Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

GANGGUAN
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

OLEH :
I GEDE PERI ARISTA
(P07120215037)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR


DIV KEPERAWATAN TK.II / SEMESTER IV
JURUSAN KEPERAWATAN
2017
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

A. DEFINISI

Herniasi Nukleus Pulposus (HNP) adalah keadaan ketika nukleus pulposus keluar
menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosis yang
robek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologik di kolumna
vertebralis pada diskus intervertebralis/diskogenik.

Protrusi atau ruptur nukleus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang
terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein dalam polisakarida dalam diskus
menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di
anulus melemahkan pertahanan pada harniasi nukleus. HNP terjadi kebanyakan karena
adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai diskus intervertebralis
sehinggah menimbulkan robeknya anulus fibrosus.

Pada kebanyakan klien, gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan oleh
cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau tahun. Kemudian pada
generasi diskus, kapsul mendorong ke arah medula spinalis, atau mungkin reptur dan
memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal
saat muncul dari kolumna spinal.

B. PATOFISIOLOGI

Pada tahap pertama robeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Oleh karena
adanya gaya traumatis yang berulang, robekan itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan
radial. Jika hal ini telah terjadi, maka risiko herniasi nukleus pulposus hanya menunggu
waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya
traumatis ketika hendak menegakkan badan waktu terpleset, mengangkat benda berat, dan
sebagainya.

Penonjolan (herniasi) nukleus pulposus dapat ke arah korpus vertebra di atas atau
dibawahnya. Dapat juga menonjol langsung ke kanalis vertebralis. Penonjolan sebagai
nukleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal
sebagai nodus Schmorl. Robekan sirkumferensial dan radial pada anulus fibrosus diskus
intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang
mendasari low back pain subkronik atau kronik yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang
tungkai yang dikenal sebagai iskialgia atau skiatika. Penonjolan nukleus pulposus ke kanalis
vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan
arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal itu terjadi kalau tempat penjebolan di
sisi lateral. Jika tempat herniasinya di tengah-tengah, tidak ada radiks yang terkena. Selain
itu, karena pada tingkat L2 dan terus ke bawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi,
herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah
terjadi hernia nukleus
pulposus sisa diskus
intervertebralis mengalami
lisis, sehingga dua korpora
vertebra bertumpang tindih
tampa ganjalan.

HNP terbagi atas HNP


sentral dan HNP lateral. HNP
sentral akan menimbulkan
paraparesis flasid, parestesia,
dan retensi urine. Sedangkan
HNP lateral bermanifestasi
pada rasa nyeri yang terletak
pada punggung bawah, di
tengah-tengah abtra bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Di tempat itu juga
akan terasa nyeri tekan. Kekuatan ekstensi jari ke V kaki berkurang dan refleks achiles
negatif. Pada HNP lateral L 4-5 rasa nyeri dan tekan didapatkan di punggung bawah, bagian
lateral bokong, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari
kaki berkurang dan refleks patela negatif. Sensabilitas pada dermatom yang sesuai dengan
radiks yang terkena menurun.

C. KLASIFIKASI
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) terbagi atas:
1. HNP sentral yang akan menimbulkan para paresis flasid, parestesia dan retensi
urin.
2. HNP lateral yang bermanifestasi pada rasa nyeri yang terletak pada punggung
bawah di tengah-tengah antara bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki
D. PATHWAY

K
S

N
P
K
G

B
A

P
U
H
R

E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala dari Hernia Nukleus Pulposus adalah:
1. Nyeri yang dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal
(jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis bergantung pada lokasi, kecepatan
perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya.
2. Nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh)
3. Penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitaS
4. Kelemahan satu atau dua ekstremitas
5. Kehilangan control anus atau kendung kemih sebagian atau lengkap

F. KOMPLIKASI
1. Kelemahan dan atropi otot
2. Trauma serabut syaraf dan jaringan lain
3. Kehilangan kontrol otot sphinter
4. Paralis atau ketidakmampuan pergerakan
5. Perdarahan
6. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi konservatif
a) Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari
dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk,
yaitu tungkai dalam sikap fleksi pada sendi punggul dan lutut tertentu.
Tempat tidur tidak boleh memakai pegas sehingga tempat tidur harus
dari papan yang lurus dan ditutup dengan lembara busa tipis. Tirah
baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut. Lama
tirah baring bergantung pada berat ringannya ganguan yang dirasakan
penderita. Pada HNP memerlukan waktu paling lama. Setelah
berbaring dianggap cukup maka dlakukan latihan/dipasang korset
untuk mencegah terjadinnya kontraktur dan mengembalikan lagi
fungsi-fungsi otot.
b) Medikamentosa
o Simtomatik
o Kausa; kolagen
c) Fisioterapi
Biasannya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan
permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi
lordosis.
2. Terapi Operatif
Terapi operatif dikerjakan jika dengan tindakan konservasi tidak memberikan
hasil yang nyata, kambu berulang atau terjadi defisit neurologis.
3. Rehabilitasi
Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula agar tidak
menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari
(activity of daily living) serta klien tdak mengalami koplikasi pneumonia,
infeksi saluran kemih, dan sebagainnya.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Rontgen foto lumbosakral
Tidak dapat didapatkan kelainan. Kadang-kadang didapatkan artrosis, menunjang
tanda-tanda devormutas vertebra, penyempitan diskus intervertibralis
2. MRI
Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Jika secara klinis tidak
didapatkan pada MRI maka pemeriksaan CT scan dan mielogram dengan kontraks
dapat dilakukan untuk melihat drajat gangguan pada diskus vertebralis.

3. Mielografi
Mielografi merupakan pemeriksaan dengan bahan kontraksi melalui tindakan
lumbal fungsi dan penyinaran dengan sinar. Jika diketahui adanya penyumbatan
hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai komplikasi
terhadap organ lain dari cedera tulang belakang.

I. ANAMNESIS

Anamnesis pada HNP meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat


penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial.

1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis. HNP terjadi pada
usia pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria dan pekerjaan atau aktivitas
berat (mengngkat barang berat atau mendorong benda berat).
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri pada
punggung bawah. Untuk lebih lengkap pengkajian nyeri dengan pendekatan PQRST.
o Provocking Accident. Adanya riwayat trauma (mengangkat atau mendorong
benda berat)
o Quality and Quantity. Sifat nyari seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat,
mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul atau kemang yang terus-menerus.
o Region, Radiating, and Relief. Letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri
dengan tepat sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
o Scale of Pain. Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan
aktivitas tubuh, posisi yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat
nyeri.
o Time. Sifatnya akut, subakut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap,
hilang timbul, makin lama makin nyeri.

3. Riwayat penyakit sekarang


Adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang berat.
Pengkajian yang didapat, meliputi keluhan paraparesis falasid, parestesia, dan retensi
urin. Keluhan nyeri pada punggung bawah, di tengah-tengah abtra bokong dan betis,
belakang tumit dan telapak kaki. Klien sering mengeluh kesemutan (parastesia) atau
bual bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persyaratan yang terlibat.
Pengkajian riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronik, yang juga dapat
menimbulkan nyeri punggung bawah yang keluhan hampir mirip dengan keluhan
nyeri HNP sangat diperlukan agar penegakan masalah klien lebih komprehensif dan
memberikan dampak terhadap intervensi keperawatan selanjutnya.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah menderita TB tulang,
osteomalitis, keganasan (mieloma multipleks), metabolik (osteoporosis) yang sering
berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya herniasi nukleus pulposus(HNP).
Pengkajian lainnya untuk mendengar adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera tulang
belakang sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung yang berguna sebagai
tindakan lainnya untuk menghindari komplikasi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang mengalami hipertensi dan diabetes
melitus.
6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien berguna untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang di deritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah dampak yang timbul pada
klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas, rasa ketidak
mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak
bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien mengalami gangguan
tulang belakang dan HNP. Semakin lama klien menderita paraparese bermanifestasi
pada koping yang tidak efektif.

J. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Pada keadaan HNP umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya
perubahan pada tanda-tanda vital, contohnya bradikardi yang menyebabkan hipotensi
yang berhubungan dengan penurunan aktivitas karena adanya paraparese.
2. B1 (Breathing)
Jika tidak mengganggu sistem pernapasan biasanya didapatkan: pada inspeksi,
ditemukan tidak ada batuk, tidak ada sesak napas, dan frekuensi pernapasan normal.
Palpasi, taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada perkusi, terdapat suara resonan
pada seluruh lapang paru. Auskultasi tidak terdengar bunyi napas tambahan.
3. B2 (Blood)
Jika tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskular, biasanya nadi kualitas dan
frekuensi nadi normal, dan ada auskultasi tidak di temukan bunyi jantung tambahan.
4. B3 (Brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap di
bandingkan pengkajian pada sistem lainnya
5. Keadaan Umum
Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya ungulus, pelvis
miring/asimetris, muskulatur paravetrebral atau pantat yang asimetris, postur tungkai
yang abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung, pelvis dan tungkai selama
bergerak
6. Tingkat Kesadaran
Tingkat keterjagaan klien biasanya compos mentis.
7. Pengkajian Fungsi Serebral
Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah,
dan aktivitas motorik klien. Pada klien yang telah lama menderita HNP biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
8. Pengkajian Saraf Kranial
Penkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :
o Saraf I. Biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
o Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
o Saraf III,IV, dan VI. Biasanya tidak mengalami gangguan mengangkat kelopak
mata, pupil isekor.
o Saraf V. Pada klien HNP umumnya tidak di dapatkan paralisis pada otot
wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
o Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
o Saraf VIII. Tidak di temukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
o Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik
o Saraf XI. Tidak ada otrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
o Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi tidak ada fasikulasi.
Indara pengecapan normal
9. Pengkajian Sitem Motorik

Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungaki bawah, kaki, ibu jari, dan jari
lainnya menyuruh klien untuk melakukan gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan
gerakan. Atrofi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan anggota
tubuh kanan kiri. Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot
tertentu.
10. Pengkajian Refleks
Refleks achiles pada HNP lateral L 4-5 negatif, sedangkan refleks lutut/patela pada
HNP di L 4-5 negatif
11. Pengkajian Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensasi raba, nyeri, suhu, profunda dan sensai getaran (vibrasi) untuk
menentukan dermatom yang tergaggun sehingga dapat ditentukan pula radiks mana
yang terganggu. Palpasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau cermat
sehingga tidak membingungkan klien. Palpasi di mulai dari area nyeri yang ringan ke
arah yang paling terasa nyeri. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa
minggu sampai beberapa tahun) nyeri menjalar sesuai dengan distribusi syaraf
skhiatik. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring keduduk, nyeri mulai dari bokong dan
terus menjalar kebagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. Nyeri berambah
hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pingggang batuk atau mengejang,
berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang jika berbaring.
Penderita sering mengeluh kesemutan (parestisia) atau baal bahkan kekuatan otot
menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat. Nyeri bertambah jika
ditekan daerah L5-S1(garis antara dua krista liraka).

Pada percobaan laseque test atau test mengangkat tungkai yang lurus (straight
leg raising), yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi di sendi pinggul,
akan dirasakan nyeri di sepanjang bagian belakang (tanda laseque positif).

12. B4 (baladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karekteristik urine, termasuk berat
jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal
13. B5 (bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adannya mual dan asupan nutrisi yang kurang.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut
atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi.
14. B6 (bone)
Adanya kesulitan untuk beraktivitas dan menggerakkan badan karena adanya nyeri,
kelemahan, kehilangan sensori, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
o Look. Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulus,
pelvis yang miring/asimetris, muskulatur paravertebral atau pantat yang
asimetris, dan postur tungkai yang abnormal.
o Feel. Ketika meraba kolumna vertebralis dicari kemungkinan adanya deviasi
kelateral atau antero-posterior. Palpasi dari area dengan rasa nyeri ringan
kearah yang paling terasa nyeri.
o Move. Adanya kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan
punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri Kronis b.d kompresi saraf, spasme otot
Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan
kerusakan neuromuskulus
Resiko kerusakan integritas kulit b.d tirah baring lama

L. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx Tujuan dan Kriteria
Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan Hasil (NOC)
1 Nyeri Kronis b.d Tujuan: Setelah 1. Monitor adanya keluhan 1. Membantu menen-
. kompresi saraf, dilakukan intervensi nyeri, catat lokasi, lama, tukan pilihan inter-
spasme otot keperawatan selama factor pencetus atau vensi dan membe-
xjam nyeri pemberat rikan dasar untuk
2. Pertahankan tirah baring
berkurang perbandingan dan
selama fase akut.
Kriteria hasil: evaluasi terapi
Letakkan pasien dengan 2. Tirah baring dalam
Klien mengatakan
posisi semi fowler posisi yang nyaman
nyeri berkurang
Skala nyeri dengan tulang spinal, memungkinkan

berkurang pinggang dan lutut dalam pasien untuk


Klien keadaan fleksi; posisi menurunkan spasme
menggunakan telentang dengan atau otot, menurunkan
teknik tanpa meninggikan penekanan pada
nonfarmakologi kepala 10-30 atau pada bagian tubuh
dalam posisi lateral tertentu dan
mengurangi nyeri 3. Bantu pemasangan
memfasilitasi
seperti teknik brace/korset
terjadinya reduksi
4. Batasi aktivitas selama
relaksasi dari tonjolan diskus
fase akut sesuai
3. Berguna selama fase
kebutuhan
akut dari rupture
5. Minta pasin untuk
diskus untuk
melakukan teknik
memberikan
relaksasi
6. Berikan tempat tidur sokongan dan
ortopedik/letakkan papan membatasi fleksi
4. Meminimalkan
dibawah kasur/matras
7. Kolaborasi pemberian gerakan yang dapat
obat relaksasi ototseperti menghilangkan
diazepam spasme otot dan
8. Kolaborasi pemberian
menurunkan edema
NSAID seperti ibuprofen
dan tekanan pada
9. Kolaborasi pemberian
struktur sekitar
analgesic seperti
diskus
asetaminofen
intervertebralis yang
terkena
5. Memfokuskan
perhatian pasien,
membantu
menurunkan
tegangan otot
6. Memberikan
sokongan dan
menurunkan fleksi
spinal yang
menurunkan spasme
7. Merelaksasikan otot
dan menurunkan
nyeri
8. Menurunkan edema
dan tekanan pada
akar saraf
9. Perlu untuk
menghilangkan
nyeri sedang sampai
berat
2 Gangguan Tujuan: Setelah 1. Ubah posisi klien tiap 2 1. Menurunkan resiko
. mobilitas fisik dilakukan intervensi jam terjadinnya iskemia
2. Ajarkan klien untuk
b.d nyeri, keperawatan selama jaringan akibat
melakukan latihan gerak
spasme otot, 3x24 jam klien mampu sirkulasi darah yang
aktif pada ekstrimitas
terapi restriktif melaksanakan aktivitas jelek pada daerah
yang tidak sakit
dan kerusakan fisik sesuai yang tertekan
3. Lakukan gerak pasif
2. Gerakan aktif
neuromuskulus kemampuannya.
pada ekstrimitas yang
memberikan massa,
Kriteria hasil:
sakit
tonus dan kekuatan
Tidak terjadi 4. Demonstrasikan
otot serta
kontraktur sendi penggunaan alat
Bertambahnya memperbaiki fungsi
penolong seperti alat
kekuatan otot jantung dan
bantu jalan, tongkat
Klien 5. Kolaborasi dengan ahli pernapasan
menunjukkan 3. Otot volunter akan
fisioterapi untuk latihan
tindakan untuk kehilangan tonus
fisik klien
meningkatkan dan kekuatannya

mobilitas bila tidak dilatih


untuk digerakkan
4. Memberikan
stabilitas dan
sokongan untuk
mengkompensasi
gangguan
tonus/kekuatan otot
dan
keseimbangannya
5. Program
latihan/peregangan
yang spesifik dapat
menghilangkan
spasme otot dan
menguatkan otot-
otot punggung,
ekstensor, abdomen,
dan otot quadrisep
untuk
meningkatkan
sokongan terhadap
daerah lumbal
3 Resiko Tujuan: Setelah 1. Anjurkan untuk 1. Meningkatkan
. gangguan dilakukan intervensi melakukan latihan aliran darah
integritas kulit keperawatan selama ROM (range of motion) kesemua daerah
2. Menghindari
b.d tirah baring 3x24 jam klien mampu dan mobilisasi jika
tekanan dan
lama mempertahankan mungkin
2. Rubah posisi tiap 2 jam meningkatkan aliran
keutuhan kulit
3. Gunakan bantal air atau
Kriteria hasil: darah
Klien mau pengganjal yang lunak 3. Menghindari
berpartisipasi di bawah daerah-daerah tekanan yang
terhadap yang menonjol berlebih pada
4. Lakukan massage pada
pencegahan luka daerah yang
Klien mengetahui daerah yang menonjol
menonjol
penyebab dan yang baru mengalami 4. Menghindari
cara pencegahan tekanan pada waktu kerusakan-
luka berubah posisi kerusakan kapiler-
Tidak ada tanda- 5. Observasi terhadap
kapiler
tanda kemerahan eritema dan kepucatan 5. Hangat dan
atau luka dan palpasi area sekitar pelunakan adalah
terhadap kehangatan tanda kerusakan
dan pelunakan jaringan jaringan
6. Mempertahankan
tiap merubah posisi
6. Jaga kebersihan kulit keutuhan kulit
dan seminimal mungkin
hindari trauma, panas
terhadap kulit

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengn Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Price Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arief. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai