Anda di halaman 1dari 20

MINI RISET: TERAPI MUSIK KLASIK UNTUK PASIEN DENGAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Pembimbing Akademik :
Ns. Diyan Yuli W, S.Kp., M.Kep
Pembimbing Klinik :

Disusun oleh :
1. Farah Nabila P 22020122210027
2. Nurul Farida 22020122210011
3. Amalia Putri D 22020122210013
4. Nola Monisa I 22020122210042
5. Hindun Maruapey 22020122210008
6. Monica Adelia P 22020122210003
7. Cintia Dwi S 22020122210053
8. Dhiva Putri B 22020122210020
9. Estuning Budi U 22020122210055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS XL


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2022

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah perubahan pola perilaku seseorang
yang secara spesifik berhubungan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau
hendaya (impairment) pada satu fungsi atau lebih fungsi yang penting dari manusia yaitu
fungsi psikologis, perilaku, atau biologis dimana gangguan tersebut tidak hanya pada
dirinya melainkan juga dengan masyarakat. Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom
dengan variasi penyebab. Banyak penyakit gangguan jiwa yang masih belum diketahui
penyebabnya dan perjalanan penyakitnya tidak selalu kronis. Gangguan jiwa seringnya
ditandai dengan adanya penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan
persepsi, serta adanya efek yang tidak wajar atau tumpul (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati,
2015).
Klasifikasi diagnosis keperawatan pada pasien gangguan jiwa dapat ditegakkan
berdasarkan kriteria NANDA (North American Nursing Diagnosis Association). Masalah
keperawatan kesehatan jiwa ditegakkan dari perawatan utama yang paling sering
ditemukan di rumah sakit jiwa yaitu perilaku kekerasan, halusinasi, isolasi sosial waham,
resiko bunuh diri, defisit perawatan diri, dan harga diri rendah. Perilaku kekerasan sendiri
merupakan suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang diarahkan pada diri
sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang
respons marah yang maladaptif yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang
timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. Amuk
sendiri merupakan respon kemarahan yang paling maladaptif ditandai dengan perasaan
marah dan permusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol dimana individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015).
Perilaku kekerasan dapat dilakukan dengan pengobatan untuk mengurangi
perilaku agresif. Obat-obatan yang diberkan dapat mengurangi gejala yang muncul.
Perawat dapat melakukan TAK sebagai tatalaksana pasien dengan perilaku kekerasan dan
keluarga berperan untuk memberikan lebih banyak perhatian kepada pasien. Salah satu
penyembuhan alternatif pasien dengan gangguan jiwa adalah dengan terapi musik (I
Wayan Candra; I Gusti Ayu Ekawati; I Ketut Gama, 2019). Pemberian terapi musik
mampu menimbulkan dampak yang besar pada gejala yang dialami oleh pasien dengan
PK atau perilaku kekerasan, karena terapi musik tersebut dapat memberikan kenyamanan
pada penderita dan dapat menurunkan stimulus. Terapi musik merupakan proses
interpersonal dengan menggunakan musik yang digunakan sebagai terapi untuk fisik,
emosional, mental, sosial dan spritual, bertujuan agar dapat meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan pasien. Terapi musik bertujuan untuk mempertahankan atau
meningkatkan dan mengembalikan kesehatan penderita baik kesehatan mental, fisik,
emosional ataupun spiritual seseorang tersebut. Dalam dunia kesehatan, terapi musik
dianggap dan dipergunakan sebagai terapi tambahan atau terapi pelengkap (Vahurina &
Rahayu, 2021)
Musik yang dapat digunakan untuk terapi musik pada umumnya musik yang
lembut, memiliki irama dan nada-nada teratur seperti instrumentalia atau musik klasik
Mozart. Musik klasik mempunyai perangkat musik yang beraneka ragam, sehingga di
dalamnya terangkum warna-warni suara yang rentang variasinya sangat luas. Dengan
kata lain, variasi bunyi pada musik klasik jauh lebih kaya daripada variasi bunyi musik
yang lainnya, karena musik klasik menyediakan variasi stimulasi yang luas bagi
pendengar (Vahurina & Rahayu, 2021).

1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh/efektivitas terapi musik
klasik terhadap perubahan perilaku agresif pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan.
Tujuan khusus:
1. Mengetahui pengaruh musik klasik terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan
pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan
2. Mengetahui pengaruh musik klasik terhadap perilaku pasien pada pasien dengan
resiko perilaku kekerasan

1.3 Manfaat
Mengetahui pengaruh musik klasik pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Teori
2.1.1 Konsep Dasar Terapi Musik Klasik
2.1.1.1 Pengertian Terapi Musik Klasik
Terapi musik adalah bagian dari terapi komplementer dan menjadi salah satu
bentuk teknik relaksasi untuk memberikan rasa tenang, mengurangi perilaku agresif,
mengendalikan emosi, pengembangan spiritual, dan menyembuhkan gangguan
psikologis (Dhea Puti Agnecia1, 2021). World Federation of Music Therapy (WFMT)
(1985) menyatakan bahwa terapi musik merupakan penggunaan musik atau elemen
musik (suara, ritme, melodi, dan harmoni) pada klien untuk memfasilitasi dan
menaikan komunikasi, hubungan, pembelajaran, mobilisasi, organisasi, dan objektif
terapeutik lainnya. Terapi musik bertujuan untuk menumbuhkan potensi atau
mengembalikan fungsi dari inidividu supaya memperoleh integrasi
inter/intrapersonal yang lebih baik yang akan berdampak pada peningkatan kualitas
hidup, melalui pencegahan, rehabilitasi, dan perawatan.
Terapi musik mulai dikenal dan dipraktikan pada abad ke-19 sebagai bagian
intervensi keperawatan oleh Florence Nightingale (Schou, 2008 dalam Dina Mutiah,
2017). Florence Nightingale menyatakan bahwa terapi musik berperan dalam
mengembangkan lingkungan untuk membantu proses penyembuhan (Widyatuti,
2008). Selain itu juga dikatakan bahwa terapi musik sebagai bentuk aktivitas
terapeutik untuk memperbaiki, memelihara, serta mengembangkan mental, fisik, dan
kesehatan emosi (Dhea Puti Agnecia1, 2021). Sehingga dalam filosofi keperawatan
dapat disimpulkan bahwa musik menjadi salah satu terapi dengan pendekatan holistik
yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien.
Salah satu musik yang dapat digunakan sebagai terapi adalah musik klasik yang
memilik suara lembut dan nada teratur. Terapi musik klasik adalah penggunaan musik
sebagai alat terapis untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik
dan kesehatan emosi. Musik klasik mempunyai banyak variasi stimulus yang luas
bagi pendengarnya. Musik klasik mampu merangsang dan memperdayakan kreatifitas
serta menenangkan atau memberi semangat dan yang jelas musik klasik berperan
dalam mempengaruhi perasaan dan emosi (Lidyansyah, 2013). Jenis musik klasik
yang mempunyai karakteristik bersifat terapi adalah musik yang nondramatis,
dinamikanya bisa diprediksi, memiliki nada yang lembut, harmonis.
Para ahli menganjurkan music yang digunakan dalam terapi music memiliki
tempo kurang lebih 60 ketukan per menit. Hal tersebut karena supaya pasien dapat
beristirahat dengan optimal. Terdapat kemiripan antara tempo musik klasik dan detak
jantung manusia yaitu sekitar 60 kali per menit, sehingga diyakini getaran yang
dihasilkan hampir sama dengan getaran pada syaraf otak manusia yang dapat
merangsang perkembangan otak (Champbell, 2006 dalam Artini, 2022). Selain itu,
para ahli menyebutkan bahwa musik yang digubah oleh Bach Mozart paling terbukti
memberi efek distraksi pada pasien (Trappe, 2012 dalam Artini, 2022). Musik karya
Mozart merupakan salah satu musik klasik yang memiliki irama lembut dan sering
digunakan untuk terapi dalam dunia media. Musik Mozart cocok diberikan pada
pasien dengan resiko perilaku kekerasan karena nada dalam musik mozart mampu
mengaktivasi gelombang alfa yang dapat memberikan efek menenangkan,
penghiburan, ketenangan dan memberikan vitalitas untuk mencari pertimbangan
(Analia & Moekroni, 2016; Murtisari et al., 2014 dalam Artini, 2022). Musik
diperdengarkan setidaknya 15 menit untuk memberikan pengaruh yang bermanfaat.
Saat musik diberikan sekitar 15-20 menit ditemukan dapat memberi efek penyegaran
(Potter & Perry, 2010 dalam Artini, 2022).

2.1.1.2 Manfaat Terapi Musik Klasik


Musik memiliki kekuatan yang luar biasa yang berdampak bagi kejiwaan. Musik
dapat membantu seseorang menjadi lebih rileks, mengurangi stress, menimbulkan
rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa sedih, membuat jadi gembira, dan
membantu serta melepaskan rasa sakit. Musik yang didengarkan secara intensif dapat
memberikan kekuatan penuh, dalam arti untuk merefleksikan emosi diri, penerangan
jiwa dan ekspresi. Musik dapat memperlambat dan mempercepat gelombang listrik
yang terdapat di otak sehingga dapat merubah kerja sistem tubuh (Djohan, 2005).
Terapi musik juga dapat meningkatkan serotonin dan pertumbuhan hormon yang baik
dengan menurunkan hormone ACTH.
Terapi musik merupakan proses interpersonal melalui media musik untuk terapi
aspek fisik, emosional, mental, sosial, estetika, dan spiritual. Musik juga memiliki
kekuatan untuk mengobati penyakit dan meningkatkan kemampuan seseorang untuk
berpikir. Terapi musik memberikan efek pada sistem limbik dan saraf otonom dengan
menciptakan suasana rileks, aman dan menyenangkan sehingga merangsang
pelepasan zat kimia Gamma Aminobutyric Acid (GABA), enkefallin atau betta
endorphin yang dapat mengeliminasi neurotransmiter rasa tertekan, cemas, dan stres
sehingga menyebabkan ketenangan dan memperbaiki suasan hati (Dhea Puti
Agnecia1, 2021). Manfaat lain dari terapi musik adalah self-mastery, yaitu
kemampuan untuk mengendalikan diri. Musik mengandung energi yang dapat
mengaktifkan sel-sel didalam diri seseorang sehingga dapat meningkatkan fungsinya.

2.1.2 Konsep Dasar Resiko Perilaku Kekerasan


2.1.2.1 Pengertian Resiko Perilaku Kekerasan
Menurut Afnuhazi 2015 perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik baik
kepada diri sendiri maupun orang lain. Menurut Munith (2015), kekerasan
(violence) adalah satu bentuk perilaku agresi (aggressive behavior) yang dapat
menyebabkan penderitaan pada orang lain termasuk pada binatang dan benda-
benda. Agresi merupakan respon terhadap kemarahan, kekecewaan, perasaan
dendam atau ancaman yang dapat menimbulkan amarah hingga timbul perilaku
kekerasan sebagai bentuk perlawanan atau hukuman yang berupa penyerangan,
merusak hingga membunuh.
Kemarahan merupakan perasaan jengkel yang muncul sebagai respon
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (keliat, 1996 dalam Munith,
2015). Menurut Depkes RI, marah merupakan pengalaman emosi yang kuat dari
individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat. Kemarahan yang
ditahan akan menghambat diri sendiri dan dapat mengganggu hubungan
interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada
waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti
perasaan yang sebenarnya (Munith, 2015).

2.1.2.2 Rentang Respon Resiko Perilaku Kekerasan


Rentang respon resiko perilaku kekerasan dapat berupa respon adaptif
hingga maladaptive. Menurut Keliat (1996) dalam Nursaly & Damaiyanti (2018)
rentang respon perilaku kekerasan digambarkan sebagai berikut.

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Respon adaptif Respon maladaptif

1) Asertif merupakan respon marah yang adaptif yaitu dengan tidak menyakiti,
melukai, atau merendahkan diri sendiri dan orang lain.
2) Frustasi merupakan respon marah yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan
atau keinginan. Frustasi dapat menjadi suatu ancaman dan kecemasan yang
dapat menimbulkan kemarahan.
3) Pasif merupakan respon marah yang terjadi ketika seseorang tidak mampu
mengungkapkan perasaan yang dialami.
4) Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikendalikan oleh individu tersebut. Seseorang yang agresif mengutamakan hak
dirinya sendiri dan berpikir bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharap perlakuan yang sama dari
orang lain.
5) Mengamuk merupakan respon marah yang maladaptif yang disertai rasa
bermusuhan yang kuat dan kehilangan kontrol diri. Seseorang pada rentang
respon ini dapat mencelakai diri sendiri maupun orang lain.
2.1.2.3 Faktor Predisposisi
a. Faktor Bioneurologis
Sebuah penelitian menjelaskan bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan pada individu (Prabowo, 2014).
b. Faktor Psikologis
Pengalaman dan kegagalan yang dialami individu dapat menimbulkan frutasi
yang kemudian menyebabkan timbulnya agresif atau amuk. Masa kanak-kanak
yang tidak menyenangkan, yaitu seperti perasaan ditilak, dihina, dianiaya juga
dapat menjadi aspek yang menyebabkan individu mempunyai perilaku kekerasan
(Keliat, 2006)
c. Perilaku
Reinforcement yang diterima individu pada saat melakukan kekerasan dan sering
mengobservasi kekerasan di lingkungan sekitar dapat menjadi aspek yang
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Keliat, 2006).
d. Sosial Budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial
yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan yang diterima (permissive) (Keliat, 2006).

2.1.2.4 Faktor Presipitasi


Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya atau
pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain interaksi yang
profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan (Prabowo, 2014).

2.1.2.5 Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan


Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan, diantaranya yaitu sebagai berikut (Yosep, 2011).
a. Fisik
Muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal,
postur tubuh kaku, jalan mondar mandir.
b. Verbal
Berbicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam secara
fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor.
c. Perilaku
Melempar atau memukul benda pada orang lain, menyerang orang lain atau
melukai diri sendiri, merusak lingkungan, amuk atau agresif.
d. Emosi
Tidak ade kuat, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk,
menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.
f. Spiritual
Merasa berkuasa, merasa benar sendiri, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasan orang lain, tidak peduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, penolakan, ejekan, sindiran.

2.1.2.6 Implementasi Terapi Musik Klasik Bagi Pasien RPK


Resiko perilaku kekerasan adalah kemarahan yang diekspresikan secara
berlebihan dan tidak terkendali secara verbal sampai dengan mencederai orang lain
dan merusak lingkungan (Annisa Ismaya, 2019). Perilaku kekerasan atau agresif
dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku agresif
merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Penanganan
resiko perilaku kekerasan dapat melalui SP 1-4 yaitu dengan melakukan tarik nafas
dalam dan pukul bantal, keterturan minum obat, komunikasi asertif, dan latihan
spiritual. Penanganan pasien RPK dapat juga dilengkapi dengan memberikan terapi
komplementer keperawatan.
Terapi komplementer merupakan terapi nonfarmakologi yang dapat
menunjang dan membantu proses perawatan pasien. Terapi komplementer yang
dapat digunakan pada pasien RPK salah satunya adalah terapi musik. Sebuah
penelitian menyebutkan bahwa terapi musik melalui media Musik Klasik Mozart
dapat mengurangi perilaku agresif, anti sosial, mengatur hormon yang berkaitan
dengan stress pada pasien jiwa (Annisa Ismaya, 2019). Penilitian lain juga
mengungkapkan bahwa terapi musik klasik digunakan oleh psikolog maupun
psikiater untuk mengatasi berbagai macam gangguan kejiwaan dan gangguan
psikologis karena dapat mengurangi perilaku agresif, memberikan rasa tenang,
sebagai pendidikan moral, mengendalikan emosi, pengembangan spiritual dan
menyembuhkan gangguan psikologis. Terapi musik juga (Campbell, 2010).
Menurut hasil penilitian I Wayan Candra dkk tahun 2013 juga melaporkan bahwa
pemberian terapi musik klasik dapat menurunkan perubahan gejala perilaku
agresif/kekerasan pada pasien jiwadi ruang Kunti RSJ Provinsi Bali (Candra, 2013).
2.2 Kerangka Teori

Faktor Prediposisi
Bioneurologis
Psikologis Tanda Gejala RPK
Perilaku Mata melotot atau pandangan
Sosial Budaya tajam
Tangan mengepal
Wajah memerah
Postur tubuh kaku
Mengumpat atau ber kata kasar Terapi
Faktor Presipitasi Menganca
Suara keras RPK
Farmakologi
Kondisi pasien seperti Bicara ketus
kelemahan fisik, Perilaku agresif Terapi
keputusasaan, ketidak Merusak lingkungan
Melukai diri sendiri Nonfarmakologi
berdayaan, dan percaya diri
yang kurang. Melukai orang lain
Situasi lingkungan yang ribut,
padat, kritikan, penghinaan,
kehilangan orang yang Terapi Musik
dicintainya atau pekerjaan Klasik
dan adanya tindak kekerasan.

Keterangan
: Diteliti
: Tidak diteliti
2.3 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan suatu hubungan antara konsep yang satu dengan lainnya
dikaitkan dengan masalah yang akan diteliti oleh peneliti. Adapun kerangka konsep pada
mini riset ini adalah sebagai berikut.
.

Variabel Dependen
Variabel Independen
Tanda Gejala
Terapi Musik Klasik
Resiko Perilaku Kekerasan
BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode “quasi experiment” yaitu penelitian
eksperimen dilaksanakan pada satu kelompok saja yang dinamanakan kelompok
eksperimen tanpa ada kelompok pembanding atau kelompok kontrol. Desain penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah “k”, yaitu desain penelitian yang terdapat
pretest sebelum diberi perlakuan dan posttest setelah diberi perlakuan. Dengan demikian
dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan diadakan sebelum
diberi perlakuan (Siyoto & Sodik, 2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perubahan perilaku pada klien dengan perilaku kekerasan baik secara fisik, kognitif,
perilaku, dan sosial (verbal) sebelum dan sesudah diberikan perlakuan berupa terapi
musik klasik.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSJD DR. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
Tengah pada bulan Oktober 2022 di Ruang Srikandi.
3.3 Sampel dan Kasus Yang Dipilih
Pada penelitian ini menggunakan 2 klien dengan kondisi resiko perilaku kekerasan yang
dipilih melalui kriteria :
- Inklusi: klien dengan gangguan jiwa RPK yang menjalani perawatan di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Provisin Jawa Tengah Ruang Srikandi, klien bersedia menjadi
responden.
- Eksklusi: klien dengan RPK masih dalam kondisi gaduh, gelisah sehingga tdk
memungkinkan diberikan terapi, klien RPK yang sedang mengalami sakit fisik
3.4 Instrumen dan Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi instrumen
penelitian milik Aprini & Prasetyo (2017) yang terdiri dari lembar observasi subjektif,
tanda dan gejala RPK, lembar observasi objektif tanda dan gejala RPK dan kemampuan
melakukan tindakan terapi musik klasik. Lembar observasi subjektif tanda dan gejala
RPK terdiri dari 6 checklist pertanyaan yang nantinya akan dihitung persentasenya
dengan cara jumlah checklist yang terisi dibagi 6 lalu dikalikan 100%. Lembar observasi
objektif tanda dan gejala RPK terdiri dari 12 checklist pertanyaan yang nantinya akan
dihitung persentasenya dengan cara jumlah checklist yang terisi dibagi 12 lalu dikalikan
100%. Lembar observasi kemampuan melakukan tindakan terapi musik klasik terdiri dari
6 checklist kemampuan melakukan tindakan terapi music klasik. Lembar observasi
kemampuan melakukan tindakan terapi musik klasik akan dihitung persentase nya
dengan cara jumlah checklist yang terisi dibagi 6 lalu dikalikan 100%.
Hasil persentase lembar observasi subjektif dan objektif hanya di bandingkan nilai
kenaikan atau penurunan persentase gejala. Sementara dalam lembar observasi,
kemampuan klien melakukan tindakan terapi music klasik, rentang persentase :
a. 0% - 33% dikategorikan buruk
b. 34% - 66% dikategorikan cukup
c. 67% -100% dikategorikan baik
3.4.2 Wawancara
Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi secara langsung antara
pewawancara dengan responden. Tahapan wawancara yang dilakukan meliputin
mengenalkan diri, menjelaskan maksud kedatangan, menjelaskan materi wawancara, dan
mengajukan pertanyaan (Syapitri et al., 2021).
3.4.3 Observasi
Obeservasi adalah salah satu teknik pengumpulan data yang menggunakan
pengamatan visual terhadap pasien. Observasi juga merupakan salah satu teknik
pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian. Observasi hakikatnya
merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman,
pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah
penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau
suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh
gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian
(Masturoh & T, 2018).
3.5 SOP Terapi Musik Klasik pada klien resiko perilaku kekerasan (RPK)
1. Persiapan alat dan bahan :
- Musik Klasik.
- Earphone atau headset.
2. Memastikan alat berfungsi dengan baik.
3. Cuci tangan.
4. Identifikasi Klien.
5. Mengkaji tanda gejala resiko perilaku kekerasan klien.
6. Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada klien.
7. Memodifikasi lingkungan :
- Menutup tirai.
- Mengatur pencahayaan ruangan.
8. Memposisikan klien dengan posisi semi fowler.
9. Memasangkan earphone atau headset ke telinga klien.
10. Klien mendengarkan music klasik dengan volume 25% -50% dengan durasi terapi 15-30
menit. Selama klien mendengarkan music klasik, terapis mengobservasi kemampuan
klien dalam mengikuti terapi.
11. Setelah terapi music klasik selesai, rapikan alat dan bahan.
12. Mengkaji tanda gejala resiko perilaku kekerasan klien setelah dilakukan terapi.
13. Cuci tangan.
14. Dokumentasikan hasil kegiatan terapi music klasik.
3.6 Analisis Data
Pengolahan data merupakan kegiatan yang sangat penting dalam penelitian untuk
mendapatkan hasil yang kuat dan akurat. Proses pengolahan data dilakukan dengan
komputer melalui langkah :
1. Editing
Peneliti akan mngecek dan meneliti kembali data yang didapat agar didapatkan data
sesuai kriteria yang peneliti harapkan. Data yang sesuai kriteria akan diproses lebih
lanjut.
2. Analisis Perbandingan Sebelum dan Sesudah di Beri Perlakuan
Peneliti akan membandingkan tanda dan gejala RPK sebelum dan sesudah tindakan
terapi music klasik dan membandingkan kemampuan melakukan tindakan terapi
music klasik.
Data yang sudah dianalisa akan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan
dipersentasekan. Analisa distribusi frekuensi dan dipersentasekan merupakan sebuah
analisa distribusi dari frekuensi yang diperoleh dari semua sampel, lalu dibandingkan
dengan perbandingan yang menyatakan pecahan dari 100 dengan symbol %.
Hasil persentase lembar observasi subjektif dan objektif hanya di bandingkan nilai
kenaikan atau penurunan persentase gejala. Sementara dalam lembar observasi,
kemampuan klien melakukan tindakan terapi music klasik, rentang persentase :
a. 0% - 33% dikategorikan buruk
b. 34% - 66% dikategorikan cukup
c.67% -100% dikategorikan baik

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi dan Hasil Penelitian


4.2 Pembahasan

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
Artini, P. A. (2022). Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap Tingkat
KecemasanPerawat Pada Masa Pandemi COVID-19. Jurnal Berita Ilmu Keperawatan,
15(1), 34–42.

Masturoh, Imas, and Nauri Anggita T. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Siyoto, Sandu, and M. Ali Sodik. 2015. Dasar Metodologi Penelitian. edited by Ayup. Sleman:
Literasi Media Publishing.
Syapitri, Henny, Amila, and Juneris Aritonang. 2021. Buku Ajar Metodologi Penelitian
Kesehatan. edited by A. H. Nadana. Malang.
Annisa Ismaya, A. D. (2019). Penerapan Terapi Musik Klasik untuk Menurunkan Tanda dan
Gejala Pasien Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah Singgah Dosaraso Kebumen. Urecol,
64-71.
Candra, I. W. (2013). Pengaruh Musik Klasik terhadap Perubahan Gejala Perilaku Agresif.
Poltekkes Denpasar.
Dhea Puti Agnecia1, U. H. (2021). Penerapan Terapi Musik Klasik terhadap Penurunan Tanda
Gejala pada Pasien Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Lampung.
Jurnal Cendekia Muda, 422-427.
Djohan. (2005). Psikologi musik. Yogyakarta: Buku Baik.
Keliat, B. A. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Lidyansyah. (2013). Menurunkan Tingkat Stres Kerja Pada Karyawan. Jurnal Fakultas
Psikologi UMM.
Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuhu
Medika.
Widyatuti. (2008). Terapi Komplementer dalam Keperawatan. Jurnal Keperawatan Indonesia,
53-57.
Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa, Edisi 4. Jakarta: Refika Aditama.
Nursaly, E., & Damaiyanti, M. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Tn. E
Resiko Perilaku Kekerasan dengan Intervensi Inovasi Terapi Berkebun dengan Polybag
terhadap Tanda-Tanda Gejala Resiko Perilaku Kekerasan di RSJD Atma Husada
Mahakam Samarinda.
Muhith, A. (2015). Pendidikan keperawatan jiwa: Teori dan aplikasi. Penerbit Andi.
Septiyawati, D. (2021) Pengembangan Standard Operasional Prosedur Terapi Musik Klasik
Dalam Peneurunan intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur. Naskah Publikasi
Akademi Keperawatan Pelni Jakarta.
Hairunnas. (2021). Pengembangan Instrumen Musik Sebagai Sarana Terapi anak ADHD.
Jurnal Tingkat sarjana Seni Rupa dan Desain. 1-6.
INSTRUMEN PENELITIAN TERAPI MUSIK KLASIK PADA KLIEN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Nama Klien : ……………..

A. LEMBAR OBSERVASI OBJEKTIF TANDA DAN GEJALA RESIKO PERILAKU


KEKERASAN (RPK)

No. Tanda dan Gejala Hari ke-1 Hari ke-2


Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 Mata melotot atau
pandangan tajam
2 Tangan mengepal
3 Wajah memerah
4 Postur tubuh kaku
5 Mengumpat dengan
kata-kata kasar
6 Mengancam
7 Suara keras
8 Bicara ketus
9 Perilaku agresif
10 Merusak lingkungan
11 Melukai diri
12 Melukai atau
menyerang orang lain
Total Checklist
Persentase ((total checklist
/ 12) x 100%)
B. LEMBAR OBSERVASI SUBJEKTIF TANDA DAN GEJALA RESIKO
PERILAKU KEKERASAN (RPK)

No. Tanda dan Hari ke-1 Hari ke-2


Gejala Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 Mengungkapka
n kekesalan atau
marah
2 Mengungkapka
n keinginan
melukai diri
3 Mengungkapka
n keinginan
melukai orang
lain
4 Mengungkapka
n keinginan
merusak
lingkungan
5 Mengumpat
dengan kata-
kata kasar
6 Mengatakan
suka
mengancam
atau membentak
Total Checklist
Persentase ((total
checklist / 6) x
100%)

C. LEMBAR OBSERVASI KEMAMPUAN MELAKUKAN TINDAKAN TERAPI


MUSIK

No. Kemampuan Hari ke-1 Hari ke-2


1 Bersikap tenang
2 Rileks
3 Memejamkan mata
4 Tidak bicara
5 Tidak tertidur
6 Mengikuti terapi dari awal hingga
akhir
Total Checklist
Persentase ((total checklist / 6) x 100%)

Anda mungkin juga menyukai