Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SNNT

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Struma Nodusa Non Toksik adalah pembesaran kelenjar thyroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hiper thyroidisme.
(Brunner dan Sudarth 2002)
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid akibat
kekurangna masukan iodium dalam makanan. ( kapita selekta kedokteran, jilid 2)
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien
eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses implasi (bambang
sumantri Skep Ns 2011)
Struma Non Toksik Nodusa Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang
berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hypertiroidisme (Hartini, 1987).

2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan
faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
 Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah
yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
misalnya daerah pegunungan.
 Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
 Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobak, kacang kedelai).
 Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).

3. Anatomi dan Fisiologi


Thyroidea (dari Yunani thyreos,pelindung) suatu kelenjar endokrin sangat
vaskular, merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dexter dan sinister yang
berhubungan melintasi garis tengah oleh isthmus. Biasanya beratnya sekitar 25
gram dalam dewasa, sedikit lebih berat pada wanita dan membesar secara fisiologi
pada pubertas serta selama menstruasi dan kehamilan.
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan
fascia prevertebralis, didalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus,
pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil
melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Tyroid terdiri atas dua
lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul
fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap
gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat
ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher
berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari arteri Tiroidea Superior (cabang
dari arteri Karotis Eksterna) dan arteri Tyroidea Inferior (cabang arteri Subklavia).
Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik,
sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular.
Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : (Djokomoeljanto, 2001)
1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)
Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis
mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar
tiroid terangsang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi
2. TSH (thyroid stimulating hormone)
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi
akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R)
dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat
3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).
Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis.
Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada
tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis
terhadap rangsangan TSH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri
Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

4. Patofisiologi

Kebut tiroksin (seperti pada usia pubertas)

Hyperplasia & Hipertrofi


kelenjar tiroid

Nodularis Kelenjar
Tiroid

Struma

Penyempitan Epiglostis Stromektomi


jalan Napas menutup trakea

Dyspnea sesak saat interupsi bedah


menelan
Ketidak efektifan
Luka oprasi
jalan nafas Nyeri telan

Kerusakan
komunikasi verbal

5. Manifestasi klinik
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tiroid membesar dengan lambat.
Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma
cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada
respirasi dan juga esofagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Pasien
dapat tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme.
Adanya benjolan yang dapat diraba di leher. Peningkatan metabolisme karena
klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan aktivitas simpatis
seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca
dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal
a. Jumlah nodul :satu (soliter) atau lebih dari satu
(multipel).
b. Konsistensi :lunak, kistik, keras atau sangat keras
c. Nyeri pada penekanan :ada atau tidak ada
d. Perlekatan dengan sekitarnya :ada atau tidak ada.
e. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak
ada.

Akibat berulangnya episode hiperplasia dan involusi dapat terjadi


berbagai bentuk degenerasi seperti fibrosis, nekrosis, kalsifikasi,
pembentukan kista, dan perdarahan ke dalam kista tersebut. Pada umumnya
kelainan-kelainan yang dapat menampakkan diri sebagai struma nodosa
nontoksik ialah adenoma, kista, perdarahan, tiroditis, dan karsinoma.
6. Pemeriksaan penunjang meliputi
Pemeriksaan penunjang meliputi (Mansjoer, 2001) :
1. Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk
lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada
pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara
fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh
tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
a. Nodul dingin, bila penangkapan yodium nihil atau kurang
dibandingkan sekitarnya, hal ini menunjukkan sekitarnya.
b. Nodul panas, bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c. Nodul hangat, bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa
bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau
jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :
a. Kista
b. Adenoma
c. Kemungkinan karsinoma
d. Tiroiditis

3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)


Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap
cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer,
1996).Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan.
Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan
bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat
memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik
biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif
palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.

4. Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu
tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini
dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya >
0,9o C dan dingin apabila < 0,9o C. Pada penelitian Alves didapatkan
bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling
sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.

5. Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg)
serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak
rata-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.

7. Komplikasi struma nodose non toksik


a) Kalorigenik
b) Termoregulasi
c) Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,
tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik
d) Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.
e) Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses
degradasi
f) kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat,
sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada
hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
g) Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.
h) Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati,
tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi
diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.
8. Penatalaksanaan
a) Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah (tim penyusun,
1994)
 Keganasan
 Penekanan
 Kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang
terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan
kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat
pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi
kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi
tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar
getah bening.

b) Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :


 Inoperabel
 Kontraindikasi operasi
 Ada residu tumor setelah operasi
 Metastase yang non resektabel
c) Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen
juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca
bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSHdependence). Terapai
supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel
dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian.
a. Pengumpulan Data
1) Identifikasi klien.
2) Keluhan utama klien.
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher.
Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi thyroidectomy keluhan
yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang
semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan
karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
4) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
5) Riwayat kesehatan keluarga.
Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
6) Riwayat psikososial.
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik
sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
b. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis
dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu
yang berubah.
b. Kepala dan leher
Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pada
post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang
sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta
terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
c. Sistem pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari
anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
d. Sistem Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan
ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
e. Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam
lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan
dengan efek anestesi yang hilang.
f. Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
g. Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
h. Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil,
depresi.
i. Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan
banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
j. Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
k. Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap
iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas
37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis,
mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan
berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi
sangat parah.
l. Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungandengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
b) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan
laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
c) Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan,
rangsangan pada sistem saraf pusat.
d) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah
terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
e) Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang
ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
A. Intrvensi keperawatan
Perencanaan keperawatan
No DX
Tujuan Intervensi Rasional
1. Resiko tinggi terjadi Setelah dilakukan perawatan Monitor pernafasan dan Mengetahui perkembangan
ketidakefektivan selama 1x24 kedalaman dan kecepatan dari gangguan pernafasan.
bersihan jalan nafas jamdiharapkan jalan nafas nafas. Ronchi bisa sebagai indikasi
berhubungan dengan klien dapat efektif dengan Dengarkan suara nafas, adanya sumbatan jalan nafas.
obstruksi trakea, kriteria hasil: barangkali ada ronchi. Indikasi adanya sumbatan
pembengkakan, Tidak ada sumbatan pada Observasi kemungkinan pada trakhea atau laring.
perdarahan dan trakhea adanya stridor, sianosis. Memberikan suasana yang
spasme laryngeal. Atur posisi semifowler lebih nyaman.
Bantu klien dengan teknik Memudahkan pengeluaran
nafas dan batuk efektif. sekret, memelihara bersihan jalan
Melakukan suction pada nafas.dan ventilsassi
trakhea dan mulut. Sekresi yang menumpuk
Perhatikan klien dalam hal mengurangi lancarnya jalan nafas.
menelan apakah ada kesulitan. Mungkin ada indikasi
perdarahan sebagai efek samping
opersi.
2. Gangguan komunikasi Setelah dilakukan perawatan Kaji pembicaraan klien Suara parau dan sakit pada
verbal berhubungan selama 1x24 secara periodik tenggorokan merupakan faktor
dengan cedera pita jamdiharapkan rasa nyeri Lakukan komunikasi dengan kedua dari odema jaringan /
suara/kerusakan berkurang singkat dengan jawaban sebagai efek pembedahan.
laring, edema dg kriteria hasil: ya/tidak. Mengurangi respon bicara yang
jaringan, nyeri, Dapat menyatakan nyeri Kunjungi klien sesering terlalu banyak.
ketidaknyamanan. berkurang, tidak adanya mungkin Mengurangi kecemasan klien
perilaku uyg menunjukkan Ciptakan lingkungan yang Klien dapat mendengar
adanya nyeri. tenang. dengan jelas komunikasi antara
perawat dan klien.

3 Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan perawatan Pantau tanda-tanda vital Hypolkasemia dengan tetani
cedera/tetani selama 1x24 dan catat adanya peningkatan (biasanya sementara) dapat terjadi
berhubungan dengan jamdiharapkan klien suhu tubuh, takikardi (140 – 1 – 7 hari pasca operasi dan
proses pembedahan, menunjukkan tidak ada cedera 200/menit), disrtrimia, syanosis, merupakan indikasi
rangsangan pada dengan komplikasi sakit waktu bernafas hypoparatiroid yang dapat terjadi
sistem saraf pusat. terpenuhi/terkontrol dg kriteria (pembengkakan paru). sebagai akibat dari trauma yang
hasil: Evaluasi reflesi secara tidak disengaja pada
Tidak terdapat cedera periodik. Observasi adanya pengangkatan parsial atau total
peka rangsang, misalnya kelenjar paratiroid selama
gerakan tersentak, adanya pembedahan.
kejang, prestesia. Menurunkan kemungkinan
Pertahankan penghalang adanya trauma jika terjadi kejang.
tempat tidur/diberi bantalan, Kalsium kurang dari 7,5/100
tmpat tidur pada posisi yang ml secara umum membutuhkan
rendah. terapi pengganti.
Memantau kadar kalsium Memperbaiki kekurangan
dalam serum. kalsium yang biasanya sementara
Kolaborasi tetapi mungkin juga menjadi
Berikan pengobatan sesuai permanen
indikasi (kalsium/glukonat,
laktat).
4 Gangguan rasa Setelah dilakukan perawatan Atur posisi semi fowler, Mencegah hyperekstensi leher
nyaman nyeri selama 1x24 ganjal kepala /leher dengan dan melindungi integritas pada
berhubungan dengan jamdiharapkan rasa nyeri bantal kecil jahitan pada luka.
dengan tindakan berkurangdg kriteria hasil: Kaji respon verbal /non Mengevaluasi nyeri,
bedah terhadap Dapat menyatakan nyeri verbal lokasi, intensitas dan menentukan rencana tindakan
jaringan/otot dan berkurang, tidak adanya lamanya nyeri. keefektifan terapi.
edema pasca operasi. perilaku uyg menunjukkan Intruksikan pada klien agar Mengurangi ketegangan otot
adanya nyeri. menggunakan tangan untuk Makanan yang halus lebih baik
menahan leher pada saat alih bagi klien yang menjalani
posisi . kesulitan menelan.
Beri makanan /cairan yang Memutuskan transfusi SSP
halus seperti es krim. pada rasa nyeri.

Lakukan kolaborasi dengan


dokter untuk pemberian
analgesik.
5 Kurangnya Setelah dilakukan perawatan Diskusikan tentang Mempertahankan daya tahan
pengetahuan yang selama 1x24 keseimbangan nutrisi. tubuh klien.
berhubungan dengan jamdiharapkanPengetahuan Hindari makanan yang
salah interprestasi klien bertambah.dgkriteria banyak mengandung zat Kontraindikasi pembedahan
yang ditandai dengan hasil : goitrogenik misalnya makanan kelenjar thyroid
sering bertanya Klien berpartisipasi dalam laut, kedelai, Lobak cina dll.
tentang penyakitnya. program keperawatan Konsumsikan makanan Memaksimalkan suplai
tinggi calsium dan vitamin D. dan absorbsi kalsium.
6 Potensial terjadinya Setelahdilakukan perawatan Observasi tanda-tanda vital. Dengan mengetahui perubahan
perdarahan selama 1x24 Pada balutan tidak tanda-tanda vital dapat digunakan
berhubungan dengan jamdiharapkanPerdarahan didapatkan tanda-tanda basah untuk mengetahui perdarahan
terputusnya pembuluh tidak terjadi dg kriteria hasil : karena darah. secara dini.
darah sekunder Tidak terdapat adanya tanda- Dari drain tidak terdapat Dengan adanya balutan yang
terhadap pembedahan. tanda perdarahan. cairan yang berlebih.( > 50 cc). basah berarti adanya perdarahan
pada luka operasi.
Cairan pada drain dapat untuk
mengetahui perdarahan luka
operasi.
DAFTAR PUSTAKA

Manjoer, Arief.dkk,2009.Kapita Selecta Kedokteran , jilid I Media Aesculapius:


Jakarta
Smeltzer (2012), Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
Syarifuddin, drs. AMK. 2010. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan,
edisi 3. EGC : Jakarta.
Tonacchera, M., Pinchera, A., & Vitty, P. 2009. Assesment of nodular goiter. Journal
of best practice & research clinical endocrinology and metabolism. Pisa : Elseiver.
Smeltzer, Suzanne. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddart
Vol 2. Jakarta : EGC
0

16
17
18
DAFTAR PUSTAKA

 Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8,


volume 2, penerbit EGC.

19
 De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
Revisi., EGC., Jakarta
 Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan
Faalnya., Dalam : Suyono,
 Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme
Penyakit, Missisipi; Departemen of Physiology and Biophysis. EGC.
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
 Junadi, Purnawan,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III,
penerbit FKUI, Jakarta.
 Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta.
 Price, Sylvia A,(1998). Patofisiologi, jilid 2, penerbit EGC, Jakarta.
 Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI.,
Jakarta
 http://drlizakedokteran.blogspot.com/2007/12/struma-nodosa-non-
toksik-pembesaran-kel.html
 http://fayldestu.blogspot.com/2010/04/askep-tiroidektomi.html
 http://ababar.blogspot.com/2008/12/struma.html
 http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/26/askep-struma.html

20

Anda mungkin juga menyukai