Disusun oleh :
1. Farah Nabila P 22020122210027
2. Nurul Farida 22020122210011
3. Amalia Putri D 22020122210013
4. Nola Monisa I 22020122210042
5. Hindun Maruapey 22020122210008
6. Monica Adelia P 22020122210003
7. Cintia Dwi S 22020122210053
8. Dhiva Putri B 22020122210020
9. Estuning Budi U 22020122210055
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh/efektivitas terapi musik
klasik terhadap perubahan perilaku agresif pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan.
Tujuan khusus:
1. Mengetahui pengaruh musik klasik terhadap penurunan gejala perilaku kekerasan
pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan
2. Mengetahui pengaruh musik klasik terhadap perilaku pasien pada pasien dengan
resiko perilaku kekerasan
1.3 Manfaat
Mengetahui pengaruh musik klasik pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Teori
2.1.1 Konsep Dasar Terapi Musik Klasik
2.1.1.1 Pengertian Terapi Musik Klasik
Terapi musik adalah bagian dari terapi komplementer dan menjadi salah satu
bentuk teknik relaksasi untuk memberikan rasa tenang, mengurangi perilaku agresif,
mengendalikan emosi, pengembangan spiritual, dan menyembuhkan gangguan
psikologis (Dhea Puti Agnecia1, 2021). World Federation of Music Therapy (WFMT)
(1985) menyatakan bahwa terapi musik merupakan penggunaan musik atau elemen
musik (suara, ritme, melodi, dan harmoni) pada klien untuk memfasilitasi dan
menaikan komunikasi, hubungan, pembelajaran, mobilisasi, organisasi, dan objektif
terapeutik lainnya. Terapi musik bertujuan untuk menumbuhkan potensi atau
mengembalikan fungsi dari inidividu supaya memperoleh integrasi
inter/intrapersonal yang lebih baik yang akan berdampak pada peningkatan kualitas
hidup, melalui pencegahan, rehabilitasi, dan perawatan.
Terapi musik mulai dikenal dan dipraktikan pada abad ke-19 sebagai bagian
intervensi keperawatan oleh Florence Nightingale (Schou, 2008 dalam Dina Mutiah,
2017). Florence Nightingale menyatakan bahwa terapi musik berperan dalam
mengembangkan lingkungan untuk membantu proses penyembuhan (Widyatuti,
2008). Selain itu juga dikatakan bahwa terapi musik sebagai bentuk aktivitas
terapeutik untuk memperbaiki, memelihara, serta mengembangkan mental, fisik, dan
kesehatan emosi (Dhea Puti Agnecia1, 2021). Sehingga dalam filosofi keperawatan
dapat disimpulkan bahwa musik menjadi salah satu terapi dengan pendekatan holistik
yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien.
Salah satu musik yang dapat digunakan sebagai terapi adalah musik klasik yang
memilik suara lembut dan nada teratur. Terapi musik klasik adalah penggunaan musik
sebagai alat terapis untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik
dan kesehatan emosi. Musik klasik mempunyai banyak variasi stimulus yang luas
bagi pendengarnya. Musik klasik mampu merangsang dan memperdayakan kreatifitas
serta menenangkan atau memberi semangat dan yang jelas musik klasik berperan
dalam mempengaruhi perasaan dan emosi (Lidyansyah, 2013). Jenis musik klasik
yang mempunyai karakteristik bersifat terapi adalah musik yang nondramatis,
dinamikanya bisa diprediksi, memiliki nada yang lembut, harmonis.
Para ahli menganjurkan music yang digunakan dalam terapi music memiliki
tempo kurang lebih 60 ketukan per menit. Hal tersebut karena supaya pasien dapat
beristirahat dengan optimal. Terdapat kemiripan antara tempo musik klasik dan detak
jantung manusia yaitu sekitar 60 kali per menit, sehingga diyakini getaran yang
dihasilkan hampir sama dengan getaran pada syaraf otak manusia yang dapat
merangsang perkembangan otak (Champbell, 2006 dalam Artini, 2022). Selain itu,
para ahli menyebutkan bahwa musik yang digubah oleh Bach Mozart paling terbukti
memberi efek distraksi pada pasien (Trappe, 2012 dalam Artini, 2022). Musik karya
Mozart merupakan salah satu musik klasik yang memiliki irama lembut dan sering
digunakan untuk terapi dalam dunia media. Musik Mozart cocok diberikan pada
pasien dengan resiko perilaku kekerasan karena nada dalam musik mozart mampu
mengaktivasi gelombang alfa yang dapat memberikan efek menenangkan,
penghiburan, ketenangan dan memberikan vitalitas untuk mencari pertimbangan
(Analia & Moekroni, 2016; Murtisari et al., 2014 dalam Artini, 2022). Musik
diperdengarkan setidaknya 15 menit untuk memberikan pengaruh yang bermanfaat.
Saat musik diberikan sekitar 15-20 menit ditemukan dapat memberi efek penyegaran
(Potter & Perry, 2010 dalam Artini, 2022).
1) Asertif merupakan respon marah yang adaptif yaitu dengan tidak menyakiti,
melukai, atau merendahkan diri sendiri dan orang lain.
2) Frustasi merupakan respon marah yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan
atau keinginan. Frustasi dapat menjadi suatu ancaman dan kecemasan yang
dapat menimbulkan kemarahan.
3) Pasif merupakan respon marah yang terjadi ketika seseorang tidak mampu
mengungkapkan perasaan yang dialami.
4) Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikendalikan oleh individu tersebut. Seseorang yang agresif mengutamakan hak
dirinya sendiri dan berpikir bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharap perlakuan yang sama dari
orang lain.
5) Mengamuk merupakan respon marah yang maladaptif yang disertai rasa
bermusuhan yang kuat dan kehilangan kontrol diri. Seseorang pada rentang
respon ini dapat mencelakai diri sendiri maupun orang lain.
2.1.2.3 Faktor Predisposisi
a. Faktor Bioneurologis
Sebuah penelitian menjelaskan bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan pada individu (Prabowo, 2014).
b. Faktor Psikologis
Pengalaman dan kegagalan yang dialami individu dapat menimbulkan frutasi
yang kemudian menyebabkan timbulnya agresif atau amuk. Masa kanak-kanak
yang tidak menyenangkan, yaitu seperti perasaan ditilak, dihina, dianiaya juga
dapat menjadi aspek yang menyebabkan individu mempunyai perilaku kekerasan
(Keliat, 2006)
c. Perilaku
Reinforcement yang diterima individu pada saat melakukan kekerasan dan sering
mengobservasi kekerasan di lingkungan sekitar dapat menjadi aspek yang
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Keliat, 2006).
d. Sosial Budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial
yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan yang diterima (permissive) (Keliat, 2006).
Faktor Prediposisi
Bioneurologis
Psikologis Tanda Gejala RPK
Perilaku Mata melotot atau pandangan
Sosial Budaya tajam
Tangan mengepal
Wajah memerah
Postur tubuh kaku
Mengumpat atau ber kata kasar Terapi
Faktor Presipitasi Menganca
Suara keras RPK
Farmakologi
Kondisi pasien seperti Bicara ketus
kelemahan fisik, Perilaku agresif Terapi
keputusasaan, ketidak Merusak lingkungan
Melukai diri sendiri Nonfarmakologi
berdayaan, dan percaya diri
yang kurang. Melukai orang lain
Situasi lingkungan yang ribut,
padat, kritikan, penghinaan,
kehilangan orang yang Terapi Musik
dicintainya atau pekerjaan Klasik
dan adanya tindak kekerasan.
Keterangan
: Diteliti
: Tidak diteliti
2.3 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan suatu hubungan antara konsep yang satu dengan lainnya
dikaitkan dengan masalah yang akan diteliti oleh peneliti. Adapun kerangka konsep pada
mini riset ini adalah sebagai berikut.
.
Variabel Dependen
Variabel Independen
Tanda Gejala
Terapi Musik Klasik
Resiko Perilaku Kekerasan
BAB III
METODE PELAKSANAAN
BAB IV
BAB V
5.1 Simpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Artini, P. A. (2022). Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap Tingkat
KecemasanPerawat Pada Masa Pandemi COVID-19. Jurnal Berita Ilmu Keperawatan,
15(1), 34–42.
Masturoh, Imas, and Nauri Anggita T. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Siyoto, Sandu, and M. Ali Sodik. 2015. Dasar Metodologi Penelitian. edited by Ayup. Sleman:
Literasi Media Publishing.
Syapitri, Henny, Amila, and Juneris Aritonang. 2021. Buku Ajar Metodologi Penelitian
Kesehatan. edited by A. H. Nadana. Malang.
Annisa Ismaya, A. D. (2019). Penerapan Terapi Musik Klasik untuk Menurunkan Tanda dan
Gejala Pasien Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah Singgah Dosaraso Kebumen. Urecol,
64-71.
Candra, I. W. (2013). Pengaruh Musik Klasik terhadap Perubahan Gejala Perilaku Agresif.
Poltekkes Denpasar.
Dhea Puti Agnecia1, U. H. (2021). Penerapan Terapi Musik Klasik terhadap Penurunan Tanda
Gejala pada Pasien Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Lampung.
Jurnal Cendekia Muda, 422-427.
Djohan. (2005). Psikologi musik. Yogyakarta: Buku Baik.
Keliat, B. A. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Lidyansyah. (2013). Menurunkan Tingkat Stres Kerja Pada Karyawan. Jurnal Fakultas
Psikologi UMM.
Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuhu
Medika.
Widyatuti. (2008). Terapi Komplementer dalam Keperawatan. Jurnal Keperawatan Indonesia,
53-57.
Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa, Edisi 4. Jakarta: Refika Aditama.
Nursaly, E., & Damaiyanti, M. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Tn. E
Resiko Perilaku Kekerasan dengan Intervensi Inovasi Terapi Berkebun dengan Polybag
terhadap Tanda-Tanda Gejala Resiko Perilaku Kekerasan di RSJD Atma Husada
Mahakam Samarinda.
Muhith, A. (2015). Pendidikan keperawatan jiwa: Teori dan aplikasi. Penerbit Andi.
Septiyawati, D. (2021) Pengembangan Standard Operasional Prosedur Terapi Musik Klasik
Dalam Peneurunan intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur. Naskah Publikasi
Akademi Keperawatan Pelni Jakarta.
Hairunnas. (2021). Pengembangan Instrumen Musik Sebagai Sarana Terapi anak ADHD.
Jurnal Tingkat sarjana Seni Rupa dan Desain. 1-6.
INSTRUMEN PENELITIAN TERAPI MUSIK KLASIK PADA KLIEN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN