Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS STRUMA NODUSA


SINISTRA

Disusun Oleh :

Fajriah Nur Rahmadhani, S.Kep

Nim : P2305111

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS WIYATA


WIATA HUSADA SAMARINDA
PROGRA PROFESI NERS
2023
A. Konsep Penyakit Struma Nodusa
1. Pengertian
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesarankelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan
oleh kurangnya dietiodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid.
Terjadinya pembesarankelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha
meningkatkan hormon yangdihasilkan.

Struma didefinisikan sebagai pembesaran kelenjar tiroid. Struma


dapat meluas keruang retro sternal, dengan atau tanpa pembesaran
substansial. Karena hubungan anatomi kelenjar tiroid ke trakea, laring,
saraf laring, superior dan inferior, dan esophagus, pertumbuhan abnormal
dapat menyebabkan berbagai sindrom komperhensif (Tampatty, Tubagus,
and Rondo 2019).

2. Etiologi
Struma disebabkan oleh gangguan sintesis hormone tiroid yang
menginduksi mekanisme kompensasi terhadap kadar TSH serum, sehingga
akibatnya menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia selfolikel tiroid dan pada
akhirnya menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Efek biosintetik, defisiensi
iodin penyakit otoimun dan penyakit nodular juga dapat menyebabkan struma
walaupun dengan mekanisme yang berbeda. Bentuk goitrous tiroiditis hashimoto
terjadi karena defek yang didapat pada hormon sintesis, yang mengarah ke
peningkatan kadar TSH dan konsuekensinya efek pertumbuhan (Tampatty,
Tubagus, and Rondo 2019).
Menurut Manjoer (2002) Adanya gangguan fungsional dalam
pembentukan hormon tiroid merupakan faktor penyebab pembesaran
kelenjar tiroid antara lain:
a. Defisiensi yodium : pada umumnya, penderita penyakit struma sering
terdapat didaerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang
mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesahormon tiroid
c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia seperti substansi dalam
sayuran
d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan misalnya : litium
thiocarbamide, dan sulfonylurea
Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap orang dapat
dijumpai masa karena kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama
masa pubertas, pertumbuhan, menstruasi, kehamilan, laktasi, monopouse,
infeksi atau stres lain. Pada masa-masa tersebut dapat dijumpai hiperplasi
dan involusi kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas
kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan
berkurangnya aliran darah di daerah tersebut sehingga terjadi iskemia
(Amin huda 2016).
3. Klasifikasi
Struma nodusa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu

a. Berdasarkan jumlah nodul :Bila jumlah nodul hanya satu disebut


struma nodusa soliter (uninodusa), dan bilalebih dari satu disebut
struma multi nodusa.
b. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radio aktif dikenal 3
bentuk nodultyroid yaitu : Nodul dingin, nodul hangat, dan nodul
panas.
c. Berdasarkan konsistensinya : Nodul lunak, kistik, keras dan sangat
keras
Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non- toksik,
strumadifusa toksik, struma nodusa toksik dan struma nodusa non-toksik.
Dimanaistlah toksik dan nontoksik ini merujuk pada adanya perubahan
dari segi fungsifisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid (kelenjar tiroid
aktif menghasilkanhormone tiroid secara berlebihan) dan hipotiroid
(produksi hormone tiroidkurang dari kebutuhan tubuh). Sedangkan istilah
nodusa dan diffusa lebih berfokus kepada bentuk pembesaran kelenjar
tiroid.

a. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan


diseluruhkelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada struma
diffusa toksik(disertai gejala hipertiroidisme) dan struma diffusa non
toksik (tanpa tandadan gejala hipertiroidisme)
b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari kelenjar
tiroid,yang dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran tersebut
ditandaidengan benjolan di leher pada saat menelan. Nodul mungkin
tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfu
ngsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma.Karena
pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapatmenjadi
besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderitadengan
struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.
1) Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon
tiroidsehingga produksinya berlebihan.
2) Struma nodusa non-toksik : kelenjar tiroid tidak aktif
menghasilkanhormon tiroid. sering tidak menampakkan
gejala/keluhan karena pasientidak mengalami hipotiroidisme
ataupun hipertiroidisme
4. Manifestasi Klinis
Beberapa penderita struma nodosa non toxic tidak memiliki gejala
sama sekali. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang
dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan seperti ini jantung
menjadi berdebardebar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, dan
kelelahan. Beberapa diantaranya mengeluh adanya gangguan menelan,
gangguan pernapasan,rasa tidak nyaman di area leher, dan suara yang
serak. (Isti Cahyani, 2013).
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodusa , dibedakan dalam
beberapa hal :
a. Jumlah nodul : satu (soliter) atau lebih dari satu (multiple)
b. Konsistensi ; lunak,kistik, keras atau sangat keras
c. Nyeri pada penekanan ; ada atau tidak
d. Perlekatan dengan sekitarnya ; ada atau tidak
e. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid ; ada atau tidak pada
umumnya kelainan-kelainan yang dapat menampakan diri sebagai
struma nodusa non-toksik ialah adenoma, kista, perdarahan, dan
karsinoma.
Sedangkan menurut (Tarwoto, 2012) beberapa manifestasi dari struma
sebagai berikut:
a. Pembesaran kelenjar limfe
b. Adanya pembesaran kelenjar tiroid
c. Nyeri tekan pada kelenjar tiroid
d. Kesulitan menelan
e. Kesulitan bernafas
f. Kesulitan dalam bicara
g. Gangguan bodi image
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Tes Fungsi Hormon Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan
dengan perantara testes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit
tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur
dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar
tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH
plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar TSH
plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar
tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di
bawah normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme).
Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga
memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI)
digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam
menangkap dan mengubah yodida.
b. Foto Rontgen leher Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi
trakea, atau pembesaran struma yang pada umumnya secara klinis
sudah bisa diduga, foto rontgen pada leher lateral diperlukan untuk
evaluasi kondisi jalan nafas.
c. Ultrasonografi (USG) Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan
gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG dapat
memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul
yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-
kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista,
adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
d. Sidikan (Scan) tiroid Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi
radioaktif bernama technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke
dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah
suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil
pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi
dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.
e. Biopsi Aspirasi Jarum Halus Dilakukan khusus pada keadaan yang
mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri,
hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi
biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan
pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah
intrepertasi oleh ahli sitologi
B. Ismutlobectomy
1. Definisi
Ismolobektomi adalah operasi pengangkatan kelenjar tiroid bisa
sebelah dekstra atau sinistra atau kedua-duanya (bilateral).
(R.Sjamsuhidayat,1997). Pengangkatan tiroid salah satu lobus beserta
isthmusnya (kelenjar tiroid di antara lobus kanan dan kiri, bagian tengah)
2. Klasifikasi
Tipe Ismolobektomi menurut Kozier (2008) dikelompokan menjadi
tiga, yaitu:
a. Isthmolobektomi: pengangkatan tiroid salah satu lobus beserta
isthmusnya (kelenjar tiroid di antara lobus kanan dan kiri, bagian
tengah)
b. Lobektomi: pengangkatan salah satu lobus tiroid
c. Lobektomi partial: pengangkatan sebagian pada salah satu lobus tiroiid
3. Indikasi
Menurut indikasi operasi Ismolobektomi dilakukan untuk :
a. Kosmetik atau kecantikan
b. Eksisi nodulus tunggal ( yang mungkin ganas )
c. Struma multinoduler yang berat
d. Struma yang menyebabkan kompresi laring atau struktur leher lain
4. Kontraindikasi
Kontra indikasi operasi Ismolobektomi menurut Engram (2009) adalah :
a. Perdarahan Bila darah di botol Redon > 300 ml per 1 jam, perlu
dilakukan re-open. Jika perdarahan arterial, drain Redon kurang cepat
menampung perdarahan dan darah mengumpul pada leher membentuk
hematoma dan menekan trakea sehingga penderita sesak napas.
Lakukan intubasi. Atau tusukkan Medicut no.12 perkutan menembus
membran krikotiroid. Luka operasi dibuka dan evakuasi bekuan darah.
Penderita dibawa ke kamar pembedahan untuk dicari sumber
perdarahan dan dihentikan, dipasang drain Redon.
b. Lesi nodusa laringius superior Cedera pada cabang eksternus
mengakibatkan perubahan tonus suara penderita, bila berbicara agak
lama maka penderita merasa capek dan suara makin menghilang.
Cedera pada cabang internus mengakibatakan penderita tersedak bila
minum air.
c. Kerusakan nodusa rekuren Bila waktu pembedahan kedua syaraf
rekuren diidentifikasi maka kemungkinan paralise akibat kecelakaan
dilaporkan hanya 0-0,6 %. Gangguan yang sifatnya transien pada 2-4
% dan akan sembuh sendiri dalam beberapa minggu atau bulan.
Adanya gangguan pada nodusa rekuren secara awal dapat dilihat
dengan laringoskop direkta pada waktu dilakukan ekstubasi.
5. Komplikasi
Dalam setiap pembedahan komplikasi bisa terjadi. komplikasi bisa terjadi
namun tidak selalu terjadi, diantaranya :
a. Terputusnya nervous laringeus rekurens
b. Hipoparatiroidisme
c. Ruptur esofagus
d. Perdarahan
e. Penumpukan cairan dalam pada nodul yang diangkat
f. Pindahnya jaringan tubuh ke dalam lobus yang diangkat
6. Prosedur operasi
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
2) Kondisi lokasi/area operasi
3) Kondisi fisik dan psikis
4) Kelengkapan alat intrument
b. Persiapan lingkungan
1) Mengatur dan mengecek fungsi mesin suction, mesin couter lampu
operasi, meja mayo, dan meja instrument
2) Memasang U-pad on steril dan doek pada meja operasi
3) Mempersiapkan linen dan instrument steril yang akan dipergunakan
4) Mempersiapkan dan menempatkan tempat ssampah medis agar mudah
dijangkau
5) Mengatur suhu ruang
c. Persiapan pasien
1) Persetujuan tindakan operasi
2) Pasien puasa 6-8 jam
3) Pasien menanggalkan perhiasan dan gigi palsu
4) Pasien diposisikan pada posisi supine dimeja operasi dengan bahu
diberikan alas bantal dan kepala diberi alas donar (hiperextension)
5) Pasien dilakukan general anesthesi
6) Memasang kateter urine
7) Memasang plat diatermi pada tungkai kanan
8) Desinfeksi area operasi
9) Marking area operasi
d. Persiapan alat dan bahan
1) Alat steril
(a) Dimeja mayo
(1) Handvast No.3
(2) Gunting kasar/metzembaum
(3) Pinset cirugis
(4) Pinset anatomis
(5) Pinset cirugis mini
(6) Disinfeksi klem
(7) Doek klem
(8) Baby mosquito
(9) Arteri klem/pean bengkok
(10) Pean manis
(11) Kocker bengkok
(12) Nald foeder besar/kecil
(13) Gunting benang
(14) Langenback
(15) Elis klem
(b) Dimeja instrument
(1) Kassa kecil
(2) Depper
(3) Cucing disinfektan
(4) Bengkok besar/kecil
(5) Doek tulang
(6) Doek kecil
(7) Doek besar lubang
(8) Sarung meja mayo
(9) Under pad steril
(10) Setelan
(11) Handuk steril
(12) Handscoon steril
(13) Kotak benang
(c) Di wakom
(1) Coutter
(2) Selang suction
(3) Redon drain No. 12
2) Alat non steril
(a) Meja operasi
(b) Lampu operasi
(c) Mesin suction
(d) Monitor
(e) Tempat sampah medis/ non medis
(f) Viewer (lampu baca rotgen)
(g) Mesin diatermi (ESU)
3) BMHP
(a) Hanscoon steril No. 6,5/7/7,5
(b) Disinfektan hibitane
(c) Cairan ns
(d) Underpad steril
(e) Mess No. 15
(f) Spuit 10 cc
(g) Redon drain No. 12
(h) Suffratulle
(i) Mersilk 3-0/Vicklu 3-0/prolene 4-0
(j) Silk 3-0
(k) Urobag/kateter
(l) Jelly
(m)Skin marker
(n) Spongostan
e. Prosedur operasi
1) Sign in
2) Setelah pasien diberikan anasthesi GA, pasien diposisikan pada posisi
supine dan diberikan bantalan sehingga hiperextensi.
3) Pasang kateter urine dan lakukan pencucian pada area operasi dengan
handscrub dan keringkan dengan kassa steril.
4) Perawat instrument melakukan surgical scrub, gowning dan gloving
kemudian membantu operator memakaikan skort steril dan handscoen
steril.
5) Berikan disinfeksi klem pada asisten dengan deppers dan cairan hibitane
untuk melakukan desinfeksi.
6) Lakukan drapping: 1 doek tulang pada kepala, sisi kanan dan kiri dengan
doek kecil, doek tulang pada badan, fiksasi dengan doek klem, kemudian
tutup dengan duk lunamg sampai kaki.
7) Dekatkan meja mayo dan meja instrument ke dekat area operasi, pasang
kabel couter, slang suction, ikat dengan kasa lalu fiksasi dengan towel
klem. pasang canule suction, cek fungsi kelayakan couter dan suction.
8) Berikan Skin marker pada operator menandai daerah insisi.
9) Berikan handle mess no.15 untuk mulai melakukan insisi, baby mosquito
dan kassa kering pada asisten. rawat perdarahan dengan cotter dan
suction.
10) Berikan pinset chirurgis untuk membuka area insisi agar lebih lebar
11) Operator membuka lap operasi dari fat hingga fasia dengan coutter, beri
mosquito dan rawat perdarahan.
12) Kemudian dilakukan flaping dengan memberikan 2 kocker untuk
memegang kulit sampai otot
13) Berikan kassa kecil basah lalu gulung letakkan pada lapisan kulit yang
terbuka dan fiksasi dengan mersilk 2-0. Pada bagian distal dan proximal
kulit dengan doek,
14) Berikan pinset cirugis mini 2 pada asisten dan operato untuk membuka
fasia muskulus, perlebar dengan gunting metzembaum, rawat
pendarahan.
15) Berikan langenback dan pean manis panjang sekitar dengan menyisir
menggunakan pean manis panjang, potong menggunakan coutter kalau
perlu gunting metzmboum.
16) Berikan pean bengkok sedang untuk memfiksasi jaringan yang akan
ditinggal
17) Lakukan ligasi dengan memberikan naldfoeder dan merksilk 3-0 (R)
unntuk mengikat jaringan yang ditinggal serta pembuluh darahnya, rawat
pendarahan
18) Cuci area operasi dengan aqua steril, suction dan keringkan dengan kassa
19) Siapkan drain No. 12, vaccum botolnya dengan suction pasang
drain oleh asisten
20) Fiksasi ujung luar drain dengan kulit menggunakan merksilk 2-0
lalu sambungkan dengan botol, klem selang jangan dibuka terlebih
dahulu sebelum hecting selesai.
21) Berikan naldfoeder pada asisten dengan Vickyl 3-0 untuk menjahit
muskulus sampai fat dan premilene 4-0 pada kulit luar
22) Bersihkan luka dengan kassa basah dan keringkan, buka klem
selang drain untuk cek apakah jahitan tidak bocor
23) Berikan suffratule pada luka, tutup dengan kassa kering dan
hepavik secukupnya
24) Operasi selesai, pasien dibersihkan dan dirapikan
25) Inventarisasi alat-alat yang telah dipakai dan hitung bbahan habis
pakai
26) Catat pemakaian alat dan bahan habis pakai pada lembar depo
27) Rapikan dan cuci alat instrumenr yang telah dipakai, set alat dan
berihkan ruangan
C. Asuhan Keperawatan Perioperatif
1. Pengkajian
a. Pre operatif
Pada pengkajian pasien di unit rawat inap, poliklinik, bagian bedah
sehari, atau unit gawat darurat dilakukan secara komprehensif di mana
seluruh hal yang berhubungan dengan pembedahan pasien perlu
dilakukan secara seksama.
1) Pengkajian umum
Pada pengkajian pasien di unit rawat inap, poliklinik, bagian bedah
sehari, atau unit gawat darurat dilakukan secara komprehensif di
mana seluruh hal yang berhubungan dengan pembedahan pasien
perlu dilakukan secara seksama.
(a) Identitas pasien : pengkajian ini diperlukan agar tidak terjadi
duplikasi nama pasien. Umur pasien sangat penting untuk
diketahui guna melihat kondisi pada berbagai jenis pembedahan.
Selain itu juga diperlukan untuk memperkuat identitas pasien.
(b) Jenis pekerjaan dan asuransi kesehatan : diperlukan sebagai
persiapan finansial yang sangat bergantung pada kemampuan
pasien dan kebijakan rumah sakit tempat pasien akan menjalani
proses pembedahan.
(c) Persiapan umum : persiapan informed consent dilakukan
sebelum dilaksanakannya tindakan.
2) Riwayat kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan pasien di rawat inap, poliklinik,
bagian bedah sehari, atau unit gawat darurat dilakukan perawat
melalui Teknik wawancara untuk mengumpulkan riwayat yang
diperukan sesuai dengan klasifikasi pembedahan.
(a) Riwayat alergi : perawat harus mewaspadai adanya alergi
terhadap berbagai obat yang mungkin diberikan selama fase
intraoperative
(b) Kebiasaan merokok, alcohol, narkoba : pasien perokok
memiliki risiko yang lebih besar mengalami komplikasi paru-paru
pasca operasi, kebiasaan mengonsumsi alcohol mengakibatkan
reaksi yang merugikan terhadap obat anestesi, pasien yang
mempunyai riwayat pemakaian narkoba perlu diwaspadai atas
kemungkinan besar untuk terjangkit HIV dan hepatitis
(c) Pengkajian nyeri : pengkajian nyeri yang benar memungkinkan
perawat perioperative untuk menentukan status nyeri pasien. 12
Pengkajian nyeri menggunakan pendekatan P (Problem), Q
(Quality), R (Region), S (Scale), T (Time).
3) Psiko spiritual
(a) Kecemasan praoperatif : bagian terpenting dari pengkajian
kecemasan perioperative adalah untuk menggali peran orang
terdekat, baik dari keluarga atau sahabat pasien. Adanya sumber
dukungan orang terdekat akan menurunkan kecemasan
(b) Perasaan : pasien yang merasa takut biasanya akan sering
bertanya, tampak tidak nyaman jika ada orang asing memasuki
ruangan, atau secara aktif mencari dukungan dari teman dan
keluarga.
(c) Konsep diri : pasien dengan konsep diri positif lebih mampu
menerima operasi yang dialaminya dengan tepat.
(d) Citra diri : perawat mengkaji perubahan citra tubuh yang pasien
anggap terjadi akibat operasi. Reaksi individu berbeda-beda
bergantung pada konsep diri dan tingkat harga dirinya
(e) Sumber koping : perawat perioperative mengkaji adanya
dukungan yang dapat diberikan oleh anggota keluarga atau teman
pasien.
(f) Kepercayaan spiritual : kepercayaan spiritual memainkan
peranan penting dalam menghadapi ketakutan dan ansietas.
(g) Pengetahuan, persepsi, pemahaman : dengan mengidentifikasi
pengetahuan, persepsi, pemahaman, pasien dapat membantu
perawat merencanakan penyuluhan dan tindakan untuk
mempersiapkan kondisi emosional pasien.
(h) Inform consent : suatu izin tertulis yang dibuat secara sadar dan
sukarela oleh pasien sebelum suatu pembedahan dilakukan
4) Pemeriksaan fisik
(a) Keadaan Umum : Baik
(b) Kesadaran : Compos Mentis
(c) Tanda-tanda vital: Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
cenderung meningkat.
(d) Pemeriksaan Head to Toea
Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simeris, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan/lepas
Mata
Inspeksi :Mata simetris, konjungtiva anemis,
reflek pupil isokor
Palpasi : Tidak ada gangguan
Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada serumen
Palpasi : Tidak ada gangguan
Mulut
Inspeksi : Mukosa mulut lembab, tidak ada lesie
Leher
Palpasi : Ada pembesaran tiroid, ada benjolan, sulit menelan
Dada
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Tidak ada gangguan
Perkusi : Sonor
Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada bengkak
Auskultasi : bising usus 3-15 x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
Genetalia dan Anus
Inspeksi : Bersih
5) Pemeriksaan diagnostik
Sebelum pasien menjalani pembedahan, dokter bedah akan
meminta pasien untuk menjalani pemeriksaan diagnostic guna
memeriksa adanya kondisi yang tidak normal. Perawat
bertanggung jawab mempersiapkan dalam klien untuk menjalani
pemeriksaan diagnostic dan mengatur agar pasien menjalani
pemeriksaan yang lengkap.perawat juga harus mengkaji kembali
hasil pemeriksaan diagnostic yang perlu diketahui dokter untuk
membantu merencanakan terapi yang tepat.
b. Intra Operatif
Pengkajian intraoperative secara ringkas mengkaji hal-hal yang
berhubungan dengan pembedahan. Diantaranya dalah validasi identitas
dan prosedur jenis pembedahan yang akan dilakukan, serta konfirmasi
kelengkapan data dan penunjang laboratorium dan radiologi
c. Post Operatif
Pengkajian pascaanestesi dilakukan sejak pasien mulai dipindahkan
dari kamar operasi ke ruang pemulihan. Pengkajian di ruang
pemulihan berfokus pada keselamatan jiwa pasien.
1) Status respirasi, meliputi : kebersihan jalan nafas, kedalaman
pernafasaan, kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.
2) Status sirkulatori, meliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan warna
kulit.
3) Status neurologis, meliputi tingkat kesadaran.
4) Balutan, meliputi : keadaan drain dan terdapat pipa yang harus
disambung dengan sistem drainage.
5) Keselamatan, meliputi : diperlukan penghalang samping tempat
tidur, kabel panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau dipasang
dan dapat berfungsi.
6) Perawatan, meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan,
kelancaran cairan. Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan
dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage.
7) Nyeri, meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang
memperberat /memperingan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi,
Ansietas b.d ketakutan mengalami kegagalan
Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
b. Intra operasi,
Risiko perdarahan d.d tindakan pembedahan
Risiko aspirasi d.d trauma/pembedahan leher
c. Post operasi,
Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
Nausea b.d efek agen farmakologis
Risiko jatuh d.d kondisi pasca operasi
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI.
2. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2022. Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Cetakan III. Jakarta : DPP PPNI.
3. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan Cetakan II. Jakarta : DPP
PPNI.
4. Muttaqin, Arif dan Kumala Sari.2009.Asuhan Keperawatan Perioperatif
Konsep, Proses, dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.
5. file:///C:/Users/USER/Downloads/pdf-instek-struma_compress.pdf

Anda mungkin juga menyukai