A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Lanjut usia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua dan masa tua adalah masa hidup seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Depkes, 2013). Perubahan tersebut
menimbulkan konsekuensi salah satunya yaitu penurunan fungsi kognitif (Kozier et
al.,2015).
Proporsi pertumbuhan jumlah lansia yang semakin bertambah juga meningkatkan risiko
terjadinya penurunan fungsi kognitif lansia. Lansia berusia 65 tahun ke atas sekitar 15%-20%
pasti akan mengalami penurunan fungsi kognitif (Alzheimer’s Association 2017).
Pertumbuhan penduduk lansia di dunia pada tahun 2010 sekitar 524 juta jiwa dan diprediksi
akan meningkat sekitar 1,5 miliar juta jiwa pada tahun 2050 (WHO 2011). Angka harapan
hidup yang meningkat sehingga menyebabkan bertambahnya jumlah lansia di Indonesia
mencapai 20,24 juta jiwa atau setara dengan 8,03 persen dari seluruh penduduk Indonesia.
Penduduk lansia di Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas pada tahun 2013 mencapai 8,9%
dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2050 menjadi 21,4% dari jumlah penduduk di
Indonesia (Kementerian Kesehatan RI 2016). Data penduduk lansia di Provinsi Jawa Timur
pada tahun 2016 dengan usia 65 tahun ke atas sebesar 4.640.440 jiwa (BPS 2016). Data
Penduduk lansia di Surabaya pada tahun 2015 yaitu sebesar 2.848.583 jiwa dengan jumlah
lansia usia 60 tahun ke atas sebesar 219.164 jiwa (Dinkes Surabaya 2015).
Penurunan fungsi kognitif pada lansia bisa dicegah melalui kegiatan yang berhubungan
dengan proses berpikir, salah satunya yaitu dengan bermain board games, selama ini ada
beberapa permainan board games yang telah digunakan sebagai stimulasi kognitif seperti
catur, tic-tac-toe dan sebagainya yang telah dilakukan di Perancis (Harada, Love and Triebel
2013). Salah satu board games yang bisa digunakan untuk stimulasi fungsi kognitif lansia
yaitu permainan uno stacko, dalam permainan uno stacko memiliki beberapa hal yang bisa
merangsang proses berpikir lansia seperti konsentrasi, kalkulasi dan sosialisasi dengan orang
lain (Mehta,2017).
Salah satu permainan yang dapat menstimulasi kognitif seseorang yaitu permainan board
games. Permainan board games juga bermanfaat untuk menunda penurunan fungsi kognitif
lansia serta dapat membantu para lansia bersosialisasi, interaksi dengan teman sejawat
(Dartigues et al. 2013; Mehta 2017). Permainan uno stacko merupakan salah satu dari
permainan board Games. Permainan uno stacko yaitu permainan menyusun balok
membentuk menara dengan mengambil balok dari bagian bawah atau tengah menara
kemudian diletakkan ke puncak menara secara bergantian antar pemain tanpa menjatuhkan
balok yang lain.
2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Menurunkan dan mencegah terjadinya demensia dan depresi pada lansia di URJ
Geriatri RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
2.2 Tujuan Khusus
1. Peningkatan aspek kognitif pada lansia
2. Penurunan tingkat depresi pada lansia
3. Lansia dapat menyalurkan bakat mereka dalam bernyanyi.
4. Lansia dapat terdistraksi akan kesedihan mereka.
5. Risiko terjadinya demensia dan depresi pada lansia dapat diminimalisir
6. Lansia dapat terhibur
B. Plan Of Action
Terlmpir dalam SAK
SATUAN ACARA KEGIATAN
C. Metode Pembelajaran
Stimulasi
D. Media
Kertas tisu, kain flannel, lem
E. Materi
Terlampir
F. Pelaksanaan
No. Waktu Kegiatan peserta Penanggung
Jawab
1. 3 menit Pembukaan: Galuh
1. Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan dari kegiatan
4. Menyebutkan materi yang akan diberikan
5. Mengontrak waktu kepada responden
G. Pengorganisasian
1. Moderator : Silvia Lusiana, S.Kep
2. Pemateri : Tri Retno, S.Kep
3. Fasilitator : Tri Retno, S.Kep
Ezra Ledya, S.Kep
Dokumentasi : Hermansyah, S.Kep
4. Notulen : Getrudis, S.Kep
H. Setting Tempat
Layar LCD
Moderator Pemateri
J. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
a. Tersedianya peralatan media: soundsystem, LCD proyektor, laptop
b. Penyelenggaraan acara kerajinan tangan
c. Tempat dan alat tersedia sesuai perencanaan
d. Peserta hadir di tempat kegiatan (ruang tunggu)
e. Pengorganisasian penyelenggaraan kegiatan dilakukan pada hari sebelumnya.
b. Evaluasi Proses
a. Fase dimulai sesuai dengan waktu yang direncanakan.
b. Peserta antusias terhadap kegiatan acara
c. Terdapat > 5 lansia yang mengikuti kerajinan tangan
d. Pemberian hadiah doorprize pada lansia yang dapat membuat kerajinan tangan
dengan baik
e. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat kegiatan
c. Evaluasi Hasil
a. Peserta yang datang 5 orang atau lebih
b. Peserta merasa senang dan terhibur akan adanya kegiatan
c. Ada umpan balik positif dari peserta seperti pengungkapan rasa senang dari para
peserta dan mampu membuat kerajinan tangan
MATERI
B. KARAKTERISTIK
Aktivitas dalam terapi okupasi adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan
seseorang secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang,
sekaligus sebagai sumber kekeuasaan emosional maupun fisik. Oleh karena itu setiap
aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi harus mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
1. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas.
2. Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya dengan
pasien.
3. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaannya
terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
4. Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal.
C. TUJUAN
Terapi okupasi adalah terapan medis yang terarah bagi pasien fisik maupun mental
dengan menggunakan aktifitas sebagai media terapi dalam rangka memulihkan kembali
fungsi seseorang sehingga dia dapat mandiri semaksimal mungkin. Aktifitas tersebut adalah
berbagai macam kegiatan yang di rencanakan dan di sesuaikan dengan tujuan terapi. Pasien
yang di kirimkan oleh dokter, untuk mendapatkan terapi okupasi adalah dengan maksud
sebagai berikut.
1. Terapi khusus untuk pasien mental / jiwa
a. Menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga pasien dapat menggembangkan
kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat sekitar
b. Membantu dalam melampiaskan gerakan – gerakan emosi secara wajar dan produktif.
c. Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan keadaannya.
d. Membantu dlam pengumpulan data guna penegakan diagnosis dan penetapan terapi
lainnya.
2. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi,
kekuatan otot, dan koordinasi gerakan.
3. Mengejarkan aktifitas kehidupan sehari – hari seperti makan, berpakaian, belajar
menggunakan fasilitas umum (telephon, televisi, dll), baik dengan maupun tanpa alat
bantu, mandi yang bersih, dll
4. Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di rumahnya, dan
memberi syarta penyederhanaan (siplifikasi) ruangan maupun letak alat – alat kebutuhan
sehari hari.
5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara, dan meningkatkan kemampuan yang masih
ada
6. Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk di jajaki oleh pasien sebagai langkah
dalam pre-cocational training. Berdasarkan aktifitas ini akan dapat diketahui kemampuan
mental dan fisik, sosialisasi, minat, potensi dan lainnya dari si pasien dalam
mengarahkannya pada pekerjaan yang tepat dalam latihan kerja.
7. Membantu penderita untuk menerima kenyataan dan menggunakan waktu selama
masarawat dengan berguna.
8. Mengarahkan minat dan hobi agar dapat di gunakan setelah kembali ke keluarga.
D. JENIS TERAPI OKUPASI
Menurut Creek (2002) okupasi terapi bergerak pada tiga area, atau yang biasa disebut
dengan occupational performance yaitu, activity of daily living (perawatan diri), productivity
(kerja), dan leisure (pemanfaatan waktu luang). Bagaimanapun setiap individu yang hidup
memerlukan ketiga komponen tersebut. Individu-individu tersebut perlu melakukan
perawatan diri seperti aktivitas makan, mandi, berpakaian, berhias, dan sebagainya tanpa
memerlukan bantuan dari orang lain. Individu juga perlu bekerja untuk bisa mempertahankan
hidup dan mendapat kepuasan atau makna dalam hidupnya. Selain itu, penting juga dalam
kegiatan refresing, penyaluran hobi, dan pemanfaatan waktu luang untuk melakukan aktivitas
yang bermanfaat disela- sela kepenatan bekerja. Semua itu terangkum dalam terapi okupasi
yang bertujuan mengembalikan fungsi individu agar menemukan kembali makna atau arti
hidup meski telah mengalami gangguan fisik atau mental.
1. Aktivitas Sehari-hari (Activity of Daily Living)
Aktivitas yang dituju untuk merawat diri yang juga disebut Basic Activities of Daily
Living atau Personal Activities of Daily Living terdiri dari: kebutuhan dasar fisik (makan,
cara makan, kemampuan berpindah, merawat benda pribadi, tidur, buang air besar,
mandi, dan menjaga kebersihan pribadi) dan fungsi kelangsungan hidup (memasak,
berpakaian, berbelanja, dan menjaga lingkungan hidup seseorang agar tetap sehat).
2. Pekerjaan (Productivity)
Kerja adalah kegiatan produktif, baik dibayar atau tidak dibayar. Pekerjaan di mana
seseorang menghabiskan sebagian besar waktunya biasanya menjadi bagian penting dari
identitas pribadi dan peran sosial, memberinya posisinya dalam masyarakat, dan rasa
nilai sendiri sebagai anggota yang ikut berperan. Pekerjaan yang berbeda diberi nilai-
nilai sosial yang berbeda pada masyarakat. Termasuk aktivitas yang diperlukan untuk
dilibatkan pada pekerjaan yang menguntungkan/menghasilkan atau aktivitas sukarela
seperti minat pekerjaan, mencari pekerjaan dan kemahiran, tampilan pekerjaan, persiapan
pengunduran dan penyesuaian, partisipasi sukarela, relawan sukarela. Pekerjaan secara
individu memiliki banyak fungsi yaitu pekerjaan memberikan orang peran utama dalam
masyarakat dan posisi sosial, pekerjaan sebagai sarana dari mata pencaharian,
memberikan struktur untuk pembagian waktu untuk kegiatan lain yang dapat
direncanakan, dapat memberikan rasa tujuan hidup dan nilai hidup, dapat menjadi bagian
penting dari identitas pribadi seseorang dan sumber harga diri, dapat menjadi forum
untuk bertemu orang-orangdan membangun hubungan, dan dapat menjadi suatu
kepentingan dan sumber kepuasan.
3. Waktu Luang (Leisure)
Aktivitas mengisi waktu luang adalah aktivitas yang dilakukan pada waktu luang yang
bermotivasi dan memberikan kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan perhatian pasien.
Aktivitas tidak wajib yang pada hakekatnya kebebasan beraktivitas. Adapun jenis-
jenis aktivitas waktu luang seperti menjelajah waktu luang (mengidentifikasi minat,
keterampilan, kesempatan, dan aktivitas waktu luang yang sesuai) dan partisipasi waktu
luang (merencanakan dan berpatisipasi dalam aktivitas waktu luang yang sesuai,
mengatur keseimbangan waktu luang dengan kegiatan yang lainnya, dan memperoleh,
memakai, dan mengatur peralatan dan barang yang sesuai).
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.