisasi Ke 1 Ke 2 Ke 3
BCG Umur
Oleh
Komplikasi
Cmpak Umur
Oleh
Komplikasi
2. NUTRITION
a. A ( Antropometri) meliputi BB,TB,LK,LD,LILA,IMT:
1) BB biasanya 60 kgDan BB sekarang 60 kg
2) Lingkar perut : tidak terkaji
3) Lingkar kepala : tidak terkaji
4) Lingkar dada: tidak terkaji
5) Lingkat lengan atas : tidak terkaji
6) TB: 160 cm
7) IMT : 60/ 155cmx155cm=60kg/1,6x1,6m= 60/2,56= 23,43 ( normal)
b. B( Biochemical) meliputi data labolatorium yang abnormal:
SGOT :86,2 u/l
SGPT: 48,7 u/l
c. C( Clinical) meliputi tanda-tanda klinis rambut,turgor kulit, mukosa bibir,
conjungtiva anemis/tidak:
Rambut hitam beruban, lurus, turgor kulit elastis, mukosa bibir lembab
d. D ( Diet) meliputi nafsu jenis frekuensi makan yang diberikan selama
dirumah sakit:
Makan 3 kali sehari di rumah sakit dengan porsi sedang jenis bubur, lauk,
sayur buah. : nafsu makan bagus, 3 kali sehari sesuai dengan jadwal rs
porsi hanya sedikit berkurang.bubur lauk dan sayur serta buah.
e. E( Energi) meliputi kemampuan klien dalam beraktivitas selama di RS :
Klien hanya tertiduran di tempat tidur, jarang bergerak dikarenakan sesak
nafas dan kaki bengkak.
f. F( Factor) meliputi penyebab masalah nutrisi( kemampuan menelan,
mengunyah dll):
proses menelan dan mengunyah tidak mengalami kelainan.
a. Penilaian statsu gizi: pola asupan makanan selama di RS baik tidak ada
penurunan dalam asupan makanan.
g. Pola asupan cairan: minum makan dan infus.
h. Cairan masuk:
Hari 1:
Cairan masuk=oral+enteral+parenteral+ air metabolisme(5ccxBB)
Total masuk infus dalam 24 jam =500 cc, minum = 400cc, injeksi= 14cc
Total cairan masuk= 500+400+14+ (5ccx60)=914+300= 1214cc
Hari ke 2
Total cairan masuk= 600cc+ 1000cc+ 300=1900cc
Hari ketiga
Total cairan masuk= 500cc+ 1000cc+ 300=1800cc
i. Cairan keluar:
Hari 1
Cairan keluar=BAB+urin+NGT+muntah+drain+IWL( 15ccxBB/24)
Total urine = 610cc, iwl= 900tinja= -
Total cairan keluar= 610+ ( 15ccx60)=610+ 900=1510cc
Hari ke dua
Total cairan keluar= 1100cc+ 900= 2000cc
Hari ketiga
Total cairan keluar= 1050cc+ 900= 1950cc
j. Penilaian status cairan ( balance cairan):
Hari pertama
Masuk=1214cc
Keluar= 1510ccBalance cairan = 1214-1510= - 296cc
Hari kedua
Balance cairan = 1900-2000= -100cc
Hari ketiga
Keluar= 1800-1950= - 150cc
k. Pemeriksaan:
a) Abdomen inspeksi : simetris, kondisi dinding perut dalam batas normal
perut membesar.
b) Auskultasi: peristaltic usus 20x/menit
c) Palpasi : tidak terasa nyeri pada palpasi
d) Perkusi ukuran lien normal, ada cairan, bunyiredup,
3. ELIMINATION
a. Sistem urinary
1) Pola pengeluaran urine( frekuensi,jumlah,ketidaknyamanan): bak
siang hari kurang lebih 5 kali malam 1 kali dengan jumlah kurang
lebih 120 ml. tidak ada gangguan dalam proses eliminasi.
2) Riwayat kelainan kandung kemih: tidak ada
3) Pola urine ( jumlah, warna,kekentalan,bau): 5 kali siang hari untuk
malam 1 kali, warna kekuningan jernih bau khas urine
4) Distensi kandung kemih/retensi urine: tidak ada retensi maupun
distensi
b. Sistem gastroentestinal
1) Pola eliminasi : bab setiap hari 1 kali konsistensi lembek, warna
kuning feses.
2) Konstipasi dan factor penyebab konstipasi: tidak mengalami
konstipasi.
c. Sistem integument
1) Kulit(integritas kulit/ hidrasi/ turgor/ warna/ suhu): akral hangat,
turgor kulit kemerahan kulit terasa hangat.
4. ACTIVITY/ REST
a. Istirahat/ tidur
1) Jam tidur: selama di rs banyak tidur, siang kira-kira 2 jam untuk
malam kira-kira 8 jam
2) Insomnia: Klien mengatakan sulit untuk memulai tidur dan sering
terjaga dimalam hari karena sesak nafas.
3) Pertolongan untuk merangsang tidur: berdoa sebelum tidur.
b. Aktivitas
1) Pekerjaaan: pensiunan
2) Kebiasaan olah raga: jarang berolah raga.
3) ADL
a) Makan: makan dibantuan keluarga.
b) Toileting: dengan bantuan keluarga dan perawat terpasang DC.
c) Kebersihan: terjaga kebersihannya
d) Berpakaian: dalam berpakaian klien dibantu perawat ataupun
keluarganya.
4) Kekuatan otot: kekuatan otot klien mengalami kelemahan.dengan nilai
kekuatan otot 4.
5) ROM: pasif/aktif: Pasif
6) Resiko untuk cidera: resiko terjadinya cidera.
c. Cardio respons
1) Penyakit jantung: ada
2) Edema ekstremitas: odema pada kedua kaki
3) Tekanan darah dan nadi
a) Berbaring 155/80mmhg.
b) Duduk : tidak terkaji
4) Tekanan vena jugularis:-
5) Pemeriksaan jantung
a) Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat.
b) Palpasi: ictus cordis teraba atau tidak: teraba
c) Perkusi : terdengar bunyi Pekak
d) Auskultasi : irama jantung ireguler
d. Pulmonary respons
1) Penyakit system nafas: ada ( brpn)
2) Penggunaan o2: memakai o2
3) Kemampuan bernafas : ada keluhan sesak nafas.bunyi nafas Wheezing.
4) Gangguan pernafasan(batuk, suara nafas, sputum,dll):ada batuk
berdahak.
5) Pemeriksaan paru-paru:
a) Inspeksi: dada simetris
b) Palpasi: tidak teraba masa di dada
c) Perkusi: redup
d) Auskultasi: irama pernafasan cepat dan dangkal bunyi nafas
Wheezing
5. PERCEPTION/ COGNITION
a. Orientasi/ kognisi
a) Tingkat pendidikan : sarjana
b) Kurang pengetahuan : mengerti tentang hipertensi yang dideritanya,
rutin kntrol di dokter terdekat.
c) Pengetahuan tentang penyakit : mengerti tentang hipertensi yang
dideritanya.
d) Orientasi ( waktu,tempat orang): mengetahui tempat dan waktu dengan
tepat.
b. Sensasi/persepsi
a) Riwayat penyakit jantung : ya
b) Sakit kepala : tidak
c) Penggunaan alat bantu : tidak memakai alat bantu dengar dan
penglihatan memakai kaca mata.
d) Penginderaan : tidak mengalami perubahan dalam penginderaan
c. Comunication
a) Bahasa yang digunakan : indonesia dan jawa
b) Kesulitan berkomunikasi : tidak mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi.
6. SELF PERCEPTION
a. Self concept/ self esteem
a) Perasaan cemas/ takut : tidak mengalami kecemasan
b) Perasaan putus asa/ kehilangan : tidak mengalami putus asa
c) Keinginan untuk menciderai : tidak ada keinginan untuk menciderai
diri sendiri maupun orang lain
d) Adanya luka/ cacat : tidak ada luka atau cacat.
7. ROLE RELATIONSHIP
a. Peranan hubungan
a) Status hubungan : menikah
b) Orang terdekat : anak dan istri
c) Perubahan konflik/peran : tidak ada
d) Perubahan gaya hidup : tidak ada
e) Interaksi dengan orang lain : mudah berinteraksi dengan perawat
8. SEXUALITY
a. Identitas seksual
a) Masalah/ disfungsi seksual : tidak pernah mengalami disfungsi sexual
b) Periode menstruasi :
c) Metode KB yang digunakan : tidak
9. COPING/ STRESS TOLERANCE
a. Coping respon
a) Rasa sedih/ cemas/ takut : klien merasa tenang karena sudah berada di
rumah sakit dan merasa tenang karena ada perawat dan dokter yang
merawatnya.
b) Kemampuan untuk mengatasi : berdoa
c) Perilaku yang menampakan cemas : tidak ada
10. LIFE PRINCIPLES
a. Nilai kepercayaan
a) Kegiatan keagamaan yang di ikuti : mengikuti solat berjamaah dan
pengajian.
b) Kemampuan untuk berpartisipasi ; mudah beradaptasi dengan perawat
c) Kegiatan kebudayaan : tidak mengikuti kegiatan kebudayaan
d) Kemampuan memecahkan masalah : dengan bantuan anak-dan
istrinya.
11. SAFETY/ PROTECTION
a. Alergi
a) Penyakit autoimun : tidak ada
b) Tanda infeksi : tidak ada
c) Gangguan thermoregulasi : riwayat panas 5 hari dirumah
d) Gangguan/ resiko ( komplikasi immobilisasi, jatuh aspirasi, disfungsi
neurovaskuler peripheral, kondisi hipertensi, perdarahan, hipiglikeia,
syndrome disuse, gaya hidup yang tetap): sesak nafas
12. COMFORT
a. Kenyaman/ nyeri
a) Provokes ( yang menimbulkan nyeri) :
b) Quality( bagaimana kualitasnya):
c) Regio( dimana letaknya) :
d) Scale( berapa skalanya) :
e) Time ( waktu):
b. Rasa tidak nyaman lainnya : tidur sering terganggu
c. Gejala yang menyertai :
13. GROWTH / DEVELOPMENT
a. Pertumbuhan dan perkembangan : masa lansia
b. DDST ( Form di lampirkan) : tidak ada
c. Terapi bermain (SAB dilampirkan) :tidak ada
C. DATA LABORATORIUM
Tanggal& Jenis Hasil Harga normal Satuan Inter
jam pemeriksaan pemeriksaan preta
si
13 Feb KIMIA
2022 jam SGOT 86,2 < 31 U/L
10:57WIB SGPT 48,7 <31 U/L
FAAL GINJAL
Ureum 13,5 20-40 Mg/dl
Creatinin 0,6 0,5-0,9 Mg/dl
IMUNO-
SEROLOGI
Tubex-TF Negatif <=2 negatif
3 Borderline
4-6 weak positif
6-10strong positif
13 Feb HEMATOLOGI
2022 jam HB 11,6 11,5-15,2 g/dl
10:57WIB Leukosit 6,41 3,5-10,0 10^3/
Trombosit 311 150-450 mm3
Hematokrit 41,8 37,0-45,0 10^3/
Eritrosit 4,81 4,00-5,40 mm3
MCV 82,0 77,0-91,0 %
MCH 26,9 24,0-30,0 10^6/
MCHC 32,8 32,0-36,0 mm3
RDW-CV 13,9 11,0-16,0 ℳm^3
RDW-SD 41,2 37,0-49,0 Pg
MPV 8,3 6,0-11,0 g/dl
PDW 10,4L 11,0-18,0 %
PCT 0,300 0,15-0,50 Fl
DIFFCOUNT ℳm^3
Limfisot% 19,9 0,0-100,0 dl
Monosit% 5,6 0,0-100,0 /
Neutrofil% 73,7 0,0-100,0
Eosinofi% 0,3 0,0-100,0 %
Basofl% 00,0-100,0 %
Neutrofil# 0,5 1,80-8,00 %
Limfisot# 17,01H 1,5-6,50 %
Monosit# 4,60 0,00-0,80 %
Eosinofi# 0,07 0,00-0,60 ribu/ul
Basofl# 0,12 0,00-0,20 ribu/ul
ribu/ul
ribu/ul
ribu/ul
ANALISA DATA
Nadi : 99 kali/menit
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
Kampus II Jln. Mayjend Bambang Soegeng Mertoyudan Magelang 56172
Telp(0293)326945web:www.ummgl.ac.idemail:tatausahafikes@gmail.com
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Tanggal Symtom Etiologi Problem Prioritas
dan jam
RR: 28 kali/menit
Akral hangat,
Suhu: 40,80c
Nadi : 99 kali/menit
Klien bedrest
Membantu menurunkan
panas pada tubuh klien.
6. Anjurkan tirah baring
Mencegah terjadinya
dehidrasi.
FORMAT IMPLEMENTASI
Nama inisial klien : Tn M
No RM : 180572
Diagnosa Medis : CHF denagn brpn
Bangsal : Kamar 9B bangsal Edelweis
Hari pertama
No Tanggal Diagnosa Implementasi Respon ( DO dan DS) Praf
dan jam keperawatan
Suhu: 40,80c
Nadi : 99 kali/menit
3 Senin, 14 Intoleransi 1. Memonitor kelelahan fisik dan DS: dian
Febuari aktivitas B.D emosional.
Klien mengatakan masih terasa lelah,
2022 jam Kelelahan 2. Memonitor pola dan jam tidur.
lemas. Serta sulit untuk memulai tidur.
14:30. 3. Menganjurkan melakukan aktifitas
secara bertahap. Klien mengatakan akan melakukan
4. Melakukan kolaborasi dengan ahli aktifitas secara bertahap sesuai arahan
gizi tentang cara meningkatkan perawat.
asupan makanan.
D0:
Hari Kedua
N Tanggal dan jam Diagnosa Implementasi Respon ( DO dan DS) Praf
o keperawatan
4. Melakukuan Kolaborasi
pemberian cairan dan elektrolit
Hari ketiga
No Tanggal Diagnosa Implementasi Respon ( DO dan DS) Praf
dan jam keperawatan
FORMAT EVALUASI
Nama inisial klien : Tn M
No RM : 180572
Diagnosa Medis : CHF dengan brpn
Bangsal : Kamar 9B bangsal Edelweis
Evaluasi hari pertama
No Tanggal Diagnosa Evaluasi ( SOAP) Paraf
dan jam keperawatan
A:
P:
Akral hangat,
Nadi : 99 kali/menit
A:
P:
A:
Masalah belumteratasi
P:
Evaluasi hari ke 2
No Tanggal Diagnosa Evaluasi ( SOAP) Paraf
dan jam keperawatan
A:
Masalah teratasi
P:
Pertahankan intervensi
P:
Masalah teratasi
A:
Pertahankan intervensi
P:
Lanjutkan intervensi selanjutnya.
A:
Masalah teratasi
P:
O:
Suhu 36,80c
A:
Masalah teratasi
P:
A:
Masalah teratasi
P:
A. Judul Jurnal
Latihan batuk efektif pada pasien pneumonia di rsud sawahlunto
B. Kata Kunci
Frekuensi napas,Pneumonia,Latihan batuk efektif
C. Penulis Jurnal
Weni sartiwi,Vino Rika Nofia,Indah komala sari
D. Latar Belakang Masalah
Pneumonia merupakan peradangan dari parenkim paru,pada asinus berisi cairan
radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding alveoli
dan rongga interstisium.penyakit ini ditandai dengan batuk disertai nafas cepat dan
atau nafas sesak. Sesak napas yang tidak diatasi dengan cepat dapat mengakibatkan
gagal nafas dan bisa menyebabkan kematian.Oleh karena itu perlu penanganan secara
suportif yang salah satunya adalah latihan batuk efektif
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Batuk efektif terhadap Frekuensi nafas
pasien pneumonia
F. Metodologi penelitian
Penelitian dilaksanakan di ruangan rawat inap Paru RSUD Sawahlunto pada bulan
September 2019. Sasaran dalam kegiatan ini adalah pasien yang mengalami
pneumonia yang berjumlah 16 orang. Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan
pretest dan posttest. Kegiatan pre test yaitu mengukur frekuensi napas dengan
menggunakan alat jam tangan. Pemberian penyuluhan dan cara melakukan latihan
batuk efektif sesuai dengan prosedur tindakan pada pasien yang mengalami
pneumonia untuk mengeluarkan dahak akibat adanya penumpukan secret. Kemudian
diakhiri dengan post test yaitu mengukur frekuensi nafas setelah diberikan latihan
batuk efektif
G. Hasil Penelitian
Hasil kegiatan pengabdian masyarakat sebelum dilakukan latihan batuk efektif
didapatkan 16 pasien pneumonia dengan frekuensi napas tinggi dimana frekuensi
napas tertinggi yaitu 30 x/menit dan frekuensi Napas terendah yaitu 26 x/ menit.
Setelah dilakukan latihan batuk efektif 16 pasien pneumonia didapatkan 5 orang yang
memiliki frekuensi napas tinggi (disebut takipnea) dan 11 pasien dengan frekuensi
napas normal. Hasil uji statistic didapatkan p value 0,000 yang berarti ada perbedaan
pemberian latihan batuk efektif terhadap frekuensi napas pasien pneumonia.
H. STRENGHT ( Kelebihan)
1. Latihan batuk efektif merupakan tekhnik yang mudah dan efektif untuk
mengeluarkan dahak .
2. Dari hasil observasi yang di lakukan, pasien dengan pneumonia mengalami gejala
seperti demam, batuk berdahak, serta sesak napas, Jadi Latihan batuk efektif
sangat amat dianjurkan untuk di lakukan pada pasien yang menderita Pneumonia.
I. WEAKNESS ( Kelemahan)
1. Setiap responden menunjukkan hasil frekuensi nafas yang berbeda-beda setelah
dilakukan latihan batuk efektif karena dipengaruhi oleh faktor jumlah sekret dan
faktor pasien dalam melakukan latihan batuk efektif dengan benar .
2. Tidak ada penjelasan tentang usia responden,pendidikan responden, lama
menderita Pneumonia
J. OPPORTUNITES ( Peluang)
a. Memberikan data dasar untuk penelitian lebih lanjut/sebagai sumber referensi
bagi para peneliti berikutnya dalam melakukan penelitian dalam hal yang
sama.
b. Bagi Institusi Penelitian sebagai tambahan referensi dan wacana di lingkungan
pendidikan serta sebagai bahan kajian lebih lanjut, khususnya untuk
pengembangan teori dan praktik keperawatan komplementer.
c. Bagi RS tempat penelitian dapat diterapkan dan menjadi intervensi perawat
dalam upaya penatalaksanaan Pasien Pneumonia
K. THREADS ( Ancaman)
a. Pasien mungkin belum paham tentang manfaat Batuk efektif sehingga
mungkin akan menolak ketika akan dilakukan terapi.
Jurnal Abdimas Saintika e-ISSN : 2715-4424
I
p-ISSN :2746-797X
A
E
D T
Volume 3 Nomor 1 |
LATIHAN BATUK EFEKTIF PADA PASIEN PNEUMONIA
https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
DI RSUD SAWAHLUNTO
Weni Sartiwi1*, Vino Rika Nofia2, Indah Komala Sari3
Program Studi S1 Keperawatan, Stikes Syedza Saintika
*email : wenisartiwi16@gmail.com
ABSTRAK
Pneumonia merupakan peradangan dari parenkim paru, pada asinus berisi cairan radang
dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding alveoli dan rongga
interstisium. Penyakit ini ditandai dengan batuk disertai nafas cepat dan atau nafas sesak.
Sesak napas yang tidak diatasi dengan cepat dapat mengakibatkan gagal nafas dan bisa
menyebabkan kematian. Oleh karena itu perlu penanganan secara suportif yang salah satunya
adalah latihan batuk efektif. Kegiatan dilaksanakan di Ruang Rawat Inap RSUD Sawahlunto
bulan September 2019. Kegiatan diawali dengan pengukuran frekuensi napas, kemudian
dilakukan pemberian terapi latihan batuk efektif sehingga frekuensi napas dalam batas normal
dengan cara demontrasi, diakhiri dengan posttest yaitu mengukur frekuensi napas pasien
pneumonia. Hasil dari kegiatan pengabdian masyarakat sebelum dilakukan latihan batuk
efektif didapatkan 16 orang pasien dengan pneumonia mengalami frekuensi napas yang tinggi
(lebih dari 25 kali/menit), kemudian setelah dilakukan penyuluhan dan demonstrasi latihan
batuk efektif terdapat 11 pasien pneumonia orang yang mengalami frekuensi napas dalam
batas normal yaitu 23-25 kali/menit, dan 5 orang lainnya frekuensi napas yang tinggi (lebih dari
25 kali/menit). Dapat disimpulkan adanya peningkatan frekuensi setelah diberikan latihan
batuk efektif. Diharapkan kegiatan pemberian latihan batuk efektif ini dapat diterapkan dan
dapat dijadikan sebagai intervensi oleh perawat tentang latihan batuk efektif pada pasien
pneumonia.
ABSTRACT
Pneumonia is an inflammation of the lung parenchyma, the acini contains inflammatory fluid
with or without infiltration of the inflammatory cells into the alveoli wall and the interstitial
cavity. This disease is characterized by coughing with rapid breathing and / or shortness of
breath. Shortness of breath that is not resolved quickly can lead to respiratory failure and can
lead to death. Therefore it needs supportive handling, one of which is effective cough training.
The activity was carried out in the Sawahlunto Hospital inpatient room in September 2019. The
activity began with measuring the frequency of the breath, then providing effective
cough training therapy so that the respiratory rate was within normal limits by means of a
demonstration, ending with a posttest, namely measuring the respiratory rate of
pneumonia patients. The results of community service activities before effective cough training
were found that 16 patients with pneumonia experienced a high respiratory rate (more
than 25 times / minute), then after counseling and demonstrations of effective cough
training there were 11 pneumonia patients who experienced breathing frequencies within the
limit. normal, namely 23- 25 times / minute, and 5 other people with high respiratory rates
(more than 25 times / minute). It can be concluded that there is an increase in frequency
after being given effective cough exercises. It is hoped that the activity of providing effective
cough training can be applied and can be used as an intervention by nurses on effective cough
training in pneumonia patients Keywords: Respiratory rate, pneumonia, cough exercises are
effective
Jurnal Abdimas Saintika e-ISSN : 2715-4424
I
p-ISSN :2746-797X
A
E
D T
Volume 3 Nomor 1 |
PENDAHULUAN lutut tertekuk karena nyeri dada (Fida,
https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
Pneumonia yang merupakan 2014).
bentuk infeksi saluran nafas bawah akut Batuk efektif yang baik dan
di parenkim paru (Menkes, 2014). Di benar ini akan mempercepat
Indonesia, Hasil dari Riset Kesehatan pengeluaran dahak pada pasien
Dasar (Riskesdas) 2018 menyatakan penderita pneumonia. Batuk efektif
bahwa prevalensi pneumonia yang naik penting untuk menghilangkan gangguan
dari 1,6 persen menjadi 2 persen. Pada pernafasan akibat adanya penumpukan
tahun 2013, pneumonia ditemukan sekret. Sehingga penderita tidak lelah
dengan prevelensi 3,1% di Sumatera dalam mengeluarkan sekret. (Nugroho,
Barat. Di kota padang jumlah 2011).
kunjungan pengobatan pneumonia Adapun penelitian yang
mengalani kenaikan dari tahun 2008 dilakukan oleh Mahfudiyah (2016)
hingga 2013 dengan 5.878 kasus yang berjudul Penerapan Batuk Efektif
menjadi 8.970 pada tahun 2013. pada pasien Bronkopneumonia dengan
Sedangkan Tahun 2017, terus masalah keperawatan ketidakefektifan
meningkat menjadi 10.576 kasus ( bersihan jalan napas di ruang Melati
Suseno, 2017). Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya,
Penyakit saluran nafas menjadi didapatkan hasil setelah dilakukan
penyebab angka kematian dan Penerapan teknik batuk efektif pada
kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. pasien Bronkopneumonia dengan
(Putri, 2018). Sesak napas yang tidak masalah keperawatan Ketidakefektifan
diatasi dengan cepat dapat Bersihan Jalan Nafas sangat membantu
mengakibatkan gagal nafas. Apabila bersihan jalan nafas kembali efektif.
lebih dari 4 menit seseorang tidak Sedangkan, penelitian yang
mendapatkan oksigen maka akan dilakukan oleh Pranowo (2012) yang
berakibat pada kerusakan otak yang berjudul Pengaruh Latihan Batuk
tidak dapat diperbaiki dan bisa Efektif Terhadap Frekuensi Pernapasan
menyebabkan kematian. Tubuh Pasien TB Paru di Instalansi Rawat Inap
membutuhkan asupan oksigen yang Penyakit Dalam Rumah Sakit
konstan untuk menyokong pernapasan. Pelabuhan Palembang Tahun 2013,
(Gordon, 2010). Oleh karena itu yang membuktikan bahwa latihan batuk
dibutuhkan penanganan yang cepat efektif sangat efektif dalam pengeluaran
yaitu pengobatan terdiri atas antibiotik sputum dan membantu dalam
dan pengobatan suportif (Elorriaga et al, membersihkan secret pada jalan nafas
2016). Selain itu, juga dapat dilakukan serta mampu mengatasi sesak nafas
penanganan non-farmakologis seperti pada pasien dengan diagnosa medis TB
latihan Batuk efektif, fisioterapi dada, paru. Penelitian diatas sama-sama
atau teknik napas dalam (Muttaqin, membuktikan bahwa ada pengaruh
2008) batuk efektif terhadap pasien dengan
Pada penderita pneumonia, gangguan frekuensi pernapasan (sesak
biasanya ditemui gejala khas seperti napas).
demam, menggigil, berkeringat, batuk Dari data Rekam Medik RSUD
(baik non produktif atau produktif atau Sawahlunto didapatkan bahwa junlah
menghasilkan sputum berlendir, pasien pneumonia mengalami
purulen, atau bercak darah), sakit dada peningkatan dari tahun ke tahun,
karena pleuritis dan sesak. Gejala umum dimana tahun 2017 terdapat 336 orang
lainnya adalah pasien lebih suka dan tahun 2018 meningkat menjadi 480
berbaring pada sisi yang sakit dengan orang atau dengan rata-rata 40 orang per
Jurnal Abdimas Saintika e-ISSN : 2715-4424
I
p-ISSN :2746-797X
A
E
D T
Volume 3 Nomor 1 |
bulan. Pneumonia menduduki peringkat yang memiliki frekuensi napas tinggi
https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
ke 3 dari sepuluh penyakit terbanyak (disebut takipnea) dan 11 pasien dengan
yang di rawat per tahun. Dari buku frekuensi napas normal. Hasil uji
Laporan ruangan rawat inap Paru statistic didapatkan p value 0,000 yang
RSUD Sawahlunto bulan Februari berarti ada perbedaan pemberian latihan
hingga April 2019 bahwa junlah pasien batuk efektif terhadap frekuensi napas
pneumonia sebanyak 63 orang. pasien pneumonia.
Berdasarkan hasil wawancara yang Dari hasil observasi yang di
dilakukan pada Bulan Febuari 2019 lakukan, pasien dengan pneumonia
terhadap 8 pasien pneumonia yang mengalami gejala seperti demam, batuk
dirawat di ruang rawat inap Paru Di berdahak, serta sesak napas. Sebelum
RSUD Sawahlunto didapatkan hasil dilakukan latihan batuk efektif,
bahwa sebagian besar mengeluh batuk responden mengalami sesak napas
dan sesak napas (Frekuensi napas > (Frekuensi napas antara 26 x/ menit
25x/Menit), serta belum bisa melakukan hingga 30 x/menit), hal ini disebabkan
latihan batuk efektif (RSUD oleh tumpukan sekret/sputum dijalan
Sawahlunto, 2019). napas. Namun, setelah dilakukan latihan
batuk efektif, didapatkan frekuensi
METODE napas responden hingga 22x/menit.
Kegiatan dilaksanakan di Menurut Fida (2014) gejala khas
ruangan rawat inap Paru RSUD penderita pneumonia meliputi demam,
Sawahlunto pada bulan September menggigil, berkeringat, batuk (baik non
2019. Sasaran dalam kegiatan ini adalah produktif atau produktif atau
pasien yang mengalami pneumonia menghasilkan sputum berlendir,
yang berjumlah 16 orang. Kegiatan purulen, atau bercak darah), sakit dada
pengabdian masyarakat ini dilakukan karena pleuritis dan sesak.
pretest dan posttest. Kegiatan pre test Pemeriksaan fisik didapatkan
yaitu mengukur frekuensi napas dengan retraksi atau penarikan dinding dada
menggunakan alat jam tangan. bagian bawah saat pernafasan, takipneu,
Pemberian penyuluhan dan cara kenaikan atau penurunan taktil fremitus,
melakukan latihan batuk efektif sesuai perkusi redup sampai pekak
dengan prosedur tindakan pada pasien menggambarkan konsolidasi atau
yang mengalami pneumonia untuk terdapat cairan pleura, ronki, suara
mengeluarkan dahak akibat adanya pernafasan bronkial Gejala Pneumonia
penumpukan secret. Kemudian diakhiri dengan napas cepat, sesak. Sesak nafas
dengan post test yaitu mengukur ditandai dengan pola pernafasan yang
frekuensi nafas setelah diberikan latihan tidak teratur dan frekuensi pernafasan
batuk efektif. yang meningkat. Frekuensi
pernafasannya yaitu >24 kali/menit.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ditinjau dari jenis kelamin,
Hasil kegiatan pengabdian pasien yang menderita pneumonia
masyarakat sebelum dilakukan latihan banyak diderita oleh laki-laki, dimana
batuk efektif didaptkan 16 pasien dalam penelitian ini yang menjadi
pneumonia dengan frekuensi napas responden terdiri dari 10 laki-laki dan 6
tinggi dimana frekuensi napas tertinggi perempuan, hal ini disebabkan karena
yaitu 30 x/menit dan frekuensi Napas riwayat merokok, lingkungan tempat
terendah yaitu 26 x/ menit. Setelah tinggal, pola aktivitas diluar ruangan
dilakukan latihan batuk efektif 16 yang berbeda antara perempuan dan
pasien pneumonia didapatkan 5 orang laki-laki.
Jurnal Abdimas Saintika e-ISSN : 2715-4424
I
p-ISSN :2746-797X
A
E
D T
Volume 3 Nomor 1 |
Menurut Smeltzer & Bare membutuhkan waktu latihan batuk
https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
(2013), Latihan batuk efektif efektif lebih banyak dibandingkan
merupakan aktivitas perawat untuk dengan pasien dengan sekret yang tidak
membersihkan sekresi pada jalan nafas. terlalu banyak. Bersihan jalan napas
Tujuan batuk efektif adalah terlihat dari frekuensi napas semakin
meningkatkan mobilisasi sekresi dan membaik menuju frekuensi normal.
mencegah resiko tinggi retensi sekret, Jadi, ada pengaruh batuk efektif
untuk membantu mengeluarkan dahak terhadap frekuensi napas pada pasien
yang melekat pada jalan nafas dan pneumonia di ruangan paru RSUD
menjaga paru-paru agar tetap bersih jika Sawahlunto tahun 2019.
dilakukan dengan benar.
Menurut Nugroho (2011) Batuk KESIMPULAN
efektif yang baik dan benar ini akan Frekuensi napas yang tinggi
mempercepat pengeluaran dahak pada pada pasien pneumonia dapat diatasi
pasien penderita pneumonia. Batuk dengan pemberian latihan batuk efektif.
efektif penting untuk menghilangkan Hasil kegiatan terlihat ada perubahan
gangguan pernafasan akibat adanya frekuensi napas pasien dimana semua
penumpukan sekret. Sehingga penderita pasien mampu melakukan teknik latihan
tidak lelah dalam mengeluarkan sekret. batuk efektif serta mampu
Untuk dewasa, kecepatan nafas kurang mendemonstrasikan gerakan latihan
dari 12 x / menit disebut bradipnea dan batuk efektif dengan baik dan benar
kecepatan nafas lebih dari 20 x / menit agar frekuensi napas berada pada batas
disebut takipnea. nomal. Diharapkan kegiatan pemberian
Latihan batuk efektif latihan batuk efektif ini dapat
berpengaruh terhadap frekuensi diterapkan dan dapat dijadikan sebagai
pernafasan, terutama pada pasien intervensi oleh perawat tentang latihan
Pneumonia semua responden batuk efektif pada pasien pneumonia.
menunjukkan penurunan frekuensi DAFTAR PUSTAKA
napas menuju normal. Sebelum
dilakukan latihan batuk efektif, semua Elorriaga, G.G. dan Del Rey-Pineda G.,
responden mengalami takipnea. Namun 2016, Basic Concepts on
setelah dilakukan batuk efektif CommunityAcquired Bacterial
didapatkan 69% responden memiliki
frekuensi normal dan sedangkan 31% Pneumonia in Pediatrics, Pediatric
masih mengalami takipnea. Namun, Infectious Diseases: Open Access,
setiap responden menunjukkan hasil Vol.1 No.1:3.
frekuensi napas yang berbeda-beda
setelah dilakukan latihan batuk efektif. Fida, 2014. Angka Kejadian Pneumonia
Faktor yang mempengaruhi hasil pada pasien Sepsis di ICU Semarang
tersebut yaitu faktor jumlah sekret dan RSUP DR.KARIADI Semarang :
faktor pasien dalam melakukan latihan
batuk efektif dengan benar. Universitas Diponegoro
Setiap pasien memiliki jumlah
sekret/sputum yang berbeda-beda. Hal Gordon, 2010. Gangguan Pernafasan
ini dipengaruhi oleh seberapa jauh Panduan Latihan Lengkap. Jakarta :
infeksi meluas atau seberapa parah Rajagrafindo Persada
menginfeksi dalam tubuh pasien.
Responden dengan jumlah Jennifer. 2005. Buku Ajar Patofisiologi.
sekret/sputum lebih banyak,
Ja
k
ar
ta
:
E
g
c
E
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika
Nugroho, 2011. Batuk Efektif dalam Pengeluaran Dahak pada Pasien dengan Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Napas di Instansi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis Kediri. Jurnal STIKES
Rs. Baptis Kediri
Putri, Nurmalisah. 2018.Analisis Sistem Tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit pada
kejadian pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Tarusantahun 2018. Padang :Universitas
Andalas
Jakarta.http://www.kesmas.kemkes.g
o.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98 f00/files/Hasil-riskesdas-
2018_1274.pdf (19/05/2019)
Suseno Sutarjo, Untung. 2017. Data Dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia.
Jakarta.
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/re sources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/Data-dan- Informasi_Profil-Kesehatan- Indonesia-
2017.pdf?opwvc=1(19/05/2019)
Smeltzer& Bare, 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart Edisi 8 . Jakarta : EGC