Disusun Oleh :
TIM 2 Kelompok 8
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan asuhan keperawatan oksigen hiperbarik ke-6 pada Tn. S dengan diagnosa
medis Hernia Nucleus Pulposus (HNP) di Lakesla Drs. Med. R. Rijadi S., Phys. Surabaya yang
telah dilaksanakan mulai tanggal 19-24 Februari 2018 dalam rangka pelaksanaan Profesi
Keperawatan Medikal Bedah di Lembaga Kesehatan Kelautan TNI Angkatan Laut
(LAKESLA).
Telah disetujui untuk dilaksanakan Seminar Kasus di Lembaga Kesehatan Kelautan
TNI Angkatan Laut (LAKESLA) pada hari Kamis, 22 Februari 2018.
Mengetahui,
Kepala Ruangan
Maedi, S.Kep.
Mayor Laut (K) NRP.14608/P
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat
dan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Seminar
Keperawatan pada stase medikal bedah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
OKSIGEN HIPERBARIK KE 6 PADA TN. “S” DENGAN DIAGNOSA MEDIS
HERNIA NUCLEUS PULPOSUS (HNP) DI LAKESLA DRS. MED. R. RIJADI S.,
PHYS. SURABAYA”.
Dalam penyusunan makalah ini penulis berpedoman pada materi perkuliahan,
pengalaman, dan bimbingan praktek, bantuan serta dorongan moril dan materil dari berbagai
pihak, sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
3
agar dalam penyusunan makalah selanjutnya akan menjadi lebih baik. Penyusun berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi kami secara pribadi dan bagi pembaca.
Penulis
4
BAB 1
PENDAHULUAN
5
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan hiperbarik oksigen pada pasien Tn.S dengan diagnosa
medis Hernia Nucleus Pulposus+HBO ke-6 di LAKESLA Drs. Med. R. Rijadi S., Phys
Surabaya?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan hiperbarik oksigen pada pasien Tn.S dengan diagnosa
medis Hernia Nucleus Pulposus+HBO ke-6 di LAKESLA Drs. Med. R. Rijadi S., Phys
Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1 Mahasiswa dapat memahami konsep dasar Hernia Nucleus Puposus (HNP)
2 Mahasiswa dapat memahami konsep dasar Terapi Oksigen Hiperbarik
3 Mahasiswa dapat memahami manfaat Terapi Oksigen Hiperbarik terhadap HNP
4 Mahasiswa mampu memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan terapi oksigen
hiperbarik pada pasien dengan HNP mulai dari pre-TOHB, intra TOHB, dan post-
TOHB
1.4 Manfaat
1. Bagi mahasiswa
a. Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan hiperbarik pada pasien
dengan Hernia Nucleus Pulposus (HNP) sehingga menunjang pembelajaran praktik
lapangan medikal bedah program profesi ners
b. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan hiperbarik pada pasien dengan
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) sehingga dapat digunakan di kemudian hari pada saat
praktik di ruangan dengan hiperbarik oksigen
2. Bagi LAKESLA
Makalah ini dapat dijadikan referensi atau kajian pustaka di LAKESLA jika akan
dilakukan kegiatan ilmiah lainnya
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian
posterior vertebrae antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint).
8
Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage Plate),
nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus pulposus,
memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat menjungkit kedepan dan kebelakang
diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis. Diskus intervertebralis,
baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya adalah bangunan yang tidak peka nyeri.
2.1.2 Definisi
Herniasi nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh
penonjolan nukleus pulposus dari diskus kedalam anulus (cincin fibrosa disekitar diskus), yang
disertai dekompresi dari akar syaraf. Herniasi dapat terjadi di lumbal, lumbosakral,
regioskapula, regio servikal, dan dua kolumna vertebralis. (Fransisca, 2008)
Diskus vertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan
diantara vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan
seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya
nukleus pulposus. (Brunner & Suddart,2002)
Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebrae atas atau bawahnya, bisa juga
langsung ke kanalis vertebralis (piguna Sidharta, 1996). Herniasi diskus intervetrebralis,
merupakan penyakit dimana bagian nukleus yang terbuat dari material berbentuk gel dalam
spinal cord keluar dari anulus atau bagian yang melindunginya sehingga terjadi penekanan atau
penyempitan pada syaraf spinal dan mengakibatkan nyeri (Nettina & Mills, 2006). Nama lain
dari HNP yaitu Herniated Nucleus Pulposus (HNP), Herniated Intervertebral Disk (HID) dan
Degenerative discdisease dan penyakit ini merupakan nyeri punggung yang paling sering
(Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2007)
9
Gambar 2.5 HNP
HNP adalah pembengkakan atau penonjolan dari anulus atau mungkin herniasi melalui anulus
ke tulang belakang. Hal ini biasanya terjadi dilokasi posterolateral dari disk invertebralis dan
antara ruang C5-C6 dan C6-C7.(Smeltzer&Suzanne, 2002)
2.1.4 Klasifikasi
Macnab’s Classification membagi HNP berdasarkan pemeriksaan MRI menjadi :
1. Bulging Disc, suatu penonjolan atau konveksitas dari diskus melewati batas diskus
tetapi anulus tetap intak.
10
2. Proalapsed Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang
mengalami robekan yang tidak komplit.
3. Extruded Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang
mengalami robekan komplit, dan nucleus pulposus mendesak ligamentum
longitudinalis posterior.
4. Sequesteres Disc, sebagian dari nucleus pulposus keluar melalui annulus fibrosus
yang telah robek, kehilangan kontinuitas dengan nucleuos pulposus yang berada
didalam diskus dan telah berada dalam kanal.
Menurut lokasi penonjolan Nucleous Pulposus, terdapat 3 tipe :
1. Central, tidak selalu didapatkan gejala radikular. Dapat menimbulkan gangguan pada
banyak akar saraf bila mengenai cauda equina atau nielopati apabila mengenai medula
spinalis.
2. Posterolateral, pada umunya terjadi pada vertebra lumbalis sehubungan dengan
menipisnya ligamentum longitudalis posterior pada daerah tersebut, misal HNP
vertebra L4-L5 akan menimbulkan iritasi pada akar saraf L5.
3. Far-laterall foraminal, tidak selalu didapatkan gejala nyeri punggung bawah.
Mengenai akar saraf yang terekat, misal HNP vertebra L4-L5 akan mengenai akar
saraf L4.
Berdasarkan lesi terkenanya terbagi atas :
1. Hernia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka pada posisi
fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah kejadian
yang berulang. Proses penyusutan nucleus pulposus pada ligamentum longitudinal
posterior dan annulus fibrosus dapat diam di tempat atau ditunjukkan atau
dimanifestasikan dengan ringan, penyakit lumbal yang sering kambuh. Bersin, gerakan
tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya
atau jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi,
nucleus menonjol keluar sampai anulus atau menjadi “extruded” dan melintang sebagai
potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus
menonjol sampai pada celah anulus, biasanya terjadi pada satu sisi atau lainnya
(kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai sebuah serabut atau beberapa
serabut saraf. Tonjolan yang besar dapat menekan serabut-serabut saraf melawan
apophysis artikuler.
11
2. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma
vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otot-
otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang. Hernia
ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau
C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada
pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali dengan
beberapa gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.
3. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-gejalannya
terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan
melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese, kadang-
kadang serangannya mendadak dengan paraparese.
2.1.5 Etiologi
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut
1. Degenerasi diskus intervertebralis
2. Trauma minor pada pasien dengan degenerasi
3. Trauma berat atau terjatuh
4. Mengangkat atau menarik benda berat
2.1.6 Patofisiologi
Melengkungnya punggung ke depan akan menyebabkan menyempitnya atau merapatnya
tulang belakang bagian depan, sedangkan bagian belakang merenggang, sehingga nucleus
pulposus akan terdorong ke belakang.
Prolapsus discus intervertebralis, hanya yang terdorong ke belakang yang menimbulkan
nyeri, sebab pada bagian belakang vertebra terdapat serabut saraf spinal serta akarnya, dan
apabila tertekan oleh prolapsus discus intervertebralis akan menyebabkan nyeri yang hebat
pada bagian pinggang, bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan anggota bagian bawah
Herniasi atau ruptur dari discus intervertebra adalah protrusi nucleus pulposus bersama
beberapa bagian anulus ke dalam kanalis spinalis atau foramen intervertebralis. Karena
ligamentum longitudinalis anterior jauh lebih kuat daripada ligamentum longitudinalis
posterior, maka herniasi diskus hampir selalu terjadi ke arah posterior atau posterolateral.
Herniasi tersebut biasanya menggelembung berupa massa padat dan tetap menyatu dengan
12
badan diskus, walaupun fragmen-fragmennya kadang dapat menekan keluar menembus
ligamentum longitudinalis posterior dan masuk lalu berada bebas ke dalam kanalis spinalis.
Perubahan morfologik pertama yang terjadi pada diskus adalah memisahnya lempeng tulang
rawan dari korpus vertebra di dekatnya.
Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Karena
adanya gaya traurnatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan
radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan bisa terjadi
pada trauma berikutnya. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatik ketika
hendak menegakkan badan waktu tergelincir, mengangkat benda berat, dan sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang di
atas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis.Sobekan
sirkumferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan
terbentuknya nodus Schmorl atau merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis
atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai
iskhialgia atau siatika. Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa
nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada
dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral. Tidak akan ada radiks
yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2, dan terus ke bawah
tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak akan
menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus intervertebral
ini mengalami lisis, sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
13
Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara progresif dengan
bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai dengan
penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya kadar air dalam nucleus
sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang elastis.
Sela intervertebra lumbal L4-L5 dan L5-S1 adalah yang paling sering terkena, terutama
L5-S1. Sedangkan L3-L4 merupakan urutan berikutnya. Ruptur diskus lumbal yang lebih
tinggi jarang dan hampir selalu akibat trauma masif. Karena hubungan anatomis pada vertebra
lumbal, protrusi diskus biasanya menekan radiks saraf yang muncul satu vertebra di bawahnya.
Jika terdapat fragmen diskus bebas, biasanya mengenai radiks yang muncul di atas diskus yang
mengalami herniasi.
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:
Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu menyangga
berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi L5-S1.
Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat tinggi.
Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan pada sendi L5-S1.
Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum longitudinal
posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus. Arah herniasi yang paling
sering adalah postero lateral.
Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan
yang mengakibatkan herniasi nucleus pulpolus melalui anulus dengan menekan akar–akar
saraf spinal. Pada umumnya herniassi paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma yang
lebih banyak bergerak (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5 sampai
S1. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah
lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi
discus antara L 5 dan S 1.
14
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar
protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal
meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stress yang relatif kecil (Partono Muki,
2009; Sylvia,1991).
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak
langsung pada diskus intervertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan herniasi
nucleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui
robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal maka terjadilah herniasi.
Protrusi atau ruptur nucleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif
yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan
kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus
melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus. Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress
minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cidera.
15
f. Rasa nyeri juga sering diprovokasi karena mengangkat barang yang berat, batuk, bersin
akibat bertambahnya tekanan intratekal.
g. Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan anggota badan bawah
yang disertai dengan mengecilnya otot-otot tungkai bawah dan hilangnya refleks tendon
patella (KPR) dan achilles (APR).
h. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi dan fungsi
seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang memerlukan tindakan
pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi permanen.
i. Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada sisi yang
sehat.
2.1.8 Komplikasi
1. Infeksi
2. Kerusakan penampang tulang
16
6. Pemeriksaan Laboratorium klinik
7. Pemeriksaan lain, misalnya; biopsi, termografi, zygapophyseal joint block
(melakukan blok langsung pada sendi yang nyeri atau pada saraf yang menuju ke
sana).
2.1.10 Penatalaksanaan
Menurut Baticaca (2008), penatalaksanaan pada pasien dengan HNP yaitu:
1. Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal,
lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan
otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktivitas biasa. Posisi
tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung, lutut, dan
punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral
akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang
meradang
2. Terapi fisik
a. Traksi pelvis
Menurut penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti
bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi
dengan tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam
kecepatan penyembuhan.
b. Diatermi atau kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot.
keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat
edema.Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.
c. Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat
digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri HNP
kronis. Sebagai penyangga korset dapat mengurangi beban diskus serta dapat
mengurangi spasme.
d. Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal punggung seperti
jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan
17
penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan
otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi
pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah semakin
meningkat.
18
b. Pembedahan
- Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus
intervertebral
- Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada
kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah
untuk menginspeksi kanalis spinalis,
mengidentifikasi dan mengangkat patologi
dan menghilangkan kompresi medula dan
radiks.
2.1. 11 Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya herniasi
nucleus pulposus yaitu mengurangi aktivitas fisik yang berat seperti mengangkat barang yang
berat atau selalu membungkuk terutama bagi orang lanjut usia.
Bila terjadi fraktur atau dislokasi harus ditangani sesegera mungkin untuk menghindari
komplikasinya terhadap diskus intervertebralis yang pada akhirnya memperbesar kemungkinan
untuk mengalami herniasi nukleus pulposus. Cara-cara mengangkat dan mengangkut yang
baik:
Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin otot tulang
belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan.
Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
19
Hal-hal yang harus diperhatikan sebagai berikut :
Pegangan harus tepat.
Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi lurus.
Punggung harus diluruskan.
Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi pada permulaan gerakan. Dengan
mengangkat kepala dan sambil menarik dagu, seluruh tubuh belakang diluar.
Mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk gerakan dan
perimbangan.
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui pusat
gravitasi tubuh.
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetik itu setiap kegiatan mengangkat dan
mengangkut harus dilakukan sebagai berikut:
Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi momentum yang terjadi
dalam posisi mengangkat.
Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk gerakan dan
perimbangan.
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap geris vertikal yang melalui pusat
gravitasi tubuh.
Hal yang patut diingat untuk efisiensi kerja dan kenyamanan kerja, yaitu hindari
manusia sebagai alat utama untuk kegiatan mengangkat dan mengangkut.
20
2.2 Konsep Dasar Hiperbarik Oksigen (HBO)
2.2.1 Definisi HBO
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah terapi medis dimana pasien dalam suatu
ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau pada tekanan barometer tinggi
(hyperbaric chamber). Kondisi lingkungan dalam HBOT bertekanan udara yang lebih besar
dibandingkan dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat dialami
oleh seseorang pada waktu menyelam atau di dalam ruang udara yang bertekanan tinggi
(RUBT) yang dirancang baik untuk kasus penyelaman maupun pengobatan penyakit klinis.
Individu yang mendapat pengobatan HBOT adalah suatu keadaan individu yang berada di
dalam ruangan bertekanan tinggi ( 1 ATA) dan bernafas dengan oksigen 100%. Tekanan
atmosfer pada permukaan air laut sebesar 1 atm. Setiap penurunan kedalaman 33 kaki, tekanan
akan naik 1 atm (Wikipedia, 2012).
Hiperbarik oksigen (HBO) adalah suatu cara terapi dimana penderita harus berada dalam
suatu ruangan bertekanan, dan bernafas dengan oksigen 100 % pada suasana tekanan ruangan
yang lebih besar dari 1 ATA (Atmosfer absolute) (Lakesla, 2009).
Kondisi lingkungan dalam HBO bertekanan udara yang lebih besar dibandingkan dengan
tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada
waktu menyelam atau di dalam ruang udara yang bertekanan tinggi (RUBT) yang dirancang
baik untuk kasus penyelaman maupun pengobatan penyakit klinis. Individu yang mendapat
terapi HBO adalah suatu keadaan individu yang berada di dalam ruangan bertekanan tinggi (>
1 ATA) dan bernafas dengan oksigen 100%.
21
4) Animal Chamber
Chamber yang digunakan khusus untuk hewan penelitian.
22
(13) infeksi aerob seperti TBC
(14) Wanita hamil
(15) Penderita sedang kemoterapi seperti terapi adriamycin, bleomycin.
23
2.2.6 Transportasi dan Utilisasi Oksigen terapi HBO
1) Efek kelarutan oksigen dalam Plasma
Pada tekanan barometer normal, oksigen yang larut dalam plasma sangat sedikit.
Namun pada tekanan oksigen yang aman 3 ATA, dimana PO2 arterial mencapai
±2000 mmhg, tekanan oksigen meningkat 10 sampai 13 kali dari normal dalam
plasma. Oksigen yang larut dalam plasma sebesar ± 6 vol % (6 ml O2 per 100 ml
plasma) yang cukup untuk memberi hidup meskipun tidak ada darah (Grim et al
2009).
2) Hemoglobin (Hb)
1 gr Hb dapat mengikat 1,34 ml O2, sedangkan konsentrasi normal dari Hb adalah
±15 gr per 100 ml darah. Bila saturasi Hb 100 % maka 100 ml darah dapat
mengangkut 20,1 ml O2 yang terikat pada Hb (20,1 vol%). Pada tekanan normal
setinggi permukaan laut, dimana PO2 alveolar dan arteri ±100 mmHg, maka saturasi
Hb dengan O2 ±97 % dimana kadar O2 dalam darah adalah 19,5 vol %. Saturasi Hb
akan mencapai 100 % pada PO2 arteri antara 100-200 mmHg (Grim et al 2009)
3) Utilisasi O2
Utilisasi O2 rata-rata tubuh manusia dapat diketahui dengan mengukur perbedaan
antara jumlah O2 yang ada dalam darah arteri waktu meninggalkan paru dan jumlah
O2 yang ada dalam darah vena diarteri pulmonalis. Darah arteri mengandung ±20%
oksigen, sedangkan darah vena mengandung ±14 % vol oksigen sehingga 6 vol %
oksigen dipakai oleh jaringan (Lakesla 2009).
4) Efek Kardiovaskuler
Pada manusia, oksigen hiperbarik menyebabkan penurunan curah jantung sebesar 10-
20 %, yang disebabkan oleh terjadinya bradikardia dan penurunan isi sekuncup.
Tekanan darah umumnya tidak mengalami perubahan selama pemberian hiperbarik
oksigen. Pada jaringan yang normal HBO dapat menyebabkan vasokontriksi sebagai
akibat naiknya PO2 arteri. Efek vasokontriksi ini kelihatannya merugikan, namun
perlu diingat bahwa pada PO2 ±2000 mmHg, oksigen yang tersedia dalam tubuh
adalah 2 kali lebih besar dari pada biasanya. Pada keadaan dimana terjadi edema, efek
vasokontriksi yang ditimbulkan oleh hiperbarik oksigen justru dikehendaki, karena
akan dapat mengurangi edema (Hanabe, 2004).
24
2.2.7 Hubungan HNP dengan Terapi HBO
Hernia nukleus pulposus (HNP) menyebabkan atrofi muskulus multifindus lumbal
yang merupakan stabilisator zona netral lumbal sehingga hal tersebut dapat menurunkan
kemampuan lumbal berada dalam posisi netral. Hal ini juga mengakibatkan nyeri pada
daerah tersebut hingga menyebar pada lemak dan jaringan fibrosa disekitanya. HNP juga
menyebabkan hiperkontraksi sel otot yang dapat menguras persediaan energi dan merusak
fungsi pompa kalsium pada otot. Padahal, apabila fungsi pompa kalsium rusak, maka akan
terjadi peningkatan kalsium yang akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah dan
jaringan otot sehingga terhambatnya aliran darah dan nutrisi pada daerah tersebut maupun
pada ekstremitas bawah.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus
menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis. Hal ini dapat terjadi
apabila tempat herniasi di sisi lateral. Setelah terjadi hernia nukleus pulposus, sisa duktus
intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa
ganjalan.
Hiperoksigenasi memberikan pertolongan segera terhadap jaringan yang miskin perfusi
di daerah yang alirannya buruk. Peningkatan tekanan di dalam RUBT menghasilkan
peningkatan oksigen plasma sebesar 10-15 kali lipat (Sutarno, 2000).
Oksigen pada terapi HBO akan meningkatkan nitrit oxide (NO) yang dapat
menghambat kalsium berlebih sehinggal terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah serta
meningkatkan aliran darah dan nutrisi pada daerah tersebut maupun ekstremitas bawah.
Nyeri pinggang bawah merupakan suatu tanda dan gejala dari HNP. Pada dasarnya
timbulnya rasa sakit tersebut karena tekanan susunan saraf tepi daerah pinggang. Jepitan
pada saraf ini dapat terjadi karena gangguan pada otot dan jaringan sekitarnya yang
mengalami inflamasi (peradangan) sehingga mengakibatkan jaringan tersebut mengalami
hipoksia. Maka dari itu, dibutuhkan pemberian terapi yang tepat untuk mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan, pemberian terapi tersebut dapat secara medikamentosa, fisioterapi,
pembedahan dan terapi HBO. Terapi hiperbarik oksigen merupakan pemberian oksigen
murni 100% pada tekanan lebih dari 1 atmosfer absolut yang dapat memberikan efek baik
terhadap sirkulasi jaringan yang mengalami hipoksia sehingga dapat menurunkan
peradangan yang terjadi.
Terapi hiperbarik oksigen akan mengurangi inflamasi yang disebabkan oleh saraf yang
terjepit pada Hernia Necleus Pulposus. Terjepitnya saraf akan menyebabkan rasa nyeri
luar biasa.Terapi Hiperbarik Oksigen yang mengandung 100% oksigen murni akan
25
mengurangi peradangan tersebut. Keadaan rileks pada chamber akan membuat suasana
tenang dan nyeri berkurang (LAKESLA, 2009)
30
Isap Oksigen
Isap Oksigen
Isap Oksigen
20
10
0 14 30 5 30 5 30 14 0
1) Penekanan:
a. Sebelum dimulai penekanan, tender membantu pasien untuk masuk rubt (yang
pakai tempat tidur, kursi roda dan yang terakhir adalah yang bisa jalan sendiri.
b. Penekanan akan dimulai dengan cara operator menutup pintu rubt dan akan
menyampaikan pelaksanaan TOHB akan segera dimulai.
c. Mengingatkan kepada pasien agar tidak terlambat valsava.
d. Pada saat kedalaman 3 meter, operator akan menyetop penekanan dan menanyakan
ke tender apakah ada kendala, jika tidak ada masalah bagi pasien, penekanan akan
dilanjutkan.
e. Tender monitor dan mengingatkan pasien agar tidak terlambat valsava dan
membantu pasien jika ada yang terlambat valsava dan koordinasi dengan operator
f. Resiko yang mungkin terjadi adalah barotrauma
26
g. Penekanan rata-rata berlangsung 14 menit sampai kedalaman 14 meter.
2) Isap Oksigen I
a. Operator akan menginformasikan kepada pasien untuk menghisap oksigen.
b. Tender membantu memasangkan masker ke pasien.
c. Tender menganjurkan kepada pasien untuk bernafas secara normal.
d. Tender memonitor tanda-tanda keracunan oksigen.
e. Pelaksanaan isapan oksigen pertama selama 30 menit.
3) Istirahat
a. Operator menginformasikan isapan oksigen pertama selesai
b. Tender membantu pasien untuk melepas masker pasien
c. Menghirup udara biasa selama 5 menit.
4) Isap Oksigen II
a. Operator akan menginformasikan kepada pasien untuk menghisap oksigen yang
kedua
b. Tender membantu memasangkan masker ke pasien
c. Tender menganjurkan kepada pasien untuk bernafas seperti biasa / nafas normal
d. Tender memonitor tanda-tanda keracunan oksigen
e. Pelaksanaan isapan oksigen kedua selama 30 menit.
5) Istirahat
a. Operator menginformasikan isapan oksigen kedua selesai
b. Tender membantu pasien untuk melepas masker
c. Pasien menghirup udara biasa selama 5 menit.
6) Isap Oksigen III
a. Operator akan menginformasikan kepada pasien untuk menghisap oksigen yang ke
tiga.
b. Tender membantu memasangkan masker ke pasien
c. Tender menganjurkan kepada pasien untuk bernafas seperti biasa / nafas normal
d. Tender memonitor tanda-tanda keracunan oksigen.
e. Pelaksanaan isapan oksigen ketiga selama 30 menit.
7) Penurunan Tekanan
a. Setelah selesai isapan oksigen ke tiga, operator akan menginformasikan akan
dilakukan penurunan tekanan.
b. Tender mengawasi kondisi umum pasien.
c. Tender monitor tanda tanda barotrauma.
27
d. Waktu penurunan tekanan sekitar 14 menit setelah tekanan sampai titik nol, maka
pintu bisa dibuka.
e. Tender membantu pasien untuk keluar daru RUBT.
28
WOC HNP
Servikal Lumbal
Gangguan saraf
Hiperkontraksi
Gangguan saraf motorik
Menekan spinal cord Gangguan saraf motorik sel otot MML
sensorik
Resiko cedera
Tidak bisa/ terlambat Resiko keracunan
valsava manuver oksigen
Resiko barotrauma
30
6) Zat dan barang pribadi yang dilarang di ruang HBO
Semua zat yang mengandung minyak atau alkohol (yaitu, kosmetik, hair spray, cat
kuku, deodoran, lotion, cologne, parfum, salep). Pasien harus melepas semua
perhiasan, cincin, jam tangan, kalung, sisir rambut, dll Sebelum memasuki ruangan.
Lensa kontak harus dilepas sebelum memasuki ruang. Alat bantu dengar harus dilepas.
Menggunakan pakaian berbahan katun 100%. Untuk antisipasi claustrophobia,
premedikasi dengan obat anti-kecemasan (Valium, Ativan) diberikan sedikitnya 30
menit sebelum memulai pengobatan
7) Pengkajian HBO
Prosedur penatalaksanaan hiperbarik oksigen adalah sebagai berikut (Lakesla, 2009):
a. Pra Hiperbarik Oksigen
Dokter jaga HBO dan perawat (tender) melaksanakan:
a) Anamnesis :
Identitas, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, kontra
indikasi absolut dan relatif untuk terapi HBO.
Indikasi HBO :
Beberapa indikasi penyakit yang bisa diterapi dengan HBO adalah penyakit
dekompresi, emboli udara, keracunan gas CO, HCN, H2S, infeksi seperti gas
gangren, osteomyelitis, lepra, mikosis, pada bedah plastik dan rekonstruksi
seperti luka yang sulit sembuh, luka bakar, operasi reimplantasi dan operasi
cangkok jaringan. Keadaan trauma seperti crush injury, compartment
syndrome dan cidera olahraga. Gangguan Pembuluh darah tepi : berupa
shock, MCI, ops, bypass jantung dan nyeri tungkai iskemik, bedah ortopedi
seperti fracture non union, cangkok tulang, osteoradionekrosis. Keadaan
neurologik seperti stroke, multiple sclerosis, migrain, edema cerebri, multi
infrak demensia, cedera medula spinalis, abses otak dan neuropati perifer,
penyakit diabetes, asfiksi seperti tenggelam. inhalasi asap. hampir tercekik.
Kondisi masa rehabilitasi seperti hemiplegi spastik stroke, paraplegi,
miokard insufisiensi kronik dan penyakit pembuluh darah tepi.
Kontra indikasi absolut, yaitu penyakit pneumothorak yang belum ditangani.
Kontra indikasi relatif yaitu meliputi keadaan umum lemah, tekanan darah
sistolik >170 mmHg atau <90 mmHg. Diastole >110 mmHg atau <60 mmHg.
Demam tinggi >38° c, ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), sinusitis,
Claustropobhia (takut pada ruangan tertutup), penyakit asma, emfisema dan
31
retensi CO2, infeksi virus, infeksi aerob seperti TBC, lepra, riwayat kejang,
riwayat neuritis optic, riwayat operasi thorak dan telinga, wanita hamil,
penderita sedang kemoterapi seperti terapi adriamycin, bleomycin.
b) Pemeriksaan fisik lengkap
c) X-foto thorak PA
d) Pemeriksaan tambahan bila dianggap perlu, yaitu:
- EKG
- Bubble detector untuk kasus penyelainan
- Perfusi dan P02 transcutaneus
- Laboratorium darah
- Konsultasi dokter spesialis
e) Menerangkan manfaat, efek samping, proses dan program terapi HBO, yaitu
:
- Terapi dilaksanakan di dalam Ruang Udara Benckanan tinggi
- Cara adaptasi terhadap perubahan tekanan : manuver valsava /
equalisasi
- Bernafas mcnghirup O2 100%. melalui masker selama 3 x 30 menit
untuk tabel terapi Kindwall atau sesuai tabel terapi kasus penyelaman.
- Efek samping : barotrauma, intoksikasi oksigen
- Selama terapi didampingi oleh seorang perawat
- Menandatangani inform concern
b. Intra Hiperbarik Oksigen
1) Selarna proses kompresi, tender membantu adaptasi peserta terapi HBO
terhadap peningkatan tekanan lingkungan
2) Selama proses menghirup O2 100%
- Observasi tanda-tanda intoksikasi oksigen seperti pucat, keringat dingin,
twitching, mual, muntah dan kejang. Bila terjadi hal demikian maka
perawar akan memberitahukan kepada petugas diluar bahwa terapi
dihentikan sementara sampai menunggu kondisi penderita baik,
kemudian penderita dikeluarkan dan diberikan perawatan sampai
kondisi adekuat.
- Observasi tanda-tanda vital dan keluhan peserta terapi HBO
- Untuk kasus penyelaman, observasi sesuai keluhan. yaitu : gangguan
motorik dan sensorik, rasa nyeri.
32
- Selama proses dekompresi perawat membantu adaptasi peserta terapi
HBO terhadap pengurangan tekanan lingkungan dengan valsava
maneuver, menelan ludah, atau minum air putih.
c. Post Hiperbarik Oksigen
Dokter dan perawat jaga HBO melaksanakan anamnesis setelah terapi, evaluasi
penyakit, evaluasi ada tidaknya efek samping. Bila kondisi baik maka pasien akan
dikembalikan ke ruang perawatan seperti semula.
f) Intervensi Keperawatan
1) Resiko cidera yang b/d pasien transfer in/out dari ruang (chamber), ledakan peralatan,
kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis
Kriteria Hasil : pasien tidak akan mengalami cedera
Intervensi Keperawatan :
a. Bantu pasien masuk dan keluar dari ruang dengan tepat
b. Amankan peralatan di dalam ruang sesuai dengan kebijakan dan prosedur
c. Monitor peralatan dan supple untuk perubahan tekanan dan volume
d. Ikuti prosedur pencegahan kebakaran sesuai kebijakan yang ditentukan dan
prosedur
e. Monitor adanya udara di IV line dan tekanan tubing line invasif. udara semua harus
dikeluarkan dari tabung, jika ada.
f. Dokumentasikan bahwa semua lini invasif terbebas dari udara terutama saat
chamber di berikan tekanan dan setelah diberikan tekanan.
2) Resiko barotrauma ke telinga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas emboli serebral b/d
perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik.
Kriteria Hasil : tanda dan gejala dari barotrauma akan diakui, ditangani, dan segera
dilaporkan.
33
a. Kelola dekongestan, instruksi dokter, sebelum perawatan terapi oksigen hiperbarik
b. Sebelum perawatan instruksikan pada pasien tentang teknik pengosongan
telinga,dengan cara menelan, mengunyah, menguap modifikasi manuver valsava ,
atau head tilt
c. Kaji kemampuan pasien melakukan teknik pengosongan telinga saat tekanan
dilakukan.
d. Lakukan tindakan keperawatan :
1) Ingatkan pasien untuk bernapas dengan normal selama perubahan tekanan,
2) Konfirmasi ET / manset Trach diisi dengan NS sebelum tekanan udara.
3) Beritahukan operator ruang multiplace jika pasien tidak dapat menyesuaikan
persamaan tekanan
3) Resiko keracunan oksigen b/d pemberian oksigen 100% selama tekanan atmosfir
meningkat.
Kriteria Hasil : Tanda dan gejala keracunan oksigen dikenali dan ditangani dengan tepat
Intervensi Keperawatan :
a. Catat hasil pengkajian pasien dari dokter hiperbarik :
a) Peningkatan Suhu tubuh
b) Riwayat penggunaan steroid
c) Riwayat kejang oksigen
d) Penggunaan vitamin C dosis tinggi atau aspirin
e) FiO2> 50%, dan
1) Faktor risiko tinggi lainnya
b. Ubah sumber oksigen 100% untuk pasien jika tanda-tanda dan gejala muncul, dan
beritahukan kepada dokter hiperbarik.
c. Monitor pasien selama terapi oksigen hiperbarik dan dokumentasikan tanda dan
gejala keracunan oksigen paru, termasuk:
a) nyeri dan rasa terbakar di dada
b) sesak di dada
c) batuk kering (terhenti-henti)
d) kesulitan menghirup napas penuh, dan
e) Dispneu saat bergerak
d. Memberitahukan dokter hiperbarik jika tanda-tanda dan gejala keracunan oksigen
paru muncul.
34
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 IDENTITAS
1. Nama Pasien : Tn.S
2. Umur : 53 Tahun
3. Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
4. Pendidikan : SMA
5. Pekerjaan : TNI AL
6. Alamat : Sukodono
Keluhan Utama
DCS :-
Klinis : Nyeri pinggang kiri
Kebugaran :-
35
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat Terapi HBO
Pernah Dirawat : Ya Tidak Kapan : -
Keluhan Saat Itu : DCS Klinis Kebugaran
2. Riwayat Penyakit Kontraindikasi
Absolut
Pneumothoraks : Sudah Diterapi Belum Diterapi Tidak ada
Keterangan: -
Relatif
ISPA Keterangan: -
Sinusitis Kronis Keterangan: -
Kejang Keterangan:
Emphisema + Retensi O2 Keterangan: -
Panas Tinggi Keterangan:
Pneumothorak Spontan Keterangan: -
Operasi Dada Keterangan: -
Operasi Telinga Keterangan: -
Kerusakan Paru Asimptomatik Keterangan: -
Infeksi Virus Keterangan:
Spherositosis Kongenital Keterangan: -
Neuritis Optik Keterangan: -
Pemerikasaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis Apatis Somnolen Sopor
Koma
2. Tanda-Tanda Vital
S: 36,2◦C N : 88x/menit TD: 120/80 mmHg RR : 20x/menit
3. Keadaan Fisik
Kepala : Tidak ada jejas atau lesi di kepala
Mata : Tidak ada gangguan penglihatan
Telinga : Tidak ada gangguan pendengaran
Hidung : Tidak ada gangguan penciuman
Tenggorokan : Tidak ada gangguan menelan
36
4. Sistem Neurologis
GCS :Mata: 4 Verbal: 5 Psikomotor: 6
Keluhan Pusing : Ya Tidak
P :-
Q :-
R :-
S :-
T :-
Lain-Lain :-
5. Sistem Pernapasan
Keluhan : Sesak Nyeri Waktu Nafas Orthopnea Tidak ada
Batuk : Produktif Tidak Produktif Tidak ada
Sekret :- Konsistensi :-
Warna :- Bau :-
Irama Nafas : Teratur Tidak Teratur
Alat Bantu Nafas : Ya Tidak Keterangan : -
Penggunaan WSD : Ya Tidak Keterangan : -
Tracheostmi : Ya Tidak Keterangan : Tidak ada
Lain-Lain : Tidak ada
6. Sistem Kardiovaskuler
Irama jantung : Reguler Ireguler
CRT :< 2 detik
Akral : Hangat Kering Merah Basah
Pucat Panas Dingin
Nyeri Dada : Ya Tidak Keterangan : Tidak ada
Lain-Lain : Tidak ada
7. Sistem Pencernaan
Mulut : Bersih Kotor Berbau
Membran Mukosa : Lembab Kering Stomatitis
Tenggorokan : Sakit Menelan Sulit Menelan Pembesaran Tonsil
Peristaltik : Tidak diperiksa
BAB : Terakhir Tanggal : 20 Februari 2018
Konsistensi : Keras Lunak Cair Lendir/Darah
37
Diit : Padat Lunak Cair
Nafsu Makan : Baik Menurun Frekuensi : 3x/hari
Porsi Makan : Habis Tidak Keterangan :-
Lain-Lain : Tidak ada
8. Sistem Perkemihan
Keluhan Kencing : Ada Tidak Keterangan : -
Perkemihan : Spontan Alat bantu Sebutkan :-
Produksi Urine : ± 750 ml/hari Warna: Kuning Bau : -
Lain-Lain : Tidak
9. Sistem Muskuloskletal
Pergerakan sendi : Bebas Terbatas
Kekuatan Otot :
5 5
5 5
Kelainan Ektremitas : Ya Tidak Keterangan : -
Spalk/Gips : Ya Tidak Keterangan : -
Lain-Lain :-
10. Sistem Integumen
Pitting Edema : Ada Tidak Grade :
Luka Ganggren : Ada Tidak
Jenis : - Lama : - Warna :-
Luas :- Kedalaman : - Infeksi :-
Lain-Lain :-
38
3.2 ANALISA DATA
Risiko barotrauma
ke telingga, sinus,
gigi, dan paru-
paru, atau gas
emboli serebral
Selasa, 20 DS : Terapi HBO Risiko keracunan
Februari Pasien mengatakan ini oksigen
2018 adalah terapi HBO yang 6 Peningkatan
06.50 kali tekanan diatas 1
DO : ATA
- Pemberian oksigen murni
100% selama ±120 menit Pemberian
oksigen 100%
Risiko keracunan
oksigen
Selasa, 20 DS : - Terapi HBO Resiko cedera
Februari DO :
2018 Ruang gerak sempit pada
06.50 chamber
39
Ruang gerak
sempit pada
chamber
Pasien transfer
in/out dari ruang
(chamber)
Risiko Cedera
40
barotrauma telinga 2. Berikan oksigen murni 100%
dengan kriteria hasil: 3. Beritahukan operator bila pasien tidak
1. Tanda dan gejala dari dapat beradaptasi dengan perubahan
tekanan
barotrauma akan
Post HBO
diakui, ditangani dan Evaluasi tanda-tanda barotrauma,
segera dilaporkan mengevaluasi kondisi klien setelah
melakukan terapi HBO
Rabu, 06.50 Risiko cedera Pre HBO
30 1. Bantu menyimpan barang-barang
Tujuan :
Maret WIB berharga yang dapat mengakibatkan
Setelah dilakukan asuhan
2016 terjadinya kebakaran/cidera
keperawatan dengan
2. Pastikan pasien menggunakan sandal
terapi HBO selama 2 jam,
dengan benar, serta memastikan lantai
diharapkan tidak terjadi
sudah bersih dan tidak licin
cidera pada pasien
3. Antarkan pasien masuk ke dalam
chamber
Intra HBO
1. Monitor peralatan dan supple untuk
perubahan tekanan dan volume
2. Berikan oksigen murni 100%
Post HBO
Evaluasi tanda-tanda cidera pasien,
mengevaluasi keluhan pasien setelah
melakukan terapi HBO
Selasa, 06.50 Risiko keracunan O2 Pre HBO
20 1. Catat hasil pengkajian pasien dari
Februari WIB Tujuan : dokter HBO : Riwayat penggunaan
2018 Setelah dilakukan asuhan steroid, riwayat kejang oksigen dan
keperawatan dengan peningkatan suhu
terapi HBO selama 2 jam, 2. Anjurkan untuk bernafas biasa saat
diharapkan tidak terjadi menggunakan masker oksigen dan
keracunan oksigen tidak melakukan gerakan yang
dengan kriteria hasil: berlebihan dalam chamber
1. Tanda dan gejala Intra HBO
keracunan oksigen 1. Monitor kondisi pasien dan mendoku-
dikenali dan mentasikan tanda dan gejala dari
ditangani dengan keracunan oksigen : vertigo,
tepat pengelihatan kabur, dsb.
2. Ingatkan kembali pasien untuk tetap
bernafas biasa pada saat menggunakan
masker oksigen
3. Beritahukan operator dan dokter
hiperbarik jika terjadi kercunan
oksigen pada pasien
4. Berikan oksigen murni 100%
Post HBO
41
Evaluasi tanda-tanda keracunan oksigen,
mengevaluasi keluhan pasien setelah
melakukan terapi HBO
42
2. Mengkaji kemampuan pasien melakukan teknik
pengosongan telinga saat tekanan dilakukan.
Pasien mampu melakukan valsava
3. Memberikan oksigen murni 100%
Oksigen murni diberikan.
4. Monitor peralatan dan supple untuk perubahan tekanan
dan volume
Peralatan,supple,tekanan dan volume terkontrol
5. Memberitahukan operator bila pasien tidak dapat
beradaptasi dengan perubahan tekanan
Pasien dapat beradaptasi di RUBT.
6. Memonitor kondisi pasien dan mendoku-mentasikan
tanda dan gejala dari keracunan oksigen : vertigo,
penglihatan kabur, dsb.
Tidak ditemukan vertigo,penglihatan kabur.
7. Mengingatkan kembali pasien untuk tetap bernafas biasa
pada saat menggunakan masker oksigen
Pasien memahami petunjuk yang diberikan
8. Beritahukan operator dan dokter hiperbarik jika terjadi
keracunan oksigen pada pasien
Tidak terjadi keracunan oksigen pada pasien
Selasa, 1,2,3,4 09.30 Post HBO
20 WIB 1. Mengevaluasi tingkat nyeri pasien
Februari Skala nyeri 4
2018 2. Mengevaluasi tingkat kecemasan pasien
Pasien tidak mengalami cemas
3. Mengevaluasi tanda-tanda barotrauma, mengevaluasi
kondisi klien setelah melakukan terapi HBO.
Pasien tidak mengalami tanda-tanda barotrauma
4. Mengevaluasi tanda-tanda cidera pasien, mengevaluasi
keluhan pasien setelah melakukan terapi HBO
Pasien tidak megalami tanda-tanda cidera.
5. Mengevaluasi tanda-tanda keracunan oksigen,
mengevaluasi keluhan pasien setelah melakukan terapi
HBO
Pasien tidak mengalami keracunan oksigen
43
S : 36,5 C
RR : 18 x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi HBO dilanjutkan
Selasa, 2 09.40 S: Pasien mengatakan tidak mengalami flu, pasien juga
20 WIB mengatakan bahwa sudah dapat melakukan teknik valsava
Februari dengan benar
2018 O:
1. Keadaan umum tenang
2. Tidak tampak tanda gejala flu
3. Tidak ada tanda-tanda barotrauma, namun pasien
tampak sering menekan hidung
4. TTV: TD : 130/80 mmHg, N : 88 x/menit, S : 36,5 C,
RR : 18 x/menit
A : Masalah teratasi
P : Intervensi HBO dihentikan
44
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan hiperbarik pada
pasien dengan diagnosa medis Hernia Nucleus Pulposus + HBO ke-6, maka penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Setelah melakukan asuhan keperawatan hiperbarik selama 1x2 jam, penulis mampu
melakukan pengkajian serta mengetahui tanda dan gejala yang muncul pada pasien
diagnosa medis Hernia Nucleus Pulposus + HBO ke-6, yaitu pada kelainan pada sistem
muskuloskeletal
2. Setelah melakukan pengkajian, menganalisa data, serta memprioritaskan masalah penulis
dapat menyusun diagnosa medis Hernia Nucleus Pulposus + HBO ke-6 resiko cidera,
Resiko barotraumas ke telinga, sinus, gigi, dan paru-paru atau gas emboli serebral dan
resiko keracunan
3. Rencana tindakan keperawatan yang terdapat di tinjauan pustaka tidak semuanya
tercantum ditinjauan kasus tetapi disesuaikan dengan diagnosis dan etiologi dari masalah
keperawatan tersebut.
4. Keberhasilan proses keperawatan pada Tn.S dapat tercapai sepenuhnya, apabila asuhan
keperawatan dilakukan secara intensif dan berkesinambungan guna mengetahui setiap
perubahan serta perkembangan kesehatan Tn.S
5. Setelah melakukan terapi HBO selama 6 kali Tn.S merasakan nyeri pungung berkurang.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan selama praktik profesi di Lakesla Drs. Med. Rijadi.
S., Phys Surabaya, pada kesempatan ini kami akan menyampaikan beberapa saran untuk
perbaikan Lakesla agar kedepannya lebih baik lagi. Adapun saran – saran tersebut, yakni:
45
1. Bagi Lakesla Drs. Med. Rijadi. S., Phys Surabaya
Diharapkan menggunakan APD saat melakukan pemeriksaan fisik kepada klien
sebelum masuk chamber.
2. Bagi Mahasiswa Praktik Profesi Universitas Airlangga
Diharapkan meningkatkan kedisiplinan terutama pada tindakan yang harus dilakukan
selama terapi hiperbarik.
46
DAFTAR PUSTAKA
Back Pain & Spine Physicians. 2012. Explaining Spinal Disorders: Cervical Disc
Herniation. Colorado Comprehensive Spine Institute. Colorado. www.spine-
institute.com
Battica, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gngguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Gill Nav B.Sc, DC. 2008. The Causes of Severe Neck Pain Resulting from Cervical
Radiculopathy. www.neckpainsupport.com
LAKESLA. 2009. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. Surabaya: Lembaga
Kesehatan Kelautan TNI AL.
Smeltzer, Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner&Suddart Vol 3.
Jakarta:EGC
Smeltzer, S.C Bare B. G., Hinkle, J. L. & Cheever, K.H. 2007. Brunner&Suddart’s Textbook
of Medical Surgical Nursing 11th Ed. Philippines: Lippincott Williams and Wilkinn
47