A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Struma Nodusa Non Toksik adalah pembesaran kelenjar thyroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hiper thyroidisme.
(Brunner dan Sudarth 2002)
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid akibat
kekurangna masukan iodium dalam makanan. ( kapita selekta kedokteran, jilid 2)
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien
eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses implasi (bambang
sumantri Skep Ns 2011)
Struma Non Toksik Nodusa Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang
berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hypertiroidisme (Hartini, 1987).
2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan
faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah
yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
misalnya daerah pegunungan.
Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobak, kacang kedelai).
Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
4. Patofisiologi
Nodularis Kelenjar
Tiroid
Struma
Kerusakan
komunikasi verbal
5. Manifestasi klinik
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tiroid membesar dengan lambat.
Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma
cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada
respirasi dan juga esofagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Pasien
dapat tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme.
Adanya benjolan yang dapat diraba di leher. Peningkatan metabolisme karena
klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan aktivitas simpatis
seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca
dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal
a. Jumlah nodul :satu (soliter) atau lebih dari satu
(multipel).
b. Konsistensi :lunak, kistik, keras atau sangat keras
c. Nyeri pada penekanan :ada atau tidak ada
d. Perlekatan dengan sekitarnya :ada atau tidak ada.
e. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak
ada.
4. Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu
tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini
dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya >
0,9o C dan dingin apabila < 0,9o C. Pada penelitian Alves didapatkan
bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling
sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.
5. Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg)
serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak
rata-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungandengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
b) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan
laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
c) Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan,
rangsangan pada sistem saraf pusat.
d) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah
terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
e) Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang
ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
A. Intrvensi keperawatan
Perencanaan keperawatan
No DX
Tujuan Intervensi Rasional
1. Resiko tinggi terjadi Setelah dilakukan perawatan Monitor pernafasan dan Mengetahui perkembangan
ketidakefektivan selama 1x24 kedalaman dan kecepatan dari gangguan pernafasan.
bersihan jalan nafas jamdiharapkan jalan nafas nafas. Ronchi bisa sebagai indikasi
berhubungan dengan klien dapat efektif dengan Dengarkan suara nafas, adanya sumbatan jalan nafas.
obstruksi trakea, kriteria hasil: barangkali ada ronchi. Indikasi adanya sumbatan
pembengkakan, Tidak ada sumbatan pada Observasi kemungkinan pada trakhea atau laring.
perdarahan dan trakhea adanya stridor, sianosis. Memberikan suasana yang
spasme laryngeal. Atur posisi semifowler lebih nyaman.
Bantu klien dengan teknik Memudahkan pengeluaran
nafas dan batuk efektif. sekret, memelihara bersihan jalan
Melakukan suction pada nafas.dan ventilsassi
trakhea dan mulut. Sekresi yang menumpuk
Perhatikan klien dalam hal mengurangi lancarnya jalan nafas.
menelan apakah ada kesulitan. Mungkin ada indikasi
perdarahan sebagai efek samping
opersi.
2. Gangguan komunikasi Setelah dilakukan perawatan Kaji pembicaraan klien Suara parau dan sakit pada
verbal berhubungan selama 1x24 secara periodik tenggorokan merupakan faktor
dengan cedera pita jamdiharapkan rasa nyeri Lakukan komunikasi dengan kedua dari odema jaringan /
suara/kerusakan berkurang singkat dengan jawaban sebagai efek pembedahan.
laring, edema dg kriteria hasil: ya/tidak. Mengurangi respon bicara yang
jaringan, nyeri, Dapat menyatakan nyeri Kunjungi klien sesering terlalu banyak.
ketidaknyamanan. berkurang, tidak adanya mungkin Mengurangi kecemasan klien
perilaku uyg menunjukkan Ciptakan lingkungan yang Klien dapat mendengar
adanya nyeri. tenang. dengan jelas komunikasi antara
perawat dan klien.
3 Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan perawatan Pantau tanda-tanda vital Hypolkasemia dengan tetani
cedera/tetani selama 1x24 dan catat adanya peningkatan (biasanya sementara) dapat terjadi
berhubungan dengan jamdiharapkan klien suhu tubuh, takikardi (140 – 1 – 7 hari pasca operasi dan
proses pembedahan, menunjukkan tidak ada cedera 200/menit), disrtrimia, syanosis, merupakan indikasi
rangsangan pada dengan komplikasi sakit waktu bernafas hypoparatiroid yang dapat terjadi
sistem saraf pusat. terpenuhi/terkontrol dg kriteria (pembengkakan paru). sebagai akibat dari trauma yang
hasil: Evaluasi reflesi secara tidak disengaja pada
Tidak terdapat cedera periodik. Observasi adanya pengangkatan parsial atau total
peka rangsang, misalnya kelenjar paratiroid selama
gerakan tersentak, adanya pembedahan.
kejang, prestesia. Menurunkan kemungkinan
Pertahankan penghalang adanya trauma jika terjadi kejang.
tempat tidur/diberi bantalan, Kalsium kurang dari 7,5/100
tmpat tidur pada posisi yang ml secara umum membutuhkan
rendah. terapi pengganti.
Memantau kadar kalsium Memperbaiki kekurangan
dalam serum. kalsium yang biasanya sementara
Kolaborasi tetapi mungkin juga menjadi
Berikan pengobatan sesuai permanen
indikasi (kalsium/glukonat,
laktat).
4 Gangguan rasa Setelah dilakukan perawatan Atur posisi semi fowler, Mencegah hyperekstensi leher
nyaman nyeri selama 1x24 ganjal kepala /leher dengan dan melindungi integritas pada
berhubungan dengan jamdiharapkan rasa nyeri bantal kecil jahitan pada luka.
dengan tindakan berkurangdg kriteria hasil: Kaji respon verbal /non Mengevaluasi nyeri,
bedah terhadap Dapat menyatakan nyeri verbal lokasi, intensitas dan menentukan rencana tindakan
jaringan/otot dan berkurang, tidak adanya lamanya nyeri. keefektifan terapi.
edema pasca operasi. perilaku uyg menunjukkan Intruksikan pada klien agar Mengurangi ketegangan otot
adanya nyeri. menggunakan tangan untuk Makanan yang halus lebih baik
menahan leher pada saat alih bagi klien yang menjalani
posisi . kesulitan menelan.
Beri makanan /cairan yang Memutuskan transfusi SSP
halus seperti es krim. pada rasa nyeri.
16
17
18
DAFTAR PUSTAKA
19
De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
Revisi., EGC., Jakarta
Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan
Faalnya., Dalam : Suyono,
Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme
Penyakit, Missisipi; Departemen of Physiology and Biophysis. EGC.
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Junadi, Purnawan,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III,
penerbit FKUI, Jakarta.
Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta.
Price, Sylvia A,(1998). Patofisiologi, jilid 2, penerbit EGC, Jakarta.
Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI.,
Jakarta
http://drlizakedokteran.blogspot.com/2007/12/struma-nodosa-non-
toksik-pembesaran-kel.html
http://fayldestu.blogspot.com/2010/04/askep-tiroidektomi.html
http://ababar.blogspot.com/2008/12/struma.html
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/26/askep-struma.html
20