1. Definisi
Nodul tiroid adalah pembesaran kelenjar tiroid yang dapat merupakan suatu peradangan,
hiperplasia atau neoplasma, dimana secara klinis kadang sulit dibedakan. Sering ditemukan
membesar dan tidak memberikan keluhan yang berarti sehingga jarang segera diobati,
ditemukan saat pemeriksaan fisik yaitu saat palpasi di daerah leher dan pada saat
pemeriksaan USG leher (Prapyatiningsih, et.al., 2017).
Menurut American Thyroid Association (2008), nodul tiroid dapat didefinisikan sebagai
pertumbuhan abnormal yang kecil dan terbatas pada kelenjar tiroid yang dapat menjadi
neoplasma dan non-neoplasma. Nodul tiroid merupakan kelainan yang sering ditemukan dan
tidak menimbulkan keluhan yang berarti pada kelenjar tiroid. Sekitar 5-10% nodul tiroid
merupakan suatu neoplasma baik itu jinak maupun ganas, dimana keadaan ini tergantung
pada usia penderita dan ukuran nodul tiroid. (Prapyatiningsih, et.al., 2017).
Salah satu penatalaksaan dari kanker tiroid adalah tiroidektomi dengan anestesi umum.
Keganasan tiroid menimbulkan beberapa kesulitan dalam tindakan anestesi yaitu
kemungkinan kesulitan dalam pengelolaan jalan nafas dan intubasi serta kemungkinan
terjadinya badai tiroid walaupun hal ini jarang terjadi. Pentingnya manajemen preoperatif,
intraoperatif dan pasacoperatif yang baik dan benar akan membuat pelaksanaan operasi
berjalan dengan lancar dan aman serta menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien
(Ar-Rahmah & Wahyuni, 2022).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi, kadang dinamakan juga dengan hipertensi arteri, yaitu
kondisi medis kronis dengan tekanan darah di arteri meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan jantung harus menjalankan tugas bertambah keras dari biasanya bagi
mengedarkan darah menjalani pembuluh darah. Tekanan darah menjadi terlibat dua
pengukuran, sistolik dan diastolik, tergantung apakah otot jantung berkontraksi (sistole) atau
berelaksasi di selang
denyut (diastole). Tekanan darah normal pada saat istirahat yaitu dalam kisaran sistolik
(bacaan atas) 100–140mmHg dan diastolik (bacaan bawah) 60– 90 mmHg. Tekanan darah
tinggi terjadi bila bertali-tali tidak kekurangan pada 140/90 mmHg atau bertambah
(TINGGI).
Hipertensi terbagi dijadikan hipertensi primer (esensial) atau hipertensi sekunder. Sekitar 90–
95% kasus tergolong "hipertensi primer", yang berarti tekanan darah tinggi tanpa penyebab
medis yang gamblang. Kondisi lain yang mempengaruhi ginjal, arteri, jantung, atau sistem
endokrin menyebabkan 5-10% kasus yang lain (hipertensi sekunder) (TINGGI).
2. Etiologi
Struma disebabkan o leh gangguan sintesis hormone t iro id yang
1. Defisiensi iodium Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah
yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah
pegunungan.
2. K e l a i n a n m e t a b o l i k k o n g e n it a l y a n g m e n g h a m b a t s i n t e s a h
o r mo n tiro id.
1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia(seperti substansi dalam kol,
lobak,kacang kedelai).
3. Hiperplasi dan invo lusi kelenjar t iro id. Pada umumnya ditemu i pada masa
pertumbuan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi danstress
lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur
yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut.
Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap orang dapat dijumpai masa
karena kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama masa pubertas, pertumbuhan,
menstruasi, kehamilan, laktasi, monopouse, infeksi atau
stress lain. Pada masa-masa tersebut dapat dijumpai hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid
Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainanarsitektur yang
dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebutsehingga terjadi iskemia
(Amin huda, 2016)
satu selyang bermutasi. Dasar molekular dari adenoma soliter single masih
belumsepenuhnya dipahami. Kemungkinan berasal dari mutase somatis gen
yangmenstimulasi signal kaskade pada sel yang berproliferasi. Kebanyakan
adenomatoksik berasal dari jalur stimulasi signal Thyroid - Stimulating Hormon
(TSH). Kebanyakan mempunyai mutase aktivasi somatik pada reseptor. Jika struma
cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada
respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan
simaptis seperti; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak
tahancuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
c. Biopsi Aspirasi Jarum Halus / Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) Biopsi aspirasi
jarum halus adalah pengambilan sejumlah kecil bagian darisel atau cairan dari tiroid nodul
menggunakan jarum yang sangat kecil. Prosedur ini aman untuk dilakukan. Sel-sel yang telah
diambil akan dianalisa menggunakan mikroskop oleh ahli sitologi dan kemudian dapat
dikategorikan menjadi jinak atau ganas (Sarah, 2011)
5. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
Radioterapi Menggunakan I131, biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi dengan
obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasira dioterapi adalah pasien pada awal
penyakit atau pasien dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid
rekuren. Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
b. Penatalaksanaan Operatif
1. 1) Isthmulobectomy: pengangkatan tiroid salah satu lobus beserta
isthmusnya
2. 2) Lobectomy:merupakanprosedurpengangkatansatulobus.
3. 3) Tiroidectomitotal:adalahpengangkatanseluruhkelenjartiroid
4. 4) Tiroidectomy subtotal bilateral, pengangkatan sebagian lobus
jaringan limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan n.accessories,
v. jugularis eksterna dan interna, m. Sternocleidomastoideus dan m. omohyoideus
serta kelenjar ludah submandi bularis
B. PertimbanganAnestesi
1. Definisi Anestesi
2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
General anestesi adalah keadaan tak sadar tanpa rasa nyeri (dengan reflek otonomik
minimal) yang reversibel karena pemberian obat-obatan. Anestesi inhalasi, anestesi
intravena, anestesi intravaskular, anestesi perrektal adalah subsub bagian dari general
anestesi, serta menunjukan jalur masuknya obat ke dalam tubuh (Soenarjo dan
Jatmiko, 2010).
b. Regional Anestesi
Anestesi regional adalah anestesi lokal dengan menyuntikan obat anestesi disekitar
syaraf sehingga area yang di syarafi teranestesi. Anestesi regional dibagi menjadi
epidural, spinal dan kombinasi spinal epidural, spinal anestesi adalah suntikan obat
anestesi kedalam ruang subarahnoid dan ekstradural epidural di lakukan suntikan
kedalam ekstradural. (Brunner & suddarth, 2012).
3. Teknik Anestesi
a. Anestesi umum dibagi menjadi 3 teknik yaitu:
yang dilakukan dengan jalan menyuntikan obat anestesia parentral langsung ke dalam
pembuluh darah vena (Mangku & Senapathi, 2018).
b. Regional Anestesi Tehnik Anestesi Regional yang umum digunakan menurut Modul IPAI
2018 antara lain:
4. Rumatan Anestesi
a. General Anestesi
1) Inhalasi
anorganik yang dipergunakan sebagai anatetikum. Gas ini memiliki baud an rasa
manis, densitasnya lebih besar dari pada udara, tidak berwarna, tidak mengiritasi, dan
tidak mudah terbakar. Bila dikombinasikan dengan anatetikum yang mudah terbakar
akan memudahkan terjadinya ledakan, misalnya campuran eter dan nitrogen oksida.
2. b) Halotan Halotan (fluotan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan. Baunya
yang enak dan tidak merangsang jalan nafas, maka seing digunakan sebagai induksi
anestesi kombinasidengan NO2. Halotan harus disimpan dalam botol gelap (coklat
tua) supaya tida dirusak oleh cahaya dan diawetkan oleh timol 0,01%. S elain untuk
induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi, asalkan anestesinya cukup dalam,
stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesia semprot lidokain 4% sekitar atau
10%s sekitar faring laring. Setelah beberapa menit lidokain kerja, umumnya
laringoskopi intubasi dapat dikerjakan dengan mudah, karena relaksasi otot cukup
baik. Pada nafas spontan rumjutan anestasi sekitar 1-2 vol% dan pada nafas kendali
sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien. Halotan
menyebabkan vasodilatasi serebral, meninggikan aliran darah otak yang sulit
dikendalikan dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga tidak disukai untuk
bedah otak.
3. c) Enfluran Enfluran (etran, aliran) merupakan halogenisasi eter dan cepat populer
setelah ada kecurigaan gangguan fungsi hepar oleh halotan pada penggunaan
berulang. Pada EEG menunjukkan tanda-tanda epileptic, apalagi disertai hipokapnia,
karena itu hindari penggunaanya pada pasien
dengan riwayat epilepsy, walaupun ada yang beranggapan bukan indikasi kontra untuk
dipakai pada kasus dengan riwayat epilepsy. Kombinasi dengan adrenalin lebih aman 3 kali
dibanding halotan. Vasodilatasi serebral antara halotan dan isofluran.
a) Barbiturat
2. b) ThiopentalDewasa:2-4mllarutan2,5%secaraintermitten
3. c) Ketamine
o - Sifat analgesik, anestetik, kataleptik dengan kerja singkat
o - Analgesic kuat untuk somatic, lemah untuk system visceral
o - Relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggil
o - Tingkatkan TD, nadi, cursh jantung
o - Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi,
d) Fentanyl
- Analgesic dan anestesi neuroleptic
- Kombinasi tetapman diberikan pada yang mengalami
e) Propofol
ml=10 mg)
mg/kg intravena.
- Analgesic (-)
- Sedasi basal pada anestesi regional, endoskopi, dental
5. Resiko
a. Pernapasan Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena
hipoksia sehingga harus diketahui sedini mungkin dan segera di atasi. Penyebab yang
sering dijumpai sebagai penyulit pernapasan adalah sisa
anastesi (penderita tidak sadar kembali) dan sisa pelemas otot yang belum dimetabolisme
dengan sempurna, selain itu lidah jatuh kebelakang menyebabkan obstruksi hipofaring.
Kedua hal ini menyebabkan hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih beratmenyebabkan
apnea.
2. Sirkulasi Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia, hal ini
disebabkan oleh kekurangan cairan karena perdarahan yang tidak cukup diganti.
Sebab lain adalah sisa anastesi yang masih tertinggal dalam sirkulasi, terutama jika
tahapan anastesi masih dalam akhir pembedahan.
3. Regurgitasi dan Muntah Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama
anastesi. Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkan aspirasi.
4. Hipotermi Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain itu juga
karena efek obat-obatan yang dipakai. General anestesi juga memengaruhi ketiga
elemen termoregulasi yang terdiri atas elemen input aferen, pengaturan sinyal di
daerah pusat dan juga respons eferen, selain itu dapat juga menghilangkan proses
adaptasi serta mengganggu mekanisme fisiologi pada fungsi termoregulasi yaitu
menggeser batas ambang untuk respons proses vasokonstriksi, menggigil,
vasodilatasi, dan juga berkeringat.
5. Gangguan Faal Lain Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan
oleh kerja anestesi yang memanjang karena dosis berlebih relatif karena penderita
syok, hipotermi, usia lanjut dan malnutrisi sehingga sediaan anestesi lambat
dikeluarkan dari dalam darah. Anestesi Spinal memiliki keungulan dimana onsetnya
yang 12 kali lebih cepat, pelaksanaan yang mudah, akan tetapi mengganggu
hemodinamik intraoperatif.
Adapun efek yang diakibatkan penggunaan obat anestesi spinal kepada organ tubuh antara
lain (IPAI, 2018):
a. Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, yang menyebabkan terjadi
penurunan tekanan arteriola sistemik dan vena,
2. Bradikardia karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis T2
3. Hipoventilasi Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4. Mual Muntah. Bila terjadi mual muntah karena hipotensi, disamping itu juga adanya
aktifitas parasimpatik yang menyebabkan peningkatan peristaltik usus, juga karena
tarikan nervus dan pleksus khususnya N. Vagus, adanya empedu dalam lambung oleh
karena relaksasi pilorus dan sphincter duktus biliverus, faktor psikologis dan hipoksia.
5. Penurunan Panas Tubuh (Shivering) Sekresi katekolamin ditekan sehingga produksi
panas oleh metabolisme berkurang . Vasodilatasi pada anggota tubuh bawah dapat
menyebabkan hipotermi
6. Nyeri punggung akibat dari tusukan jarum yang menyebabkan trauma pada periosteal
atau ruptur dari struktur ligament dengan atau tanpa hematoma intraligamentous.
Komplikasi neurologic
7. Retentio urine / Disfungsi kandung kemih dapat terjadi karena blokade simpatik
eferen (T5-L1) menyebabkan kenaikan tonus sfinkter yang mengakibatkan retensi
urine.
D. TinjauanTeoriAskanPembedahanKhusus 1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan pemikiran dasar dalam proses keperawatan
anestesiologi. Pada tahap ini merupakan proses sistematis dalam pengumpulan dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengindentifikasi status kesehatan pasien, dimana pada
tahap inilah yang paling menentukan terhadap tahap berikutnya. Tujuan dari dilakukannya
pengkajian yaitu bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien untuk
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah- masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan
pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Kemampuan mengidentifikasi masalah yang
terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan.
Diagnosis yang diangkat akan menentukan design perencanaan yang ditetapkan, selanjutnya
tindakan kepenataan dan evaluasi mengikuti perencanaan yang dibuat. Oleh sebab itu,
pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan pada pasien
dapat diidentifikasi. Pada tahap pengkajian yang perlu dipersiapan antara lain penilaian klinis
pasien dari hasil anamnesis, rekam medik dan pemeriksaan fisik serta penilaian terhadap hasil
pemeriksaan laboratorium dan radiologik yang diperlukan. Pada Pengkajian meliputi :
bowel, bone)
Grade I: Pilar faring, uvula, dan palatum mole terlihat jelas, seluruh tonsil terlihat jelas.
Grade II: Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar faring tidak terlihat,
setengah keatas dari fossa tonsil terlihat.
Grade III: Palatum mole dan durum masih dapat terlihat jelas.
Grade IV:: Pilar faring, uvula, dan palatum mole tidak terlihat, tanya palatum
durum yang terlihat
operasi emergensi.
- Mengkaji efek obat terhadap system tubuh (system kardiovaskuler, system respirasi, system
saraf pusat, system imunitas, system musculoskeletal)
1. Data Subjektif
Data yang didapat oleh pencatat dan pasien atau keluarga dan dapat diukur dengan
menggunakan standar yang diakui dan menunjukkan keluhan.
2. Data Objektif
Data yang didapat oleh pencatat dari pemeriksaan dan dapat diukur dengan
menggunakan standar yang diakui.
2) ResikoCederaAnestesi
2. Intra Anestesi
1) Resikocideratraumapembedahan
2) RKDisfungsiKardiovaskuler.
3. Pasca Anestesi
1) Risikocederagangguanfungsirespirasi
3. Rencana Intervensi
a) Tujuan
Setelah dilakukan ASKAN selama fase pra anestesi/intra anestesi/pasca anestesi/di ruang
gawat darurat/perawatan kritis/lokasi bencana, nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria
hasil:
2. b) KriteriaHasil
Skala nyeri menurun 2. Tekanan darah dalam batas normal (sistole: 90–120/ diastole:
60-80 mmHg), tekanan nadi kuat, frekuensi nadi 60 – 100x/menit 3. Frekuensi napas
dalam batas normal (12- 16x/menit) 4. Ekspresi wajah rileks 5. Tidak terjadi
diaforesis 6. Ukuran pupil dalam batas normal (3-5 mm) 7. Tidak gelisah
3. c) Rencana Intervensi
o - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
a) Tujuan
b. Intra Anestesi
2. b) Kriteriahasil:-
3. c) Rencana intervensi
hemodinamik)
anestesi).
informed consent)
anestesi
1) RKgangguanfungsikardiovaskuler
1. a) Tujuan
2. b) Kriteriahasil
o - Pasien mengatakan tidak nyeri dada
o - Tidak mengeluh lemas
o - Tidak mengeluh sesak napas
o - Tidak mengeluh jantung berdebar Objektif:
o - Hemodinamik dalam batas normal td( 100-120 mmHg
85 mmhg
mcg/L, Troponin I:
3. c) Rencana intervensi
o - Monitor tanda dan gejala penurunan curah jantung (dyspnea, kelelahan,
edema, ortopnea, distensi vena jugularis, palpitasi, kulit pucat)
o - Observasi tekanan darah dan MAP,Nadi, respirasi dan SpO2
o - Monitor gambaran EKG
o - Monitor status cairan(intake danoutput)
o - Monitor adanya memar, perdarahan hidung, gusi
12.Monitor elektrolit
arrest
2) Risikocederatraumafisikpembedahan
1. a) Tujuan
2. b) Kriteriahasil:-
3. c) Rencana intervemsi
o - Observasi kedalaman anestesi sesuai dengan plana 1-4 ( refleks bulu mata,
pernapasan, refleks pupil, refleks laring, refleks peritonium, relaksasi otot
lurik, lakrimasi)
o - Observasi trias anestesi meliputi:
meningkat)
stimulus)
meliputi:
c. Post anestesi
1) RKgangguanfungsiRespirasi
1. a) Tujuan
Setelah dilakukan ASKAN selama fase praanestesi/intra anestesi/pasca anestesi/di
ruang gawat darurat/ruang perawatan kritis/lokasi bencana, komplikasi gangguan
fungsi respirasi tidak terjadi/teratasi, dengan kriteria hasil:
2. b) Kriteriahasil
o - Dapat bernapas dengan mudah
o - Tidak terdapat nyeri dada
o - Pasien tampak tidak sesak napas
o - Tidak tampak pernafasan cuping hidung,
c) Rencana intervemsi
- Monitor status respirasi dan oksigenasi (misal: frekuensi dan kedalaman napas,
penggunaan otot bantu napas, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen, Minute
volume) sesuai kondisi pasien
- Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kusmaul,
CheyneStokes, Biot, ataksik/pernapasan irreguler)
- Monitor kadar EtCO2
- Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status
pernapasan
pasien
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (mis. nasal kanul,
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan
dalam memenuhi kebutuhan pasien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah
tujuan tercapai (Dinarti, Yuli Mulyanti., 2017).
BAB IV