Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

STRUMA NODOSA NON TOKSIK (SNNT)


RUANG OK
RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

DISUSUN OLEH :

Nama : Verina Herliyanti


NIM : 11409717037
Tingkat : II
Semester : IV (Empat)

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA
TAHUN AJARAN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Verina Herliyanti


NIM : 11409717037
Ruangan : OK

Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah menyelesaikan laporan


pendahuluan Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) di ruang OK RSUD Dr. H.
Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.

Banjarmasin, Juni 2019

Mahasiswa

Verina Herliyanti

11409717037

Mengetahui,

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik (CT)

……………………….. ………………………..

………………………..
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien
eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses implasi (bambang
sumantri Skep Ns 2011).
Struma Nodusa Non Toksik adalah pembesaran kelenjar thyroid yang
secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hiper
thyroidisme. (Brunner dan Sudarth 2013)
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid akibat
kekurangna masukan iodium dalam makanan. (kapita selekta kedokteran, jilid
2).
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya
diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid terjadinya
pembesran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon
yang dihasilkan (Hidayat, Syamat, dkk, 2015)

2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma
sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang
mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol,
lobak, dan kacang kedelai).
2) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui pada
masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi,
menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan
nodularitas kelenjar tiroid yang dapat bekelanjutan dengan
berkurangnya aliran darah didaerah tersebut
(Brunicardi et al, 2013).

3. Manifestasi klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat beberapa
manifestasi klinis berupa :
a. Terdapat benjolan di daerah leher
b. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.
c. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esophagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
d. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertirodisme.
e. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya
denyut nadi.
f. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan

4. Patofisiologi
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang disekresikan
oleh kelenjar pituitari, yang mana, pada gilirannya, dipengaruhi oleh tirotropin
releasing hormone (TRH) dari hipothalamus. TSH menyebabkan
pertumbuhan, diferensiasi sel, dan produksi hormon tiroid serta sekresinya
oleh kelenjar tiroid. Tirotropin bekerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid.
Hormon tiroid dalam serum (levothyroxine dan triiodothyronine) menyebabkan
feedback ke pituitari, yang mengatur produksi TSH. Rangsangan pada
reseptor TSH oleh TSH, TSH-receptor antibodi, atau TSH receptor agonist,
seperti chorionic gonadotropin, bisa menyebabkan struma diffuse. Ketika
sejumlah kecil sel tiroid, sel-sel peradangan, atau sel-sel keganasan
bermetastase ke tiroid, bisa terbentuk nodul tiroid.
Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya pemasukan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar tiroid untuk menormalkan
kadar hormon tiroid. Bila proses ini terus terjadi, bisa terbentuk struma.
Penyebab kekurangan hormon tiroid bisa karena gangguan pada sintesisnya,
kekurangan iodium, dan goitrogen.
Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist. TSH
receptor merangsang TSH receptor antibodies, resistensi pituitari terhadap
hormon tiroid, adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari, dan tumor yang
menghasilkan human chorionic gonadotropin
PATHWAY
STRUMA NODOSA NON TOKSIK (SNNT)

Masa pertumbuhan, pubertas, menstruasi,

Kehamilan, laktasi, menopause, infeksi, stress


Kebutuhan tiroksin

Hiperplasi dan involusi

kelenjar tyroid
Nodularitas kelenjar tyroid
Sirkulasi darah

Iskemia

Degenerasi kelenjar tyroid (fibrosis, nekrosis, kalsifikasi,


pembentukan kista, perdarahan)

Bersihan jalan napas


Obstruksi pada trakea
tidak efektif

Strumektomi/tiroidektomi

Terputusnya kontinuitas Hipokalsemia Saraf laringeal/nervus recurrent


jaringan teramputasi

Resiko Gangguan komunikasi


Resti Nyeri cidera/tetani verbal
infeksi
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit
tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120
ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada
orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat
membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal
TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali
normal.
2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum
penderita dengan penyakit tiroid autoimun :
a) antibodi tiroglobulin
b) antibodi microsomal
c) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)

b. Sidik (scanning) tiroid


Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan
fungsi tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila
uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika
uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma).
c. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan atau
padat. Selain itu digunakan untuk membedakan antara nodul solid dan
kistik. Bila hasil USG memberikan gambaran solid (padat) maka
selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan scanning tiroid.
d. Radiologi
1) Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin
lesion (papiler), cloudy (folikuler).
2) Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi
pembiusan.
e. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapat
ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan
patologi anatomi merupakan standar baku untuk sel tiroid dan memiliki
nilai akurasi paling tinggi. Pengerjaan dengan teknik Biopsi Aspirasi
dengan Jarum Halus atau Fine Needle Aspiration Biopsi (BAJAH/FNAB)
harus dilakukan oleh operator yang sudah berpengalaman. Di tangan
operator yang terampil, BAJAH dapat menjadi metode yang efektif untuk
membedakan jinak atau ganas pada nodul soliter atau nodul dominan
dalam struma multinodular. BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83%
dan spesifitas 92%. Bila BAJAH dikerjakan dengan baik maka akan
menghasilkan angka negatif palsu kurang dari 5% dan angka positif palsu
hampir mendekati 1%.
f. Terapi Supresi Tiroksin
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH
ialah dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.

6. Penatalaksanaan
a. Konservatif/medikamentosa
Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan
sangat awal, rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma
residif, pada kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).
1) Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
2) Struma toksik :
a) Bed rest
b) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-
tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan
akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin
(T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai
tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan
dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
c) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi
tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan
kelenjar tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun
sekarang tidak digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih
baik dalam mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar.
Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari.
b. Radioterapi
c. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya
pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa
gangguan menelan, suara parau dan gangguan pernafasan,
keganasan kelenjar tiroid, dan kosmetik.
Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
1) Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
2) Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan
dan sebagian kiri.
5) Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy
subtotal sinistra dan sebaliknya.
6) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan
limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan
nervus naccessories, vena jugularis eksterna dan interna,
musculus sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus
serta kelenjar ludah submandibularis

7. Komplikasi
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
d. Komplikasi pembedahan :
1) Perdarahan
2) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3) Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam
sirkulasi dengan tekanan.
5) Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6) Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
Trakeumalasia (melunaknya trakea).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan dan pekerjaan pasien
b. Keluhan utama
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher. Kesulitan
menelan dan bernapas. Pada post operasi keluhan yang dirasakan pada
umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan sekarang ialah status kesehatan klien saat ini seperti klien
waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat pasien terdahulu mungkin Klien sebelumnya pernah menderita yang
berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik
lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai
penyakit menular.
e. Riwayat penyakit keluarga.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa
klien.
f. Pola Kebutuhan Dasar Manusia
1) Pola nutrisi
2) Pola eliminasi
3) Pola istirahat dan tidur
4) Pola aktivitas
5) Pola sirkulasi
6) Pola integritas ego
7) Pola personal hygine
8) Pola Nyeri/ ketidaknyaman
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu cenderung meningkat.
4) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simeris, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan/lepas
b) Mata
Inspeksi : Mata simetris, konjungtiva anemis, reflek pupil isokor
Palpasi : Tidak ada gangguan
c) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada serumen
Palpasi : Tidak ada gangguan
d) Mulut
Inspeksi : Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi
e) Leher
Palpasi : Ada pembesaran tiroid, ada benjolan, sulit menelan
f) Dada
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Tidak ada gangguan
Perkusi : Sonor
g) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada bengkak
Auskultasi : bising usus 3-15 x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
h) Genetalia dan Anus
Inspeksi : Bersih
i) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan
j) Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan

2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing
dalam jalan nafas
b. Nyeri akut berhubungan denga agen pencedera fisik (prosedur operasi)
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuscular
d. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
e. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses
pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat

3. Intervensi keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas
a. 1. Respiratory status : a. 1. Airway suction
tidak efektif
b. Ventilation a. Auskultasi suara
berhubungan dengan c. 2. Respiratory status : nafas pasien
benda asing dalam Airway patency b. Monitor status
jalan nafas d. 3. Aspiration Control oksigen pasien
c. Berikan oksigen
Kriteria Hasil : apabila pasien
a. Menunjukkan jalan menunjukkan
nafas yang paten bradikardi,
(klien tidak merasa peningkatan
tercekik, irama saturasi O2, dll.
nafas, frekuensi
pernafasan dalam 2. Airway Management
rentang normal, tidak a. Buka jalan nafas,
ada suara nafas gunakan teknik
abnormal. chin lift atau jaw
b. Mampu thrust bila perlu
mengidentifikasikan b. Auskultasi suara
dan mencegah factor nafas, catat
yang dapat adanya suara
menghambat jalan tambahan
nafas c. Monitor respirasi
dan status O2
d. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
e. Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
f. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.

2 Nyeri akut
e. 1. Pain level 1. Pain management
berhubungan denga f. 2. Pain control 2. Analgesic
agen pencedera fisik
g. 3. Comfort level administration
(prosedur operasi) Setelah dilakukan
tindakan asuhan a. Observasi TTV
keperawatan selama 3 x b. Kaji karakteristik
24 jam diharapkan nyeri nyeri secara
berkurang klien hilang komprehensif
atau berkurang. (penyebab,
kualitas,
Kriteria hasil : intensitas, skala
1. Pasien nyeri) yang
mengatakan nyeri diungkapkan
berkurang yang secara verbal
diekspresikan melalui dan nonverbal
verbal dan non verbal c. Berikan posisi
2. Mampu yang nyaman
mengontrol nyeri d. Ajarkan teknik
dengan manajemen relaksasi baik
nyeri nafas dalam
ataupun distraksi
e. Kolaborasi
pemberian obat
analgesik

3 Gangguan h. 1. Anxiety self control 1. Communication


komunikasi verbal
i. 2. Coping enhancement :
berhubungan denganj. 3. Sensory fundion : Speech deficit
gangguan hearing & vision 2. Anxiety reduction
neuromuscular k. 4. Fear self control a. Kaji kemampuan
berbicara pasien
Setelah dilakukan b. Kaji kemampuan
tindakan asuhan lain yang dimiliki
keperawatan selama 3 x pasien
24 jam diharapkan c. Dengarkan
gangguan komunikasi dengan penuh
verbal pasien berkurang. perhatian
d. Berikan pujian
Kriteria hasil : atas kemampuan
1. Mampu yang dimiliku
berkomunikasi e. Berikan fasilitas
dengan yang dapat
menunjukkan digunakan untuk
ekspresi verbal dan berkomunikasi
atau non verbal yang (buku, pulpen,
bermakna pensil, dan
2. Mampu perlatan lainnya
mengkoordinasikan yang dapat
gerakan dalam digunakan
menggunakan komunikasi dua
bahasa isyarat arah secara
3. Mampu mengontrol optimal)
respon ketakutan f. Ajarkan
dan kecemasan menyampaikan
terhadap informasi dengan
ketidakmampuan bahasa isyarat
berbicara g. Dorong
4. Mampu partisipasi
memanajemen keluarga dalam
kemampuan fisik proses
yang dimiliki penyembuhan
5. Mampu menerima , h. Kolaborasi
memahami dan pemberian terapi
menyampaikan wicara
pesan

4 Risiko infeksi 1. Immune status 1. Infection control


berhubungan dengan 2. Knowledge : (Kontrol Infeksi )
efek prosedur invasif Infection control
3. Risk control a. Monitor keadaan
luka
Setelah dilakukan b. Monitor tanda
tindakan asuhan dan gejala infeksi
keperawatan selama 3 x c. Monitor kadar
24 jam diharapkan risiko WBC, granulosit
infeksi klien hilang atau d. Berikan
berkurang. perawatan luka
secara berkala
Kriteria hasil : dengan teknik
1. Tidak tampak yang tepat
adanya tanda dan e. Berikan
gejala infeksi lingkungan yang
2. Jumlah leukosit bersih
dalam batas normal f. Berikan KIE
3. Menunjukkan pasien dan
perilaku hidup sehat keluarga
mengenai
personal hygiene
(seperti cara
mencuci tangan
yang benar)
untuk
menghindari
adanya factor
pemicu infeksi
g. Kolaborasi
pemberian
antibiotic

5 Resiko tinggi Menunjukkan tidak ada • Pantau tanda-tanda


terhadap cedera dengan vital dan catat adanya
cedera/tetani komplikasi peningkatan suhu
berhubungan dengan terpenuhi/terkontrol. tubuh, takikardi (140
proses pembedahan, – 200/menit),
rangsangan pada disrtrimia, syanosis,
sistem saraf pusat sakit waktu bernafas
(pembengkakan
paru).
• Observasi adanya
peka rangsang,
misalnya gerakan
tersentak, adanya
kejang, prestesia.
• Pertahankan
penghalang tempat
tidur/diberi bantalan,
tmpat tidur pada
posisi yang rendah.
• Memantau kadar
kalsium dalam serum.
• Kolaborasi
Berikan pengobatan
sesuai indikasi
(kalsium/glukonat,
laktat).
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta :
Mediaction Jogja.
Smeltzer. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Keperawatan: Diagnosa NANDA,
Intervensi
NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai