Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN GERONTIK

DI POLI GERIYATRI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS (P3N)
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

PRE PLANNING TERAPI OKUPASI


KERAJINAN TANGAN
Hari/Tanggal : Kamis, 17 Mei 2018
Tempat : Poli Geriatri RSUD Dr.Soetomo Surabaya
Waktu : 07.45 – 08.15 (30 menit)
Kegiatan : Menghias dan Membuat Kerajinan Tangan

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Lanjut usia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua dan masa tua adalah masa hidup seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Depkes, 2013). Perubahan tersebut
menimbulkan konsekuensi salah satunya yaitu penurunan fungsi kognitif (Kozier et
al.,2015).
Proporsi pertumbuhan jumlah lansia yang semakin bertambah juga meningkatkan risiko
terjadinya penurunan fungsi kognitif lansia. Lansia berusia 65 tahun ke atas sekitar 15%-20%
pasti akan mengalami penurunan fungsi kognitif (Alzheimer’s Association 2017).
Pertumbuhan penduduk lansia di dunia pada tahun 2010 sekitar 524 juta jiwa dan diprediksi
akan meningkat sekitar 1,5 miliar juta jiwa pada tahun 2050 (WHO 2011). Angka harapan
hidup yang meningkat sehingga menyebabkan bertambahnya jumlah lansia di Indonesia
mencapai 20,24 juta jiwa atau setara dengan 8,03 persen dari seluruh penduduk Indonesia.
Penduduk lansia di Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas pada tahun 2013 mencapai 8,9%
dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2050 menjadi 21,4% dari jumlah penduduk di
Indonesia (Kementerian Kesehatan RI 2016). Data penduduk lansia di Provinsi Jawa Timur
pada tahun 2016 dengan usia 65 tahun ke atas sebesar 4.640.440 jiwa (BPS 2016). Data
Penduduk lansia di Surabaya pada tahun 2015 yaitu sebesar 2.848.583 jiwa dengan jumlah
lansia usia 60 tahun ke atas sebesar 219.164 jiwa (Dinkes Surabaya 2015).
Penurunan fungsi kognitif pada lansia bisa dicegah melalui kegiatan yang berhubungan
dengan proses berpikir, salah satunya yaitu dengan bermain board games, selama ini ada
beberapa permainan board games yang telah digunakan sebagai stimulasi kognitif seperti
catur, tic-tac-toe dan sebagainya yang telah dilakukan di Perancis (Harada, Love and Triebel
2013). Salah satu board games yang bisa digunakan untuk stimulasi fungsi kognitif lansia
yaitu permainan uno stacko, dalam permainan uno stacko memiliki beberapa hal yang bisa
merangsang proses berpikir lansia seperti konsentrasi, kalkulasi dan sosialisasi dengan orang
lain (Mehta,2017).
Salah satu permainan yang dapat menstimulasi kognitif seseorang yaitu permainan board
games. Permainan board games juga bermanfaat untuk menunda penurunan fungsi kognitif
lansia serta dapat membantu para lansia bersosialisasi, interaksi dengan teman sejawat
(Dartigues et al. 2013; Mehta 2017). Permainan uno stacko merupakan salah satu dari
permainan board Games. Permainan uno stacko yaitu permainan menyusun balok
membentuk menara dengan mengambil balok dari bagian bawah atau tengah menara
kemudian diletakkan ke puncak menara secara bergantian antar pemain tanpa menjatuhkan
balok yang lain.

2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Menurunkan dan mencegah terjadinya demensia dan depresi pada lansia di URJ
Geriatri RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
2.2 Tujuan Khusus
1. Peningkatan aspek kognitif pada lansia
2. Penurunan tingkat depresi pada lansia
3. Lansia dapat menyalurkan bakat mereka dalam bernyanyi.
4. Lansia dapat terdistraksi akan kesedihan mereka.
5. Risiko terjadinya demensia dan depresi pada lansia dapat diminimalisir
6. Lansia dapat terhibur

B. Plan Of Action
Terlmpir dalam SAK
SATUAN ACARA KEGIATAN

Bidang Studi : Keperawatan Gerontik


Tema : Kerajinan Tangan
Sasaran : Lansia di URJ Geriatri RSUD dr. Soetomo Surabaya
Tempat : Ruang tunggu URJ Geriatri RSUD dr. Soetomo Surabaya
Hari/Tanggal : Kamis, 17 Mei 2018
Pukul : 07.45 – 08.05 WIB (30 menit)

A. Tujuan Instruksional Umum


Menurunkan dan mencegah terjadinya demensia dan depresi pada lansia di URJ Geriatri
RSUD dr. Soetomo Surabaya.

B. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah diberikan kegiatan membuat kerajinan tangan selama 30 menit diharapkan:
1. Peningkatan aspek kognitif pada lansia
2. Penurunan tingkat depresi pada lansia
3. Lansia dapat menyalurkan bakat mereka dalam bernyanyi.
4. Lansia dapat terdistraksi akan kesedihan mereka.
5. Risiko terjadinya demensia dan depresi pada lansia dapat diminimalisir
6. Lansia dapat terhibur

C. Metode Pembelajaran
Stimulasi

D. Media
Kertas tisu, kain flannel, lem

E. Materi
Terlampir
F. Pelaksanaan
No. Waktu Kegiatan peserta Penanggung
Jawab
1. 3 menit Pembukaan: Galuh
1. Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan dari kegiatan
4. Menyebutkan materi yang akan diberikan
5. Mengontrak waktu kepada responden

2. 25 menit Pelaksanaan: Galuh


Melakukan kerajinan tangan : menghias mading sesuai
dengan standar operasional prosedur (SOP)
3. 2 menit Terminasi: Galuh
1. Mengucapkan terima kasih
2. Mengakhiri dengan salam

G. Pengorganisasian
1. Moderator : Silvia Lusiana, S.Kep
2. Pemateri : Tri Retno, S.Kep
3. Fasilitator : Tri Retno, S.Kep
Ezra Ledya, S.Kep
Dokumentasi : Hermansyah, S.Kep
4. Notulen : Getrudis, S.Kep

H. Setting Tempat
Layar LCD

Moderator Pemateri

Fasilitator Peserta Peserta Peserta

Peserta Peserta Peserta

Observer dan Notulen Pembimbing


I. Uraian tugas
Moderator : Membuka dan memimpin jalanya acara dimulai dari pembukaan,
penentuan jalannya kegiatan inti, evaluasi dan terminasi.
Notulen : Membuat catatan singkat tentang jalannya kegiatan dan merangkum isi
kegiatan secara tertulis
Fasilitator : Memfasilitasi jalannya acara dan memotivasi peserta serta lansia lain
untuk ikut serta berkompetisi dan bernyanyi bersama.
Pengamat : Mengobservasi jalannya acara dari awal sampai akhir, mengobservasi
performa setiap anggota pengorganisasian, dan mengobservasi
keantusiasan peserta.

J. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
a. Tersedianya peralatan media: soundsystem, LCD proyektor, laptop
b. Penyelenggaraan acara kerajinan tangan
c. Tempat dan alat tersedia sesuai perencanaan
d. Peserta hadir di tempat kegiatan (ruang tunggu)
e. Pengorganisasian penyelenggaraan kegiatan dilakukan pada hari sebelumnya.
b. Evaluasi Proses
a. Fase dimulai sesuai dengan waktu yang direncanakan.
b. Peserta antusias terhadap kegiatan acara
c. Terdapat > 5 lansia yang mengikuti kerajinan tangan
d. Pemberian hadiah doorprize pada lansia yang dapat membuat kerajinan tangan
dengan baik
e. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat kegiatan
c. Evaluasi Hasil
a. Peserta yang datang 5 orang atau lebih
b. Peserta merasa senang dan terhibur akan adanya kegiatan
c. Ada umpan balik positif dari peserta seperti pengungkapan rasa senang dari para
peserta dan mampu membuat kerajinan tangan
MATERI

A. PENGERTIAN TERAPI OKUPASI


Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada
pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan
bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan
orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
Terapi okupasi adalah profesi kesehatan yang menangani pasien dengan gangguan fisik
mental baik yang bersifat sementara atau menetap dengan menggunakan aktivitas terapeutik
yang disesuaikan untuk membantu mempertahankan komponen kinerja okupasional (senso-
motorik, persepsi, kognitif, social dan spiritual) dan area kinerja okupasional (aktifitas sehari
hari, produktifitas,dan pemanfaatan waktu luang) sehingga pasien mampu meningkatkan ke-
mandirian fungsional, meningkatkan derajat kesehatan dan partisipasi di masyarakat sesuai
perannya ( SKMENKES RI No 571/MENKES/SK/VI/2008, 2008).
Terapi okupasi adalah suatu upaya penyembuhan atau pengobatan terhadap suatu ganggu
an dengan cara pemberian tugas, kesibukan atau pekerjaan tertentu agar anak dapat meng-
embangkan diri dan mengembangkan potensinya semaksimal mungkin

B. KARAKTERISTIK
Aktivitas dalam terapi okupasi adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan
seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang,
sekaligus sebagai sumber kekeuasaan emosional maupun fisik. Oleh karena itu setiap
aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi harus mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
1. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas.
2. Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya dengan
pasien.
3. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaannya
terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
4. Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal.
C. TUJUAN
Terapi okupasi adalah terapan medis yang terarah bagi pasien fisik maupun mental
dengan menggunakan aktifitas sebagai media terapi dalam rangka memulihkan kembali
fungsi seseorang sehingga dia dapat mandiri semaksimal mungkin. Aktifitas tersebut adalah
berbagai macam kegiatan yang di rencanakan dan di sesuaikan dengan tujuan terapi. Pasien
yang di kirimkan oleh dokter, untuk mendapatkan terapi okupasi adalah dengan maksud
sebagai berikut.
1. Terapi khusus untuk pasien mental / jiwa
a. Menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga pasien dapat menggembangkan
kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat sekitar
b. Membantu dalam melampiaskan gerakan – gerakan emosi secara wajar dan produktif.
c. Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan keadaannya.
d. Membantu dlam pengumpulan data guna penegakan diagnosis dan penetapan terapi
lainnya.
2. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi,
kekuatan otot, dan koordinasi gerakan.
3. Mengejarkan aktifitas kehidupan sehari – hari seperti makan, berpakaian, belajar
menggunakan fasilitas umum (telephon, televisi, dll), baik dengan maupun tanpa alat
bantu, mandi yang bersih, dll
4. Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di rumahnya, dan
memberi syarta penyederhanaan (siplifikasi) ruangan maupun letak alat – alat kebutuhan
sehari hari.
5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara, dan meningkatkan kemampuan yang masih
ada
6. Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk di jajaki oleh pasien sebagai langkah
dalam pre-cocational training. Berdasarkan aktifitas ini akan dapat diketahui kemampuan
mental dan fisik, sosialisasi, minat, potensi dan lainnya dari si pasien dalam
mengarahkannya pada pekerjaan yang tepat dalam latihan kerja.
7. Membantu penderita untuk menerima kenyataan dan menggunakan waktu selama
masarawat dengan berguna.
8. Mengarahkan minat dan hobi agar dapat di gunakan setelah kembali ke keluarga.
D. JENIS TERAPI OKUPASI
Menurut Creek (2002) okupasi terapi bergerak pada tiga area, atau yang biasa disebut
dengan occupational performance yaitu, activity of daily living (perawatan diri), productivity
(kerja), dan leisure (pemanfaatan waktu luang). Bagaimanapun setiap individu yang hidup
memerlukan ketiga komponen tersebut. Individu-individu tersebut perlu melakukan
perawatan diri seperti aktivitas makan, mandi, berpakaian, berhias, dan sebagainya tanpa
memerlukan bantuan dari orang lain. Individu juga perlu bekerja untuk bisa mempertahankan
hidup dan mendapat kepuasan atau makna dalam hidupnya. Selain itu, penting juga dalam
kegiatan refresing, penyaluran hobi, dan pemanfaatan waktu luang untuk melakukan aktivitas
yang bermanfaat disela- sela kepenatan bekerja. Semua itu terangkum dalam terapi okupasi
yang bertujuan mengembalikan fungsi individu agar menemukan kembali makna atau arti
hidup meski telah mengalami gangguan fisik atau mental.
1. Aktivitas Sehari-hari (Activity of Daily Living)
Aktivitas yang dituju untuk merawat diri yang juga disebut Basic Activities of Daily
Living atau Personal Activities of Daily Living terdiri dari: kebutuhan dasar fisik (makan,
cara makan, kemampuan berpindah, merawat benda pribadi, tidur, buang air besar,
mandi, dan menjaga kebersihan pribadi) dan fungsi kelangsungan hidup (memasak,
berpakaian, berbelanja, dan menjaga lingkungan hidup seseorang agar tetap sehat).
2. Pekerjaan (Productivity)
Kerja adalah kegiatan produktif, baik dibayar atau tidak dibayar. Pekerjaan di mana
seseorang menghabiskan sebagian besar waktunya biasanya menjadi bagian penting dari
identitas pribadi dan peran sosial, memberinya posisinya dalam masyarakat, dan rasa
nilai sendiri sebagai anggota yang ikut berperan. Pekerjaan yang berbeda diberi nilai-
nilai sosial yang berbeda pada masyarakat. Termasuk aktivitas yang diperlukan untuk
dilibatkan pada pekerjaan yang menguntungkan/menghasilkan atau aktivitas sukarela
seperti minat pekerjaan, mencari pekerjaan dan kemahiran, tampilan pekerjaan, persiapan
pengunduran dan penyesuaian, partisipasi sukarela, relawan sukarela. Pekerjaan secara
individu memiliki banyak fungsi yaitu pekerjaan memberikan orang peran utama dalam
masyarakat dan posisi sosial, pekerjaan sebagai sarana dari mata pencaharian,
memberikan struktur untuk pembagian waktu untuk kegiatan lain yang dapat
direncanakan, dapat memberikan rasa tujuan hidup dan nilai hidup, dapat menjadi bagian
penting dari identitas pribadi seseorang dan sumber harga diri, dapat menjadi forum
untuk bertemu orang-orangdan membangun hubungan, dan dapat menjadi suatu
kepentingan dan sumber kepuasan.
3. Waktu Luang (Leisure)
Aktivitas mengisi waktu luang adalah aktivitas yang dilakukan pada waktu luang yang
bermotivasi dan memberikan kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan perhatian pasien.
Aktivitas tidak wajib yang pada hakekatnya kebebasan beraktivitas. Adapun jenis-
jenis aktivitas waktu luang seperti menjelajah waktu luang (mengidentifikasi minat,
keterampilan, kesempatan, dan aktivitas waktu luang yang sesuai) dan partisipasi waktu
luang (merencanakan dan berpatisipasi dalam aktivitas waktu luang yang sesuai,
mengatur keseimbangan waktu luang dengan kegiatan yang lainnya, dan memperoleh,
memakai, dan mengatur peralatan dan barang yang sesuai).

E. Peran Perawat dalam Terapi Okupasi


Berikut ini beberapa peran perawat dalam terapi okupasi:
1. Sebagai motivator dan sumber reinforces: memberikan motivasi pada pasien dan
meningkatkan motivasi dengan memberikan penjelasan ada pasien tentang kondisinya,
memberikan penjelasan dan menyakinkan pada psien akan sukses.
2. Sebagai guru: perawat memberikan pengalaman learning re-rearnign okupasi terapi harus
mempunyai ketrampilan dan ahli tertentu dan harus dapat menciptakan dan menerapkan
aktifitas mengajarnya pada pasien
3. Sebagai peran model sosial: perawat harus dapat menampilkan perilaku yang dapat
dipelajari oleh pasien, pasien mengidentifikasikan dan meniru terapi melalui role playing,
terapi mengidentifikasikan tingkah laku yang diinginkan (verbal – nonverbal) yang akan
dicontoh pasien.
4. Sebagai konsultan: perawat menentukan program perilaku yang dapat menghasilkan
respon terbaik dari pasien, perawat bekerja sama dengan pasien dan keluarga dalam
merencanakan rencana tersebut.
F. AKTIVITAS TERAPI OKUPASI
Muhaj (2009), mengungkapkan aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi, sangat
dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang tersedia, dan
juga oleh kemampuan si terapi sendiri (pengetahuan, keterampilan, minat dan
kreativitasnya).
a. Jenis
Jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi: latihan gerak badan, olahraga, permainan
tangan, kesehatan, kebersihan, dan kerapian pribadi, pekerjaan sehari-hari (aktivitas
kehidupan sehari-hari, seperti dengan mengajarkan merapikan tempat tidur, menyapu dan
mengepel), praktik pre-vokasional, seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain), rekreasi
(tamasya, nonton bioskop atau drama), diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar,
majalah, televisi, radio atau keadaan lingkungan) (Muhaj, 2009).
b. Aktivitas
Aktivitas adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan seseorang secara
produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang, sekaligus sebagai
sumber kepuasan emosional maupun fisik. Oleh karena itu setiap aktivitas yang
digunakan harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1) Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas. Jadi, bukan
hanya sekedar menyibukkan klien.
2) Mempunyai arti tertentu bagi klien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya
dengan klien.
3) Klien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaanya
terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
4) Harus dapat melibatkan klien secara aktif walaupun minimal.
5) Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi klien, bahkan harus dapat
meningkatkan atau setidaknya memelihara kondisinya.
6) Harus dapat memberi dorongan agar klien mau berlatih lebih giat sehingga dapat
mandiri.
7) Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
8) Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan
kemampuan klien.
Salah satu kegiatan yang dilakukan lanjut usia pada waktu senggang antara lain :

Membuat Kerajinan Keranjang


1. Alat dan bahan yang digunakan :
a. Koran bekas
b. Gunting
c. Sedotan
d. Kertas karton
e. Lem

1. Cara pembuatan keranjang serbaguna dari Koran bekas adalah :


 Potong 10 batang linting koran 0,5 dan 9 batang sedotan masingmasing dengan ukuran pa
njang kurang lebih 16cm. Jajar linting Koran dengan sedotan secara berseling.
 Potong 18 batang linting koran 0,5 dan 17 batang sedotan dengan panjang 9cm. Tempelka
n secara melintang pada jajaran linting Koran dan sedotan sebelumnya dengan mengolesk
an lem kayu pada seluruh permukaan linting koran.
 Setelah lem terasa cukup kering lepaskan seluruh sedotan dari rangkaian.
 Rapikan rangkaian linting Koran sehingga menjadi bentuk persegi panjang. Buatlah rangk
aian sebanyak 4buah.
 Potong 4 batang linting koran 1 dengan panjang berisi persis dengan panjang rangkaian li
nting koran. Kemudian tempelkan 4 batang linting koran 1 tersebut pada 2 rangkaian pers
egi panjang. masing-masing dikedua sisi panjangnya.
 Tempelkan rangkaian persegi panjang hingga membentuk sebuah kotak persegi panjang.
 Potong kertas karton dengan ukuran selebar lubang kotak, lalu tempelkan pada dasar keran
jang.
 Potong 8 batang linting koran 1 sepanjang lebar karton ditambah 1cm, kemudian potong s
erong tiap ujungnya kira-kira 45 derajat.
 Rangkai kedelapan batang linting koran 1 tersebut menjadi 2 buah bingkai bujur sangkar.
 Tempelkan kedua bingkai pada dasar dan tepi atas keranjang.
 Tempelkan kepang Koran pada tepi, agar keranjang tampak semakin menarik. Dan jadilah
keranjang serbagun adari Koran bekas.
G. INDIKASI TERAPI OKUPASI
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa indikasi dari terapi okupasi sebagai berikut:
1. Lansia dengan kelainan tingkah laku, seperti klien harga diri rendah yang disertai dengan
kesulitan berkomunikasi.
2. Ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksi terhadap rangsang
tidak wajar.
3. Lansia yang mengalami kemunduran.
4. Lansia dengan cacat tubuh disertai gangguan kepribadian.
5. Lansia yang mudah mengekspresikan perasaan melalui aktivitas.
6. Lansia yang mudah belajar sesuatu dengan praktik langsung daripada membayangkan

H. TAHAPAN TERAPI OKUPASI


Menurut Tirta & Putra (2008) dan Untari (2006). Adapun tahapan terapi okupasi, antara lain
1. Evaluasi
Tahap evaluasi sangat menentukan bagi tahaptahap berikutnya. Pada tahap awal ini m
ulai dibentuk hubungan kerjasama antara terapis dan pasien/lansia, yang kemudian akan d
ilanjutkan selama tahap terapi okupasi. Tahap ini juga disebut tahapan kognitif yang mem
fokuskan kemampuan pekerjaan yang berorientasi pada keterampilan kognitif. Tahap ev
aluasi dibagi menjadi 2 langkah yaitu :
1. Langkah pertama adalah profil pekerjaan (occupational profile) dimana terapis mengu
mpulkan informasi mengenai riwayat dan pengalaman pekerjaan pasien, pola hidup s
ehari-hari, minat, dan kebutuhannya. Dengan pendekatan “client-
centered”, informasi tersebut dikumpulkan untuk dapat memahami apa yang penting
dan sangat bermakna bagi pasien saat ini, apa yang ingin dan perlu dilakukannya, sert
a mengidentifikasi pengalaman dan minat sebelumnya yang mungkin akan membantu
memahami persoalan dan masalah yang ada saat ini.
2. Langkah kedua adalah analisa tampilan pekerjaan (analysis of occupational performa
nce). Tampilan pekerjaan yang dimaksud adalah kemampuan untuk melaksanakan akt
ivitas dalam kehidupan keseharian, yang meliputi aktivitas dasar hidup seharihari, pen
didikan, bekerja, bermain, mengisi waktu luang, dan partisipasi sosial. Hal yang juga
diperhatikan pada tahap awal atau kognitif ini adalah membangkitkan ide saat waktu l
uang pasien, mempelajari berapa banyak kemungkinan atau waktu yang dihabiskan,
membandingkan beberapa kegiatan yang menyenangkan dibanding bekerja, mengatur
waktu untuk hal yang menyenangkan (kebutuhan, pilihan, hambatan, dan minat), dan
mengatur waktu diri sendiri. Keterampilan dasar yang diharapkan mendapatkan keter
ampilan, memproses keterampilan, menyalurkan keterampilan, dan ketegasan pasien.
2. Intervensi
Tahap intervensi yang terbagi dalam 3 langkah, yaitu rencana intervensi, implementas
i intervensi, dan peninjauan (review) intervensi. Rencana intervensi adalah sebuah rencan
a yang dibangun berdasar pada hasil tahap evaluasi dan menggambarkan pendekatan tera
pi okupasi serta jenis intervensi yang terpilih, guna mencapai target hasil akhir yang diten
tukan oleh pasien.
Rencana intervensi ini dibangun secara bersamasama dengan pasien (termasuk pada b
eberapa kasus bisa bersama keluarga atau orang lain yang berpengaruh), dan berdasarkan
tujuan serta prioritas pasien. Rencana intervensi yang telah tersusun kemudian dilaksanak
an sebagai implementasi intervensi yang mana diartikan sebagai tahap keterampilan dala
m mempengaruhi perubahan tampilan pekerjaan pasien, membimbing mengerjakan peker
jaan atau aktivitas untuk mendukung partisipasi. Langkah ini adalah tahap bersama antara
pasien, ahli, dan asisten terapi okupasi.
Implementasi intervensi terapi okupasi dapat dilakukan baik secara individual maupun be
rkelompok, tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi, dan lain-lain.
Metode individual bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan sekaligu
s untuk evaluasi pasien, pada pasien yang belum dapat atau mampu untuk berinteraksi de
ngan cukup baik didalam suatu kelompok sehingga dianggap akan mengganggu kelancar
an suatu kelompok, dan pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar te
rapis dapat mengevaluasi pasien lebih efektif. Sedangkan metode kelompok dilakukan un
tuk pasien lama atas dasar seleksi dengan masalah atau hampir bersamaan, atau dalam me
lakukan suatu aktivitas untuk tujuan tertentu bagi beberapa pasien sekaligus.
Sebelum memulai suatu kegiatan baik secara individual maupun kelompok maka tera
pis harus mempersiapkan terlebih dahulu segala sesuatunya yang menyangkut pelaksanaa
n kegiatan tersebut. Pasien juga perlu dipersiapkan dengan cara memperkenalkan kegiata
n dan menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga dia atau mereka lebih
mengerti dan berusaha untuk ikut aktif. Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaika
n dengan jenis aktivitas yang akan dilakukan dan kemampuan terapis mengawasi.
Sedangkan peninjauan intervensi diartikan sebagai suatu tahap berkelanjutan untuk m
engevaluasi dan meninjau kembali rencana intervensi sebelumnya, efektivitas pelaksanaa
nnya, sejauh mana perkembangan yang telah dicapai untuk menuju target hasil akhir. Bila
mana dibutuhkan, pada langkah ini dapat dilakukan perubahan terhadap rencana interven
si.
3. Hasil akhir
Tahap terakhir pada terapi okupasi adalah hasil akhir (outcome). Hasil akhir disini dia
rtikan sebagai dimensi penting dari kesehatan yang berhubungan dengan intervensi, term
asuk kemampuan untuk berfungsi, persepsi kesehatan, dan kepuasaan dengan penuh perh
atian. Pada tahap ini ditentukan apakah sudah berhasil mencapai target hasil akhir yang di
inginkan atau tidak. Jadi hasil akhir dalam bentuk tampilan okupasi, kepuasaan pasien, ko
mpetensi aturan, adaptasi, pencegahan, dan kualitas hidup.

I. ANALISA AKTIVITAS TERAPI OKUPASI


Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa analisa dari kegiatan terapi okupasi,
meliputi: jenis kegiatan yang dilakukan seperti latihan gerak badan atau pekerjaan sehari-
hari, maksud dan tujuan dari kegiatan dilakukan dan manfaatnya bagi klien, sarana atau alat
atau aktivitas dilakukan disesuaikan dengan jenis kegiatan yang dilakukan, persiapan
terhadap sarana pendukung dan klien maupun perawat, pelaksanaan dari kegiatan yang
telah direncanakan, kontra indikasi dan disukai klien atau tidak disukai yang disesuaikan
dengan kemampuan yang dimiliki oleh klien.
DAFTAR PUSTAKA

Maryam, R.Siti.2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta : Salemba Medika.

Muhaj, K. 2009. Terapi Okupasi dan Rehabilitasi. Available

Nurdayati, p. Terapi Okupasi. Jurusan PLB.

Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai