Anda di halaman 1dari 9

1

STRUMA NODUSA NON TOKSIK

















Tugas dr. Taufan Sp.B



Disusun Oleh:

Nahiyah Isnanda G4A013101



UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2014


2

1. Definisi
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang
teraba sebagai suatu nodul, tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidsme. Struma
adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-
folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel
tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi
noduler. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang
secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hypertiroidisme (Djokomoeljanto, 2006).

2. Klasifikasi
Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu
(Djokomoeljanto, 2006):
1. Berdasarkan jumlah nodul; bila jumlah nodul hanya satu disebut struma
nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma
multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk
nodul tiroid yaitu : nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya; nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.

3. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain
(Djokomoeljanto, 2006):
1) Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang
kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya
daerah pegunungan.
2) Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam
kol, lobak, kacang kedelai).

3

b.Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
3) Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuan, puberitas, menstruasi,
kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana
menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang
dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut.

4. Manifestasi Klinik
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan
lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika
struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan
gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan
menelan (Mansjoer, 2000).
Pasien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau
hipertirodisme. Benjolan di leher. Peningkatan metabolism karena pasien
hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ;
jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin,
diare, gemetar, dan kelelahan (Mansjoer, 2000).

5. Diagnosis
Anamnesa (Mansjoer, 2000):
a. Sejak kapan benjolan timbul
b. Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap
c. Cara membesarnya : cepat atau lambat
d. Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa
benjolan atau hanya pembesaran leher saja
e. Riwayat keluarga
f. Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda
g. Perubahan suara
h. Gangguan menelan, sesak nafas
i. Penurunan berat badan

4

j. Keluhan tirotoksikosis

Pemeriksaan Fisik (Mansjoer, 2000):
a. Umum
b. Lokal Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam
hal :
1). Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).
2). Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras.
3). Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
4). Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5). Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

Pemeriksaan Penunjang (Djokomoeljanto, 2006)
1. Scanning Tiroid
Memakai uptake J131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan
fungsi tiroid. Normal : 15 40 % dalam 24 jam Bila : Uptake > normal
disebut Hot area Uptake < normal disebut Cold area (pada neoplasma)
2. USG
membedakan kistik atau solid (neoplasma)
3. Radiologi thorax
Coin lession (papiler), Cloudy (Folikuler)
4. Fungsi tiroid
BMR : (0,75 x N) + (0,74 x TN) 72%
PBI : normal 4 8 mg%
Serum kolesterol : normal 150 300 mg%
Free Tiroksin Index : T3 / T4
Hitung kadar T4, TSHS, Tiroglobulin dan calcitonin
5. Potong Beku
durante operasi
6. Needle Biopsi



5

6. Penilaian Risiko Keganasan
Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik
penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan
kanker tiroid (Gardjito, 1997):
a. Riwayat keluarga dengan nodosa atau difusi jinak
b. Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid
autoimun
c. Gejala hipo atau hipertiroidisme
d. Nyeri berhubungan dengan nodul
e. Nodul lunak, mudah digerakkan
f. Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama
Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke
arah kegansan tiroid (Gardjito, 1997):
a. Umur < 20 tahun atau > 70 tahun
b. Gender laki-laki
c. Nodul disertai disfagia, serak atau obstruksi jalan napas
d. Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu-bulan)
e. Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa (juga
meningkatkan insiden penyakit nodul tiroid jinak)
f. Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
g. Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkan
h. Paralisis pita suara
i. Temuan limfadenopati servikal
j. Metastasis jauh (paru-paru dll)

7. Terapi
Struma yang eutiroid jinak tidak membutuhkan terapi. Efektifitas terapi
dengan hormon tiroid pada struma jinak masih dipertanyakan. Struma yang
besar dan dengan komplikasi membutuhkan terapi medis dan operasi. Struma
yang ganas juga membutuhkan terapi medis dan operasi (Mulinda, 2007).



6

Pembedahan
Pembedahan dilakukan pada keadaan dibawah ini:
a. Struma besar dengan kompresi
b. Keganasan
c. Bila terapi lainnya tidak efektif
2

Pembedahan struma dapat dibagi menjadi bedah diagnostik dan
terapeutik. Bedah diagnostik berupa biopsi insisi atau biopsi eksisi. Bedah
terapeutik bersifat ablatif berupa lobektomi, istmolobektomi, dan tiroidektomi
subtotal atau total. Tindakan bedah total dilakukan dengan atau tanpa diseksi
leher radikal. Untuk struma nontoksik dan nonmaligna digunakan enukleasi
nodulus yaitu eksisi lokal, (istmo) lobektomi, atau tiroidektomi subtotal.
Pembedahan total dilakukan untuk karsinoma terbatas, dan pembedahan
radikal dilakukan bila ada kemungkinan penyebaran ke kelenjar limfe regional.
Hemitiroidektomi atau (istmo) lobektomi dapat dilakukan pada kelainan
unilateral (Sharma, 2007).

Indikasi Operasi (Sharma, 2007):
1. Pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa :
a. Gangguan menelan
b. Gangguan pernafasan
c. Suara parau
2. Keganasan kelenjar tiroid
3. Struma nodus dan diffusa toxica
4. Kosmetik

Komplikasi Operasi
Tiroid merupakan alat kaya darah yang diperdarahi oleh empat arteri
dan berhubungan anatomi erat dengan alat dan struktur penting di
leher. Penyulit bedah diantaranya perdarahan, cedera pada n. laringeus
rekurens uni- atau bilateral, pada trakea, atau pada esofagus. Struma besar
dapat mengakibatkan malakia trakea, yaitu hilangnya cincin rawan trakea
akibat tekanan terlalu lama sehingga terjadi kolaps trakea setelah strumektomi.

7

Penyulit yang berbahaya dapat terjadi terutama bila ada hematom di lapangan
bedah (Sharma, 2007).
Penyulit pasca bedah adalah hematom di leher, udem laring, atau krisis
tirotoksik. Krisis tirotoksik adalah hipertiroidism yang hebat yang berkembang
sewaktu atau segera setelah pembedahan pada penderita hipertiroid. Krisis
tiroid ditandai dengan takikardi atau gejala serta hipertiroid lain yang akut dan
sangat gawat karena penderita terancam dekompensasi jantung fatal. Krisis
tirotoksikosis disebabkan pencurahan berlebihan hormon tiroid kedalam darah
karena pembedahan dan manipulasi kelenjar tiroid pada penderita bedah yang
tidak terduga hipertiroidi. Karena itu setiap penderita struma harus menjalani
pemeriksaan yang seksama prabedah untuk menentukan terdapat hipertiroidi
yang tidak nyata secara klinis. Sebaiknya pembedahan baru dilakukan setelah
hipertiroidi diobati sehingga penderita sewaktu pembedahan berada dalam
keadaan eutiroidi (Sharma, 2007).
Tanda-tanda tirotoksik adalah:
a. Gelisah
b. Gangguan saluran gastrointestinal
c. Kulit hangat & basah
d. Suhu > 38 C
e. Nadi > 160 x/menit
f. Tekanan darah naik
Penyulit hipoparatiroid terjadi karena kelenjar paratiroid ikut terangkat
pada strumektomi. Cedera n. laringeus seperior dan/atau n. laringeus inferior
juga dapat terjadi (Sharma, 2007).
Infeksi merupakan penyebab kematian utama dari operasi tiroid selama
tahun 1800an. Sekarang, infeksi hanya terjadi kurang dari 1-2% dari semua
kasus. Kematian jarang terjadi bila infeksi cepat diketahui dan diobati
segera. Infeksi postiroidektomi biasanya berupa selulitis superfisial atau suatu
abses. Pasien dengan selulitis biasanya timbul eritem, panas, dan kemerahan
pada kulit leher sekitar daerah insisi. Abses superfisial bisa didiagnosis dari
konsistensi dan fluktuasinya. Abses leher dalam bisa tidak terlihat jelas, tetapi

8

tanda-tanda seperti demam, nyeri, leukositosis dan takikardia bisa mengarah ke
sana (Sharma, 2007).






















9

DAFTAR PUSTAKA

Djokomoeljanto,R. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid,
Hipitiroidisme dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta.

Gardjito, Widjoseno et al (editor). 1997. Sistem Endokrin, dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Hal. 925-945. Penerbit EGC. Jakarta

Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran, edisi ketiga jilid 1. Media
Aesculapius : Jakarta.

Mulinda, James R, MD, FACP, FACE. 25 september 2007. Goiter. Diambil
darihttp://emedicine.medscape.com/article/120034-overview

Sharma, K Pramod, MD. 7 november 2007. Complication of Thyroid Surgery.
Diambil darihttp://emedicine.medscape.com/article/852184-overview

Anda mungkin juga menyukai